Cheryl McGuiness |
Saat saya berusia 16 tahun, saya bertemu Tom dan kami jatuh cinta. Tom adalah kekasih saya sejak SMU, walaupun 24 tahun sudah berlalu, namun rasanya seperti baru kemarin kami bertemu. Dia membuat saya terasa begitu istimewa!
Kami bernikah; kami yakin kami akan hidup bahagia selamanya. Tom menjadi pilot dan karir saya sendiri berkembang dengan baik. Kami dikaruniakan dua anak. Tom adalah ayah yang baik kepada Tommy dan Jennifer.
Tom dan saya adalah Pemimpin Pendalaman Alkitab di gereja. Tom seorang pembicara yang bagus dan sangat senang mempelajari Alkitab. Saya sering dikagumkan dengan caranya menyampaikan firman Tuhan dan bagaimana untuk menerapnya dalam kehidupan seharian. Keluarga kami mengalami banyak sukacita, damai dan kepuasan yang memenuhi seluruh aspek kehidupan kami. Segala sesuatu baik-baik saja. Saya seorang wanita biasa yang menjalani hidup yang bahagia. Tak terbayangkan di benak saya bahwa kehidupan kami yang nyaman itu akan segera berakhir.
Pada tanggal 11 September, Tom berpamitan untuk ke bandara. Dia adalah pilot American Airlines dengan nomor penerbangan 11 yang terbang dari Boston ke LA pada hari itu. Setelah kembali dari mengantar anak-anak ke sekolah, saya menuangkan kopi panas, mengambil selimut dan Alkitab dan duduk di beranda belakang untuk bersaat teduh. Suasana sangat sepi dan saya baru saja selesai berdoa saat telpon berdering. Seorang teman bertanya apa Tom ada di rumah. Dan setelah itu telpon rumah terus berdering dan semuanya bertanyakan tentang Tom. ‘Tom tidak di rumah, ada apa?” Dengan agak ragu, teman Tom berkata, ‘Sebuah pesawat telah disandera.’ Saat saya masih bingung tentang apa yang terjadi, anak-anak di sekolah sudah mendengar kabar tentang pesawat yang disandera dan mereka menelpon bertanyakan ayah mereka.
Rumah saya segera dipenuhi oleh banyak orang. Teman-teman berdoa bersama saya sampai pihak American Airlines datang ke rumah dan memberitahu saya secara resmi bahwa bukan saja pesawatnya sudah disandera tapi pesawat itu sengaja diterbangkan untuk menabrak World Trade Center. Saya histeris. Saya berteriak, “Tidak Tuhan, janganlah memanggil Tom pulang, tolonglah.” Dengan segenap kekuatan saya terus memohon kepada Allah. Namun saya harus menghadapi kenyataan pada akhirnya.
Saat berhadapan dengan anak-anak saya tidak tahu harus berkata apa melainkan, “Tuhan sudah memanggil ayah pulang ke rumah.” Kami berpelukan dan menangis dan saya memberitahu mereka bahwa Allah akan bersama kita. Berita tentang kematian Tom sangat menggoncang dan meremukkan kami. Kehidupan kami selamanya berubah.
Saya bergumul dengan pertanyaan yang paling sulit. Mengapa hal ini terjadi? Mengapa Tom? Dan juga mengapa saya? Bagaimana dengan anak-anak? Bagaimana dengan masa depan kami?
Banyak orang yang bertanya bagaimana saya melewati semuanya itu.
Setiap hari saya meminta Tuhan untuk berjalan bersama saya, menunjukkan pada saya apa yang Dia mau saya lakukan dan untuk memberi saya kekuatan dan keberanian untuk melakukannya. Allah memang melakukannya, namun itu tidak berarti segalanya mudah. Setiap orang yang pernah kehilangan orang yang disayangi tahu apa yang saya katakan.
Namun hanya Allah yang dapat mengeluarkan saya dari lembah keputus-asaan. Melewati kehidupan tanpa Tom sangatlah menantang, tapi saya menemukan bahwa kuncinya terletak pada doa. Doa saya sangat sederhana, saya hanya berseru kepada Tuhan untuk merangkul saya, menenangkan saya, menguatkan saya dan membantu saya. Saya meminta Allah untuk membantu saya beradaptasi menjadi ibu tunggal dan seorang janda. Ada hari-hari di mana saya hanya bersujud di hadapan Allah dan menangis di hadapannya. Saya tahu bahwa Tuhan mendengarkan saya.
Suatu hari saat mengantar anak-anak ke sekolah, Jennifer berkata, “Ma, saya sangat bersyukur bahwa mama tidak marah pada Allah.” Saya menjawab, “Saya juga bersyukur karena kamu juga tidak marah dengan Tuhan.” Jennifer mengangguk, “Saya tahu Allah tidak mengakibatkan hal ini untuk terjadi. Allah sedang membantu kita melewatinya. Allah adalah kekuatan saya.” Di suatu malam, saya menangis sendirian di kamar dan Tommy memeluk saya dan berkata, “Ma, semuanya akan baik-baik saja. Kehidupan kita di dunia ini sangat singkat. Kehidupan kita dengan Papa nanti akan buat selama-lamanya.”
Tiga bulan sebelum peristiwa 9/11, saya sempat berbicara kepada Tom tentang seorang teman yang kehilangan istrinya. Saya memberitahu Tom bahwa jika sesuatu terjadi kepadanya, saya rasa saya tidak dapat melanjutkan kehidupan saya. Tom berkata kepada saya untuk percaya pada Allah jika sesuatu terjadi padanya dan tetap bersekutu dengan teman-teman di gereja.
Banyak orang yang juga pernah mengalami rasa sakit yang sama. Walaupun saya mau musim ini berlalu, namun saya tahu bahwa kehidupan ini suatu perjalanan. Allah memberi setiap dari kita pengalaman dan kesempatan yang tertentu untuk mengembangkan keahlian, kemampuan dan yang paling penting, karakter kita. Kita harus merangkul kesempatan dan peran yang telah diberikan pada kita. Kita perlu mendorong diri kita untuk mengembangkan sikap dan karakter yang benar lewat setiap penderitaan itu.
Hari ini saya masih merasakan rasa sakit dan kepedihan kehilangan Tom, tapi saya dikuatkan oleh iman di dalam Allah yang penuh kasih dan berdaulat. Kehidupan saya terasa hancur berkecai namun Allah memberi saya kekuatan. Saya merasa sendirian dan Dia mengelilingi saya dengan dukungan. Saya bergerak dari kebingungan menuju kejelasan. Demikian juga saya yakin setiap orang yang mengalami kehilangan seperti saya dapat bangkit kembali. Jika kita berakar di dalam Tuhan, kita tidak akan diombang-ambingkan oleh kejahatan yang mengancam untuk menakluk kita!
Mungkin akan ada hal yang terjadi di dalam kehidupan Anda. Percayalah pada Allah. Kata-katanya sangat dapat dipercayai. Karakternya dapat diandalkan. Kuasa dan kasihnya tidak ada kesudahannya. Jika Allah sedang berbicara….dengarkanlah. Jika Dia sedang memimpin… ikutilah. Saya berdoa jika Anda belum mengenal Yesus Kristus secara pribadi, bahwa Anda akan tiba pada pengenalan akan dia dan menjadikan dia Penguasa dan Tuhan dalam kehidupan Anda.
(Kisah Cheryl dapat dibaca lebih lanjut di bukunya Beauty beyond the ashes atau di website www.beautybeyondtheashes.com)