new-header-kesaksian

 

Andrew Palau

Setelah kuliah dan berplesiran ke Europa, saya pindah ke Boston untuk mengejar karir dalam bidang retail. Saya memilih Boston karena jauh dari keluarga. Sudah waktunya untuk saya mencari jalan saya sendiri. Secara eksternal, saya kelihatannya baik-baik saja. Saya punya ijazah dan hidup di kota besar dan mempunyai karir yang bagus. Saya membangun relasi-relasi yang egois untuk memuaskan diri sendiri dan demi keinginan saya. Saya hidup seolah-olah Allah tidak ada.

Saya seorang dewasa yang memilih untuk berjalan meninggalkan Allah. Walaupun kehidupan saya kacau dan tak bermoral, entah bagaimana saya berhasil lolos dari penjara dan tidak terlalu terpuruk…setidaknya secara eksternal.

Apa yang terjadi dalam batin itu merupakan kisah yang berbeda.

Dengan bergulirnya waktu, saya mulai merasa kosong. Saya merasa kesepian sekalipun keluarga besar saya sangat luar biasa dan saya punya banyak sekali teman-teman. Saya adalah satu jiwa yang dikelilingi begitu banyak orang tapi saya terasa begitu putus asa secara batiniah. Ada yang hilang.

Apa yang sedang saya lakukan dengan hidup saya ini?

Pertanyaan ini terus menghantui saya. Sekalipun orang di sekitar saya merasa saya baik-baik saja tapi keberadaan internal saya sangatlah terasa sia-sia dan membuat saya malu. Saya meraba-raba dalam kegelapan untuk mencari jalan keluar. Tapi keputus-asaan bagaikan virus yang menulari seluruh hidup saya.

Saya sedang membangun hidup di atas struktur kaca – bersinar dan memantulkan cahaya indah tapi satu batu kecil saja dapat dengan mudah menghancurkan semuanya. Pilihan-pilihan masa lalu saya mulai memerangkap saya. Hal-hal yang saya anggap menyenangkan itu sekarang menjerat saya dan secara pelahan-lahan membawa pada kehancuran saya. Salah satu adalah alkohol.

Saya minum pada awalnya untuk bersenang-senang, tapi akhirnya saya terjerat. Kekhawatiran dan kecemasan membuat saya minum dan terus minum. Saya tidak dapat tidur tanpa dimabukkan oleh alkohol. Saat saya tidak dalam keadaan mabuk, saya akan berbaring di malam hari dan segala sampah dalam hidup saya akan membanjiri benak saya. Saya tidak akan tenang dan akan terbaring di tempat tidur memikirkan orang-orang yang telah saya sakiti dan kebohongan yang sudah saya lakukan. Semua tipu daya, kebohongan, kesombongan, keangkuhan dan kejahatan yang telah saya lakukan akan muncul silih berganti di dalam pemikiran saya dan membuat saya resah.

Saya seperti seorang tawanan yang disandera oleh pemikiran saya; beban rasa bersalah menindas saya, melemahkan roh dan semangat saya.

Untuk menghindari situasi itu saya akan mencari orang untuk berpesta pora setiap malam, yang merupakan hal yang tidak terlalu sulit. Tapi, kadang-kadang tidak ada orang yang dapat menemani saya, jadi saya akan naik kereta api, kemudian bis. Setelah pulang ke apartmen saya akan duduk sendiri di sofa, meminum bir dan menonton sampai dini hari. Saya akan tertidur di sofa. Merangkak bangun saat alarm berbunyi dan berangkat ke tempat kerja. Di malam hari, saya mulai berpesta lagi. Hidup saya berlanjut dalam keadaan ini. Saya masuk ke dalam lingkaran setan ini untuk lari dari realita yang ada di depan saya.

Saya hidup di dunia orang bodoh. Saya hidup untuk menyenangkan orang yang berpengaruh dan kaya. Seperti seorang badut yang menghibur orang lain. Seperti badut, saya memasang topeng dan menampilkan kehidupan yang menyenangkan, berani dan yang lebih dari yang lain. Saya memakai topeng orang bodoh. Saya menginginkan kasih dan kekuasaan. Media dunia mencerminkan keinginan saya – seks, makanan dan penghiburan. Tapi seperti badut yang berjalan di atas tali di tempat tinggi, saya akhirnya jatuh. Dan saat saya jatuh, saya melihat ke sekitar saya, tidak ada yang memperhatikan. Tidak ada yang peduli, tidak ada yang menonton pertunjukan ini. Saya bukan saja memakai topeng orang bodoh tapi sudah menjadi orang yang benar-benar bodoh.

* * *

“Kamu orang percaya.”

“Sedang ngomong apa kamu?”

“Kamu orang percaya, benar?”

Saya tidak tahu apa yang sedang dikatakan pria itu. Saya sedang berada di sebuah klub di Boston di kelilingi oleh suara musik yang keras dan lampu yang berkedip-kedip. Saya tiga ribu mil dari keluarga dan orang yang tahu tentang latar belakang saya. Bagaimana orang ini mengenali saya?

“Kamu orang percaya.”

Dengan ragu-ragu saya menjawab, “Iya.” Saya langsung mau pergi dari tempat itu. Tapi jauh di dalam lubuk hati saya, saya merasa senang – seolah-olah kami terhubung lewat suatu persaudaraan spiritual. Untuk seketika, saya merasakan suatu penghiburan; yang jelas pria ini seorang Kristen. Entah bagaimana dia mengenal saya.

Katanya lagi, “Iya, memang saya tahu. Kamu pengikut Setan. Benar??”

“Huh, apa? Oh tidak! Tidak!” Saya coba untuk berteriak di tengah-tengah keramaian klub itu.

Pria itu ketawa, berpaling dan meninggalkan saya.

Saya berdiri terpaku di sana. Apa yang terjadi? Sesuatu yang supernatural telah berlangsung, walaupun saya tidak tahu apa, atau kenapa. Apa yang dilihat oleh orang itu yang membuatnya begitu yakin bahwa saya pengikut Setan?

Di malam itu saya menerima peringatan yang mengerikan tentang betapa jauhnya saya sudah menyimpang. Tiba-tiba saya melihat kaitan di antara gaya hidup saya dengan Iblis. Keterikatan saya pada narkoba, alkohol dan lain-lainnya. Beban rasa bersalah sudah lama menghantui saya. Tekanan semakin bertambah dalam batin saya. Saya bukan saja harus berhadapan dengan Allah untuk dosa-dosa saya, tapi sekarang sisi gelap sudah mulai menunjukkan hadiratnya dalam hidup saya. Di malam itu tiba-tiba saya melihat dengan jelas sejauh mana saya sudah jatuh. Apakah mungkin masih ada jalan untuk saya kembali?

Catatan Editor:

Kisah di atas adalah cuplikan dari buku Kehidupan Rahasia seorang Bodoh (A Secret Life of a Fool) oleh Andrew Palau. Andrew Palau adalah anak penginjil dan teolog terkenal Luis Palau. Dia menghabiskan masa remaja dan sebagian kehidupannya memberontak melawan Kekristenan dan Tuhan. Namun, Andrew akhirnya mengalami hal yang membuatnya berubah secara dramatis dan menyerahkan hidupnya pada Allah. Hari ini, dia bersama dua saudaranya berkerja di yayasan ayahnya, Palau Association.