Pastor Eric Chang | Matius 3:13- 17 | 

Hari ini, kita masuk ke Firman Allah di Matius 3:15, ayat yang disebut sebagai pernyataan resmi  pertama dari Yesus Kristus. Satu- satunya kalimat yang tercatat bagi kita sebelum ini adalah, “Aku harus berada di dalam rumah Bapa- Ku“, kalimat yang diucapnya sewaktu berumur 12 tahun. Semangat dari kalimat tersebut turut tercakup di Matius 3:15. Kita akan membaca seluruh paragraf dari Matius 3:13- 17:

Maka datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya. Tetapi Yohanes mencegah Dia, katanya: “Akulah yang perlu dibaptis oleh- Mu, dan Engkau yang datang kepadaku?” Lalu Yesus menjawab, kata- Nya kepadanya: “Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah.” Dan Yohanespun menuruti- Nya. Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas- Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: “Inilah Anak- Ku yang Kukasihi, kepada- Nyalah Aku berkenan.”


Mengapa Yesus tunduk kepada baptisan Yohanes?

Kata- kata di Matius 3:13- 17 ini merangkum intisari dari semangat, kepribadian dan arah tujuan pelayanan Yesus. Kata- kata tersebut mengandung prinsip rohani yang sangat penting yang menunjukkan rahasia dari kekuatan Yesus Kristus sebagai manusia dan Penebus kita.

Secara teologis sangatlah rumit membahas ayat ini. Akan tetapi saya akan berusaha untuk membahasnya dengan sederhana tapi jelas dan menghindari persoalan teologis yang bersifat teknis dan sangat rumit. Pertanyaan- teologis umumnya berkisar pada pertanyaan, “Mengapa Yesus perlu dibaptis oleh Yohanes? Jika dia tidak perlu dibaptis oleh Yohanes, mengapa dia tunduk kepada baptisan Yohanes? Baptisan Yohanes adalah baptisan pertobatan –  hal ini berulang kali dijelaskan di dalam Perjanjian Baru. Ketika seseorang bertobat atas dosa- dosanya setelah mendengar pemberitaan Yohanes tentang Kerajaan Allah, maka orang itu akan dibaptis sebagai tanda pembersihannya. Tanda bahwa dia telah diampuni oleh Allah dan telah dibersihkan dari dosa- dosanya. Pertanyaan yang timbul adalah, “Yesus tidak berdosa, mengapa dia memberi diri untuk dibaptis?” Mengapa dia perlu dibaptis? Jika dia tidak butuh dibaptis karena tidak ada dosa untuk dipertobatkan, lalu mengapa dia menerima baptisan ini? Inilah persoalan yang  akan membawa kita ke dalam suatu diskusi teologi yang sangat dalam.

Watchman Nee mencoba untuk memberi jawaban dari gambaran yang diberikan oleh baptisan, yaitu kematian dan kebangkitan. Menurut Nee, Yesus Kristus, dari awal pelayananya mau menunjukkan bahwa pelayanannya adalah pelayanan tentang kematian dan kebangkitan. Karena itu, Yesus memberi diri untuk dibaptis. Jawaban ini tentu tidak memuaskan karena satu hal. Watchmen Nee sedang memasukkan makna baptisan Kristen ke dalam baptisan Yohanes. Seorang ekspositor Firman Allah tidak boleh membiarkan dogma yang dianutnya mempengaruhi eksposisinya. Sangatlah penting bagi seorang penafsir Firman untuk berhati- hati, jujur dan tidak menarik pemahaman yang dikembangkan di kemudian hari dan menerapnya secara retrospektif. Dengan segala hormat kepada Watchman Nee, kita harus menegaskan bahwa baptisan Yohanes tidaklah sama dengan baptisan Kristen. Di bagian ini saudara Nee kurang teliti dan menerapkan makna baptisan Kristen ke dalam baptisan Yohanes. Kita harus ingat bahwa yang kita bicarakan di sini adalah baptisan Yohanes, bukannya baptisan Kristen. Dan dengan demikian memaksakan makna kematian serta kebangkitan ke dalam  baptisan yang dijalani oleh Kristus bukanlah eksegesis yang tepat.


Yesus Beridentifikasi dengan Manusia dalam dosa

Lalu, mengapa Yesus menerima baptisan ini? Penjelasan yang banyak diterima oleh teolog Barat adalah dalam rangka untuk beridentifikasi dengan manusia berdosa. Sejauh ini penjelasan itu cukup tepat. Uraian ini mendapatkan pembenaran di dalam jawaban Yesus ketika Yohanes Pembaptis berusaha mencegahnya, “Karena demikianlah yang sepatutnya bagi kita” (It is fitting for us). Dia tidak berkata, “Demikianlah sepatutnya bagi aku,” melainkan, “Demikianlah sepatutnya bagi kita”. “Kita” berarti Anda dan saya. Dengan memakai kata ‘kita,’ Yesus beridentifikasi dengan Yohanes Pembaptis dan umat manusia secara umum. Dia beridentifikasi dengan umat manusia yang berdosa. Ia tidak malu menyebut mereka saudara (Ibr. 2:11). Kita adalah orang- orang berdosa dan dia beridentifikasi dengan kita.

Saya ingin masuk ke aspek yang praktis dan melihat apakah ada prinsip rohani yang bisa kita pelajari dari sini. Sesungguhnya, tidakkah Yesus dapat beridentifikasi dengan kita tanpa harus melewati baptisan? Saya pikir pasti bisa, karena untuk beridentifikasi dengan kita, dia tidak semestinya harus dibaptis, bukankah begitu?  

Pikirkan. Yesus, Anak Allah lahir ke dunia untuk mati bagi kita. Satu- satunya jalan bagi dia untuk bisa melaksanakan ini adalah dengan menjadi pribadi yang tanpa dosa. Dan dia memang tanpa dosa. Dia menjalani hidupnya sampai dengan usia sekitar tiga puluhan tahun dalam keadaan tanpa dosa. Lalu ada Yohanes Pembaptis, tokoh yang agak aneh, yang mengenakan pakaian dari kulit binatang dan memakai sabuk kasar di pinggangnya. Ia hidup di padang gurun dan memakan madu dan belalang –   menu yang tidak mengundang selera makan kita. Gambaran seorang yang agak kumuh, berambut panjang, dan mukanya tidak pernah dicukur karena dia adalah orang nazir sejak lahir. Jadi dia terlihat seperti orang liar. Dia berkhotbah di padang gurun, tidak menggabungkan diri dengan masyarakat yang penuh dosa. Dia adalah pribadi yang sangat mempesona –  seorang nabi Israel, orang- orang Israel sudah tidak memiliki nabi selama 400 tahun. Tak heran jika orang ini sempat menimbulkan sedikit kegemparan. Akan tetapi dia sendiri mengakui, bahwa bukan saja dia bukan Mesias, tapi dia bahkan tidak layak untuk menjadi hamba Mesias. Dia memandang dirinya hanya sebagai seorang hamba yang mempersiapkan jalan bagi sang Mesias. Saat melihat Yesus, dia mengenali Yesus sebagai orang yang kebenarannya jauh lebih besar daripadanya. Ketika Yesus datang kepadanya, dia berkata, “Aku seharusnya tidak membaptiskan Engkau. Engkau tidak semestinya tunduk di bawah baptisan dan pelayanan- ku. Seharusnya akulah yang tunduk kepadamu, tunduk di bawah pelayananmu.” Dia menyadari bahwa Yesus jauh lebih besar daripadanya. Lalu mengapa yang lebih besar tunduk kepada yang lebih kecil? Itulah pertanyaannya.


Roh Kristus: Yang lebih Besar Tunduk kepada yang lebih Kecil

Pengajaran Yesus di ayat- ayat ini menunjukkan kepribadian dan semangat yang ada di dalam dirinya. Seandainya saja kita bisa menangkap semangat yang ada di dalam Yesus. Studi tentang Alkitab sebenarnya adalah usaha untuk masuk ke dalam jiwa atau semangat yang ingin ditampilkan oleh Allah kepada kita. Tetapi sayangnya, kita terlalu sering hanya terpaku pada kata- kata, sehingga gagal memahami semangat yang mendasari firman itu. Rasul Paulus berkata, sebab hukum yang tertulis mematikan (dan memang bisa mematikan), tetapi Roh menghidupkan (2 Kor. 3:6). Anda bisa mempelajari Perjanjian Lama sedemikian rupa sehingga Perjanjian Lama itu mematikan Anda. Atau Perjanjian Lama dapat dipelajari sedemikian rupa sehingga Roh Allah di dalam Perjanjian Lama bisa menghidupkan Anda. Apakah semangat yang ditampilkan di sini? Dapatkah Anda melihat keindahannya? Yang lebih besar tunduk kepada yang lebih kecil. Itulah pola baku dari pelayanan Yesus –  yang lebih besar tunduk kepada yang lebih kecil. Yesus bisa dengan mudah berkata, “Ini adalah baptisan pertobatan. Adakah dari antara kamu yang  bisa menyatakan dosaku? Kamu mengakui bahwa aku tidak memiliki dosa, jadi aku tidak butuh baptisan ini.” Tetapi tidak, Yesus menundukkan diri pada semua ketetapan Allah. Dia akan menundukkan diri jika itu merupakan ketetapan Allah.

Bandingkan semangat yang terkandung di dalam ayat- ayat ini dengan semangat kebanyakan orang Kristen. Sering kali, orang Kristen akan berkata, “Ya, aku percaya kepada Yesus. Tapi mengapa aku perlu dibaptis? Aku tidak butuh baptisan.” Kontras yang sangat menyolok! Yesus, yang benar- benar tidak membutuhkan baptisan dari segi kewajiban legal, tetapi memberi diri untuk dibaptis. Tetapi orang- orang berdosa malah tidak merasa perlu untuk dibaptis. Bagi mereka baptisan itu tidak penting. Dapatkah Anda melihat kontras di antara kedua semangat itu, di antara sikap- sikap tersebut? Perbedaan yang sungguh luar biasa! Orang yang tidak membutuhkan baptisan ternyata memberi diri untuk dibaptis. Dan mereka yang benar- benar membutuhkan baptisan justru tidak memandang bahwa baptisan itu penting bagi mereka. Mereka belum mengerti semangat Kristus. Dapatkah Anda melihat semangat itu? Inilah penyakit utama gereja zaman sekarang –  penolakan untuk tunduk.

Penolakan untuk tunduk adalah alasan mengapa ada begitu banyak orang Kristen yang tanpa kuasa. Mereka tidak ada sukacita dan keengganan untuk tundak merupakan alasan mengapa Allah tidak dapat memakai mereka. Para istri senang bertanya, “Kita hidup di abad 20, mengapa aku harus tunduk kepada suami- ku? Hal itu hanya berlaku pada zaman Paulus, tetapi kita sekarang hidup di zaman pencerahan.” Kita sekarang setara.

Ini adalah persoalan mendasar pada watak manusia –  ada sesuatu di dalam kepribadian kita yang menolak untuk tunduk, yang selalu saja membantah. “Mengapa hal ini perlu? Mengapa yang itu penting? Mengapa Allah membuat ketetapan ini? Tidak adil jika istri harus tunduk kepada suami. Mengapa bukan suami saja yang tunduk kepada istri? Tidak adil kalau saya harus tunduk kepada orang ini di gereja. Atau, mengapa orang ini yang menjadi penatua dan saya tidak menjadi penatua? Saya yakin bahwa saya masih lebih baik dalam segala hal dibandingkan dengan orang ini tetapi dia yang ditunjuk menjadi penatua dan saya tidak. Ini tidak adil.” Anda lihat, apa yang kita maksudkan sebagai keadilan sebenarnya adalah keengganan kita untuk tunduk dan kita memakai keadilan sebagai alasan tidak tunduk. Anak perempuan saya sangat mahir dalam hal ini. Dia selalu mengajukan pertanyaan tentang keadilan ini. “Itu tidak adil! Mengapa aku harus segera tidur sedangkan ayuh boleh tetap bangun?” Jika Anda mencoba untuk menjelaskan bahwa karena dia masih anak kecil, maka dia akan berkata, “Itu tidak adil buat anak kecil.” Jika Anda mencoba untuk menjelaskan bahwa anak- anak membutuhkan lebih banyak tidur ketimbang orang dewasa, maka dia akan memandang hal itu sebagai ketidakadilan juga.


Rahasia Kekuatan Rohani Yesus

Kita harus belajar dari semangat Yesus Kristus. Ia tidak berkata kepada Yohanes Pembaptis,

“Aku lebih besar darimu. Mengapa Aku harus tunduk pada baptisan- mu?” Justru sebaliknya, ketika Yohanes Pembaptis sendiri menolak, Yesus berkata, “Yohanes, terimalah hal itu. Sekalipun sekarang ini engkau tidak suka pada ide penundukan aku, terimalah hal itu sama seperti yang lainnya. Biarkan aku dibaptis olehmu.” Oh, sungguh menyentuh hati! Yang lebih besar tunduk dan memohon pada yang lebih kecil untuk menerimanya di dalam pelayanannya yang lebih kecil itu. Kalau kita bisa belajar dari semangat itu, maka kita akan bisa memahami semangat dari Filipi pasal 2 yang merupakan intisari dari seluruh Kristologi (doktrin mengenai Pribadi Kristus di dalam Perjanjian Baru).

Mari kita melihat pada Filipi 2:5- 11. Paulus membuka uraian tentang Kristus dengan penekanan pada penerapan praktis, bukan teologis,

“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, memiliki pikiran dan perasaan yang ada dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus [dirampas], melainkan telah mengosongkan diri- Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri- Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada- Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan (Lord),” bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Pahamilah rahasia kekuatan rohani ini. Mengapa Yesus mendapat Nama di atas segala nama? Karena dia menolak untuk mencari kemuliaan bagi dirinya sendiri. Dia merendahkan dirinya. Yesus tidak berkata, “Layakkah engkau membaptis aku. Akulah Tuan dan kamu itu hamba.” Tetapi dia meminta kepada hamba Allah, Yohanes Pembaptis, agar dia bisa diterima dalam pelayanan sang hamba. Ini adalah hal yang sangat menyentuh hati saya.


Yesus tidak takut disalah- pahami

Dalam menjalankan hal yang satu ini, Yesus membiarkan dirinya terbuka untuk kesalahpahaman. Kesalahpahaman yang sangat serius sehingga mungkin bisa melumpuhkan pelayanannya.  Apa yang saya maksudkan? Dia bisa saja disalahpahami sebagai mengakui dirinya sebagai orang berdosa, sama seperti orang lain yang datang untuk dibaptis Yohanes Pembaptis. Dia menempatkan diri- nya di antara para pendosa! Orang mungkin akan berkata, “Yah, jika engkau menerima baptisan Yohanes, mungkin lebih baik kalau kami belajar dibawah kaki Yohanes karena engkau mengakui kebesaran Yohanes dengan menerima baptisannya.”  Murid- muridnya, jika Yesus pada saat itu sudah mempunyai murid, bisa dengan mudah berpaling dan berkata, “Nah, kami akan mengikut Yohanes.” Atau bisa saja orang banyak tidak mau mendengar pemberitaannya karena kesalahpahaman ini. Tindakannya memang terlihat seperti mengakui bahwa dia adalah orang berdosa karena dia menerima baptisan pertobatan. Tetapi Yesus tidak takut disalahpahami.

Pahami juga bahwa dalam melayani Yesus Kristus, Anda juga akan menghadapi kesalahpahaman. Sekalipun motivasi Anda murni, Anda tetap akan disalah- pahami. Khotbah Anda bisa disalah- pahami sekalipun niat Anda baik.

Saya memasang ayat dari Yohanes 10:3- 4 di kamar mandi di rumah saya, “Domba- domba- Ku mendengar suara- Ku dan mereka mengikut Aku”. Ayat ini tercatat indah di bawah hiasan gambar pegunungan Swiss berikut domba- domba, saling beriringan. Doa saya adalah, “Bapa, tolonglah agar aku selalu menjadi domba- Mu yang selalu mendengar suara- Mu dan mengikut Engkau.” Gara- gara gambar ini, seorang pembuat masalah di Jemaat memfitnah saya dengan berkata bahwa saya mau membuat para jemaat mengikuti saya dengan menempatkan tulisan tersebut di kamar mandi saya. Tidak banyak orang yang mengguna kamar mandi saya yang terletak di lantai atas rumah saya. Tapi perlu saya katakan betapa saya sangat terpana dengan tuduhan tersebut. Begitu mudahnya jalan pikiran orang terpelintir! Niat seperti itu jelas tidak pernah terlintas di pikiran saya! Saya tidak pernah memimpikan hal semacam itu. Lagi pula, jika Anda menempatkan tulisan tersebut di kamar mandi Anda, jelaslah bahwa itu tidak ditujukan untuk dibaca oleh orang banyak. Tulisan itu ditempatkan di sana untuk mengingatkan saya setiap hari, saat saya mencuci muka, bahwa saya harus mendengarkan suara- Nya hari itu dan terus mengikut Dia sepanjang hari itu. Untuk menyerang Anda, ada saja orang yang akan menyerongkan apa yang Anda kerjakan dengan setulus hati.  Jangan membiarkan hal itu menggelisahkan Anda. Jangan sampai Anda menjadi kecil hati karenanya. Yesus Kristus sendiri tidak pernah takut untuk disalahpahami.

Seorang saudara yang terkasih di New York baru- baru ini merasa sangat kecewa karena ketika dia menyampaikan khotbahnya, ternyata khotbah itu dipelintir dan dipakai untuk menyerang dia.  Ketika saya mau berangkat, saya menelponnya dan berkata, “Saudara, jangan tawar hati. Lakukanlah apa yang benar di hadapan Tuhan tanpa memedulikan apa pandangan orang lain. Anda hanya perlu mengikut Tuhan. Jangan khawatirkan yang lain.” Demikianlah, Yesus Kristus membiarkan dirinya terbuka bagi kesalahpahaman di dalam menerima baptisan tersebut. “Aha! Jadi Engkau telah menerima baptisan Yohanes. Jadi Engkau mengakui diri sebagai seorang berdosa, bukankah begitu?” Tidak, dia tidak sedang mengakui diri sebagai orang berdosa walaupun dia menerima baptisan Yohanes. Dia merendahkan dirinya untuk menerima pelayanan dari yang lebih kecil. Sekalipun Yohanes Pembaptis mengetahui kebesarannya, tetapi Yesus meminta agar diterima di dalam pelayanan Yohanes dan dibaptis. Renungkan hal itu baik- baik.  Anak Allah datang untuk dibaptis di tengah orang- orang berdosa. Dan Yesus tidak takut disalahpahami?

Namun bagi Yesus, itu bukan masalah. “Aku akan menerima baptisan ini karena aku mau menggenapi semua kebenaran.” Yesus sangat peduli pada kebenaran. Sudahkah Anda memiliki hati yang tunduk seperti ini? jika belum, janganlah masuk ke dalam pekerjaan Tuhan karena tidak akan ada masa depan buat Anda. Yesus tidak akan pernah dipakai oleh Allah untuk menjadi Juruselamat dunia jika dia tidak masuk ke dalam pelayanan ini dengan sikap hati yang tunduk sepenuhnya kepada Allah dan kepada hambanya,  Yohanes Pembaptis. Walaupun Yohanes lebih kecil daripada- nya, tetapi dia tetap adalah seorang hamba Allah. Marilah kita pelajari sikap hati yang tunduk ini jika kita mau melayani Allah. Dengan demikian kita akan mengalami kepenuhan dan kuasa di dalam kehidupan Kristen kita.

Saya tersenyum jika mengenang saat ketika saya diundang untuk berkhotbah dalam sebuah KKR oleh teman yang dari Gereja Karismatik sewaktu saya berada di Inggris sekitar dua tahun yang lalu. Saya menerima undangan itu. Dan Firman Allah diterima dengan sangat terbuka, saya juga dilayani dengan sangat luar biasa. Kemudian, salah satu saudara di dalam KKR tersebut mengundang saya untuk tinggal di rumahnya ketika dia mengetahui bahwa saya belum mendapatkan tempat menginap di London saat itu. Dia berkata, “Mari tinggallah di rumah saya.” Setelah bersusah payah membawa saya ke rumahnya, saudara yang terkasih ini berkata, “Anda tahu, saya ingin melayani Anda dengan cara yang lain.” Saya berkata, “Saya senang jika Anda mau melayani saya.” Dia berkata, “Saya ingin mendoakan Anda sambil menumpangkan tangan.” Saat dia menyampaikan usulan tersebut, seorang kawan saya yang lain sangat marah. Saya tersenyum melihat kemarahannya. Kawan saya itu –  baik saudara yang ingin mendoakan saya maupun kawan saya itu keduanya berprofesi sebagai dokter dan mereka sangat berdedikasi pada pekerjaan Tuhan –  menegur saudara ini dan berkata, “Berani sekali Anda mengusulkan untuk berdoa dan menumpangkan tangan padanya! Usulan ini sama seperti Timotius sedang berkata kepada Paulus, ‘Aku ingin mendoakan dan menumpangkan tangan padamu.’ Sungguh tak terbayangkan! Usulan yang sangat arogan!”

Yah, saya tidak mengerti kenapa kawan yang satu ini menilai saya setinggi itu dan membuat perbandingan tentang Paulus dan Timotius, karena saya sendiri tidak merasa bahwa saya berada dalam kedudukan Paulus dan saudara yang memberikan usul itu dalam kedudukan sebagai Timotius. Mungkin kedudukannya justru malah terbalik. Apapun alasannya, kawan saya itu menilai bahwa usulan saudara tersebut untuk berdoa dan menumpangkan tangan pada saya terlalu arogan.

Kemudian saya berkata, “Silakan, silakan berdoa dengan menumpangkan tangan pada saya. Saya senang jika Anda mau melakukannya.” Kemudian saudara ini melakukannya. Dan bagi saya, adalah suatu berkat yang luar biasa karena adanya orang yang mau melayani Tuhan dengan cara seperti itu. Dan saya dengan senang hati menundukkan diri saat dia menumpangkan tangannya. Sungguh kejadian yang indah.

Demikianlah, kita harus belajar sikap hati yang bersedia untuk menundukkan diri ini. Kita tidak boleh memelihara sikap yang berkata, “Nah, aku adalah seorang pendeta dan seorang hamba Allah. Engkau mungkin mengasihi Tuhan akan tetapi engkau bukanlah seorang pendeta, engkau bukanlah seorang hamba Allah dalam pengertian pelayan full- time. Berani sekali engkau mau berdoa dan menumpangkan tangan ke atas- ku?” Mungkin ada orang yang akan tersinggung menghadapi usulan seperti ini. Tetapi Allah melarang kita berpikir seperti itu. Karena jika Roh Tuhan menggerakkan dia untuk mengusulkan berdoa sambil menumpangkan tangan kepada saya, maka saya akan tunduk dengan senang hati. Marilah kita belajar sikap hati yang menundukkan diri yang tidak berpikir, “Aku lebih besar daripada kamu.” Yesus Kristus mungkin boleh berpikir seperti itu akan tetapi kita tidak boleh berpikir seperti itu. Marilah kita selalu berdoa dan memperlakukan orang lain sebagai orang yang lebih baik daripada kita. Inilah sikap hati yang menundukkan diri. Perhatikanlah kerendahan hati Yesus saat dia datang kepada Yohanes Pembaptis. Dia rela datang kepada Yohanes Pembaptis dan minta untuk dibaptis. Sungguh luar biasa sekali! Semakin saya renungkan –  Anak Allah menerima baptisan dari seorang yang berdosa –  semakin saya merendahkan diri!

Yohanes Pembaptis adalah seorang hamba Allah yang besar akan tetapi dia memiliki  kekurangan yang serius, jika saya diperkenankan untuk menyebutnya demikian, karena Alkitab menyebutkan hal itu juga. Di dalam Matius pasal 11, perhatikan bahwa keteguhan rohani Yohanes mulai sirna. Memang mengecewakan, akan tetapi hal itu terjadi. Di Matius 11:2, ketika Yohanes berada di dalam penjara, dia terlihat goyah dan kemudian mengirimkan utusan kepada Yesus untuk bertanya, “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” Apa! Hamba Allah yang besar ini, Yohanes Pembaptis mulai goyah; dia mulai meragukan Yesus pada saat yang menentukan sehingga Yesus harus berkata di dalam ayat 6, “Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.” Pada waktu itu, Yohanes Pembaptis sedang menderita di dalam penjara. Mungkin dia berharap bahwa Yesus akan membuka pintu penjara dan membebaskannya. Mengapa Yesus tidak menolong Yohanes Pembaptis? Yesus tidak bertindak dan Yohanes Pembaptis merasa kecewa. Ya, bahkan hamba Allah yang besar ini juga memiliki kelemahan dan kekurangan.

Namun perhatikan bahwa penilaian Yesus terhadap Yohanes Pembaptis tidak berubah. Di Matius 21:25, Yesus masih memperlihatkan penilaian yang tinggi kepada Yohanes Pembaptis sekalipun dia sudah mulai goyah. Yesus masih menyebutkan Yohanes Pembaptis sebagai seorang hamba Allah yang besar dan penuh kuasa. Yesus tidak menilai kita dari kelemahan dan kegagalan kita. Bukankah ini luar biasa? Demikianlah, Yesus datang kepada Yohanes Pembaptis bukan karena Yohanes Pembaptis adalah seorang yang hebat dan tidak pernah gagal. Alkitab memberitahu kita dengan terus terang bahwa Yohanes Pembaptis, orang besar itu, goyah dan sedikit sebanyak gagal di saat akhir. Bukannya dia telah mengalami kegagalan total, tetapi dia telah mengalami keraguan. Namun tetap saja Yesus datang kepada orang ini dan tunduk kepada pelayanannya. Dan Yesus menundukkan diri ke dalam pelayanan Yohanes Pembaptis, bukan karena Yohanes Pembaptis adalah orang hebat yang tanpa tanding , tanpa kesalahan dan tanpa kegagalan. Bukan sama sekali! Melainkan karena Yohanes adalah seorang hamba Allah dan ketetapan Allah digenapi lewat baptisan Yohanes.

Lalu bagaimana dengan resiko disalahpahami? Jika kita melangkah bersama dengan Allah, percayakanlah pada- Nya untuk mengatasi segala kesalahpahaman. Percayalah bahwa Dia akan menanganinya.  Dan itulah yang Dia kerjakan. Apa yang terjadi ketika Yesus keluar dari air setelah Dia dibaptis? Suara dari langit berkata, “Inilah Anak- Ku yang Kukasihi, kepada- Nyalah Aku berkenan. Allah berbicara! Allah memeteraikan Yesus. Mengapa? Karena Yesus menundukkan diri sepenuhnya sebagai hamba kepada seorang hamba Allah.

Yesus Kristus tidak pernah menyuruh orang untuk mengerjakan hal yang dia sendiri tidak pernah kerjakan. Ingatlah hal ini baik- baik. Saat Yesus menyuruh orang bertobat, dia sendiri telah tunduk kepada baptisan pertobatan. Pertobatan berarti perubahan cara berpikir yang total. Yesus tidak perlu mengubah cara berpikirnya secara total dalam kaitannya dengan dosa akan tetapi dia memang melakukan perubahan di titik ini. Sejak saat itu, dia melepaskan pekerjaannya sebagai seorang tukang kayu, dia meninggalkan rumahnya dan melakukan perubahan yang mendasar. Dia pergi memberitakan Injil. Saatnya telah tiba.


Kebenaran digenapi lewat penundukan terhadap kehendak Allah

Inilah hal penting yang menandai seluruh pelayanan Yesus. Dia tidak sekadar memberitakan dengan kata- kata saja tetapi dengan hidupnya. Penundukannya terlihat saat Ia merendahkan diri kepada seorang hamba Allah yang jauh lebih kecil dirinya. Dia memberi dirinya untuk menggenapi seluruh kebenaran. Kebenaran adalah pokok yang utama. Apa definisi kebenaran? Bagaimana Anda menggenapi kebenaran? Kebenaran akan digenapi hanya lewat penundukan diri yang sepenuhnya pada Allah dan ketetapanNya, juga pada Gereja, umat dan hamba- hambaNya.

Ini adalah sesuatu yang harus dipelajari karena segenap keberadaan diri kita memberontak terhadap hal ini. Kita mau menonjolkan diri. Kita mau menjadi yang nomor satu. “Memikirkan yang nomor satu” berarti memikirkan tentang diri Anda sendiri. Manusia duniawi memandang dirinya sendiri sebagai yang nomor satu. Yesus menundukkan dirinya pada setiap lembaga dan ketetapan Allah. Ini dapat dilihat, misalnya, sekalipun Yesus tanpa dosa, dia tetap mengambil bagian di dalam perayaan Paskah, bukankah ini hal yang luar biasa? Sekalipun dia adalah Penebus, namun Maria tetap mempersembahkan korban penebus dosa –  penebusan bagi anak sulung. Dia memenuhi segala ketetapan Allah. Jika Anda memberi diri dalam baptisan pertobatan sekalipun Anda tidak mempunyai dosa, penyerahan diri itu tidak membuat Anda menjadi berdosa. Apakah Anda menjadi berdosa karena itu? Tentunya tidak. Justru yang terlihat adalah ketaatan Anda pada kehendak Allah. Pelajarilah rahasia ini. Kedengarannya  memang sangat sederhana. Praktekkanlah di dalam hidup Anda dan Anda akan mengalami sukacita, kuasa, dan persekutuan yang baru dengan Allah.

Orang- orang sering bertanya, “Apakah rahasia Anda sehingga kelihatannya Allah itu nyata bagi Anda, Allah itu hidup bagi Anda?” Tunduk kepada segala ketentuan dari Allah dengan segenap hati, dan tunduk scara total dan sepenuhnya kepada Dia. Rahasia itu begitu sederhana, mungkin susah untuk dijalankan, akan tetapi sangat sederhana. Anda akan mendapati bahwa jika Anda menjalankan ini, akan ada kuasa di dalam hidup Anda, akan ada sukacita dalam persekutuan dengan Allah. Allah menjadi sangat nyata di dalam hidup Anda.

Bagaimana Allah menjawab doa? Mengapa Dia menjawab sebagian, bukan sekaligus semuanya? Yah, ada banyak jawaban, namun salah satu jawabannya ada di sini. Dapatkah Anda berkata bahwa hidup yang Anda jalani adalah hidup yang taat sepenuhnya kepada Allah? Cobalah hidup dalam penundukan diri dan Allah akan menjawab bahkan lebih dari yang bisa Anda minta dan bahkan melampaui harapan Anda.  Dia akan melingkupi Anda dengan kebaikan- Nya saat Anda hidup dalam penundukan diri kepada- Nya. Firman Allah bisa diuji, dibuktikan, mengenai benar atau salahnya. Saya tidak memberitakan Injil yang teoritis melainkan Injil yang bisa langsung diuji kebenarannya. Allah itu nyata karena jika Anda mengikut di jalan- Nya, Anda akan melihat bahwa Dia itu benar.

 

Berikan Komentar Anda: