Ev. Xin Lan | Kejadian 22 |

Kita melanjutkan untuk melihat iman Abraham. Dari dua sesi terakhir, kita telah melihat kualitas luar biasa yang dimiliki Abraham, yakni imannya. Alkitab menyebutnya sebagai “Bapa orang beriman”. Dalam pembahasan kita di dua pelajaran terakhir, kita melihat iman Abraham dari empat aspek:

1). Abraham percaya pada janji Allah, maka dia meninggalkan kampung halamannya, mengembara dan merantau sepanjang hidupnya, dengan sepenuh hati mengikuti pimpinan Allah. Namun negeri yang dijanjikan kepadanya tidak dia dapatkan dalam masa hidupnya. Iman Abraham adalah iman yang melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh mata jasmani.

2). Abraham percaya bahwa Allah akan memelihara hidupnya, maka ia tidak berebutan dengan Lot untuk mendapatkan tanah yang lebih baik bagi dirinya. Seorang yang beriman tidak akan berseteru dengan orang lain. Justru karena hal itu, Allah mengaruniakan tanah yang terbaik kepada Abraham.

3). Abraham, dengan iman memisahkan dirinya untuk menjadi kudus dan tidak mengambil bagian apa pun dengan dosa. Setelah dia memenangkan pertempuran, dia memberikan persepuluhan dari apa yang dia dapat kepada Melkisedek, yang merupakan perwakilan Allah. Namun, pada saat yang bersamaan, dia memutuskan untuk tidak menerima sepotong benang ataupun kasut dari raja Sodom.

4). Dengan iman, Abraham pun akhirnya mendapatkan anak, yaitu Ishak yang dijanjikan Allah. Allah memberikan kita janji, tetapi untuk meraihnya kita membutuhkan iman. Allah juga akan menguji iman kita. Abraham sudah mengalami berbagai macam pengujian iman termasuk yang paling sulit, yaitu perintah untuk mempersembahkan anak tunggalnya Ishak. Namun, Abraham melewati ujian itu dengan cemerlang dan membuktikan bahwa dia memiliki iman yang sungguh-sungguh kepada Yahweh.

Hari ini kita akan meneruskan pembahasan untuk melihat iman Abraham melalui peristiwa persembahan Ishak. Alkitab memuji Abraham sebagai Bapa orang beriman. Manifestasi terbesar dari imannya adalah persembahan Ishak, anak tunggalnya. Peristiwa ini tercatat dalam Kejadian pasal 22. Mari kita melihat peristiwa ini dengan lebih terperinci. Melalui peristiwa ini, kita akan melihat iman seperti apa yang dimiliki Abraham.


Iman dan Takut akan Allah

Lalu Ia berfirman: “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.” (Kejadian 22:12)

Dengan iman yang sempurna, Abraham mempersembahkan Ishak kepada Allah. Perhatikan di sini, malaikat itu tidak berkata, “Sekarang Aku tahu bahwa engkau adalah manusia yang beriman.” Malaikat itu berkata, “Sekarang, Aku tahu bahwa engkau takut akan Allah.” Dia menggunakan kata “takut”. Kenapa?

Iman datang dari hati yang takut akan Allah yang menuntunnya untuk melakukan kehendak Allah. Takut dan tindakan itu merupakan dua hal yang saling berhubungan. Seseorang yang takut akan Allah akan melakukan perintah Allah. Nuh di kitab Ibrani juga dikatakan telah menyiapkan sebuah bahtera karena Nuh digerakkan oleh hati yang takut akan Allah.


Iman Diungkapkan dalam Tindakan

Jadi, percaya kepada Allah berarti kita mengikuti perintah-Nya dan melakukan perkataan-Nya. Kitab Yakobus di Perjanjian Baru memberitahu kita Iblis juga percaya kepada Allah. Dapatkah kita mengatakan bahwa Iblis juga punya iman? Dapatkah kita katakan bahwa dia akan selamat juga? Tentu saja tidak. Orang yang beriman akan melakukan kehendak Allah. Iman dan tindakan tidak dapat dipisahkan.

Iman Abraham bukanlah iman yang hanya di mulut, tetapi juga terbukti lewat perbuatannya. Dia benar-benar membawa Ishak ke tempat yang Allah perintahkan dan dia siap untuk mempersembahkan Ishak kepada Allah. Mari kita lihat Yakobus 2:21-22,

Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah? Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. (Yakobus 2:21-22)

Maka iman dan perbuatan tidak terpisahkan. Iman Abraham benar-benar terlihat melalui perbuatannya. Kitab Yakobus pasal 2 berbicara tentang hubungan antara iman dan perbuatan. Iman tanpa perbuatan adalah iman yang mati. Jika kita mengaku, “Aku percaya Allah”, tetapi dari segi tindakan kita tidak berbeda dari orang-orang yang tidak percaya kepada Allah, iman kita itu tidak berbeda dari iman Iblis. Kita tidak menjalani kehidupan kita sesuai prinsip yang ditentukan Allah, maka ini menunjukkan bahwa kita sama sekali tidak beriman. Sebagai Bapa orang beriman, iman Abraham disempurnakan oleh perbuatan.


Apa yang akan Terjadi kalau Allah tidak Menyediakan Domba?

Mari kita membahas lebih lanjut peristiwa pengorbanan Ishak. Pada waktu Abraham membawa Ishak ke mezbah, apa yang dia percayai? Dalam catatan Kejadian 22, Abraham mengucapkan suatu kalimat yang sangat terkenal. Ketika dia membawa Ishak ke atas gunung, Ishak bertanya kepadanya, “Bapa, di manakah anak domba untuk korban bakaran itu?” Abraham menjawab,

“Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.”

Pada akhirnya, Allah benar-benar menyediakan seekor domba jantan untuk menggantikan Ishak. Maka Abraham menamai tempat itu “Jehovah-jireh” yang berarti “di gunung YAHWEH akan disediakan.” Tentu saja, inilah iman Abraham, dia percaya Allah akan menyediakan. Namun, atas dasar apa Abraham yakin bahwa Allah akan menyediakan?

Mari kita mengambil satu langkah ke belakang dan melihat seluruh gambarannya. Jika Allah tidak menyediakan domba jantan itu, apakah Abraham tidak akan mempersembahkan Ishak? Jawabannya sangat jelas. Abraham telah memutuskan untuk berangkat dengan niat mempersembahkan Ishak. Pada momen pas Abraham mau menyembelihnya, malaikat menghentikannya. Jadi, iman Abraham lebih jauh dari sekadar percaya bahwa Allah akan menyediakan seekor domba jantan. Dengan kata lain, jika Allah tidak menyediakan domba jantan ini, dia sungguh akan mempersembahkan Ishak. Dia tidak berkata, “Ah sampai ke detik terakhir ini, Allah masih tidak menyediakan anak domba, apa yang harus aku lakukan? Aku punya iman, Allah pasti menyediakannya. Akan tetapi, ya Allah, kenapa Engkau masih belum menyediakannya?“ Abraham tidak berpikir demikian. Malah dia sudah siap untuk mengorbankan Ishak.


Apa yang Membuat Abraham Siap untuk Mengorbankan Anaknya?

Jadi, iman seperti apakah yang memampukan Abraham untuk mengorbankan anak tunggalnya Ishak sebagai korban? Mari kita melihat di Ibrani 11:9,

“Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali.” (Ibrani 11:9)

Di sini kita dapat melihat apa yang Abraham percayai, yaitu dia percaya bahwa Allah adalah Allah kebangkitan. Allah sanggup membangkitkan anaknya, Ishak, dari kematian. Justru karena dia memiliki iman seperi itu, Allah mengizinkan dia memperoleh anaknya kembali. Pada waktu ketika Ishak berada di ambang maut, Allah menghentikan Abraham. Ishak lolos dari maut dan Abrahm mendapatkan anaknya kembali.

Jadi, iman Abraham adalah iman yang percaya bahwa Allah adalah Allah kebangkitan. Allah punya kuasa untuk membangkitkan orang mati. Dia tahu setelah dia mempersembahkan Ishak, Allah mampu untuk membangkitkan dan mengembalikan Ishak kepadanya.

Seperti apakah iman kita? Apakah kita percaya bahwa Allah mempunyai kuasa kebangkitan? Jika Allah saggup membangkitkan orang mati, apakah ada hal yang terlalu sulit bagi Allah? Dan apakah ada yang perlu kita khawatirkan lagi?

Sekarang ini, dalam generasi kita sekarang, ada banyak hal yang menjadikan kita khawatir. Kita khawatir bagaimana mendapatkan pekerjaan. Setelah dapat, kita khawatir tentang kehilangan pekerjaan. Kita khawatir tentang biaya kehidupan. Kita juga khawatir akan anak-anak kita. Bagaimana dengan pendidikan mereka, bagaimana kesehatan mereka, apa yang akan terjadi pada mereka? Kita juga khawatir akan masa depan kita. Apakah yang akan saya andalkan untuk hidup ketika saya tua nanti?

Kita bisa mengkhawatirkan banyak hal. Pepatah ada berkata, “rentang hidup kita tidak ditambahkan sampai ratusan tahun, kekhawatiran ditambahkan sampai ribuan tahun”. Artinya, kehidupan manusia tidak akan lebih dari seratus tahun, tetapi kita khawatir akan segala sesuatu yang datangnya seribu tahun kemudian. Jika kita percaya bahwa Allah merupakan Allah kebangkitan, bukankah Allah akan memperhatikan hal-hal yang kecil ini bagi kita? Inilah yang Yesus katakan saat dia mengajar murid-muridnya dalam Matius pasal 6, “Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata, “Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?” Yesus tidak berkata, lalu kita jangan makan, jangan minum karena semua itu tidak baik. Ini bukanlah maksud ajarannya. Dia berkata kamu tidak perlu khawatir karena Allah yang maha kuasa akan menyediakannya bagi kita. Kemudian Yesus berkata, “Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung.” Kenapa? Karena Allah memberi mereka makan. Dan di mata Allah, kita jauh lebih berharga dari burung-burung, bukankah terlebih lagi Allah akan memelihara kita?

Jadi, dengan melihat pada apakah kita khawatir atau tidak, kita akan tahu apakah kita beriman atau tidak. Apakah kita percaya bahwa Allah adalah Allah yang dapat membangkitkan orang mati? Inilah iman yang dimiliki oleh Abraham.


Apakah Tujuan Allah Melalui Ujian Pengorbanan Ishak?

Mari kita kembali melihat pada persembahan Ishak. Kenapa Allah menginginkan Abraham mempersembahkan Ishak? Alkitab berkata bahwa Allah ingin menguji iman Abraham. Namun, kenapa Allah ingin menguji iman seseorang? Bukankah membuat Abraham kehilangan anak tunggalnya yang diberikan oleh Allah sendiri suatu hal yang terlalu kejam dan tidak dapat dimengerti?

Seringkali, kita dengan begitu mudahnya jatuh cinta dengan pemberian Allah dan melupakan Allah sendiri. Sebagai contohnya, Allah sudah menyembuhkan penyakit kita atau Dia telah memberikan pekerjaan yang kita minta dari Dia. Setelah itu, apa yang terjadi? Kita malah lebih mencintai pemberian yang telah Allah berikan sehingga kita tidak rela untuk melepaskannya. Kita melihat hal itu sangat berharga dan hal itu justru pada kemudian hari membuat kita melupakan Allah. Kita lupa alasan awal kenapa Allah memberikan kita hal ini kepada kita. Allah memberikan kita pemberian, mengabulkan doa kita untuk mendorong kita agar lebih mempercayai Dia. Seringkali kita berpegang pada hal yang sepele dan mengabaikan yang terpenting. Kita jatuh cinta pada pemberian Allah dan melupakan Allah.

Seluruh tujuan pengujian Allah terhadap Abraham adalah agar Abraham sepenuhnya mengandalkan Allah. Kita dengan mudahnya mengandalkan putra dan putri kita. Ada pepatah Tionghoa yang berbunyi, “Membesarkan anak untuk usia tua”. Banyak orang tua menggantungkan harapannnya pada anak-anak sebagai jaminan hari tua. Namun, Allah mengajarkan Abaraham satu pelajaran – Allahlah satu-satunya tempat dia bergantung. Di sinilah iman Abraham diwujudkan. Ishak adalah anak satu-satunya, tetapi dia tidak bersandar pada Ishak. Dia bergantung hanya kepada Allah.


Manusia Menaruh Keyakinan pada Hal-hal Lain, bukannya pada Allah

Kita juga dengan mudah bergantung pada uang. Dengan uang kita bahkan dapat meminta roh-roh untuk bekerja bagi kita. Sama seperti orang kaya bodoh yang Yesus bicarakan di dalam Perjanjian Baru. Dia berpikir memiliki banyak kekayaan merupakan jaminan keamanan bagi dia. Pada kenyataannya, Abraham itu sangat kaya. Alkitab berkata bahwa Allah memberkati dia dengan limpahnya, menjadikan dia orang besar dan melimpahkan kepadanya kambing domba, lembu sapi, emas dan perak, pelayan laki-laki dan pelayan perempuan, unta dan keledai. Kita dapat berkata bahwa Abraham sekaya seorang raja. Dalam Kejadian pasal 23, bani Het mengatakan bahwa Abraham adalah seorang pangeran yang perkasa di antara mereka. Namun, hal-hal ini tidak dapat menyihir mata Abraham. Dia tidak peduli akan semua hal ini dan tidak menjadikan semua itu sebagai jaminan hidupnya. Dia mengandalkan Allah. Kitab Ibrani berkata, dia merindukan tanah air yang lebih baik, tanah air surgawi itu.

Yesus memberitahu kita bahwa dunia ini akan berlalu, dan Allah sudah menyiapkan sebuah Kerajaan untuk kita. Jika kita memiliki iman, kenapa kita mencari jaminan di bumi? Kita khawatir akan kesehatan kita, pekerjaan kita, kekayaan kita, dan anak-anak kita karena kita melihat semua ini sebagai jaminan kita di bumi. Lihatlah sikap hidup kita dan perhatikan apakah kita memiliki iman yang semata-mata hanya bergantung kepada Allah. Abraham adalah sungguh seorang yang beriman. Kekayaan dan anak tunggalnya tidak menjadi batu sandungan baginya. Sampai ke titik terakhir, dia tetap hanya mengandalkan Allah.


Allah Memberi, Dia juga bisa Mengambilnya Kembali

Dari peristiwa pengorbanan Ishak, kita dapat melihat satu prinsip lain, yakni apa yang Allah telah berikan, Allah dapat juga mengambilnya kembali. Kita sering menggengam sesuatu yang telah Allah berikan dan berkata, “Ya Allah, inilah hal yang telah Engkau berikan kepadaku, Engkau tidak akan mengambilnya kembali.” Belum tentu. Allah dapat memberi, Allah dapat juga mengambil kembali, termasuk hal yang paling kita cintai. Namun, apakah pada momen itu kita tetap memiliki iman dan menyakini bahwa kehendak Allah adalah yang terbaik?

Seorang hamba Tuhan yang sudah tua di Tiongkok, Song Shang-Jie, memiliki dua orang putra. Kedua putranya meninggal satu persatu pada waktu bayi. Ketika anak bungsunya meninggal, dia sedang terbaring di rumah sakit. Kabar ini tidak diragukan lagi menjadikan keadaannya semakin parah. Namun, Song Shang-jie cukup tenang. Dia berkata, “Biar kehendak Allah yang jadi”. Tidaklah mengherankan, Allah dapat memakai Song Shan-jie dengan sangat luar biasa. Dia sungguh seorang yang beriman besar. Dia tidak tahu kenapa Allah mengambil anaknya, tetapi dia percaya kehendak Allah adalah yang tebaik. Jadi dia rela menerima kehendak Allah, apa pun itu. Sering kali ketika Allah membiarkan hal seperti ini terjadi, kita pikir Allah tidak baik dan kita langsung kehilangan iman.


Allah Melakukan apa yang Dia Minta Abraham Lakukan

Di dalam Alkitab, Allah menguji iman Abraham dengan meminta dia untuk mempersembahkan anak satu-satunya, Ishak. Pada akhirnya Allah menyediakan seekor domba jantan untuk menggantikan tempat Ishak supaya Ishak tidak mati. Selain peristiwa ini, Alkitab tidak mempunyai peristiwa lainnya yang sama. Allah tidak pernah lagi meminta manusia untuk mempersembahkan anaknya. Namun, sesuatu yang tidak pernah dikerjakan oleh manusia, Allah sendiri yang melakukannya. Allah memberikan anak tunggal-Nya, Yesus, sebagai korban kesalahan untuk menjadi korban bakaran. Allah memberikan anak-Nya untuk menyelamatkan kita. Allah menunjukkan kasihnya kepada kita melalui hal itu.


Abraham Memastikan Ishak Tidak Kehilangan Janji Allah

Berikutnya kita akan meneruskan untuk melihat iman Abraham dari Kejadian 24:1-9

“Adapun Abraham telah tua dan lanjut umurnya, serta diberkati YAHWEH dalam segala hal. Berkatalah Abraham kepada hambanya yang paling tua dalam rumahnya, yang menjadi kuasa atas segala kepunyaannya, katanya: “Baiklah letakkan tanganmu di bawah pangkal pahaku, supaya aku mengambil sumpahmu demi YAHWEH, Allah yang empunya langit dan yang empunya bumi, bahwa engkau tidak akan mengambil untuk anakku seorang isteri dari antara perempuan Kanaan yang di antaranya aku diam. Tetapi engkau harus pergi ke negeriku dan kepada sanak saudaraku untuk mengambil seorang isteri bagi Ishak, anakku.” Lalu berkatalah hambanya itu kepadanya: “Mungkin perempuan itu tidak suka mengikuti aku ke negeri ini; haruskah aku membawa anakmu itu kembali ke negeri dari mana tuanku keluar?” Tetapi Abraham berkata kepadanya: “Awas, jangan kaubawa anakku itu kembali ke sana. YAHWEH, Allah yang empunya langit, yang telah memanggil aku dari rumah ayahku serta dari negeri sanak saudaraku, dan yang telah berfirman kepadaku, serta yang bersumpah kepadaku, demikian: kepada keturunanmulah akan Kuberikan negeri ini Dialah juga akan mengutus malaikat-Nya berjalan di depanmu, sehingga engkau dapat mengambil seorang isteri dari sana untuk anakku. Tetapi jika perempuan itu tidak mau mengikuti engkau, maka lepaslah engkau dari sumpahmu kepadaku ini; hanya saja, janganlah anakku itu kaubawa kembali ke sana.” Lalu hamba itu meletakkan tangannya di bawah pangkal paha Abraham, tuannya, dan bersumpah kepadanya tentang hal itu.” (Kejadian 24:1-9)

Abraham mengikuti pimpinan Allah sepanjang hidupnya. Dia meninggalkan kampung halamannya, merantau dan mengembara di tempat yang asing. Pada usia tuanya, dia mulai mengatur hal lain sebelum kematiannya, yaitu mendapatkan seorang istri bagi Ishak, anak kesayangannya. Perhatikan kesungguhan permintaannya yang dia sampaikan kepada orang kepercayaannya, “Hambanya yang paling tua dalam rumahnya, yang menjadi kuasa atas segala kepunyaannya”. Abraham yakin hamba ini ialah orang yang dapat dipercaya, dialah orang yang dapat melakukan hal itu sesuai perintahnya. Pertama, Abraham meminta dia agar tidak memilih seorang perempuan Kanaan sebagai istri bagi Ishak. Kedua, hamba ini harus secara pribadi pergi ke kampung halaman Abraham untuk mendapatkan seorang istri bagi Ishak dan tidak boleh membawa Ishak kembali ke sana.

Ini merupakan cara yang spesial untuk mendapatkan istri. Kenapa Abraham menginginkan cara seperti ini? Sebenarnya seluruh perhatiannya masih pada janji Allah. Pada waktu Abraham telah tua, dia masih mengingat janji Allah. Dan dia takut Ishak akan kehilangan janji ini.

Pertama, dia khawatir Ishak mungkin akan menikahi seorang perempuan Kanaan yang akan mempengaruhi realisasi dari kegenapan janji Allah. Pada waktu itu, bangsa Kanaan sudah rusak di mata Allah sehingga Allah memberikan tanah Kanaan kepada keturunan Abraham. Di kitab Yosua, ketika Allah memimpin Israel memasuki tanah Kanaan, Allah memerintahkan Israel untuk menghapuskan semua orang Kanaan. Abraham melihat bahwa pernikahan dapat mempengaruhi hubungan anaknya dengan Allah, jadi dia sudah memutuskan untuk tidak membiarkan Ishak menikahi seorang perempuan fasik.

Di dalam Alkitab, Allah berulang kali memperingati umatnya, “Kamu tidak Kuizinkan mengambil istri dari perempuan fasik.” Perjanjian Baru mengatakan bahwa orang percaya tidak boleh mengikatkan diri dengan orang yang tidak percaya. Namun, tidak peduli orang Israel maupun orang Kristen, kita berulang-ulang melakukan dosa ini. Kita tidak memandang hal ini dengan serius. “Saya menyukainya, maka saya menikahinya. Saya masih percaya kepada Allah, iman saya tidak terpengaruh!”

Di dalam Alkitab, pernikahan merupakan sebuah hubungan perjanjian. Kita tidak dapat membangun perjanjian dengan Allah dan pada waktu yang bersamaan, membangun perjanjian dengan pihak yang lain. Bagi orang yang tidak percaya, hidupnya masih berada di bawah kuasa Iblis. Itu berarti, dengan menikahi orang tidak percaya, kita secara tidak langsung terlibat dalam hubungan perjanjian dengan Iblis. Akibatnya, Allah akan memutuskan hubungan yang telah dibangun-Nya dengan kita.

Abraham adalah orang yang berhikmat. Dia tahu jika anaknya menikahi seorang perempuan yang tidak takut akan Allah, maka dia akan kehilangan janji Allah.

Kedua, Abraham juga tidak mengizinkan Ishak kembali ke kampung halamannya. Kenapa? Kita sudah membicarakan hal ini di bagian yang pertama. Pada waktu itu, kampung halaman Abraham Ur, merupakan suatu tempat yang baik, sangat makmur dan kaya. Abraham khawatir anaknya akan tertarik dan tidak bersedia kembali lagi dan kehilangan janji Allah.

Di sini kita kembali melihat iman Abraham. Dia bertekad untuk percaya bahwa janji Allah akan dianugerahkan kepadanya. Sekalipun dia tidak memperolehnya semasa dia hidup, tetapi dia percaya keturunannya akan mendapatkannya. Untuk alasan inilah dia mengatur pernikahan anaknya supaya anaknya tidak kehilangan janji dari Allah.

Jadi, pernikahan ini sangat istimewa. Hambanya yang tua itu khawatir tentang apa yang harus dia perbuat jika wanita itu tidak mau datang. Namun, Abraham berkata dengan yakin, “Allah akan mengutus malaikat-Nya berjalan di depanmu.” Abraham benar-benar layak untuk mendapat gelar, “Bapa orang beriman.”


Rangkuman

Marilah kita membuat beberapa kesimpulan:

Pertama, dari peristiwa Abraham mengorbankan Ishak, anaknya, kita melihat bahwa:

1. Iman Abraham bukan hanya di bibir saja, dia menunjukkannya dalam tindakan. Dia benar-benar membawa Ishak ke tempat yang Allah perintahkan. Dia rela mempersembahkan Ishak. Iman dan tindakan tidak dapat dipisahkan.

2. Iman Abraham adalah Iman yang mempercayai bahwa Allah yang dia percayai merupakan Allah kebangkitan. Dia memiliki kuasa kebangkitan. Dia mengetahui bahwa apabila dia mempersembahkan Ishak, Allah dapat membangkitkan Ishak dan dia akan mendapatkan anaknya kembali. Jika kita mempercayai bahwa Allah sanggup membangkitkan orang mati, lalu adakah hal yang terlalu sulit bagi Allah? Apakah masih ada hal yang membuat kita khawatir?

3. Seluruh tujuan pengujian Allah pada Abraham adalah supaya Abraham belajar untuk mengandalkan Allah dengan sepenuhnya. Kita dengan mudahnya mengandalkan anak-anak kita, mengandalkan uang kita. Sekalipun Abraham sangat kaya dan juga memiliki anak, dia dengan sepenuhnya bergantung kepada Allah.

4. Dalam peristiwa pengorbanan Ishak, kita juga dapat mempelajari satu prinsip Allah, yaitu sesuatu yang Allah telah berikan, Allah dapat mengambilnya kembali. Namun, apakah kita memiliki iman bahwa kehendak Allah adalah yang terbaik?

Yang terakhir, kita juga sudah melihat bahwa pada usia lanjutnya, Abraham mengirim hambanya yang paling tua ke kampung halamannya untuk mendapatkan seorang istri bagi Ishak, anaknya. Dari hal itu kita kembali melihat iman Abraham. Dia tidak rela anaknya kehilangan janji Allah karena menikahi perempuan fasik ataupun nantinya Ishak tidak bersedia kembali lagi ke Kanaan jika Abraham mengirim dia ke kampung halamannya. Iman Abraham tidak pudar pada masa tuanya, dia tetap memastikan keturunannya tetap akan berada di dalam janji Allah. Itulah warisan terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ayah.

 

Berikan Komentar Anda: