Ev. Xin Lan | Kejadian 6-9 | 

Hari ini kita akan meneruskan untuk melihat tokoh Nuh. Dalam dua sesi yang lalu, kita telah melihat bahwa Nuh mengalami penghakiman yang pertama kali Allah jatuhkan ke atas manusia. Namun di seluruh angkatannya, hanya Nuh yang benar di mata Allah. Allah berkenan kepadanya dan karena itu Allah Yahweh menyelamatkan dia dan seluruh keluarganya.

Dari Nuh, kita mempelajari bahwa pada masa itu semua orang telah rusak dan berdosa, tetapi Nuh mampu bertahan menjalani kehidupan yang kudus. Itu bukanlah hal yang mudah. Dia harus sabar menghadapi olokan orang lain dan mengalami kesepian selama 500 tahun. Justru karena dia telah setia untuk hidup kudus, Allah kemudian memberikannya tugas yang penting untuk membangun bahtera. Hanya kepada yang setia dalam perkara kecil, Allah akan menyerahkan perkara yang besar pada mereka.

Lalu Nuh menggunakan sekitar seratus dua puluh tahun untuk membangun bahtera itu. Selama masa itu dia harus menolerir kekecewaan karena pesannya yang tidak membuahkan hasil karena tidak ada yang mendengarkan Nuh. Malah dia menjadi bahan olokan orang banyak.

Terakhir, kita melihat juga Nuh memiliki satu kualitas yang menonjol, yaitu ia sangat taat  melakukan titah Allah. Tuhan yang merancang bahtera keselamatan tetapi kita harus membangunnya dan melakukan sesuai firman dan perintah-Nya. Kedua hal ini tidak dapat dipisahkan.

Itulah yang kita telah pelajari dari dua sesi yang lalu. Hari ini mari kita kembali melihat tentang Nuh.

 

Nuh hidup bergaul dengan Tuhan

Mari kita buka Kejadian 6:9 :

“Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.” (Kejadian 6:9)

Di sini Alkitab berkata bahwa Nuh mempunyai hal yang istimewa. Yaitu dia orang yang ” bergaul dengan Allah”. Apa yang dimaksudkan dengan ” bergaul dengan Allah”? Apa arti dari kalimat ini? Alkitab mengatakan ada dua orang yang hidupnya bergaul dengan Allah, yang satunya adalah Nuh, dan yang satunya lagi kakek buyutnya, Henokh. 

Mari kita membaca Kejadian 5:22-24 :

“Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, setelah ia memperanakkan Metusalah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. Jadi Henokh mencapai umur tiga ratus enam puluh lima tahun. Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah.” (Kejadian 5:22-24)

Henokh adalah kakek buyut dari Nuh. Ketika ayahnya Nuh, yaitu Lamek berumur 113 tahun, Henokh meninggalkan dunia ini. Jadi Lamek mempunyai kesempatan bersama Henokh. Dia mendengar dan melihat banyak hal tentang Henokh. Dan Nuh juga mendengar banyak cerita tentang kakek buyutnya, Henokh dari mulut ayahnya yaitu Lamek. Saya yakin kisah tentang Henokh mempunyai pengaruh yang mendalam bagi Nuh. Jadi, Henokh dan Nuh adalah dua orang di dalam Alkitab yang disebut sebagai yang bergaul dengan Allah.

 

Bergaul dengan Tuhan adalah Berkenan kepada-Nya

Lalu apa itu “bergaul dengan Allah”? Kata asli Ibraninya adalah berjalan bersama-sama dengan Allah.  Kemudian bagaimana mereka berjalan dengan Allah? Bukankah mereka tidak sedang bersama Allah di langit? Apakah mereka berjalan ke mana-mana di atas sebuah awan? Bagaimana kita menerapkan kalimat ini dalam kehidupan kita sekarang ini? 

Mari kita buka Ibrani 11:5-6

“Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah. Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” (Ibrani 11:5-6)

Kata “berkenan” muncul dua kali di sini. Henokh diangkat oleh Allah karena dia berkenan kepada Allah. Jadi apakah artinya “bergaul dengan Allah”? Itu berarti berkenan kepada Allah. Perjanjian Lama itu ditulis dalam bahasa Ibrani. Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Apabila Anda mempelajari Septuaginta Yunani yang merupakan penerjemahan dari kitab Perjanjian Lama yang dalam bahasa Ibrani, Anda akan menemukan bahwa kata “berkenan” di Kejadian ini adalah “berjalan bersama Allah”. Ketika para pendahulu kita menterjemahkan Perjanjian Lama ke dalam bahsa Yunani, mereka juga mengajarkan bahwa arti dari “berjalan bersama Allah” adalah “berkenan”. Berkenan kepada Allah.

Jadi, “berjalan dengan Allah” bukanlah sesuatu yang misterius. Hal ini merupakan suatu kualitas yang dimiliki Nuh sebagai seorang yang berkenan kepada Allah. Jika kita berusaha untuk berkenan kepada Allah, maka kita juga adalah orang yang sedang berjalan dengan Allah.

 

Bagaimana kita Berkenan kepada Tuhan?

Lalu, bagaimana kita dapat berkenan kepada Allah? 

Mari kita membaca Yohanes 8:29 :

“Dan Ia, yang telah mengutus aku, Ia menyertai aku. Ia tidak membiarkan aku sendiri, sebab aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.” (Yohanes 8:29)

Di sini kita melihat bahwa berkenan kepada Allah itu sangat penting. Yesus yang datang ke bumi dan menjadi seorang manusia yang juga bekerja keras untuk berkenan kepada Allah. Lalu, bagaimanakah untuk berkenan kepada Allah? Orang yang berkenan pada Bapa adalah orang yang melakukan sesuatu yang berkenan kepada-Nya. Sekarang kita kembali kepada persoalan tindakan. Hal-hal yang berkenan kepada Allah itulah yang kita lakukan; dan hal-hal yang tidak berkenan kepada Allah janganlah kita lakukan. Apabila kita menjalani hidup kita dengan cara ini, maka kita sedang berjalan dengan Allah. Jadi, berjalan dengan Allah bukanlah suatu hal yang misterius. Dan kita memang dapat menjalani hidup kita dengan melakukan hal-hal yang berkenan kepada Allah.

Seluruh Alkitab adalah wahyu dari Tuhan. Mari kita memahami hal apa yang berkenan kepada Tuhan dan hal apa yang tidak berkenan kepadanya. Apakah kita sedang melakukan hal yang berkenan kepada Allah? Alkitab berkata bahwa Allah itu kudus. Dia membenci dosa. Apakah kita menjauhkan diri kita dari dosa dan hidup kudus? Apa yang menjadi kepedulian kita dan hal yang kita pikirkan? Perkataan seperti apa yang sering kita ucapkan? Apakah sering tajam dan menyinggung, sering mengkritik orang dan menyakiti orang lain? Apa yang kita lakukan? Apakah kita masih melakukan dosa?

Alkitab berkata: ampuni pelanggaran sesama, jika tidak Bapa di surga juga tidak akan mengampuni pelanggaran kita. Dalam kehidupan kita apakah kita mengampuni orang lain? Seringkali kita menimbulkan banyak masalah dan sering menyakiti orang lain, terutama yang tinggal bersama kita. Semua itu adalah karena kita tidak dapat mengampuni. Pepatah Tionghoa berkata, “tidak terlambat bagi seseorang untuk membalas dendam dalam 10 tahun”. Kita memang dapat membenci sesama untuk 10 tahun! Orang yang menyakiti kita sudah lupa apa yang dia lakukan, tetapi kita masih mencari-cari terus kesempatan untuk membalas dendam. Tetapi apakah Anda dan saya ingin menjadi orang yang berkenan pada Tuhan? Jika ya, marilah kita kita mengampuni sesama.

Alkitab berkata, persembahkanlah tubuh kita sebagai persembahan yang hidup dan berkenan kepada-Nya. Dalam generasi sekarang in, kehidupan manusia sangat terbatas, hanya beberapa puluh tahun saja. Bagaimana kita menggunakan beberapa dekade ini? Banyak orang berkata, mari kita pensiun kemudian saya akan percaya kepada Allah atau melayani-Nya! Apakah sikap demikian akan berkenan kepada Allah?

Nuh sepanjang hidupnya melakukan hal yang berkenan kepada Allah. Dalam generasi itu semua orang berbuat dosa hanya Nuh yang bertahan menjadi orang benar. Hanya dia yang sempurna dan yang jauh dari dosa karena dia tahu Allah membenci dosa. Allah memberi perintah agar dia membangun satu bahtera, dan dia melakukannya persis dengan instruksi Allah. Dia tidak berkata, “Ah! membangun sebuah bahtera? Aku sedang sibuk dengan usaha dan pekerjaanku sekarang, bagaimana saya bisa? Dan hal itu adalah sesuatu yang akan terjadi 100 tahun kemudian, siapa yang tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari? Saya tidak punya waktu.” Nuh tidak bersikap demikian. Dia memberikan seluruh upaya untuk membangun bahtera ini. Dan dia tidak sedikitpun mengubah perintah Allah. Setelah satu tahun hidup di dalam bahtera, apakah hal pertama yang dia lakukan saat dia melangkah keluar? Dia tidak terburu-buru memilih tempat untuk dirinya sendiri atau membangun sebuah rumah untuk dia menetap. Namun hal pertama yang dia lakukan adalah membangun mezbah untuk Allah. Itu adalah satu sikap mengucap syukur. Jadi, Nuh orang yang selalu berkenan kepada Allah. Justru karena hal itu, Allah bermurah hati kepada Nuh dan menyelamatkannya. Perhatikan Alkitab tidak menyebutkan bahwa Nuh itu seorang yang berstatus, ataupun seorang raja segala raja. Kemasyhuran status manusia di dunia tidak ada artinya di mata Allah. Sebaliknya Allah sering mengangkat orang yang berstatus rendah. Yang terpenting adalah, apakah kita berkenan kepada Allah.

 

Kedatangan Yesus yang Kedua dibandingkan dengan apa yang Terjadi di Generasi Nuh

Dalam Perjanjian Baru, Yesus berkata dia akan datang untuk kedua kalinya. Tetapi pada waktu itu, kedatangannya adalah bersama dengan penghakiman. Dan Yesus membandingkan kedatangannya dengan apa yang terjadi di generasi Nuh. 

Mari kita membuka Matius 24:36-39

“Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri. Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia. Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia.” (Matius 24:36-39)

Anda akan mendapati ini aneh. Dalam Kejadian ketika Allah berbicara tentang generasi Nuh, Allah berkata bahwa mereka semua telah rusak. Dunia penuh dengan kekerasan. Sepertinya dunia sedang kacau, sedang dalam perang besar, seperti perang dunia I dan perang dunia II. Pasukan perang ada yang seperti kerasukan setan, membunuh dan membakar serta menjarah seluruh dunia. Dunia dalam kekacauan besar tidak ada orang yang terhindar. Seperti pada saat revolusi kebudayaan di China. Seluruh masyarakat seolah-olah sudah gila. Orang-orang dipukul dan disiksa di mana-mana. Pada waktu itu beberapa orang Kristen berpikir bahwa itu adalah waktu kedatangan Yesus. Tetapi kenapa di sini, Yesus berkata bahwa mereka masih makan dan minum, dan mereka tidak menyadari bahwa banjir telah datang? Tampaknya dunia sedang dalam keadaan damai-damai saja! Di manakah kekerasan?

“Kekerasan” tidak selalunya merujuk pada pembunuhan secara fisik. Kekerasan pada intinya adalah permasalahan hati, manusia bisa membunuh tanpa harus menumpahkan darah. Hati manusia sepenuhnya menjauh dari Allah, sama sekali tidak takut akan Allah dan penuh dengan ke tidak-benaran. Permasalahannya terletak di hati. Di era Nuh, terlihat seolah-olah ada damai. Manusia makan, minum, kawin dan mengawinkan. Mereka menikmati hidup yang bebas dari bencana alam maupun dari manusia. Mungkin mereka berpikir bahwa masa depan itu begitu cerah dan mereka benar-benar tidak terbayangkan akan datangnya air bah. Itulah sebabnya Alkitab berkata mereka tidak sadar akan hal itu, lalu banjir tiba-tiba datang dan menhanyutkan segalanya. Bahkan sebelum mereka sempat meresponi kedatangan air bah, mereka sudah tenggelam dalam arus banjir yang besar.

 

Tanpa Kesiagaan kita akan Jatuh

Pada permulaan Perang Dunia Kedua, Jerman menandatangani perjanjian persahabatan dengan Uni Soviet, kedua pihak membuat janji untuk tidak akan menyerang Uni Soviet. Karena itu, ketika Jerman tiba-tiba menyerang Uni Soviet, mereka benar-benar tidak siap. Bahkan, sebelum tentara Uni Soviet dapat merespon, mereka sudah terbunuh oleh tentara Jerman. Akhirnya tentara Jerman maju terus dan mengendara sampai ke kota Stalingrad. Hanya pada waktu itu, Uni Soviet mulai menggerakkan tentara mereka untuk melawan.

Tetapi pada waktu itu, setengah dari wilayah kekuasaan sudah jatuh ke dalam pendudukan musuh. Dalam hal ini, Napoleon Bonaparte dari Prancis jauh lebih cerdas. Dia berkata, “Sebagai seorang Jendral, tidak peduli pada waktu kapan saja, Anda harus siap untuk tahu bagaimana menghadapi musuh, apakah musuh sedang menyerang dari depan atau belakang, dari kiri maupun kanan.” Tidaklah mengherankan Napoleon adalah seorang anggota militer yang jenius dan tak terkalahkan. Sebaliknya, Stalin dari Uni Soviet telah lalai dalam tugasnya. Ia menyebabkan Uni Soviet kalah telak selama Perang Dunia Kedua karena mereka benar-benar tidak siap untuk perang apapun. Mereka tidak pernah berpikir bahwa musuh akan menyerang mereka.

Yesus sudah memperingatkan kita. Apabila dia datang kembali, keadaannya akan sama seperti di generasi Nuh ketika Allah mencurahkan air bah. Pada waktu itu, manusia benar-benar tidak siap dan mereka binasa dalam kondisi kacau balau. Seluruh angkatan punah begitu saja.

 

Apakah Tuhan Memberi Peringatan tentang akan datangnya Penghakiman?

Mungkin manusia akan bertanya: kenapa Allah melakukan hal semacam itu? Kenapa Allah tidak memberitahu kami terlebih dahulu? Jika Allah itu baik, kenapa Dia dengan tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan menghapus seluruh umat manusia?

Yahweh bukanlah Allah yang menyerang dengan tiba-tiba. Jika kita mempelajari Alkitab dengan seksama, kita akan dapati bahwa setiap kali sebelum Allah menghakimi, dia akan memberikan peringatan. Allah memberi waktu dan kesempatan dan menunggu manusia untuk bertobat. Di generasi Nuh, tahukah Anda berapa lama waktu yang diberikan kepada manusia?

Kejadian 6:3

“Berfirmanlah TUHAN: “Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja.” (Kejadian 6:3)

Yahweh memberi mereka waktu selama 120 tahun, lebih dari satu abad dan Dia menanti mereka untuk bertobat. Tetapi mereka tidak bertobat. Mereka menyia-nyia an kasih karunia. Ketika waktu habis, Tuhan tidak akan meberikan kesempatan lain lagi.

Yesus juga demikian. Dia datang dan memberitahukan pada dunia bahwa Kerajaan Surga sudah dekat dan kamu harus bertobat. “Aku akan datang untuk kedua kalinya untuk menghakimi dunia, kamu harus bertobat”. Sampai hari ini, 2.000 tahun telah berlalu. Dia sudah menunggu kita selama 2.000 tahun! Sudahkah manusia bertobat?

Jadi, bukannya Tuhan yang dengan sengaja menyerang kita secara tiba-tiba. Dia selalu memberikan kita waktu yang cukup. Tetapi apabila waktunya habis, Tuhan tidak akan memberikan kesempatan lain lagi. Pertanyaannya adalah manusia sudah diberikan cukup waktu tetapi mereka masih tidak siap. Akhirnya ketika Yesus datang kembali, kita masih didapati tidak siap dan berada dalam kondisi yang sangat canggung. Tetapi, sampai kepada akar permasalahnya, tanggung jawab siapakah ini?

 

Manusia tidak Mendengarkan

Ketika Yahweh memberi perintah kepada Nuh untuk membangun bahtera, Nuh dapat berkata, “Sejak zaman Adam sampai sekarang, sudah 1,500 tahun. Dan aku telah hidup selama 500 tahun, belum pernah ada air bah. Kenapa aku harus menghabiskan begitu banyak waktu, tenaga dan uang untuk membuat sebuah bahtera yang tidak ada nilainya sama sekali di generasi ini?” Ini juga merupakan pandangan orang-orang di generasi itu. Mereka tidak mau percaya firman Allah, mereka berpikir itu konyol jadi tidak ada seorangpun yang mengikuti Nuh. Seperti halnya sekarang ini, Yesus akan datang untuk menghakimi? Bagaimana hal itu mungkin? Dunia sekarang berkembang dengan baik, ada kedamaian, bagaimana bisa akan ada penghakiman? Tuhan itu datang dari mana? Mari kita menjalani hidup kita yang baik, tanpa keanehan dan tanpa terlalu banyak kecemasan yang tidak bedasar.

Jadi, kita benar-benar tidak memperhatikan peringatan dari Allah. Ketika kita melihat segala-sesuatu yang ada di hadapan kita, kita tidak melihat adanya sedikit pun bahaya. Mungkin kita baru merasa terdesak ketika kita berada di suatu negara yang sedang berperang. Namun itu juga tergantung seberapa jauh Anda dari medan pertempuran. Saya pernah bertanya kepada teman-teman saya orang Filipina. Tempat tinggal mereka di Manila. Saya berkata, “Apakah tempat tinggal Anda aman”? Saya mendengar ada pasukan gerilyawan yang berperang dengan pasukan pemerintah.” Lalu mereka berkata, “Jangan khawatir, tempat kami jauh dari situ. Kami sepenuhnya aman. Tidak ada masalah.” Jadi, bagi mereka setiap segi kehidupan mereka sangat damai. Mereka tidak perlu khawatir akan peperangan yang berada di tempat yang jauh. Itu sama sekali tidak mempengaruhi mereka.

Sebelum terjadinya peristiwa 9.11 di Amerika Serikat, orang-orang tidak merasa ada satu hal yang gawat. Namun secara mendadak, peristiwa ini menjadi fokus utama di seluruh dunia. Itu membuat kita sadar bahwa di negara yang sangat berkuasa seperti Amerika sekalipun, situasinya tidaklah aman. Mungkin suatu hari saya bisa tiba-tiba mati seperti mereka yang menjadi korban 9.11. Namun setelah satu tahun, kejadian ini mulai memudar dari ingatan kita. Segala sesuatu kini sudah damai, kita menjalani hidup seperti biasa dan kita tidak melihat adanya bahaya. Ada apa yang perlu dikhawatirkan?

Tanpa Iman kita akan dihanyutkan oleh Dunia dan tidak Siaga

Kita tidak melihat ada bahaya, ataupun hal yang darurat karena segala sesuatu di sekeliling kita berada dalam keadaan yang aman. Kita bisa makan, minum, kawin dan mengawinkan, seperti zamannya Nuh. Tetapi kenapa Nuh mau membangun bahtera? Mari kita buka Ibrani 11:7:

“Karena iman, maka Nuh dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya.”

Apa yang dilihat oleh Nuh dengan matanya tidak ada yang berbeda dari apa yang dilihat orang lain. Dia tidak melihat adanya tanda-tanda bahaya. Sekalipun, mata jasmaninya tidak melihat apa yang Yahwah katakan akan terjadi, dia melakukannya karena iman dan karena takut akan Tuhan. Akibatnya dia diselamatkan. Inilah iman. Jadi, kita diselamatkan oleh iman. Karena kita tidak dapat melihat sesuatu di masa depan, kita harus bergantung pada iman untuk melakukan sesuai dengan perintah Allah. Sekarang ini, apakah kita memiliki iman untuk mengikuti perintah Tuhan? Dan apakah mempersiapkan diri untuk kedatangan Yesus?

 

Apa yang menjadi Bahtera kita?

Lalu sekarang ini bagaimana seharusnya kita mempersiapkan diri? Bagaimana kita bisa selamat dari penghakiman Allah? Caranya adalah dengan membangun bahtera dan masuk ke dalam bahtera itu. Pada generasi Nuh, segala sesuatu di dalam bahtera itu, tidak peduli apakah manusia atau hewan, semuanya selamat. Tetapi bagi yang lain, mereka tidak mau masuk. Terakhir kali, kita membaca 2 Petrus 21:5, dikatakan di sana, Nuh memberitakan kebenaran. Kita melihat bahwa Nuh telah berkhotbah kepada orang-orang di sekitarnya tentang bahtera, tentang Tuhan yang akan mencurahkan air bah untuk menghakimi tetapi mereka tidak percaya. Dan ketika tiba waktunya untuk Tuhan mencurahkan hujan itu, Dia tidak lagi memberikan kesempatan. Perhatikan apa yang dikatakan dalam Kejadian, “Allah menutup pintu bahtera itu di belakang mereka.” Itu artinya Allah menutup pintu dan tidak memberikan kesempatan lagi kepada manusia untuk masuk.

Sekarang ini, apa yang harus kita lakukan? Di manakah bahtera kita? Perhatikan ukuran, kualitas dan lukisan bahtera yang harus dirancang oleh Allah. Kemudian Allah meminta manusia untuk membangunnya sesuai perintah-Nya. Apa yang dapat kita pelajari dari hal ini? Mari kita membuka di 1 Korintus 3:9-11

“Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah. Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus.” (1 Korintus 3:9-11)

 

Bahtera Mewakili Gereja 

Ini mengacu pada gereja. Allah telah merancang seperti apakah gereja seharusnya, dan kita kemudian membangunnya. Bahtera mewakili gereja sekarang ini. Yesus telah merancang cetak biru dari bahtera untuk kedatangannya yang kedua kali. Fondasinya adalah Yesus Kristus dan tidak ada fondasi ayng lain. Barangsiapa yang sedang melakukan perkataannya sedang membangun, sama seperti Nuh. Ketika Yesus datang kembali, semua orang yang berada di dalam bahtera akan diselamatkan.

Perhatikan bahwa yang bisa masuk ke dalam bahtera adalah mereka yang mengikut-sertakan diri dalam membangun. Seisi rumah Nuh harus mengikuti contoh yang Nuh berikan dan membangun bahtera itu sehingga mereka dapat masuk dan selamat. Jika kita ingin selamat dari penghakiman Yesus Kristus, kita harus mengikut-sertakan diri dalam membangun gereja. Dan ini bukan semacam bangunan berlantai 3 seperti yang di bangun Nuh, manusia itulah gereja. Kita harus mengikut sertakan diri dalam membangun manusia dan diri kita sendiri.

Sebenarnya lingkungan yang kita miliki jauh lebih baik karena adanya gereja. Sekalipun gereja mempunyai banyak masalah, banyak hal yang mengecewakan, tetapi setidaknya masih ada beberapa saudara dan saudari yang mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh. Kita dapat menolong satu sama lain dan saling mendukung satu dengan yang lain. Tetapi di generasi Nuh, ia seorang diri. Dia dapat bertahan untuk mencari Tuhan, bertahan untuk menjadi seorang yang benar, bertekad untuk membangun bahtera, itu sungguh bukan hal yang mudah.

Di dalam Kejadian, Lamek, ayah Nuh, berkata “Anak ini akan memberi kepada kita penghiburan dalam pekerjaan kita yang penuh susah payah di tanah……”

Jadi, mereka menamainya anak mereka, Nuh yang berarti istirahat dan penghiburan. Mereka tidak pernah berpikir hal istirahat yang Allah akan berikan merupakan penghakiman. Setelah penghakiman, seluruh generasi benar-benar beristirahat. Segala sesuatu menjadi sunyi. Jadi ada dua arti untuk kedatangan Yesus. Itu tergantung pada siapa Anda. Jika Anda benar, seperti Nuh, maka Anda akan mendapat istirahat dan keselamatan dari Allah; jika Anda jahat, maka akan terjadi adalah penghakiman dan kebinasaan.

 

Kesimpulan

Hal di atas adalah apa yang telah kita pelajari tentang Nuh hari ini. Mari kita membuat kesimpulan kecil. Hari ini kita melihat poin istimewa dari Nuh adalah dia “berjalan dengan Allah”.  Apakah artinya “berjalan bersama Allah”? Hal ini bukanlah sesuatu yang misterius. Itu berarti berkenan kepada Allah. Kita melakukan hal-hal yang menyenangkan Allah; dan kita tidak melakukan hal yang tidak berkenan kepada-Nya.

Yang kedua, Yesus membandingkan kedatangannya dengan penghakiman dalam generasi Nuh. Allah sudah memberikan kita 2,000 tahun untuk bertobat. Pada saat waktunya tiba, Yesus akan tiba-tiba datang ke bumi untuk menghakimi. Seluruh generasi akan berlalu.

Lalu bagaimana kita mempersiapkan diri untuk kedatangannya yang kedua kalinya? Bahtera itu mewakili gereja sekarang ini. Kita harus membangunnya sesuai komando Allah. Semua orang yang mengambil bagian dalam membangun manusia akan dapat masuk ke dalam bahtera dan diselamatkan pada akhirnya.

 

Berikan Komentar Anda: