“Munira, kamu hanya punya waktu lima menit sebelum saya membunuhmu. Mana yang kamu pilih – keluargamu atau Yesus?”
Selama berbulan-bulan Munira berusaha merahasiakan imannya, ia sangat mengasihi keluarganya dan tidak ada maksud menyakiti mereka. Namun ketika ayahnya mengatur pernikahan untuk Munira, ia terpaksa mengatakan kepada mereka tentang kasihnya bagi Kristus.
Munira sangat depresi dan merasakan bahwa imannya semakin terkikis. Ia menjawab ayahnya, “Aku harus memilih Yesus.” Ayahnya sangat marah karena anak perempuannya berpaling dari keluarganya dengan mengingkari latar belakang kepercayaan keluarganya. Ayahnya memukulinya selama dua jam.
Tetapi Tuhan campur tangan. Seorang rekan Kristen membawanya ke tempat yang aman selama beberapa waktu.
Munira berkata, “Selama masa pengungsianku, Tuhan menyatakan kesetiaan-Nya kepadaku. Setelah beberapa waktu yang dihabiskan dengan berdoa, dan berdiam diri di hadapan Tuhan, aku akhirnya tiba pada kesadaran bahwa sudah tiba waktunya untuk berdamai dengan keluargaku yang terkasih.”
Saat ia kembali ke rumah, setiap orang bahagia kecuali ayahnya. Kalimat pertamanya, “Ayah benci kamu! Keluar! Anakku telah mati tiga bulan yang lalu!”
Karena hancur hati, Munira menangis di kaki ayahnya dan berkata, “Tuhanku berkata kepadaku untuk kembali kepada Ayah. Aku tidak akan meninggalkan Ayah sekalipun Ayah memukuli dan membunuhku.”
Ayahnya luluh hatinya dan memeluk Munira. Dan Ayahnya mulai membuka hati kepada iman baru Munira dan akhirnya bahkan menyetujuinya untuk masuk Sekolah Alkitab.
Seringkali kita ingin dengan segera mengetahui pengakhiran dari segala sesuatu. Sayangnya kehidupan itu bukanlah seperti sebuah buku di mana kita bisa melangkahi bab-bab awal dan langsung ke bagian akhir dari buku itu. Kita tidak dapat membaca cepat kisah hidup kita.
Seperti Munira, kita harus melewatinya bab demi bab, satu hari dalam satu waktu. Dan jika kita tetap taat sekalipun keadaan terlihat begitu mustahil, namun jika kita bertahan, seperti Munira, kita tidak akan kecewa melihat hasilnya.
Apakah kita gelisah melihat hasil ketaatan kita pada saat ini? Apakah kita tidak sabar ingin mengetahui apa yang Tuhan rencanakan beikutnya untuk kita? Hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah untuk taat pada hari ini dan menyerahkan hari esok kepada Tuhan.
Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari – Matius 6.34