Ev. Xin Lan | Kejadian 12-13 |

Hari ini kita akan melihat tentang Abraham.

Dalam Alkitab, Abraham jelas-jelas adalah suatu bintang terang. Nama aslinya adalah Abram. Allah secara pribadi memberikannya nama lain, yaitu Abraham, yang artinya adalah “Bapa bagi Banyak (Orang)” (father of many). Allah mengaruniakan kepadanya berkat yang tak terkatakan. Dia adalah sahabat Allah, bapa orang Israel dan bapa iman kita. Alkitab sangat memuji iman Abraham, kenapa? Hal ini adalah karena Abraham selama hidupnya telah berjalan di dalam iman. Dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang lain, sangatlah banyak catatan peristiwa tentang Abraham. Namanya muncul sebanyak 285 kali di dalam Alkitab.

Pertama-tama, mari melihat kenapa Abraham bisa menjadi “bapa orang beriman”. Apa yang bisa kita pelajari tentang imannya?


Abraham percaya pada janji Yahweh

Abraham adalah keturunan Shem, anaknya Nuh. Dia adalah keturunan generasi Shem yang ke-sepuluh. Shem masih hidup pada waktu Abaraham meninggal dunia. Abraham banyak mendengar tentang Yahweh dari Shem. Dia sudah mendengar tentang air bah. Dari waktu datangnya air bah sampai ke zamannya Abraham, manusia sudah beranak cucu selama empat abad, populasi penduduk semakin bertambah.

Tanah kelahiran Abraham adalah Ur-Kasdim yang berada dekat dengan Teluk Persia. Sungai Efrat mengalir tidak jauh dari kota itu. Pasokan air sangat melimpah, mengairi ladang-ladang di sekitarnya. Hal ini membuat tanah di situ subur dan rumput-rumputan hijau di mana-mana. Ur merupakan tempat yang paling bagus untuk hidup di tengah-tengah generasi yang mengandalkan pertanian dan peternakan untuk hidup. Banyak orang yang tertarik untuk tinggal di kota ini. Kota yang sangat makmur dan kaya, seperti kota-kota besar di dunia sekarang.

Leluhur Abraham sudah tinggal di tempat itu selama beberapa generasi. Namun, suatu hari Yahweh malah berkata kepadanya,

“Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.”

Allah meminta Abraham untuk meninggalkan negerinya sendiri. Lalu, apakah tempat tujuan yang dituju Abraham? Abraham sendiri tidak tahu. Tuhan belum menunjukkan langkah selanjutnya. Setelah dia maju selangkah, baru Tuhan akan menunjukkan apa yang harus dia lakukan seterusnya.

Mari kita coba menempatkan diri di dalam gambaran ini. Apakah ada orang yang rela begitu saja meninggalkan kota kelahirannya? Kita orang Tionghoa mempunyai tradisi, kita tidak rela meninggalkan kampung halaman kita. Kita ingin menetap di tempat kelahiran kita. Terutama padazaman dulu, tidaklah terbayangkan untuk seseorang itu meninggalkan kampung halamannya. Biasanya jika seorang pria meninggalkan kampung halamannya, itu karena dia tidak mampu bertahan hidup, maka dia harus pergi ke tempat lain untuk mendapatkan jalan keluar lain. Orang Tionghoa banyak yang bermigrasi. Namun, kebanyakannya karena perang. Sampai padahari ini, migrasi pada umumnya adalah karena alasan ini. Orang-orang tidak mendapatkan hidup yang selayaknya di kampung halaman dan karena itu mereka memilih pergi ke tempat yang lebih baik agar bisa berkembang dengan lebih baik secara ekonomi. Orang-orang dari desa berpindah ke kota. Orang-orang di kota kecil pindah ke kota besar. Banyak orang Tionghoa yang ke Amerika Serikat dan Eropa. Pada umumnya mereka ingin pindah ke tempat yang lebih baik.

Namun, tempat kelahiran Abraham adalah tempat yang bagus. Allah malah menginginkannya berpindah dari timur ke barat. Dari sebuah kota yang di pesisir laut menuju daratan. Sama halnya jika kita sekarang berpindah dari Shanghai ke daerah barat laut. Orang-orang selalunya lebih suka berpindah maju ke tempat yang lebih baik, tempat yang subur dan banyak air. Kita tidak akan memilih berpindah dari tempat yang kaya ke tempat yang miskin.

Mungkin Anda berpikir: tentu saja Abraham mau pergi, Tuhan telah memberikannya satu janji yang besar. Dia menginginkan Abraham mendapatkan satu negeri dan menjadi bangsa yang besar. Akan tetapi, jangan lupa bahwa Allah tidak mengatakan di mana dan seperti apakah tempat itu. Abraham sepenuhnya tidak tahu. Dia mungkin berkata, “Apa? Ke suatu tempat yang baru dan menjadi suatu bangsa yang besar? Itu terlalu jauh, bagaimana aku tahu apa yang Engkau katakan itu benar atau tidak? Bagaimana aku tahu apakah aku suka tempat itu atau tidak? Setidaknya aku dapat melihat kampung halamanku Ur yang merupakan negeri yang kaya. Mengenai apa yang ada di depan, aku tidak dapat melihatnya.”

Jadi, di sini kita melihat iman Abraham. Dia mendengarkan firman Allah, percaya dan kemudian melakukannya. Dia meninggalkan kampung halamannya yang kaya dan yang dia sudah kenal dengan baik. Dia melangkahkan kakinya untuk merantau sepanjang hidupnya. Bahkan ketika dia keluar, dia tidak tahu ke mana dia akan pergi. Sekalipun dia tidak dapat melihat jenis berkat dan bangsa seperti apa yang ingin Tuhan berikan kepadanya nanti, dengan iman dia percaya pada firman Yahweh. Dia percaya firman Allah akan akan menjadi nyata, maka dia berangkat.

Perhentian pertamanya adalah di Haran. Dari Ur ke Haran berarti dari timur ke barat, sekitar 950 km. Jaraknya seperti dari Beijing ke ibu kota provinsi Ninghai, Yinchuan. Bagi orang zaman sekarang, jarak ini tidaklah terlalu jauh. Membutuhkan sepuluh jam dengan kereta api, dan membutuhkan satu sampai dua jam jika dengan pesawat. Akan tetapi, pada masa itu tidak ada pesawat dan kereta api. Mereka tidak dapat mengendarai kuda atau kereta kuda, jadi itu merupakan perjalanan yang jauh.

Sudah menjadi tren sekarang untuk berpetualangan mendaki gunung atau menjelajah hutan. Kegiatan-kegiatan ini telah menjadi olahraga yang trendi. Di TV banyak sekali program tamasya yang menunjukkan beberapa belahan dunia. Kita semua suka menontonnya. Namun, mereka sudah memperindah dan meromantiskan perjalanan-perjalanan ini. Bedanya dengan Abraham adalah presenter acara tamasya ini tidak memindahkan rumah mereka dan tidak perlu membawa semua harta milik saat berpergian. Di balik presenter ini, terdapat team yang mendukung secara keuangan untuk mendanai seluruh program. Mereka menggunakan alat transportasi modern dan memakai pesawat. Atau orang-orang yang terlibat dalam kegiatan ini telah menjadikan hal-hal ini sebagai olahraga favorit mereka. Mereka menyediakan waktu untuk berlatih dan setelah petualangan mereka selesai, mereka kembali lagi kepada kehidupan mereka seperti biasa. Jadi, perjalanan mereka sangat santai, sangat romantis dan menarik.

Namun, tidak demikian halnya dengan Abraham. Dia bukan seperti penjelajah atau petualang yang pergi menjelajahi untuk beberapa waktu. Abraham berpindah bersama seluruh anggota keluarganya. Dia membawa bersama seluruh harta miliknya. Dia mengangkat barang-barangnya, membawa semua kawanan ternak dan dombanya dan membawa serta seluruh anggota keluarganya. Dia meninggalkan rumahnya yang nyaman untuk mengembara dan menjalani hidup yang tidak nyaman.

Pada saat itu, jalanan belum beraspal seperti sekarang ini. Jalanan masih jalanan yang tertutupi oleh tanah. Saat kereta kuda, kumpulan dan kawanan hewan lewat, debu akan berterbangan di jalan. Beberapa tempat bahkan mungkin tidak mempunyai jalanan. Mereka harus membuat jalur dari semak belukar. Ketika malam hari tiba, mereka harus mencari tempat yang cukup aman untuk beristirahat. Setelah seharian bersusah payah, mereka tetap harus mendirikan tenda dan menyiapkan peralatan untuk memasak. Mungkin mereka harus menyiapkan makanan kering untuk hari berikutnya. Mereka juga harus menambatkan kuda, ternak dan lembu dan memberinya makan. Kalau kehabisan jerami mereka juga harus mencarinya. Setelah istirahat yang singkat, sudah pagi hari dan mereka harus sekali lagi melepaskan tenda dan berkemas-kemas untuk melanjutkan perjalanan.

Hari lepas hari, mereka harus berjalan setidaknya untuk beberapa bulan. Mereka mungkin menghadapi banyak kesulitan; hujan badai; angin yang kencang; atau serangan dari perampok. Yang pasti, ini bukan perjalanan yang romantis. Sebaliknya, perjalanan ini penuh dengan kesukaran dan bahaya. Apa saja bahaya yang dia temukan dalam perjalannnya, apakah yang alami atau yang dibuat manusia, kedua-duanya akan menyebabkan dia kehilangan segala sesuatu yang dia miliki. Dan lebih jauh lagi dia bahkan tidak tahu, di manakah perhentian berikutnya setelah tiba di Haran. Namun, Abraham dengan iman, tidak mempedulikan hal itu. Dia sedang berada di jalur yang tidak ada jalan kembali.

Di sini kita melihat bahwa Allah menuntun satu langkah demi satu langkah. Tentu saja, Allah sudah memberikan petunjuk tentang apa yang ada di depan, tetapi bukan keseluruhan gambarannya. Tuhan memberitahu Abraham bahwa Ia akan membawa Abraham ke suatu tempat untuk mendapatkan sebidang tanah dan dari situ Abraham akan dijadikan suatu bangsa yang besar. Namun, tidak ada perincian tentang bagaimana hal ini akan terjadi. Dia harus melangkah dulu. Langkah pertama adalah meninggalkan Ur menuju Haran. Setelah tiba di Haran, baru Abraham akan diberitahu langkah berikutnya. Bagi kita, kita ingin mengetahui keseluruhan rencananya dan juga setiap langkahnya. Hanya setelah kita mengetahuinya, baru kita akan mulai melakukannya. Namun, pimpinan Allah itu berbeda. Allah akan memberitahu kita langkah yang pertama. Kemudian kita harus bertindak dulu dan setelah itu menunggu untuk Dia memberitahu kita langkah yang kedua. Itulah sebabnya Alkitab dan orang-orang yang besar secara rohani dalam sejarah gereja sering memberitahu kita untuk selalu menanti-nantikan Tuhan.

Bagi kita, jika ada hal yang tidak kita mengerti, kita langsung akan mulai ragu. Kita akan bertanya-tanya kenapa kita harus menunggu? Apa yang akan menjadi langkah selanjutnya. Kita harus memahami bahwa Allah memimpin kita langkah demi langkah. Dia tidak akan langsung memberitahu kita semua langkah-langkah itu sekaligus. Setelah kita mengambil satu langkah, lalu kita harus menanti-nanti di hadapan Allah untuk langkah yang berikutnya. Jadi, apakah kita mempunyai iman untuk mengambil langkah yang pertama sesuai dengan pimpinan Allah? Mungkin kita tidak mengalami Allah justru karena kita tidak sepenuhnya rela untuk mengambil langkah pertama sesuai dengan perintah Allah. Itulah alasan kenapa kita tidak mengalami pimpinan Tuhan untuk langkah berikutnya.

Abraham melangkah dan dia tiba di Haran. Setelah itu, Allah memberinya instruksi untuk berangkat lagi. Perhentian yang berikutnya adalah Kanaan. Dia tiba di pohon tarbantin di More di Sikhem. Dari Haran ke Sikhem, jaraknya sekitar 625 km dari utara ke selatan. Sekitar jarak dari Beijing ke Zhengzhou.

Abraham tinggal di Haran untuk satu jangka waktu tertentu. Berapa lama persisnya, kita tidak tahu. Namun, sejauh yang kita tahu dari Kisah Para Rasul 7:4, dikatakan bahwa Allah meminta Abraham untuk pindah ke Kanaan setelah ayahnya meninggal. Kita tidak tahu dengan tepatnya berapa lama Abraham tinggal di Haran, tetapi yang pasti dia menemani ayahnya untuk tinggal di Haran untuk suatu jangka waktu, lalu kemudian dia menguburkan ayahnya. Jadi, itu tidak mungkin dalam waktu yang terlalu singkat. Mungkin dia telah membangun beberapa tempat tinggal dan membuat rumah sementara di sana. Namun, ketika Allah memanggilnya lagi, dia siap untuk berpindah lagi.

Di sini, kita kembali dapat melihat iman Abraham. Dia kembali mengikuti pimpinan Allah tanpa ragu. Seringkali kita hanya menaati pimpinan Allah sekali. Ketika sampai pada tahap tertentu, kita tidak rela lagi untuk melanjutkan dan kemudian berhenti, tidak bergerak lagi.

Abraham terus menaati pimpinan Allah. Dari Haran dia pindah ke selatan dan tiba di Kanaan. Di pohon tarbantin di More di Sikhem, Yahweh menampakkan diri kepadanya dan berkata, “Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu.” Pada akhirnya, Abraham melihat tanah yang dijanjikan Allah kepadanya. Namun, Allah berkata bahwa tanah itu akan diberikan kepada keturunannya. Ini berarti dia tidak mendapat tanah itu, tetapi akan diberikan kepada keturunannya.

Di manakah keturunannya? Pada waktu itu, dia tidak mempunyai anak karena istrinya tidak bisa melahirkan. Sepertinya janji Allah ini berada di luar jangkauannya. Kelihatannya janji Allah yang ini tidak masuk akal. Pertama, ketika Abraham masih hidup, dia akan memperoleh tanah, tetapi bagaimana dia tahu apa yang akan terjadi setelah dia meninggal? Kedua, pada waktu itu Abraham sudah berumur 75 tahun. Dia masih tidak memiliki anak. Bagaimana dia tahu bahwa dia akan ada keturunan? Namun, Abraham memiliki iman. Dia percaya sepenuhnya pada perkataan Allah. Di tempat Allah menunjukkan diri kepadanya, dia membangun sebuah mezbah untuk bersyukur kepada-Nya.

Setelah itu Abraham terus mengembara. Dia merantau ke sebelah timur Bethel, ke Mesir, ke pohon tarbantin di Mamre di Hebron dan ke banyak tempat lainnya. Dapat dikatakan Abraham hidup mengembara sepanjang hidupnya.


Janji Allah tidak semestinya tergenapi sekarang

Dia mendengarkan panggilan Allah dan meninggalkan kampung halamannya ke tempat yang Allah janjikan kepadanya. Namun, dia tidak mendapat sebidang tanah itu. Di Kisah Para Rasul 7:5 dikatakan,

“Allah tidak memberikan milik pusaka kepadanya, bahkan setapak tanah pun tidak.”

Abraham sepenuhnya merantau di negeri milik orang lain tanpa milik kepunyaan. Akan tetapi, iman Abraham melihat pada janji Allah, dia percaya dan mengikuti pimpinannya. Demi memperoleh janji Allah yang belum kelihatan, Abraham sama sekali tidak ragu untuk menggunakan seluruh hidupnya untuk mengembara mencarinya. Apa yang paling luar biasa adalah Abraham tidak mendapatkan janji Allah sampai ia meninggal.

Biasanya kita peduli hanya pada apa yang dapat kita peroleh hari ini. Apa yang akan saya peroleh dalam hidup ini? Kita tidak rela bekerja seumur hidup untuk kehidupan yang hanya kita peroleh setelah kematian. Kita tidak rela bekerja untuk sesuatu yang tidak akan kita dapatkan sekarang. Kita ingin dengan segera mendapatkan apa yang kita mau. Sekarang ini, yang popular adalah hal-hal seperti “kursus kilat”. Kursus kilat dalam mempelajari Bahasa Inggris, mempelajari bagaimana menggunakan komputer, bahkan kursus kilat bagaimana untuk mengemudi. Jadi, tidak heranlah semakin banyak kecelakaan yang terjadi. Belajar mengemudi itu tidak susah, tetapi membutuhkan banyak latihan untuk menjadi mahir dan benar-benar menguasai mobil. Bagaimana hal itu bisa lebih dipercepat? Banyak hal membutuhkan banyak latihan untuk menguasainya. Tidak bisa dipercepat. Sesuatu yang kita pelajari dengan sikap yang terburu-buru, adalah sesuatu yang tanpa kualitas. Namun, kita suka mendapatkan semua itu dalam waktu yang singkat. Iklan-iklan itu menarik kita dengan menawarkan sesuatu yang diinginkan manusia. Mendapatkan segala sesuatu secara instan dan sekarang juga.

Allah memberikan Abraham satu janji, tetapi dibutuhkan upaya dari seluruh hidupnya untuk memperolehnya. Dia tidak mendapatkannya di dalam kehidupan di bumi ini. Sama halnya seperti kita. Yesus juga sudah memberikan kita satu janji dan telah menyiapkan kerajaan surgawi untuk kita pada masa depan. Namun, kita harus membayar dengan kehidupan kita dan juga, kita bahkan tidak akan mendapatkan janji itu di dalam hidup ini! Berapa banyak orang yang rela untuk mengikutinya? Kerajaan surgawi? Wah, itu hal yang terlalu jauh dari kehidupan sekarang. Bagaimana saya tahu kalau Engkau dapat memberikan saya Kerajaan Surga? Lebih baik saya menikmati hari-hari baik sekarang ini! Kita tidak rela karena kita terlalu picik. Kita tidak melihat betapa berharganya janji Allah. Namun, Abraham melihatnya. Inilah iman. Apakah yang dikatakan tentang iman di Ibrani pasal 11? Iman adalah melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh mata jasmani. Dia melihatnya dengan mata iman.


Mempercayai bahwa Allah akan memelihara 

Ketika Abraham meninggalkan kampung halamannya dia membawa keponakannya yang bernama Lot bersamanya. Ketika mereka mendekati Bethel untuk yang kedua kalinya, Abraham sudah menjadi sangat kaya pada waktu itu. Alkitab berkata dia sangat kaya, mempunyai banyak ternak, perak dan emas. Keponakannya Lot juga mempunyai harta benda sendiri. Dia memiliki domba, lembu dan tenda. Akibatnya ketika hamba-hamba dari kedua keluarga ini pergi merumput, mereka mulai bertengkar, mungkin memperebutkan padang rumput yang subur atau meperebutkan sumur air. Yang satu menginginkannya, yang lain juga demikian.

Kedua tuan hamba itu mendengar tentang perkelahian itu di antara hamba-hamba mereka. Abraham lebih tua dari Lot. Alkitab berkata Abraham membawa Lot dari Haran ke Kanaan. Dia bisa saja menggunakan identitasnya sebagai orang tua untuk mengajar Lot dan hamba-hambanya untuk tidak berkelahi. Namun, cara Abraham menangani masalah ini sangat berbeda. Abraham berkata kepada Lot,

“Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini kerabat. Bukankah seluruh negeri ini terbuka untuk engkau? Baiklah pisahkan dirimu dari padaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri.”

Abraham memilih untuk memisahkan kedua keluarga ini dan dia membiarkan keponakannya untuk terlebih dahulu memilih suatu tempat yang terbaik. Dia siap untuk mengalah. Lot memang memilih tempat yang terbaik. Alkitab mencatat,

“Lalu Lot melayangkan pandangannya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman Yahweh, seperti tanah Mesir, sampai ke Zoar. Hal itu terjadi sebelum Yahweh memusnahkan Sodom dan Gomora. Sebab itu Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu, lalu ia berangkat ke sebelah timur dan mereka berpisah”.

Lot memilih tempat terbaik dan Abraham tinggal di Kanaan.

Sangat sedikit orang yang sama seperti Abraham. Masyarakat kita adalah masyarakat yang bersaing.  Semua orang bertengkar dengan satu sama lain untuk memperoleh keuntungan diri. Demi uang, ayah dan anak menjadi bermusuhan, suami dan istri bermusuhan, sesama teman bermusuhan. Saya mendengar beberapa teman membicarakan kesedihan mereka. Misalnya, mereka menjalankan usaha dengan bermitra dengan teman baik mereka. Pada awalnya berteman baik, tetapi akhirnya mereka menjadi saling bermusuhan demi keuntungan. Akhirnya mereka berpisah. Sekarang mereka mengeluh dan berkata, “Kami tidak akan lagi melibatkan teman-teman baik dalam kemitraan bisnis, jika tidak, kami akan kehilangan teman baik lainnya.”

Sifat manusia adalah bersaing, berjuang demi keuntungannya dan berjuang untuk mendapatkan yang terbaik bagi dirinya. Abraham dapat saja melawan Lot karena Lot adalah keponakannya. Dari awalnya Abrahamlah yang membawa dia bersama-sama. Namun, Abraham tidak memperjuangkan apa pun untuk kepentingan dirinya sendiri. Kenapa? Karena dia percaya bahwa Allah akan memelihara kebutuhannya. Bagi seseorang yang memiliki iman, dia tidak akan berkelahi dengan orang lain. Dia tahu Allah akan memberikannya segala sesuatu, seperti Mazmur 16:2 berkata,

“Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!”

Selain Allah aku tidak mendapat apapun yang baik karena dia adalah Allah yang melimpahkan segalanya. Ayat 5 kemudian berkata,

“Ya Yahweh, Engkaulah bagian warisanku dan pialaku, Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian yang diundikan kepadaku.”

Jadi, kenapa kita harus berkelahi? Karena kita tidak bersandar kepada Allah. Kita khawatir jika kita tidak memperjuangkan hak kita, kita akan dirugikan. Saya ingat seorang teman pernah berkata, “Saya berjuang untuk mendapatkan gaji yang lebih bagus, manfaat-manfaat dan juga apartemen yang lebih bagus dari orang lain. Saya berjuang untuk semua yang saya miliki sekarang. Jika tidak, saya tidak akan punya apa-apa.” Dalam pemikirannya, di dalam masyarakat ini, jika kita tidak memperjuangkan hak kita sendiri, tidak seorang pun yang akan memberikan hal itu kepada kita. Ketika kita tidak mengenal Allah, kita akan berjuang untuk diri sendiri.

Kenapa kita sering mengeluh? Ini juga satu jenis perlawanan. Kita pikir ini tidak adil, itu tidak adil, kita ingin mendapatkan keadilan. Akan tetapi, Alkitab memberitahu kita, “Berilah tempat untuk murka Allah”, “Pembalasan adalah hak-Ku.” Allah tahu segalanya, Dia akan menjaga kita. Abraham memiliki iman seperti itu, sebagai hasilnya Allah menampakkan diri kepadanya. Dalam Kejadian 13:14-17 berfirmanlah Yahweh kepada Abram,

“Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya. Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga. Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu.” Sesudah itu Abram memindahkan kemahnya dan menetap di dekat pohon-pohon tarbantin di Mamre, dekat Hebron, lalu didirikannyalah mezbah di situ bagi TUHAN.

Lot memilih seluruh lembah sungai Yordan, Abraham mengalah untuk menghindari konflik, tetapi Allah memberikan seluruh negeri kepada Abraham.


Kesimpulan

Kita sudah melihat karakter Abraham, marilah kita membuat kesimpulan kecil:

Abraham mempunyai ciri yang menonjol, yaitu iman. Alkitab menyebut dia sebagai “bapa orang beriman”. Bagaimana kita dapat melihat hal itu? Hari ini kita sudah melihat 2 aspek:

1. Abraham percaya pada janji Allah, maka ia meninggalkan kampung halamannya dan mengembara, merantau sepanjang hidupnya mengikuti pimpinan Allah sepenuhnya. Akan tetapi, dia tidak mendapatkan negeri yang dijanjikan Allah itu pada masa hidupnya. Inilah iman yang dapat melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh mata jasmani.

2. Abraham percaya bahwa Allah pasti akan memelihara dirinya, maka dia mengalah dan tidak memperebutkan haknya dan bertengkar dengan Lot. Justru karena hal itu, Allah memberikannya negeri yang terbaik.

Inilah yang kita pelajari dari Abraham hari ini, kita akan melanjutkan melihat pasal ini pada waktu berikutnya.

Untuk mempelajari karakter tokoh-tokoh Alkitab yang lain, silakan klik: Tokoh Alkitab

 

Berikan Komentar Anda: