new-header-renungan
new-header-renungan
previous arrow
next arrow

 

AS Lew |

Billy Graham terkenal dengan pengakuannya yang menyatakan bahwa dia terlalu banyak berkhotbah tetapi terlalu sedikit belajar.

“Salah satu hal yang paling saya sesali adalah bahwa saya ini kurang banyak belajar. Seandainya saja saya ini lebih banyak belajar dan tidak terlalu banyak berkhotbah. Orang-orang mendorong saya untuk berbicara di depan orang banyak di saat saya seharusnya belajar dan mempersiapkan bahannya. Donald Barnhouse berkata bahwa seandainya dia tahu bahwa Tuhan akan datang dalam waktu tiga tahun, maka dia akan pakai dua tahun waktunya untuk belajar dan satu tahun saja untuk berkhotbah. Saya berusaha untuk menjalankan hal yang seperti itu.” (Christianity Today, 23 September 1977)

Hal ini kelihatannya sangat ironis jika dikaitkan dengan uraian dari John Pollock tentang kebiasaan belajar Billy Graham.

“Billy Graham mengutamakan pendalaman Alkitab – yang merupakan landasan utama bagi keyakinan dan tindakannya – melebihi hal-hal lainnya. Setiap hari dia membaca lima pasal Mazmur, menghabiskan isi kitab Mazmur itu dalam waktu sebulan, dan juga kitab Amsal – kitab yang menunjukkan kepada kita tentang bagaimana cara berhubungan dengan sesama manusia – satu pasal sehari.

Dia meneliti satu kitab Injil seminggu, dengan memakai buku-buku tafsiran dan juga versi terjemahan modern, dan selalu diakhiri dengan kitab Kisah Para Rasul. Dia membuat catatan-catatan pinggir di sepanjang isi Alkitab. ‘Kadang kala, Firman-Nya itu memberi kesan yang begitu mendalam bagi saya sehingga saya harus menaruh Alkitab saya dan berjalan-jalan untuk menarik nafas,’ kata Billy Graham.”

Ini adalah hal yang sangat perlu untuk kita renungkan. Apakah kita sudah cukup jauh mendalami Alkitab? Atau, apakah kita sekadar mengulangi segala sesuatu yang sudah kita ketahui tanpa pernah merasa perlu untuk memperdalam pengetahuan kita tentang isi Alkitab?

Kita tahu bahwa kita hanya bisa diubah lewat pembaruan akal budi kita, dan pembaruan itu dijalankan melalui Firman Allah. Jika kita tidak tahu Firman Allah, maka bagaimana kita bisa diperbarui? (Roma 12:2)

Jika akal budi kita tidak diperbarui, maka kita akan sama saja dengan orang dunia. Dan kita tidak akan pernah tahu apa kehendak dan pikiran Allah.

Sama seperti Billy Graham, sekalipun kita mungkin telah menjadi orang Kristen sejak lama, seharusnya kita tidak boleh merasa bahwa kita telah tahu cukup banyak, lalu berhenti memprioritaskan waktu untuk belajar Alkitab.

Bagi orang-orang Yahudi, belajar adalah bentuk penyembahan yang tertinggi. Saya yakin, kita sebagai orang Yahudi yang spiritual (a spiritual Jew), hal ini seharusnya juga mendapat prioritas yang tertinggi di dalam hidup kita.

Jika kita bisa meluangkan waktu satu jam sehari untuk menonton televisi, film atau bermain Internet, tentunya tidak ada alasan mengapa kita tidak bisa meluangkan waktu paling tidak satu jam sehari untuk belajar Firman Allah dan berinteraksi dengan-Nya. Adakah alasan itu?