Francis Frangipane |
Orang-orang menyerahkan hidup mereka kepada Tuhan dengan berbagai alasan. Ada yang dengan harapan untuk memperoleh kesembuhan jasmani, ada pula yang mengejar kesembuhan rohani; sebagian lagi karena mencari damai sejahtera dan pengampunan. Apapun niat kita, Allah bertindak mencukupi kebutuhan kita. Memang, Tuhan menyatakan diriNya kepada manusia sebagai jawaban surgawi atas kebutuhan kita. Dia adalah ‘Bapa bagi mereka yang tidak berbapa dan Hakim bagi para janda.’ Dia bahkan membuat ‘rumah bagi mereka yang kesepian’, dan membimbing ‘para tawanan keluar menuju kesejahteraan’ (Mazmur 68:5-6)
Allah memakai kebutuhan kita untuk membawa kita kepada Dia. Akan tetapi, kesadaran kita akan kebutuhan kita itu bisa membuat kita mempersempit pengungkapan Allah dalam hidup kita, membatasi aktifitasNya dalam kehidupan kita – hanya sebatas area pergumulan hidup jasmani kita. Oleh karenanya, banyak orang Kristen yang tak pernah bangun dari tidur rohani mereka, tak bisa bangun menanggapi panggilan Allah – yakni mencapai keserupaan dengan Kristus. Kita telah diampuni, disembuhkan dan diberkati, akan tetapi kita mengalami kemacetan dalam pertumbuhan rohani kita.
Walau begitu, Roh Allah tetapi berkomitan pada transformasi pribadi kita. Saat kita sudah secara rohani terbangun dan menyadari visi keserupaan dengan Kristus, maka wujud perhatian Allah akan tertuju pada kita melalui cara-cara yang sangat unik dan kuat. Ada dua hal yang akan terjadi: pertama, kita akan dibantu pewahyuan saat mempelajari Kitab Suci; Allah akan berbicara kepada kita lewat cara-cara yang lebih mendalam saat kita memahami arti keberadaan kita.
Realitas kedua yang akan terungkap adalah: hidup kita akan mulai menghadapi tantangan-tantangan yang semakin lama semakin besar. Anda lihat, kita selama ini mengira bahwa sekadar memiliki hasrat yang tulus untuk menjadi serupa dengan Yesus adalah suatu pencapaian yang penting, hal ini memang ada benarnya. Akan tetapi, hal tersebut baru merupakan titik awal saja. Jika kita serius mau menjalani transformasi atau perubahan itu, maka Allah juga akan menanggapinya dengan serius. Dia akan menaruh kita dalam situasi-situasi yang dirancang untuk mematikan watak lama kita, dan seringkali memaksa kita untuk meniru Kristus agar kita bisa bertahan melewati peperangan tersebut.
Coba Anda pikirkan tentang para pahlawan yang Anda temukan dalam Alkitab: masing-masing menghadapi konflik yang besar sebelum mereka bisa mencapai tingkatan rohani tertentu, dan mereka ini sering mengalami konflik yang lebih besar sebelum mencapai tataran puncak. Coba Anda renungkan hal-hal yang harus diatasi oleh Daud sebelum dia menjadi raja. Allah tidak main-main di dalam menguji watak kita. TujuanNya adalah mewujudkan hidup Yesus di dalam diri kita.
Pikirkanlah hal-hal yang harus dihadapi oleh Yesus di sungai Yordan. Pertama, dia dipenuhi oleh Roh Kudus. Kita akan berpikir bahwa setelah dipenuhi oleh Roh Kudus, maka Kristus akan segera menjalankan pelayanannya. Akan tetapi, dia justru dipimpin oleh Roh Kudus ke padang gurun. Mengapa? Alkitab berkata, “Untuk dicobai oleh iblis.” Selama 40 hari Yesus berpuasa dan berdoa. Di akhir masa puasa ini, kita mungkin mengira akan terjadi suatu terobosan rohani yang luar biasa, namun yang terjadi justru sebaliknya. Sosok supranatural yang pertama menemui Yesus setelah masa puasanya berakhir bukanlah Allah, tetapi iblis.
Tiga kali karakter Yesus dicobai oleh Iblis secara langsung. Kebanyakan dari kita sudah akrab dengan kisah tentang Kristus di padang gurun (Mat 4:1-11), namun ingatlah: Yesus menghadapi cobaan itu setelah berpuasa selama 40 hari. Dalam keadaan tubuh yang lemah, ujian itu akan terasa sangat berat dan intens. Itulah pokok penting yang ingin saya sampaikan. Jika kita serius mau menjalani transformasi pribadi, maka kita akan dapati bahwa begitu kita berhasil melewati satu ujian, kita akan masuk ke ujian berikut yang lebih sukar. Dalam ujian yang lebih sukar itulah pencarian kita untuk menjadi serupa dengan Kristus menemukan jawabannya.
Mungkin Anda sedang menghadapi konflik yang tampaknya tidak bisa Anda pahami. Anda bertanya-tanya, “Mengapa aku harus menghadpi konflik ini? Apa salahku sehingga harus menghadapi masalah ini?” Sangat mungkin alasan bagi meningkatnya peperangan yang Anda hadapi adalah karena Anda pernah berdoa dengan tulus, “Bapa, aku ingin menjadi serupa dengan Yesus.” Dan Allah menanggapi permohonan Anda dengan serius!