Dan Wooding
Daniel Rozen dilahirkan di Israel, namun di masa mudanya dia tidak tertarik pada Allah.
“Sanak keluarga dari kedua orang tua saya terbunuh dalam pembantaian oleh NAZI Jerman,” kata Rozen. “Kakek saya adalah seorang Rabi Yahudi. Dia juga ditangkap oleh NAZI dan tak pernah terlihat lagi.”
“Hati saya membenci orang Rusia dan orang Jerman atas hal-hal yang pernah mereka perbuat. Sangatlah sukar bagi saya untuk bisa bekerja sama dengan orang Jerman atau orang Rusia, bahkan bahasa Jerman dan bahasa Rusia sudah membuat saya merasa tidak suka. Dalam pandangan saya semuanya sama saja buruknya.”
Rozen bertumbuh sebagai seorang ateis. “Saya menjadi seorang peragawan di Tel Aviv dan memiliki penghasilan yang besar.” Rozen bertemu dengan seorang Belanda, dalam sebuah warung kopi, yang mengundangnya untuk berkunjung ke komunitas Yahudi Mesianiknya.
“Saya katakan padanya bahwa saya tidak tahu apa itu “Yahudi Mesianik,” kenang Rozen.
Setelah mendengarkan uraian orang Belanda itu bahwa orang-orang Yahudi Mesianik percaya kepada Mesias bernama Yeshua yang sudah bangkit dari kematian. Rozen setuju untuk pergi bersama orang itu untuk mencari tahu lebih lanjut.
“Ada sekitar 30 orang di sana dan saya bisa melihat bahwa mereka semua penuh dengan kasih,” dia melanjutkan, “Segera saja saya merasakan ada sesuatu di dalam diri saya. Saya merasa sangat tersentuh oleh cara penyembahan dan hubungan yang akrab yang terbentuk antara saya dengan mereka. Malahan, saya merasa seperti menjadi walikota Yerusalem karena saya mendapat banyak teman.”
Setelah Rozen mengikuti kelompok tersebut selama setahun, hal yang luar biasa terjadi pada suatu pagi di hari Sabtu. “Saya tiba-tiba, dalam sebuah penglihatan, melihat sebuah tangan dan mendengar suara yang keras dalam bahasa Ibrani berkata, ‘Aku menciptakan segala sesuatu dengan pasir dan air, mahluk hidup atau benda mati.’ Saat saya mendengar suara ini, saya sangat ketakutan. Saya menatap ke sekeliling namun tak ada apapun di sekitar saya. Akan tetapi saat itu saya merasakan ada suatu hadirat yang sedang meyelubungi saya.”
“Setelah mengalami hal ini, saya putuskan untuk datang kembali ke jemaat di Yerusalem. Bagi yang pernah melalui jalan itu, mereka pasti tahu bahwa jika anda memasuki Yerusalem melalui perbukitan Yudea, pemandangannya indah sekali. Pagi itu, saat saya tiba di tempat jemaat, saya merasa yakin bahwa saatnya sudah tiba bagi saya untuk memutuskan untuk ikut Mesias.”
“Saya menemui seorang pimpinan sebuah komunitas Mesianik kecil yang saya kenal di sana dan saya katakan padanya bahwa ini saatnya bagi saya untuk bertobat. Selama ini, saya merasa bahwa saya ini orang baik-baik yang tidak berbuat jahat terhadap orang lain. Namun saya juga menyadari bahwa saya ini orang berdosa, dan inilah hal yang mendorong saya sampai pada keputusan untuk mengikuti Anak Allah Yang Hidup. Dan saya melakukannya pada hari itu juga. Sekarang dia adalah Juruselamat saya, Penebus saya dan Anak Allah yang Hidup, yakni Yeshua saya.”
Tak lama sesudahnya, Rozen menghadapi suatu keputusan besar mengenai apakah dia harus menandatangani sebuah kontrak kerja yang akan membawa dia pindah ke Eropa dan memberi dia penghasilan sangat besar.
“Saya putuskan untuk tidak menandatangani kontrak karena saya tahu bahwa saya perlu ikut Yesus Kristus dan mengubah gaya hidup saya,” dia menjelaskan. “Saya tahu bahwa saya perlu melangkah di dalam terang dan bukan di dalam kegelapan.”
Tak lama kemudian, Rozen mendapat semangat luar biasa untuk memberitakan Kristus dan mulai menginjil di jalan-jalan di Elot dan Haifa.
“Banyak orang yang diselamatkan, namun masih banyak juga yang menolak literatur yang saya bagikan kepada mereka. Beberapa malah membuang literatur tersebut di depan saya,” kenangnya. “Akan tetapi, saya teruskan membagi Kabar Baik karena saya tahu bahwa saya harus menjadi kesaksian yang hidup bagi masyarakat Israel tak peduli apapun rintangannya, dan memang banyak yang kemudian memberikan hidup mereka bagi Kristus.”
Dalam waktu singkat, melalui pelayanan penjangkauan Daniel Rozen dan teman-temannya yang percaya kepada Mesias, arus mulai berbalik. “Jumlah kami sangat sedikit pada waktu itu. Mungkin ada sekitar 1,500 orang di seluruh Israel, namun sekarang jumlah kami ada sekitar 20.000 orang dan ini adalah suatu terobosan yang luar biasa,” katanya.
Akan tetapi, penyebaran iman mereka bukannya tanpa pengorbanan bagi Rozen dan para pengikut Mesias lainnya di Israel.
“Saya tidak ingat ada berapa kali ban mobil saya dirusakkan dan, kadang-kadang, orang yang menentang kami terlihat berdiri di luar tempat kumpulan jemaat dengan kamera untuk memotret siapa saja yang masuk ke tempat kumpulan jemaat, atau melempari batu ke arah kami.”
Merasa bahwa pemahaman Alkitab-nya perlu diperdalam, Rozen berangkat ke Amerika untuk belajar di Moody Bible Institute di Chicago.
Lalu dia kembali ke Israel dan mulai memimpin sebuah persekutuan pengikut Mesias.
Sekarang ini, dia sudah mendirikan yayasan pelayanan Jerusalem Foundation Living Stone dan membantu pembentukan berbagai jemaat bukan hanya di Israel, tetapi juga di Nicosia, Siprus.
Rozen juga membentuk sebuah organisasi bernama Crystal Forum Association.
“Kami punya beberapa jemaat di Israel ini yang sedang mengalami persoalan karena berbagai demonstrasi yang ditujukan kepada mereka,” katanya. “Itu sebabnya mengapa kami sangat perlu untuk membantu mereka. Kami ingin membantu setiap pendeta, pimpinan dan setiap keluarga – terutama keluarga campuran Yahudi dan non-Yahudi. Kami berjuang bagi mereka. Kami ingin menjadi berkat bagi komunitas Mesianik ini, sekalipun mereka sedang dalam kesesakan.”
“Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat telepon dari seorang pendea di Nazaret yang berkata bahwa tempat ibadah mereka dilempari batu dan mobil-mobil yang diparkir di luar sedang dirusak.”
Rozen lalu mengisahkan sebuah serangan keji terhadap seorang anak berusia 15 tahun, Ami Ortoz, di bulan Maret 2008 di mana anak dari seorang pendeta yang berbasis di Ariel itu terluka saat sebuah bom yang disamarkan sebagai paket permen Purim meledak di depan wajahnya. Anak itu, yang membuka parsel dengan kemasan cerah di ruang keluarga setelah menemukannya di luar pintu masuk rumahnya, harus menjalani pembedahan selama hampir 24 jam karena para dokter harus berjuang untuk menyelamatkan jiwanya dan kemudian menyelematkan kaki, tangan dan juga matanya.”
Menurut keterangan dari rekan-rekan keluarga Ortiz, Ami kehilangan salah satu lengan dan sebuah matanya juga buta, mungkin mata yang satunya lagi akan buta juga. Serpihan bom menembus paru-paru dan merobek lehernya. Ledakan itu sendiri menimbulkan luka bakar tingkat tiga di berbagai bagian tubuhnya, namun secara ajaib dia selamat.”
“Ini memang situasi yang sulit, namun kami tidak akan menyerah dan kami butuh persatuan untuk bisa melangkah maju,” kata Rozen. “Kami perlu lebih banyak berdoa dan berpuasa. Kami tidak pernah bersuara menyalahkan pemerintah kami. Kita perlu berdoa bagi pemerintah di Israel ini.”
“Saya pergi ke Knesset (parlemen di Israel) berkali-kali, kadang kala sebulan sekali, untuk memberitakan Firman dan berdoa bagi kesatuan dan kasih dan keterpaduan dalam tubuh pemerintah. Saya percaya bahwa kalau pemerintah kita bersatu, kita akan melihat hasil-hasil yang luar biasa.”