Eric Chang |
Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. Katanya: “Dalam sebuah kota ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun. Dan di kota itu ada seorang janda yang selalu datang kepada hakim itu dan berkata: Belalah hakku terhadap lawanku. Beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Tetapi kemudian ia berkata dalam hatinya: Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku.” Kata Tuhan: “Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi (ini adalah kalimat penting dalam perumpamaan ini), jika Anak Manusia itu datang, adakah ia mendapati iman di bumi?” ( ITB)
Yesus memberikan perumpamaan yang mengajari para murid untuk tidak berputus asa dan terus berdoa. Sangatlah penting bagi para murid untuk tidak menyerah, mereka tidak boleh patah semangat dan akhirnya berkata, “Saya berhenti! Saya tidak mau melanjutkan lagi! Tidak ada gunanya melanjutkan hal ini!” Anda dan saya sudah melihat ada banyak orang yang tadinya Kristen, yang akhirnya menyerah di bawah tekanan. Dalam menjalani pelayanan sebagai gembala, saya menjumpai orang-orang yang sesudah beberapa waktu menjalani kehidupan sebagai orang Kristen, menyerah dengan begitu saja. Mereka menyerah! Mereka berhenti berdoa! Mereka berkata, “Percuma berdoa! Allah tidak menjawab doa saya! Saya menyerah. Tak ada gunanya lagi melanjutkan hidup sebagai orang Kristen.” Jika Anda tidak berdoa lagi, jelas Anda sudah berhenti menjadi orang Kristen. Karena Anda telah memutus jalur komunikasi dengan Allah yang memberi hidup itu. Dan itu berarti semuanya sudah tamat! Ini adalah pokok yang sangat penting dari perumpamaan ini, dan disampaikan tepat di bagian depan dari perumpamaan ini: Jangan menyerah dalam menghadapi kesulitan.
Jangan menjadi lelah
Kata yang diterjemahkan sebagai tak jemu-jemu, arti dasarnya adalah tidak menjadi lelah, letih atau kehabisan tenaga. Ada orang-orang yang kehabisan tenaga ketika menghadapi tekanan. Mereka tidak sanggup melanjutkan lagi! Menurut mereka sudah terlalu berat!
Saya teringat pada waktu saya nyaris saja hancur dalam satu periode hidup Kekristenan saya. Saya merasa tidak mampu melanjutkan lagi. Saya ingat persis saat-saat itu. Saya sudah menjadi seorang Kristen selama tiga tahun di Shanghai, Tiongkok, di bawah pemerintahan Komunis, dan menjalani tiga tahun kelaparan. Tiga tahun tanpa sarapan pagi, dan jarang mendapatkan makan siang, dan sangat sering tanpa makan malam. Makanan saya adalah kue dadar karena bahan pangan termurah yang bisa saya beli adalah sekantong tepung. Saya campurkan tepung itu dengan air, dan kadang-kadang jika saya mampu, saya menambahkan gula ke dalamnya. Kemudian saya panaskan sedikit minyak di wajan dan adonan itu saya goreng sampai matang. Itulah makanan saya. Jadi saya hanya perlu membeli sekantong tepung dan minyak kacang, yang bisa didapatkan dengan murah di Shanghai. Saya tidak membutuhkan banyak minyak tanah untuk membuat kue dadar. Nasi perlu sekitar 25 menit untuk dimasak, tetapi kue dadar hanya perlu digoreng selama dua menit.
Mungkin kekurangan gizi dan tekanan terus menerus yang harus saya hadapi tanpa mengetahui seperti apa masa depan mulai melemahkan saya. Pihak Komunis terus saja bertanya mengapa saya menjadi Kristen, mengapa saya pergi ke gereja. Saya terpisah dari orang tua saya; saya sendirian! Sendirian, di tingkat manusia, tetapi tidak terasa sendirian karena Allah bersama saya. Sesudah tiga tahun mengalami hal ini, saya kehabisan tenaga, menjadi sangat kurus, sangat letih, dan kesehatan jasmani saya tidak pernah pulih kembali sesudah itu. Saya tidak menanggung beban yang seberat beban para pendeta di masa itu. Saya masih seorang Kristen yang baru. Saya mengalami kemurahan Allah sepanjang tiga tahun itu, akan tetapi mukjizat dari Allah yang saya alami tidak dapat menyeimbangi kelelahan fisik, emosi dan rasa kesepian yang menghimpit, kesepian yang dialami oleh banyak orang.
Saya sudah berusaha untuk meninggalkan Tiongkok berkali-kali. Saya sudah berdoa berkali-kali akan tetapi pihak Komunis masih tidak membiarkan saya pergi. Dua kali saya memohon izin dan dua kali permohonan itu ditolak. Apa gunanya mengajukan permohonan lagi? Percuma saja. Saya tidak dapat berhubungan dengan orang tua saya. Tidak ada uang. Tidak ada masa depan. Tidak punya apa-apa selain Allah saja. Saya terus berdoa dan tampaknya hal yang paling utama dalam doa saya justru tidak mendapat jawaban saat itu. Saya menunggu dan menunggu. Tiga tahun adalah masa yang panjang bagi orang muda seperti saya, khususnya ketika perut ini terasa lapar dan saya tidak melihat adanya masa depan yang bisa dikejar. Kesehatan jasmani saya semakin merosot akibat kurang gizi. Di paru-paru sebelah kiri saya, mulai muncul bercak-bercak hitam. Keadaan saya benar-benar sangat rawan. Namun sesudah mengalami semua ini, saya baru bisa mengerti dengan baik apa arti perumpamaan ini.
Saya berdoa kepada Allah dengan kondisi seperti itu, itu memang bukan doa saya yang pertama. Saya ingat keadaan saya ketika saya berdoa di pagi itu, saya sangat lemah dan lelah. Dan saya rasa, pada saat itu saya sudah sampai di titik putus asa, atau lose heart (kehilangan semangat), seperti yang tertulis dalam versi terjemahan Revised Standard Version (RSV). Saya mungkin saja akan menyerah. Saya berlutut di hadapan Allah di dalam kamar saya, dalam keadaan yang sangat dingin di musim salju, dan saya berkata, “Tuhan, saya lelah. Saya letih. Tuhan, saya tidak dapat melanjutkan lagi. Berbelas-kasihlah kepada hamba-Mu yang lemah ini. Saya bersedia untuk melakukan apa saja yang Kau kehendaki. Saya bersedia untuk menetap di Tiongkok.”
Dan Allah menjawab doa saya dengan luar biasa. Allah mengerti keadaan kita. Allah tahu persoalan kita. Ia tahu seberapa jauh kita bisa melangkah. Ia adalah Allah yang hidup. Ia akan mengerjakan bagian-Nya jika kita sudah bertekad untuk setia sampai pada akhirnya, sampai sejauh kemampuan kita. Pada peristiwa itu, suara Allah bergema di telinga saya dengan sangat jelas, sejelas suara saya sekarang ini yang terdengar di telinga Anda, Allah berkata, “Eric, Aku akan membawamu keluar dari Tiongkok.” Suara itu sangat jelas. Itu adalah kali pertama Allah berbicara kepada saya, tetapi bukan yang terakhir. Dan sejak saat itu, Ia mengangkat saya. Ia meyakinkan saya bahwa saya tidak sendirian. Sejak saat itu, saya tahu bahwa saya akan meninggalkan Tiongkok. Tuhan sudah menyatakan hal itu kepada saya. Dua bulan kemudian, saya sudah berada di luar Tiongkok. Dan sekarang Anda melihat saya di tempat ini.
(Dikutip dari khotbah Perumpamaan Hakim yang Tidak Adil)