Saat hal-hal yang tidak diingini terjadi kita bisa mengingat pada kisah Yusuf.
Yusuf menjadi korban untuk dua ketidak-adilan: satu di tangan saudara-saudara kandungnya sendiri, yang mau membunuhnya tapi akhirnya menjualnya ke dalam perbudakan. Dan satu lagi di tangan Potifar, yang karena merasa tertolak telah memfitnah Yusuf mencoba untuk memperkosanya.
Ketidak-adilan itu tidak dibatalkan oleh Allah. Yusuf tetap dizalimi dan harus melewatinya. Namun pada akhirnya kita melihat bahwa Allah menggunakan ketidak-adilan ini untuk menghindari suatu bencana besar, yakni kelaparan yang melanda suatu bangsa. Saat Yusuf bertemu dengan saudaranya di kemudian hari, dia menyimpulkan apa yang terjadi sebagai: “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, untuk memelihara hidup suatu bangsa yang besar.”
Itu tidak berarti bahwa perbudakan dan pemenjaraan yang tidak adil adalah hal yang baik: tapi pokoknya adalah hal-hal tersebut telah menghasilkan sesuatu yang baik, dan kebaikan yang dihasilkan jauh lebih besar dari kejahatan yang menimpa Yusuf. Kejahatan seolah-olah dibalikkan seperti laras senapan yang dibalikkan yang akhirnya membunuh orang yang menembakkan senjata itu!
Kisah Yusuf menggambarkan juga kisah sentral dari Injil. Hal yang paling buruk dalam sejarah manusia adalah di hari penyaliban Kristus. Dunia melihat hukuman yang paling buruk yang mugkin dijatuhkan pada orang yang di sepanjang sejarah paling tidak layak untuk mendapatkannya. Setelah matahari dua kali terbit, Anak dibangkitkan. Hari yang terbaik di dalam sepanjang sejarah manusia. Hari di mana Allah mengalahkan maut dengan membangkitkan Yesus Kristus. Dengan berbuat demikian setiap dari kita mempunyai kesempatan untuk mengambil bagian dalam mengalahkan maut!
Itulah ciri Allah. Turun dulu untuk naik lagi; hidup dari maut; keindahan dari keburukan; suatu pola yang terlihat di mana-mana di dalam karya Allah.
Pola ini juga merupakan karunia besar bagi mereka yang menderita penyakit dan kehilangan – kehilangan itu tetap akan ada, tapi kebaikan akan muncul dari situ, dan kebaikan akan menjadi jauh lebih besar dari penderitaan itu sendiri. Rasa sakit tidaklah sia-sia; kita tidak menderita dalam kesia-siaan. Saat hidup memukul kita dengan keras, penderitaan kita tidak akan sia-sia. Allah kita di surga melihatnya.