new-header-renungan
new-header-renungan
previous arrow
next arrow

 

David Wilkerson |

Saat nabi Hosea menggambarkan tuaian mengerikan yang dipanen sebagai akibat dari menyingkirkan Allah dari takhtaNya dan beralih pada kekuatan duniawi, dia sedang menuding kepada umat yang telah sekian tahun ditopang oleh Tuhan.

Allah telah memberkati dan memakmurkan Israel, memberi mereka rumah-rumah yang tidak mereka bangun dan kebun-kebun anggur yang tidak mereka tanami. Dia telah membangkitkan orang-orang kudus untuk berbicara sebagai para nabi dan telah memberikan Firman yang jelas sebagai tuntunan arah bagi umat – dan untuk beberapa waktu umat Israel terbukti setia kepaa Allah. Mereka mentaati tuntunanNya dan tak pernah berpaling pada keduniawian. Saat Allah berbicara kepada mereka, mereka mentaatiNya. Dan mereka secara ajaib diluputkan dari musuh-musuh yang sangat kuat.

Namun kemudian kemurtadan melanda Israel dan Tuhan menuduh mereka bersalah atas kefasikan yang luar biasa. “Busuk sangat perbuatan mereka …” (Hosea 9:9). “Semua pemuka mereka adalah pemberontak” (ayat 15)

Apakah dosa mengerikan yang telah mereka perbuat? Apakah itu bermabuk-mabukan, penyimpangan seksual, keserakahan, percabulan atau pembunuhan? Tidak, Allah berkata bahwa kefasikan mereka adalah tindakan mereka berpaling dari tuntunanNya, mengabaikan FirmanNYa dan memilih untuk taat kepada manusia. “Allahku akan membuang mereka, sebab mereka tidak mendengarkan Dia” (ayat 17). Di mata Allah, kefasikan adalah hal terparah yang bisa terjadi pada orang percaya adalah tidak lagi bergantung kepada Dia.

Tuhan berkata kepada umat Israel, “Kamu tidak lagi menaruh kepercayaanmu kepadaKu. Aku bukan lagi Penuntunmu, sumber hikmatmu, sekarang kamu berpaling pada hikmat manusia. Kamu berpalling kembali ke Mesir untuk meminta pertolongan, kembali ke tempat dari mana Aku telah membebaskanmu, kamu telah menolak FrimanKu dan berpaling dariKu.”

Ada seorang nabi besar Puritan yang menulis, “Kuasa yang murni tidak pernah berpikir untuk berkerja-sama. Ia hanya menuntut.” Dengan kata lain, Allah tidak berkata kepada kita, “Kerjakan bagianmu dan Aku akan mengerjakan bagianKu. Sekali-sekali kita akan saling mencocokkan.” Tidak! Allah itu murni, kuasa yang murni, Dia menuntut kita untuk mengikut Dia, pertama-tama dan yang terutama, dalam setiap hal yang kita kerjakan. Kita harus bergantung sepenuhnya kepada Dia dan jika tidak sepenuhnya berbuat demikian, ini berarti kita telah menyingkirkan pemerintahanNya atas kehidupan kita.