Brother Lawrence |
Hadirat Tuhan merupakan pemusatan perhatian jiwa kita kepada Allah, yang mengingatkan kita bahwa Ia selalu hadir.
Saya mengenal seseorang yang selama empat puluh tahun tinggal di hadirat Tuhan. Kadang-kadang ia menyebut bahwa tinggal di hadirat Tuhan sebagai suatu perbuatan sederhana – yaitu pengenalan akan Allah yang jelas dan istimewa, dan kadang-kadang ia menyebutnya sebagai suatu pemandangan yang samar-samar atau suatu pandangan umum yang penuh kasih kepada Allah – yaitu ingatan terhadap Dia. Ia juga menyebutnya sebagai perhatian terhadap Allah, persekutuan tanpa suara dengan Allah, keyakinan kepada Allah, atau hidup dan kedamaian jiwa. Pendek kata, orang ini mengatakan kepada saya bahwa semua sebutan untuk hadirat Tuhan itu merupakan sinonim, yang sebetulnya menyatakan hal yang sama, yang baginya telah dianggap sebagai hal yang wajar-wajar saja.
Teman saya berkata, bahwa dengan tinggal di hadirat Tuhan, ia telah membangun persekutuan yang manis dengan Tuhan, sehingga tanpa bersusah payah, rohnya tinggal di dalam kedamaian Allah. Dalam ketenteraman ini, ia dipenuhi dengan iman, yang memperlengkapinya untuk mengatasi segala sesuatu yang terjadi padanya.
Inilah yang disebutnya sebgai “hadirat Tuhan yang sebenarnya”, yang meliputi suatu atau segala macam persekutuan dengan Allah di surga, yang dapat dilakukan oleh orang yang masih hidup di dunia. Kadang-kadang, ia dapat hidup sekan-akan tidak ada orang lain di bumi ini kecuali dirinya sendiri bersama Allah. Dengan penuh kasih, ia berbincang-bincang dengan Allah ke mana pun ia pergi, meminta kepadaNya apa saja yang diperlukannya dan bersukacita bersma Dia dengan beribu cara.
Meskipun demikian, seseorang harus menyadari bahwa percakapannya dengan Allah itu terjadi di dalam lubuk jiwanya yang terdalam. Di situlah jiwanya berbicara dengan Allah dari hati ke hati dan selalu tinggal di dalam kedamaian yang agung dan mulia yang dinikmati jiwa itu di dalam Allah. Kesukaran-kesukaran yang terjadi di dunia ini dapat menjadi seperti batang-batang jerami yang beterbangan dari onggokannya sekalipun sedang terbakar. Jiwa kita dapat mencapai kedamaian batin di dalam Allah.
Hadirat Tuhan merupakan kehidupan bagi jiwa kita, yang dapat diperoleh karena kasih karunia Allah. Berikut ini cara untuk mengalaminya:
Cara-Cara untuk Tinggal di Hadirat Tuhan
- Sarana pertama ialah melalui hidup baru, dengan cara menerima keselamatan melalui Darah Kristus
- Sarana kedua ialah dengan berusaha tinggal di hadirat Tuhan dengan setia. Hal ini harus selalu dilakukan dengan lembut, rendah hati dan penuh kasih, tanpa memberi kesempatan kepada kecemasan dan masalah-masalah.
- Pandangan jiwa seseorang harus tetap terarah kepada Allah, terutama jika sesuatu sedang terjadi di muka bumi. Karena untuk tinggal di hadirat Tuhan dengan sempurna diperlukan banyak waktu dan usaha, seseorang tidak perlu patah semangat karena kegagalannya. Meskipun kebiasaan untuk tinggal di hadirat Tuhan ini sukar dibentuk, tetapi bila telah dikuasai, maka kebiasaan itu akan merupakan sumber sukacita ilahi.
Tepatlah kalau hati – yaitu bagian yang paling dahulu mengalami kehidupan dan yang menguasai bagian tubuh lainnya – yang pertama kali mengasihi Allah. Hati adalah awal dan akhir dari kegiatan rohaniah dan jasmaniah, dan pada umumnya merupakan awal dari segala sesuatu yang kita lakukan di dalam kehidupan kita. Karena itu, hatilah yang harus kita arahkan kepada Allah dengan saksama.
- Pada awal dari upaya untuk tinggal di hadirat Tuhan ini, tidak salah bila disampaikan suatu ungkapan yang diilhami oleh kasih, misalnya “Tuhan, saya ini sepenuhnya milik-Mu.” Allah yang Mahakasih, saya mengashi Engkau dengan sepenuh hati,” atau “Tuhan, pakailah saya sesuai dengan kehendakMu.” Namun, hendaklah Anda ingat untuk menjaga pikiran Anda agar tidak melayang-layang atau kembali memikirkan hal-hal yang duniawi. Pusatkan perhatian Anda hanya pada Allah saja dengan cara melatih kehendak Anda agar Anda tetap berada di hadirat Allah.
Meskipun pada mulanya latihan ini sukar dipertahankan, namun akan memberikan dampak yang mengagumkan pada jiwa kita bila dipraktikkan dengan setia. Latihan ini mencurahkan anugerah Tuhan dengan berlimpah-limpah dan menunjukkan kepada jiwa kita bagaimana cara memandang hadirat Allah di mana-mana dengan pandangan yang murni dan penuh kasih, yang merupakan sikap doa yang paling kudus, paling mantap, paling mudah dan paling efektif.