Pastor Eric Chang | Lukas 6:46-49 |

Hari ini kita akan melanjutkan pendalaman Firman Allah tentang dasar atau landasan. Pokok ini sangatlah penting bagi kita sebagai jemaat. Mari kita baca perikop ini:

“Mengapa kamu berseru kepadaku: Tuan, Tuan, padahal kamu tidak melakukan apa yang aku katakan? Setiap orang yang datang kepadaku dan mendengarkan perkataanku serta melakukannya aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan , ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. Akan tetapi, barangsiapa mendengar perkataanku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya.”

Kita akan berkonsentrasi pada ayat 48 untuk membahas kalimat, “menggali dalam-dalam”. Dalam bahasa Inggris, kata ini bisa dibuat menjadi suatu singkatan yang bagus, yaitu 3D (dig down deep, menggali dalam-dalam).


Memahami Firman secara Mendalam

Perikop yang akan kita pelajari hari ini tentunya sudah sangat akrab bagi kita. Perikop ini pasti dipelajari di sekolah minggu. Namun, sekalipun pernah mempelajarinya, kita belum tentu mempunyai pemahaman rohani yang mendalam. Seringkali kita hanya menyentuh bagian permukaannya saja tanpa pernah bergerak ke inti dari suatu pokok dan menangkap pesan yang ada di sana. Keakraban dengan isi perumpamaan bisa saja mencegah kita dari memahaminya dengan lebih mendalam. Saat membaca firman, Anda berpikir, “Oh, aku sudah ribuan kali membaca bagian ini!” Namun, yang menjadi persoalan adalah kita mengira telah memahaminya padahal belum. Ada juga yang saat membacanya berkata, “Oh, bagian ini terlalu sukar, lebih baik dilewati saja.” Alkitab memang mengandung bagian-bagian yang terlalu mudah atau terlalu sukar untuk dipahami, dan jarang ada yang sesuai dengan selera Anda. Perikop ini tampaknya sangat mudah untuk dimengerti.


Dua macam orang Kristen

Gambaran yang diberikan perumpamaan ini sebenarnya sangat menarik. Coba Anda bayangkan dua rumah yang dibangun berdekatan. Tentunya tidak harus berdempetan, tetapi agak berdekatan. Ada dua orang yang sedang membangun rumah masing-masing di sebidang lahan yang terdiri dari campuran pasir dan lempung (Mat 7:26). Di lahan yang berupa campuran pasir dan lempung ini, terdapat lapisan batu yang terletak agak jauh di bawah. Kita tahu bahwa lapisan pasir dan lempung ini cukup tebal karena kata-kata yang digunakan dalam perikop ini menunjukkan bahwa orang pertama itu harus menggali dalam-dalam (dig down deep). Dia harus menggali dalam-dalam sebelum bisa mencapai lapisan batu di bawah. Dia terus menggali – tak henti-hentinya menggali sampai suatu hari ketika sekopnya menghantam lapisan yang keras dan dia tahu bahwa dia telah sampai di lapisan batu itu. Mulanya, dia hanya mendengar suara benturan sekop dengan lapisan batu tersebut, tetapi dia masih belum bisa melihat lapisan itu. Lalu, dia mulai membersihkan satu jalur, terus menggali dan akhirnya dia mulai semakin jelas melihat lapisan batu itu. Dia lalu meluaskan area lapisan batu yang dibersihkan sampai dia akhirnya berhasil membersihkan seluruh lapisan tanah di area yang dibutuhkan untuk memulai pembangunan rumahnya. Dapatkah Anda menangkap pesannya?

Orang yang kedua mengamati tindakan orang yang pertama tadi sampai akhirnya si orang pertama ini tidak terlihat lagi karena dia sudah jauh di bawah sedang terus menggali lapisan batu. Sementara si orang malang ini menggali jauh ke dalam dengan bermandikan keringat dan menguras begitu banyak tenaga, orang yang kedua itu menggeleng-gelengkan kepalanya, “Apa gunanya melakukan semua ini? Apa yang mau dia bangun? Tempat perlindungan bom? Begitu sibuknya orang ini sampai tidak kelihatan lagi! Yang kelihatan hanya lontaran lempung dari lubang galiannya!” Setiap kali dia melihat ke bawah, yang dia lihat adalah si orang pertama yang sedang bermandikan keringat di sana. Lalu si orang kedua ini berpikir, “Cara kerja semacam ini terlalu ekstrim! Memakan terlalu banyak energi dan waktu! Pada zaman sekarang ini, kita sangat kekurangan energi dan waktu adalah uang. Tidak boleh memboroskan waktu hanya untuk urusan semacam ini. Orang ini tidak berpikir secara praktis.” Kita tinggal pada zaman yang serba instan, termasuk berbagai macam makanan siap saji, seperti bubur instan, kopi instan, mie instan dan sebagainya. Sekarang bahkan sudah ada “rumah instan”! Bagian-bagiannya sudah siap pasang. Jika Anda menginginkan sebuah rumah, Anda hanya perlu menyatukan bagian-bagian tersebut dan Anda sudah memiliki sebuah rumah! Penyusunannya sangat mudah dan cepat. Si orang kedua ini merasa dirinya bijaksana. Dia menganggap galian yang dangkal sudah cukup memadai sebagai landasan. Lapisan batu itu terlalu dalam dan untuk menjangkaunya akan membuang terlalu banyak waktu.

Terlebih lagi, kawan ini adalah seorang ekonom yang handal. Dia nyalakan kalkulatornya dan mulai memencet tombol. Mungkin dia memakai komputer, jadi kerjanya bisa lebih cepat lagi! Semua perhitungannya tampil di layar, dan begitu melihat hasilnya, dia berpikir, “Ah, benar! Begitu banyak waktu dan tenaga yang bisa kuhemat dengan galian yang dangkal! Dengan penghematan waktu ini, aku bisa bekerja mencari uang. Selanjutnya, aku bisa membeli TV dengan uang yang berhasil dihemat itu! Aku juga bisa menganggarkan uang untuk membeli mobil! Sobat yang sedang sibuk menggali landasan itu, dia tidak bisa pergi bekerja, dia tidak punya penghasilan. Dia menggali sampai berminggu-minggu. Coba bayangkan berapa banyak uang yang bisa dia hasilkan selama waktu itu!”

Ketika si orang malang itu naik dari lubang galiannya, dia mengintip ke sebelah dan melihat bahwa rumah orang kedua itu sudah berdiri. Wah! Rumah instan ini sudah berdiri lengkap dengan alat pemanas, dan terlihat asap mengepul dari cerobong perapian. Setiap kali dia keluar dari lubang galiannya, dia melihat si orang kedua itu sudah asyik duduk di sofa menonton TV, sementara dia sendiri masih sibuk dengan galian fondasinya. Demikian pula, setiap kali acara iklan, si orang kedua ini – sambil duduk santai di sofanya – mengamati lubang galian si orang pertama dan, sambil menggeleng-gelengkan kepala, berpikir, “Orang ini terlalu fanatik! Dia seperti tidak hidup pada abad 20! Mungkin dia belum pernah tahu tentang rumah instan. Dengan penghematan waktu yang bisa kupakai untuk mencari uang, aku bahkan bisa membuat rumahku semakin indah lagi.” Demikianlah, ketika si orang pertama itu selesai dengan kerja galiannya, si orang kedua ini sudah menanami rumput di halamannya!

Orang yang membangun rumah instan itu tentunya cukup bijaksana. Dia memang benar. Dia benar-benar menghemat uang dan tenaganya. Hal ini tidak bisa disangkal. Perhitungannya memang sangat tepat seandainya saja tidak terjadi banjir. Tentu saja, jika terjadi banjir – suatu hal yang sangat sukar ditebak di wilayah Palestina – perhitungannya akan sangat keliru. Namun, siapa yang tahu? Banjir bisa saja muncul tanpa diduga. Apakah arti banjir itu? Di dalam Alkitab, banjir melambangkan penghakiman. Anda bisa baca hal ini dalam banyak ayat Perjanjian Lama. Banjir adalah penghakiman yang tidak semestinya terjadi pada masa depan, bisa saja terjadi pada masa hidup kita. Masalahnya adalah, kebanyakan orang Kristen zaman sekarang menjalani kehidupannya tanpa memperhitungkan adanya banjir ini.

Banyak orang Kristen yang menjalani model kehidupan ganda, dengan pola pikir seperti ini, “Kalau Injil itu benar, aku sudah menanam modal di sini. Kalau salah, tidak terlalu rugi, aku masih tetap bisa menikmati hidupku. Tidak ada bedanya buatku.” Begitulah! Pikiran bisnis kita bekerja! Kita sudah membuat perhitungan dengan komputer. Banyak orang Kristen yang berpikir seperti ini: “Kalau pengkhotbah ini benar, aku akan memastikan bahwa aku sudah dibaptis. Kalau menurutnya dibaptis saja belum cukup, aku akan datang ke gereja setiap hari Minggu. Kalau masih belum cukup, aku akan datang dengan membawa Alkitab. Masih belum cukup juga, aku akan datang dengan Alkitab yang lebih besar. Dan kalau masih belum cukup juga, aku akan menghadiri acara PA pada hari Jumat. Namun, mohon maaf kalau di acara itu aku sampai tertidur. Hidup di kota besar penuh dengan tekanan dan semua orang paham akan hal itu. Aku akan memastikan bahwa aku sudah menanam modal di bidang keagamaan, jadi kalau penghakiman itu tiba, mudah-mudahan aku tidak kena masalah. Jika yang disebut penghakiman itu ternyata tidak ada, kalau pengkhotbah itu salah, kalau semua orang Kristen ternyata salah, apa ruginya? Aku hanya kehilangan sejumlah uang yang telah kumasukkan ke dalam kotak persembahan, dan yang kupakai untuk membeli Alkitab. Namun, ada positifnya juga, setidaknya aku mendapatkan beberapa sahabat yang ramah. Orang-orang ini memang agak aneh, agak fanatik, tetapi mereka orang-orang yang ramah. Mereka terlihat agak fanatik, walaupun hujan turun pada hari Minggu, mereka tetap pergi ke gereja dengan memakai payung! Tentunya, Minggu pagi merupakan saat yang tepat untuk menonton TV atau tidur. Namun, orang-orang ini pergi ke gereja dengan memakai payung! Mereka agak aneh, tetapi ramah. Jadi, kupikir pilihanku masih lebih baik. Tanam modal di semua tempat secara berimbang, supaya aku tetap dapat hasil entah tempat mana pun yang ternyata benar. Namun, orang yang menggali dalam-dalam ini, seharusnya dia tidak bertindak sejauh itu. Daripada memboroskan waktu, mestinya dia pergi bekerja, membeli komputer seperti punyaku ini, dan dia akan tahu bagaimana cara membangun rumah.”

Pelajaran apakah yang bisa kita ambil dari sini? Saya berusaha untuk menunjukkan kepada Anda tentang dua macam orang Kristen, dan Anda tergolong salah satu dari kedua jenis ini. Saya tidak tahu termasuk yang manakah Anda? Mungkin Anda akan menertawai si orang kedua ini dan berpikir, “Aku tidak terlalu duniawi seperti si orang kedua ini. Yang pasti, aku masih lebih baik daripada dia.” Mungkin Anda tidak seduniawi orang itu, tetapi tetap memiliki kecenderungan yang sama. Sebagian dari cara berpikirnya ada di dalam diri Anda.

Gambaran di atas adalah tentang orang Kristen yang total dan yang setengah-setengah. Orang yang kedua adalah orang yang, “mendengarkan, tetapi tidak melakukan.” Dia datang ke gereja dan dia tahu bahwa ajaran Yesus memang bagus. Lalu orang ini berpikir, “Benar. Ajaran ini cukup bagus, tetapi kita tidak perlu melangkah sampai terlalu jauh sampai melayani Tuhan.” Mungkin Anda akan membatin, “Mereka memang orang-orang yang baik, tetapi agak fanatik. Mereka menghabiskan cukup banyak uang kuliah ke luar negeri, memperoleh gelar dan kembali. Wah! Ketika mereka kembali nanti, mereka bisa saja langsung membangun rumah instan mereka, membeli mobil BMW atau bahkan yang lebih baik lagi, Porsche! Setiap kali merasa penat, mereka bisa langsung menginjak pedal gas mobilnya. Suara mesin mobil itu saja sudah sangat menyenangkan! Orang-orang ini seharusnya bisa menikmati kehidupan yang lebih baik. Di dunia yang serba instan ini, segala sesuatu akan segera menjadi milik mereka. Namun, apa yang mereka kerjakan? Saya tidak mengerti apa yang mereka kerjakan. Mereka memulai kehidupan di sini dengan menggali dalam-dalam dan entah sudah hilang di mana mereka sekarang.” Anda mengamati lubang galian mereka, dan melihat bagaimana orang-orang itu terus saja menggali, berkeringat dan kotor. Namun, Anda tetap mengakui bahwa mereka adalah orang-orang yang ramah, walau agak sedikit aneh.


Apa artinya “menggali dalam-dalam”?

Dapatkah Anda melihat gambaran yang muncul? Hal apakah yang sedang disampaikan oleh Yesus di sini? Sebuah prinsip rohani yang sangat penting muncul dari perumpamaan ini. Apakah maksud dari tindakan menggali dalam-dalam ini? Hal apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh si orang pertama itu? Jika Anda tidak tahu apa yang sedang dia kerjakan, Anda akan seperti si orang kedua yang membangun rumah instannya. Tahukah Anda apa yang sedang dikerjakan oleh kedua orang itu? Prinsip apa yang terungkap dari perumpamaan ini? Menurut Anda, apa arti “menggali dalam-dalam” itu? Renungkan baik-baik perikop ini, karena setiap orang yang tidak bisa menangkap prinsipnya, dia tidak akan mendapatkan apa-apa. Seringkali, Anda sebenarnya bersedia untuk mendengar atau mempelajari prinsip-prinsip yang baru, seperti yang terjadi pada orang-orang Atena di Kisah 17:21, tetapi saya perlu sampaikan kepada Anda, jika Anda tidak memahami prinsip yang satu ini, prinsip yang lainnya juga tidak akan berlaku bagi Anda.

Apakah arti dari ‘menggali dalam-dalam’ itu? Yesus sedang berkata bahwa arti kata “menggali dalam-dalam” itu adalah mengerjakan semua firman Allah yang telah Yesus sampaikan. Ini adalah prinsip tentang pelaksanaan perintah Allah. Di Lukas 11:28, Yesus berkata,

“Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.”

Prinsip ini menegaskan bahwa hanya dengan cara inilah Anda bisa mengenal Tuhan, menjalin hubungan dengannya.


Menjalin hubungan dengan Tuhan dengan Melakukan Kehendak-Nya

Saya akan menjelaskan pentingnya prinsip ini. Pokok persoalannya tidak sesederhana perumpamaannya. Mengapa Tuhan begitu nyata bagi sebagian orang, tetapi terasa begitu asing bagi sebagian lainnya? Di Ibrani 11:27 Musa digambarkan sebagai orang yang, “bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan.” Musa bisa melihat yang tidak kelihatan. Imannya bisa melihat melampaui tembok, plafon dan hal yang tidak kelihatan. Namun, kebanyakan orang Kristen tidak bisa melakukannya. Anda memiliki panca indra dan Anda bisa mendengarkan suara AC di ruangan ini. Anda tidak bisa mendengarkan hal yang rohani, tetapi Anda bisa dengar semua kegaduhan yang mengalihkan perhatian Anda. Mata Anda tak mampu melihat hal yang rohani. Yang bisa Anda lihat hanya sinar lampu neon ini. Segenap panca indra Anda terhalangi oleh perkara-perkara lahiriah saja. Hal inilah yang dibicarakan oleh perumpamaan ini!

Renungkanlah perumpamaan ini lagi. Sebelum kita bisa menjangkau lapisan batu, hal-hal apa saja yang kita jumpai? Lapisan tanah dan pasir. Campuran tanah ini melambangkan dunia lahiriah yang menghalangi seluruh indra kita dari Tuhan. Perhatikan bahwa orang yang pertama, sekalipun dia disebut sebagai orang yang “bijaksana” di Matius, dia tidak serta merta sampai di lapisan batu. Apakah batu itu? Batu itu, tentu saja, adalah Kristus karena di Matius 16:18 dikatakan Gereja dibangun di atas Batu Karang. Yesus Kristus adalah Batu Karang yang menjadi landasan bagi kita. Hal ini bisa kita lihat di 1 Korintus 3:11. Namun, perumpamaan ini juga menyatakan dengan tegas bahwa sekalipun Anda bersedia membangun di atas landasan batu karang, Anda tidak bisa langsung berhubungan dengan lapisan batu tersebut. Anda harus menggali dalam-dalam untuk bisa mencapai lapisan batu itu. Menggali dalam-dalam berarti menghabiskan banyak waktu, uang dan tenaga. Sangat besar pengorbanannya.

Pada titik inilah kebanyakan orang Kristen gagal. Kedua orang di dalam perumpamaan ini sama-sama ingin membangun rumah, membangun kehidupan mereka di atas landasan tersebut, tetapi yang satu bersedia menggali dalam-dalam, sedangkan yang satunya lagi tidak. Keduanya sama-sama bersedia mendengarkan Firman Tuhan, sama seperti kita semua, tetapi ada berapa banyak dari antara kita yang bersedia melaksanakan firman yang telah disampaikan itu? Inilah pokok utama dari perumpamaan ini. Inilah prinsip yang ingin saya tekankan kepada Anda: mereka yang memiliki tekad untuk menggali melewati lapisan tanah untuk mengerjakan kehendak Allah dan menjalankan Firman Tuhan, itulah orang yang akan menjalin kontak dengan Dia. Saat Anda mendengar firman, lalu Anda bertekad untuk menjalankannya, berarti Anda masuk dalam proses menggali dalam-dalam.

Namun, bagaimana orang yang menggali itu bisa tahu bahwa di bawah memang ada lapisan batunya? Dia tidak akan tahu. Tindakan menggali itu sendiri merupakan suatu tindakan iman, bukankah begitu?

Ada orang yang akan berkata, “Di bawah ini terdapat lapisan batu.”

Lalu Anda bertanya, “Baiklah, tapi bagaimana aku bisa tahu hal itu?”

Lalu ada orang lain lagi yang berkata, “Ada tetangga yang telah membangun rumah di sebelah, ketika dia menggali dalam-dalam, dia memang menemukan lapisan batu itu.”

Orang lain lagi bisa menimpali, “Di tempat orang itu membangun rumah memang ada lapisan batunya, tetapi di bawah sini tidak ada lapisan batunya.”

Pernahkah Anda berhadapan dengan keadaan seperti ini? Pada zaman itu, mereka tidak punya alat deteksi lapisan batu. Orang zaman itu harus bertindak mengandalkan keyakinan saja. Jika Yesus berkata bahwa di bawah ini ada lapisan batu, pengikutnya akan berkata, “Baiklah, aku akan menggali di sini.”

Mari kita melanjutkan perenungan tentang gambaran ini. Si orang pertama itu meneruskan penggaliannya untuk satu hari, tetapi tidak menemukan lapisan batunya. Pada hari yang kedua, dia menggali lagi, tetapi masih tidak ada lapisan batunya. Pada hari yang ketiga, dia melanjutkan menggali lagi, tetapi masih belum juga terlihat lapisan batunya. Saat itu, mungkin dia akan menengok ke arah si orang kedua dan berpikir, “Mungkin aku ini memang bodoh. Di sini tidak terlihat ada lapisan batunya.” Mungkin dia juga berpikir, “Aku akan menggali sehari lagi.” Lapisan batu itu belum nampak juga. Pada saat seperti ini, sebagian orang mungkin sudah tidak bersemangat lagi. “Tidak ada lapisan batu di sini! Lupakan saja!” Bisakah Anda menangkap gambaran rohani di sini?

Sebagian orang berkata, “Aku akan mengerjakan firman Allah untuk satu hari.” Setelah mengerjakan firman Allah satu hari, dia berkata, “Masih belum ada kontak dengan Tuhan. Si penginjil berkata bahwa kalau aku mengerjakan hal ini, Tuhan akan segera menjadi nyata buatku. Aku sudah menggali seharian, ini sudah 24 jam!” Lalu dia memutuskan, “Mungkin ada benarnya omongan si penginjil itu. Aku akan mencoba lagi besok.” Demikianlah, esoknya dia menggali lagi sampai sehari penuh, dia kerjakan lagi firman Tuhan, “Aneh sekali! Tuhan masih tidak terasa nyata buatku! Berapa lama aku harus menjalankan hal ini?”

Di sinilah tekad dan ketabahan untuk menjalani kehidupan Kristen itu dibutuhkan. Di sinilah Tuhan menguji kita. Seberapa jauh Anda bersedia menempuh jalan ini? Banyak orang yang mungkin sudah menyerah pada saat seharusnya dia menjalankannya sehari lagi untuk menemukan lapisan batu itu. Sungguh menyedihkan karena jika Anda bertekad untuk menjalankannya terus – tanpa ada kemungkinan gagal – Anda akan bertemu dengan Batu Karang itu. Saya harap Anda bisa memahami prinsip rohani yang sangat penting ini. Sungguh sangat penting! Hanya dengan cara mengerjakan firman secara konstan baru Anda bisa tahu bahwa Allah itu nyata.


Kontak dengan Allah tidak hanya melalui Doa saja

Sebagian orang mengajarkan bahwa cara untuk mengenal Tuhan itu hanya melalui doa saja. Mereka mengira bahwa jika mereka berdoa lebih lama dan giat, mereka akan bertemu dengan Dia. Lalu mereka berdoa sampai satu jam, dan sampai lutut mereka menjadi sakit, dan mereka berkata, “Aku masih belum bisa menjalin kontak. Akan aku coba satu jam lagi!” Sebenarnya, mereka bukanlah orang bodoh, tetapi Anda bisa saja berdoa sampai lutut Anda menjadi seperti lutut unta, tetapi Anda tidak juga bertemu dengan Tuhan yang hidup. Anda tidak akan bisa bertemu dengan-Nya sebelum Anda membulatkan tekad untuk mengerjakan kehendak-Nya, untuk menjalani kehidupan sesuai dengan kehendak Tuhan. Di titik inilah banyak biarawan yang salah arah. Mereka mengira bahwa jika mereka bisa meninggalkan dunia, mengunci diri mereka di dalam kamar dan berdoa siang-malam, suatu hari nanti, Tuhan akan muncul. Mengapa saya katakan bahwa hal ini tidak akan terjadi? Lihat saja faktanya. Jika hal itu memang memberi hasil, para biarawan itu tentunya akan menjadi manusia-manusia Allah yang luar biasa sekarang ini. Sayang sekali, hanya sedikit yang sampai di sana.

Jangan salah sangka dengan apa yang saya ucapkan. Saya sama sekali tidak bermaksud mengatakan bahwa berdoa itu tidak penting. Yang saya maksudkan adalah prinsip mengerjakan kehendak Allah dengan konstan dan setia itu lebih penting daripada sekadar berdoa. Karena Anda bisa saja memanjatkan doa dengan sikap hati yang keliru. Jika Anda berdoa dengan niat yang keliru, Tuhan tidak akan memberkati Anda. Kebanyakan dari doa kita berisi hal-hal yang egois. Bisa dikatakan bahwa kebanyakan dari isi doa itu tidak lebih dari suatu “keegoisan rohani”. Selalu saja, “Berkati aku dalam urusan ini, urusan itu, berikan aku ini dan itu.” Jika Tuhan menyetujui isi doa Anda, berarti Dia menyetujui watak egois Anda, membuat Anda menjadi lebih egois daripada sekarang ini. Sama seperti seorang anak kecil yang berkata, “Aku mau permen.” Lalu Anda beri dia permen. Jika dia ingin lebih banyak permen lagi, Anda tetap memberikannya juga. Apakah Anda sedang mendidik anak itu? Jika Tuhan mengabulkan semua permintaan kita, saya rasa kita akan masuk ke dalam bencana besar, sama seperti si anak kecil itu. Jadi, hanya ketika Anda berdoa dan berkata, “Tuhan, apa yang menjadi perintah-Mu akan kujalankan,” kita tidak perlu berdoa sampai berjam-jam. Tuhan sanggup mengabulkan doa itu jauh sebelum dipanjatkan.

Kadang kita memandang Allah seperti seorang sersan pelatih di kamp militer. Sersan pelatih adalah sosok yang paling dikenal di kamp militer karena tampaknya mereka senang menyuruh para prajurit berbaris ke sana kemari. Agaknya mereka mengira kegiatan baris berbaris ini bisa membentuk prajurit yang baik. Dan kita lalu membayangkan bahwa Allah mungkin seperti itu. Dia gemar menyuruh kita berlutut sampai berjam-jam, memohon dan memohon, lalu Dia berkata, “Tidak! Tidak bisa!” Lalu Anda menghadap lagi dan berkata, “Aku mohon, berikanlah aku permen rohani. Aku benar-benar membutuhkannya!” Akan tetapi, Dia tidak peduli. Dia tidak mau mendengarkan Anda dan Dia berkata, “Menyingkirlah! Aku tidak punya waktu buatmu!” Allah macam apa ini? Anda harus berlutut di sana sampai celana Anda bolong dan punggung Anda bungkuk. Tak heran jika gambaran umum bagi orang suci adalah orang-orang yang berpunggung bungkuk. Mereka melangkah terhuyung-huyung. Cara pandang kita tentang perkara-perkara rohani sangatlah aneh!


Kontak dengan Tuhan muncul dari iman yang taat

Berbeda dengan apa yang saya alami, Allah tidaklah seperti itu. Seringkali, saya baru berpikir untuk memohon kepada Allah akan sesuatu hal bagi gereja, Dia sudah memberikan jawaban-Nya. Saya bahkan belum berlutut, Dia sudah menjawab doa saya. Anda bisa temukan di dalam Kitab Suci,

“Maka sebelum mereka memanggil, Aku sudah menjawabnya; ketika mereka sedang berbicara, Aku sudah mendengarkannya” (Yes.65:24).

Dia begitu bersemangat untuk menjawab doa kita. Dia tidak mau menekan kita hanya untuk mendapatkan beberapa doa dari kita. Lalu Anda berkata, “Aku tidak punya pengalaman yang seperti itu. Saat teduh saya di pagi hari sangatlah kering. Saya berbicara kepada Allah, dan rasanya seperti berbicara dengan tembok.” Anda tidak mendapatkan kontak. Saya bersyukur kepada Allah atas pelajaran yang sangat penting ini, pelajaran yang sudah diberikan sejak saya baru menjadi Kristen, yakni – dengan kasih karunia Allah – saya membulatkan tekad untuk menjalankan kehendak-Nya, menjalankan firman-Nya! Hasilnya, saya bisa berhubungan dengan Dia.

Pelajaran ini disebut dengan ketaatan iman oleh rasul Paulus. Sekarang ini, gereja-gereja gemar berbicara tentang iman. Yang mengherankan adalah mereka tidak berbicara tentang ketaatan iman. Memang benar bahwa kita diselamatkan oleh iman, tetapi jika iman itu Anda pisahkan dari ketaatan – suatu hal yang dilakukan oleh banyak gereja – hasilnya sungguh fatal bagi kehidupan rohani Anda. Hasilnya adalah bencana! Itulah sebabnya mengapa banyak sekali gereja yang mati pada zaman sekarang ini karena mereka telah mengambil iman dan berkata, “Kita tidak perlu berbicara tentang ketaatan. Mari kita bicara tentang iman saja.” Padahal, yang dimaksudkan oleh Paulus adalah ketaatan iman. Banyak orang mempelajari kitab Roma, tetapi jika Anda tidak paham akan pokok ini, Anda tidak akan bisa memahami kitab Roma. Kitab Roma itu diawali dan diakhiri dengan ungkapan ini, ketaatan iman (Roma 1:5 dan Roma 16:26). Jangan pernah berpikir bahwa Anda akan diselamatkan oleh iman jika iman itu tidak diungkapkan lewat praktek kehidupan sehari-hari yang taat kepada Dia. Tidak ada iman sejati tanpa ketaatan. Ketaatan iman adalah ketaatan yang menimbulkan kesukaan untuk mengerjakan kehendak-Nya, ketaatan yang muncul penuh sukacita dari dalam hati. Melalui ketaatan iman inilah kita bisa menjalin hubungan dengan Tuhan.


Yesus berjanji untuk membina hubungan dengan kita jika kita taat kepada dia

Simaklah ucapan dari Yesus ini jika Anda mengira bahwa hal ini hanya merupakan pendapat saya pribadi. Yesus berkata di Yohanes 14:21:

“Barangsiapa memegang perintahku dan melakukannya, dialah yang mengasihi aku. Dan barangsiapa mengasihi aku, ia akan dikasihi oleh Bapaku dan akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diriku kepadanya.”

Perhatikan baik-baik ayat ini. Yesus berkata, “Aku akan menyatakan diriku kepadamu.” Kepada siapa? Kepada “orang yang taat kepada perintahnya.” Di sinilah letak ketaatan iman. Hanya melalui ketaatan iman baru Yesus akan menyatakan dirinya kepada Anda. Hal yang sama juga dinyatakan di ayat 23:

“Jawab Yesus: ‘Jika seorang mengasihi aku, ia akan menuruti firman-ku dan Bapaku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.’”

Yesus akan tinggal bersama Anda. Bukan sekadar mengadakan satu atau dua kali kunjungan dalam seminggu. Dia akan hidup bersama kita, berjalan bersama kita, bersekutu dengan kita setiap saat, tetapi ini hanya buat mereka yang mengerjakan firman.

Ini adalah prinsip yang berlaku secara umum pada setiap saat dan di segala tempat. Menurut Kisah 10:35, orang macam apakah yang berkenan bagi Allah? Ayat ini bercerita tentang Kornelius. Mengapa orang non-Yahudi yang satu ini bisa berkenan di mata Allah?

Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya.

Hanya dengan cara ini kita bisa menjalin kontak yang hidup dengan Tuhan. Jika Anda memegang prinsip ini dan menjalankannya, Anda akan menemukan kebenaran dari firman ini.

Saya bisa memberikan kesaksian akan hal ini. Saya sangat bersyukur bahwa saya sudah mendapatkan pelajaran ini sejak awal. Saya belajar untuk mengerjakan perintah Tuhan secara keseluruhan. Tentu saja, ada beberapa hal yang masih belum saya pahami, dan belum bisa saya kerjakan saat itu. Di sinilah letak hikmat Allah, Anda tidak dibawa untuk mengerjakan hal-hal yang belum Anda pahami. Saya didorong oleh motivasi ini di sepanjang hidup saya: yakni motivasi untuk mengerjakan kehendak-Nya. Saat saya sedang membutuhkan sesuatu sementara saya tidak punya sumber pendapatan, saya belajar untuk mempercayakan diri kepada-Nya. Dia memenuhi semua kebutuhan saya persis seperti ajaran Yesus di Matius 6:33, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Jadi saat itu saya berkata, “Baik, Tuhan, aku akan mencari kerajaan dan kebenaran-Mu, dan urusan yang lain-lainnya akan kuserahkan kepada-Mu.” Sampai dengan hari ini, saya masih mengalami bagaimana Allah menggenapi firman-Nya. Mendapatkan pengalaman seperti ini sangatlah indah. Tidak cukup dengan waktu yang ada ini untuk menyampaikan kesaksian bagaimana Allah menggenapi firman-Nya di dalam berbagai aspek kehidupan saya. Sebagian orang bertanya kepada saya, “Mengapa Allah begitu nyata buatmu?” Dia begitu nyata karena saya selalu menjalankan firman dan saya selalu menyaksikan bagaimana Dia menggenapinya. Hal ini bukan karena saya lebih rohani daripada orang lain. Saya rasa, ada banyak orang yang lebih ramah, lebih bijak dan sabar, lebih baik daripada saya. Namun, mereka tidak mengalami Tuhan karena mereka belum menjalankan ajaran-Nya ini.


Rasul Petrus menaati Yesus dan menyaksikan keajaiban

Mari kita amati beberapa contoh sebelum kita tutup pembahasan. Di Lukas 5:1-11, kita membaca catatan tentang panggilan terhadap rasul Petrus. Yesus menguji Petrus sebelum memilihnya untuk menjadi rasul. Ini merupakan perikop yang sangat menarik. Perikop ini sangatlah vital karena mengandung satu prinsip rohani yang penting. Rasul Petrus adalah seorang nelayan, dan di dalam perikop ini, dia bersama Yakobus dan Yohanes baru saja pulang dari menjala ikan pada malam hari dan mereka tidak mendapat apa-apa di sepanjang malam itu. Lalu Yesus berkata, “Berangkatlah lagi dan tebarlah jalamu, dan kamu akan mendapatkan ikan.” Perintah ini tentu saja sangat aneh bagi seorang nelayan; Anda tidak bisa mencari ikan pada siang hari. Akan tetapi, Yesus sebenarnya sedang menguji Petrus. Saat itu, tentunya Petrus akan berpikir, “Ini mustahil! Tidak mungkin mendapat ikan dengan cara ini!” Namun, perhatikanlah tanggapannya. Dia renungkan sebentar perintah itu, kemudian dia berkata,

“Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.”

Saat itu, Petrus berkata, “Karena engkau yang menyuruhnya, aku akan mengerjakannya.” Kalau saja Petrus tidak menurut, tentunya dia tidak akan melihat keajaiban. Namun, karena dia menurut, maka dia bisa melihatnya. Petrus bahkan tidak sanggup menarik jalanya karena begitu penuh dengan ikan. Lalu dia tersungkur di hadapan Yesus dan berkata, “Tuan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Kemudian Yesus berkata, “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” Perhatikanlah bagaimana cara perikop ini diakhiri: merekapun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus. Bisakah kita bayangkan bagaimana jadinya sejarah rohani sekarang ini kalau saja saat itu Petrus tidak menaati Yesus? Sangat sukar untuk dibayangkan, bukankah begitu?

Demikian pentingnya peristiwa ini sehingga Yesus sampai mengulanginya lagi setelah peristiwa kebangkitannya untuk mengingatkan Petrus tentang pelajaran ketaatan yang telah dia dapatkan pada awal keikut-sertaannya sebagai murid (Yoh 21:4-8). Ingatkah Anda bahwa mereka juga gagal mendapatkan ikan pada waktu itu?

Ketika hari mulai siang, Yesus berdiri di pantai; akan tetapi murid-murid itu tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus. Kata Yesus kepada mereka: “Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?” Jawab mereka: “Tidak ada.” Maka kata Yesus kepada mereka: “Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh.” Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan.

Petrus, dalam semangatnya, melompat ke dalam air dan berenang ke darat untuk segera menjumpai Yesus. Itulah Petrus yang selalu bersedia untuk mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Yesus.

Di Matius 14:28, terjadi hal yang serupa juga. Petrus berkata, “Tuan, apabila engkau itu, suruhlah aku datang kepadamu berjalan di atas air.” Perhatikan bahwa dia tidak turun melangkah di atas air sebelum Yesus menyuruhnya. Yang Petrus katakan adalah, “Jika engkau yang menyuruhku, atas perintahmu akan kulakukan. Engkau pernah menyuruhku menebarkan jala sebelumnya. Jika engkau yang menyuruhku untuk datang kepadamu di atas air ini sekarang, maka aku akan datang.” Dapatkah Anda menangkap prinsipnya? “Aku selalu siap. Atas perintahmu, aku akan mengerjakannya.”


Tuhan akan menjadi sangat nyata jika Anda taat kepada-Nya

Izinkan saya mengajukan satu pertanyaan kepada Anda, “Manakah yang lebih mudah: memberikan pipi yang sebelah atau berjalan di atas air?” Renungkanlah dahulu. Jangan terlalu cepat menjawab bahwa menyerahkan pipi yang sebelah itu lebih mudah. Tunggu sampai ada orang yang menampar pipi Anda. Banyak orang Kristen yang mendapati bahwa hal mengampuni itu sangatlah sukar. Sekarang ini, belum ada orang yang menampar pipi Anda. Saya mendapati banyak orang Kristen yang tidak sanggup mengampuni bahkan terhadap orang lain yang melakukan kesalahan karena ceroboh. Mereka tidak mampu memaafkan! Sebelum kita belajar berkata, “Tuhan, atas perintah-Mu, aku akan memaafkan. Kalau Engkau yang menyuruhnya, aku akan mengerjakannya,” maka kita tidak akan masuk ke dalam hubungan yang hidup dengan Dia. Mari kita berbicara di tingkat praktisnya: Manakah yang lebih mudah, berjalan di atas air atau mengasihi saudara Anda? Jika Anda berkata bahwa mengasihi saudara Anda itu lebih mudah, coba saja. Semakin Anda berusaha untuk mengasihi teman Anda, akan tampak bahwa hal mengasihi ini ternyata sangat mustahil. Kapan kita akan berkata, “Tuhan, aku tidak suka dengan orang ini, tetapi atas perintah-Mu, aku akan mengasihi dia”?

Jika Anda mulai berpikir seperti ini dan mempraktekkannya setiap hari, maka Tuhan akan membawa Anda pada perkara-perkara besar. Itulah yang saya maksudkan dengan gambaran dari perumpamaan itu. Mula-mula, Anda baru menyentuh lapisan batu itu, menjalin hubungan dnegan Tuhan di bidang yang sempit saja. Sambil Anda terus menjalankan Firman, maka Anda akan mendapatkan kontak dengan Tuhan di bidang-bidang kehidupan yang semakin luas, sampai akhirnya seluruh landasan itu menjadi bersih. Pada saat itu, Anda akan tahu mengapa Musa sanggup menanggung penderitaan seperti orang yang bisa melihat apa yang tidak kelihatan. Pada saat itu, perkara-perkara rohani akan menjadi lebih realistis bagi Anda daripada perkara-perkara lahiriah. Selanjutnya, Anda akan paham hal yang disampaikan oleh Paulus kepada jemaat di Korintus, “Semua yang kelihatan itu bersifat sementara, yang tidak kelihatan itulah yang kekal.” (2Kor 4:18). Bagi kita, yang nyata itu justru yang sebaliknya, bukankah demikian? Akan tetapi, Paulus telah mengenal Allah melalui jalan yang sedang kita bicarakan ini. Dia berkata, “Aku taat kepada penglihatan dari surga” (Kis 26:19). Allah begitu nyata bagi dia karena ketaatannya pada penglihatan yang dari surga itu. Tuhan begitu nyata buat dia sehingga perkara-perkara rohani tampak lebih realistis daripada yang lahiriah. Jika Anda melangkah di jalur ini, Anda akan mengalami bahwa – tanpa pernah gagal – Allah akan menjawab ketika Anda berdoa.


Tuhan menjanjikan hadirat, pemahaman dan bimbingan dari-Nya

Mari kita baca satu nas dari Yesaya 58:6-11 untuk memberikan gambaran yang jelas atas pokok ini:

Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah
supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman,
dan melepaskan tali-tali kuk,
supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya
dan mematahkan setiap kuk,
supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar
dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah,
dan apabila engkau melihat orang telanjang,
supaya engkau memberi dia pakaian
dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!
Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar
dan lukamu akan pulih dengan segera;
kebenaran menjadi barisan depanmu
dan kemuliaan YAHWEH barisan belakangmu.
Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan YAHWEH akan menjawab,
engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku!
Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu
dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah,
apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri
dan memuaskan hati orang yang tertindas
maka terangmu akan terbit dalam gelap
dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari.
YAHWEH akan menuntun engkau senantiasa
dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering,
dan akan membaharui kekuatanmu;
engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik
dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan.

Kita bisa melihat di ayat 9: “Kalau kamu hidup mengikuti perintah-Ku, maka ketika kamu memanggil, Aku akan menjawab. Ketika kamu berseru meminta tolong, Aku akan berkata, ‘Ini Aku!’” Seperti itukah pengalaman Anda? Jika tidak, coba perhatikan kehidupan Anda, apakah Anda hidup dengan mengikuti firman?

Di Yohanes 7:17 dikatakan, “Kalau kamu mengerjakan apa yang kuperintahkan, maka kamu akan tahu apakah semua yang kukatakan ini benar atau salah, kamu akan tahu apakah ajaranku ini berasal dari Allah atau bukan.” Ini merupakan pokok yang sangat penting bagi generasi kita, bukankah demikian? Ada begitu banyak ajaran sesat yang berkembang belakangan ini. Siapa yang menyampaikan kebenaran? Bagaimana Anda bisa membedakan bahwa yang satu ini aliran sesat, lalu yang lainnya tidak sesat? Bagaimana Anda memastikannya? Yesus memberi kita jawabannya, “Kalau kamu berkomitmen untuk mengerjakan firmanku, maka kamu akan tahu sendiri.”

Pokok yang lain lagi, “Bagaimana saya bisa mendapatkan bimbingan dari Tuhan? Bagaimana saya bisa tahu apa kehendak-Nya?” Kita bisa temukan jawabannya di dalam perikop yang sama di kitab Yesaya ini – YAHWEH akan menuntun engkau senantiasa.


Menjalin kontak dengan Tuhan

Orang yang mempelajari Alkitab secara akademis hanya akan memperoleh informasi saja. Itulah sebabnya mengapa pakar teologi kebanyakan menjadi orang yang paling lemah secara rohani. Mereka tidak secara langsung mengenal Allah. Apakah mereka percaya kepada Allah? Ya, mereka percaya kepada Allah, setidaknya, sebagian besar dari mereka percaya. Saya menghabiskan sebagian besar waktu saya di tengah kalangan pakar teologi ini, jadi saya tahu persis tentang hal yang saya sampaikan ini. Saya heran melihat betapa orang-orang ini telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mempelajari Alkitab, tetapi tidak memiliki pengetahuan yang hidup tentang Allah. Mereka tidak memiliki kontak dengan Anak-Nya, Yesus. Karena mereka tidak menjalankan apa yang diajarkan Yesus, maka pada Hari itu, seperti yang bisa kita lihat di Matius pasal 7, mereka akan datang kepada Kristus dan berseru-seru, “Tuan, Tuan, bukankah kami telah mempelajari ajaranmu di sebagian besar hidup kami?” (Luk 6:46; Mat 7:21-23) Yesus akan berkata, “Aku tidak kenal siapa kamu.” Saya harap hal ini tidak terjadi atas diri Anda.

Mengapa ketika sebagian orang memimpin Pendalaman Alkitab, suasananya menjadi sangat hidup, tetapi ketika Pendalaman Alkitab tersebut dipimpin oleh orang yang lain, suasananya menjadi sangat mati? Saat saya baru menjadi Kristen, saya mendapat kesempatan istimewa untuk diajar oleh orang-orang Kristen yang sanggup mewujudkan Firman Allah dalam kehidupan! Saat itu, kami mempelajari Injil Yohanes. Walaupun pada saya saat itu masih baru menjadi Kristen, tetapi saya selalu tidak sabar menunggu hari Minggu berikutnya, untuk bisa melanjutkan pendalaman Alkitab ini. Saat itu saya berpikir, “Tujuh hari terlalu lama! Mengapa harus ada tujuh hari dalam seminggu?” Begitu tiba hari Minggu, “Ah! Pendalaman Alkitab!”

Namun, ketika saya beribadah ke gereja lain, saya menemukan bahwa kebanyakan orang di sana berkata, “Pendalaman Alkitab? Tidak, terima kasih! Itu hanya pemborosan waktu yang sangat melelahkan!” Mereka harus berjuang keras untuk menahan kantuk di sana. Suasananya sangat membosankan. Mengapa? Hal ini berkaitan dengan cara Anda menjalankan firman Allah. Saudara yang memimpin PA itu benar-benar menjalankan firman dalam kehidupannya. Itu sebabnya firman yang dia sampaikan menjadi begitu hidup! Namun, ada juga orang yang mengambil firman yang hidup itu lalu mematikannya! Sungguh mengerikan untuk dibayangkan! Oleh karenanya, segala sesuatu yang Anda kerjakan, bahkan cara Anda memimpin PA, cara Anda berdoa, terkait dengan hal menjalin kontak dengan Tuhan.


Jaminan yang sejati datang dari ketaatan kepada Allah

Kita akan tutup pembahasan dengan pokok yang terakhir ini. Mengapa sebagian orang memiliki jaminan yang pasti sedangkan sebagian lainnya tidak? Alasannya sama: punya atau tidak punya kontak dengan Tuhan. Sebagian orang menggantungkan harapannya atas jaminan tersebut pada keyakinan pada doktrin tertentu, sekalipun doktrin itu ternyata tidak punya dasar di dalam Alkitab. Selama ajaran itu disebut doktrin, mereka akan pegang saja. Mereka akan berkata, “Nah, ada orang yang berkata seperti itu, dan karena dia mengatakannya seperti itu, aku menurut saja.” Mereka bergelayutan pada sembarang akar untuk mendapatkan jaminan itu. Jaminan alkitabiah yang sejati datang dari ketaatan kepada Dia. Anda boleh yakin bahwa orang yang berkata, “Tuhan, apapun perintah-Mu akan kulaksanakan,” memiliki jaminan yang pasti. Dia menaruh segenap keyakinannya kepada Tuhan. Ini merupakan jaminan yang sama dengan yang ada pada diri Yesus. Yesus berkata di dalam Yohanes 8:29, “Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.” Kita juga bisa lihat jaminan dari Yesus di Yohanes 11:42 ketika dia berkata, “Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan aku.

Sanggupkah Anda mengucapkan satu saja dari semua ucapan itu? Kiranya firman di Mazmur 62:3 ini menjadi nyata bagi Anda. Ini merupakan ungkapan yang sangat indah yang disampaikan oleh si pemazmur:

“Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku (jaminan keselamatanku), aku tidak akan goyah.”

 

Berikan Komentar Anda: