Pastor Eric Chang | Kualitas Hidup (3) |
“Aku bermimpi!” (I have a dream!) Apakah kata-kata ini kedengarannya tidak asing lagi bagi anda? Ini adalah kata-kata terkenal dari Pdt. Martin Luther King. Seorang aktivis Amerika keturunan Afrika, beliau menyampaikan pidato yang menggebu-gebu ini sewaktu berkampanye melawan diskriminasi ras di Amerika. Demi impian itu beliau harus menyerahkan nyawanya dengan dibunuh.
Apakah anda mempunyai impian? Apakah mimpi anda itu? Apakah anda siap mati demi impian anda seperti Pdt. Martin Luther King? Ketika saya berkunjung ke Amerika, saya merasakan hal yang luar biasa melihat banyak sekali kota-kota di mana jalan-jalannya diberi nama Martin Luther King. Kelihatannnya impian beliau itu mempunyai dampak yang besar terhadap masyarakat Amerika. Beliau telah menjadi lambang pengharapan, seorang idola bagi masyarakat Amerika. Karena impian beliau itulah sekarang ini orang-orang Amerika keturunan Afrika mempunyai status dan posisi yang jauh lebih baik di Amerika. Apakah impian itu begitu berharganya sehingga pantas untuk mengorbankan nyawa? Di sini kelihatan jelas kalau kematian Pdt. Martin Luther King merupakan faktor yang berpengaruh kuat di dalam penggenapan impian tersebut.
Mimpi Anda Menentukan Hidup Anda
Impian anda menentukan arah hidup anda. Jika anda tidak mempunyai impian, ini berarti anda tidak mempunyai arah hidup. Jika impian anda adalah agar dapat memiliki rumah dan mobil yang bagus, hal itu akan menjadi segala-galanya di dalam hidup anda. Bila pada akhirnya anda memiliki rumah dan mobil tersebut, anda tidak akan mempunyai impian lagi. Impian anda telah terkabul dan berakhir.
Saya ingin membicarakan mimpi-mimpi anda yang indah itu. Saya juga ingin membicarakan kenyataan hidup yang keras yang dapat mengubah mimpi indah menjadi mimpi buruk.
Sebagai orang Kristen, kita harus menjadi tukang mimpi. Allah menjanjikan kita menjadi tukang mimpi di saat Dia memberikan Roh Kudus kepada kita.
“Setelah itu, akan terjadi, Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia. Anak-anakmu laki-laki dan anak-anakmu perempuan akan bernubuat, orang-orang tua akan mendapat mimpi, pemuda-pemuda akan mendapat penglihatan.” (Yoel 2:28, Kis 2:17).
Yang menjadi beban pikiran bagi saya adalah kenyataan begitu sedikitnya orang Kristen yang mempunyai penglihatan atau mimpi. Allah mengilhamkan mimpi kepada kita. Tidak ada hal yang lebih menjenuhkan atau membosankan selain daripada orang Kristen yang tidak mempunyai visi atau impian. Mereka adalah orang-orang Kristen tanpa Roh Allah. Bila orang-orang tidak mempunyai visi, Alkitab berkata, orang-orang tersebut binasa (Ams 29:18).
Mengapa Mimpi Kita Gagal?
Meskipun kita harus menjadi tukang mimpi, kita perlu mempunyai pengertian jelas akan kerasnya kenyataan hidup jikalau kita ingin mewujudkan impian kita.
Mengapa impian kita gagal? Impian itu gagal karena kita tidak bisa bertahan menghadapi tantangan kekerasan hidup. Inilah yang disebut dosa dalam hati kita. Dosa selalu mengubah impian indah menjadi impian buruk. Kita mengetahui hal ini melalui pengalaman kita sendiri. Di dalam pernikahan, kedua mempelai memulai hidup baru mereka dengan memasuki sebuah impian yang indah. Lihatlah cara mereka memandang satu sama lain, cara mereka tersenyum di kala berbincang-bincang satu sama lain. Upacara pemberkatan pernikahan di gereja, alunan musik organ, rangkaian bunga-bunga, pengantin wanitanya dengan gaun putih, pengantin prianya dengan jas hitam yang elegan… benar-benar sebuah impian! Saya telah memimpin banyak upacara pemberkatan pernikahan, dan saya selalu berdoa, “Semoga mimpi ini tidak akan berakhir.” Akan tetapi, dengan tidak terduga sama sekali, mereka seolah-olah terbangun dari mimpinya dan mulai bertengkar serta berkelahi. Tidak lama kemudian pasangan yang sama itu datang kepada saya untuk konseling pernikahan.
Bagaimanakah Sebuah Impian Indah Berubah Menjadi Mimpi Buruk?
Apa yang terjadi dengan mimpi indah tersebut yang sekarang telah menjadi mimpi buruk? Suatu kali saya dipanggil malam-malam oleh sepasang suami-istri yang meminta konseling pernikahan. Selama dua jam saya mendengarkan impian indah mereka yang sekarang telah menjadi mimpi buruk. Sang istri tidak berhenti-hentinya menangis. Benar-benar mimpi yang buruk!
Akan tetapi, anda berkata hidup kekristenan itu sendiri adalah sebuah mimpi buruk. Kita mempunyai Allah yang kudus yang memperhatikan setiap gerak-gerik kita, yang siap menghukum setiap kali kita gagal. Setiap hari kita bergumul dengan dosa, seringkali tanpa kemenangan. Jika hal ini belum menjadi mimpi buruk, setidaknya hal ini sudah cukup untuk membuat kita pusing. Pada akhirnya, kita harus merangkak ke hadapan Allah dan memohon berulang-ulang, “Ampuni aku, ampuni aku, ampuni aku!” Sepertinya seluruh hidup kekristenan kita itu penuh dengan kesalahan. Jadi, ketika kita baca Filipi 4:4 dan 1 Timotius 6:17 yang dibahas di dalam kedua pesan yang lalu, di mana Paulus berbicara tentang kesukacitaan dan Allah yang memberi kita segalanya untuk dinikmati, kelihatannya hal tersebut adalah kekristenan yang berbeda yang kita tidak mengerti sama sekali.
Dosa Menghancurkan Impian Kita
Dosalah yang menghancurkan impian kita. Kalau kita lihat kata “dosa” ini, kita tidak boleh melihatnya seolah-olah Allah selalu ingin mengingatkan kita bahwa kita adalah orang-orang berdosa dan mengancam kita dengan kengerian neraka. Kadang-kadang kita membayangkan Allah itu seperti ayah kita sendiri, yang bisa jadi seorang yang sangat keras dan tidak masuk akal. Namun, Allah bukanlah seperti itu. Sebaliknya, kita harus memandang hal ini dari segi kasih-Nya untuk kita, yaitu keinginan-Nya untuk menyelamatkan kita dari dosa. Dia ingin kita mengerti kasih-Nya, dan dengan penuh kasih Dia memberitahu kita, “Aku mengasihimu, Aku ingin memberitahukan kasih-Ku kepadamu.”
Dosa merusak kualitas hidup kita. Dosa menghilangkan kesukacitaan meskipun dosa dapat memberikan kesenangan sementara (Ibr 11:25). Kalau dosa tidak memberikan kesenangan kepada kita, tak ada seorang pun yang akan berdosa. Manusia melakukan sesuatu karena mereka mencari kualitas hidup yang lebih baik. Jadi, kalau dosa bisa memberi sedikit kesenangan meskipun hanya untuk sementara saja, mengapa tidak? Namun, anda harus memikirkan konsekuensinya lebih jauh lagi. Anda menginginkan kesukacitaan jangka panjang, bukan kesenangan jangka pendek. Demi kesenangan karena mendapatkan sesuatu dengan cuma-cuma, banyak orang yang mencuri di toko-toko. Di Kanada saja, kasus pencurian toko memakan biaya $2,4 milyar setahun. Dapatkah anda bayangkan hal ini? Ini bukan hanya sejuta dollar ataupun seribu juta (semilyar) dollar. Ini adalah 2,4 milyar dollar! Satu milyar ada 9 nol-nya! Betul-betul tidak masuk akal. Kalau dipukul rata ini berarti 83 dollar untuk setiap laki-laki, perempuan dan anak-anak di Kanada. Ini berarti anda dan saya membayar jauh lebih banyak daripada 83 dollar setahun (karena anak-anak tidak perlu membayar) untuk barang-barang yang dicuri oleh orang lain. Jadi, dosa tidak hanya disinggung di gereja saja. Dosa adalah mereka para pencuri toko di Kanada, dan pada akhirnya kitalah yang membayarnya. Ada beberapa pencuri toko yang tertangkap dan akibatnya masa depan mereka hancur oleh karena catatan kriminal mereka. Dosa macam inilah yang mengubah impian indah menjadi impian buruk bagi setiap orang.
Dosa memutuskan tali pernikahan. Pernikahan yang hancur membawa penderitaan kepada kedua belah pihak dan anak-anak serta keluarga. Hal apakah yang menghancurkan sebuah pernikahan? Sikap yang menuntut, egois, atau dosa-dosa lain yang menghancurkan pernikahan. Untuk pasangan yang saya sebut di atas tadi di mana sang istri menangis sampai dua jam lebih, sang suami berkali-kali menegaskan, “Aku punya hak! Akulah suaminya, jadi aku punya hak!” Saya merasa capek mendengar perkataan itu, jadi saya beberkan persoalan dengan dirinya: keegoisannya yang luar biasa. Di matanya, istrinya tidak mempunyai hak apa pun. Saya tidak mengerti mentalitas seperti ini di mana suami dan istri bertengkar demi hak masing-masing.
Apakah Mimpi Ini?
Apakah mimpi ini? Saya adalah seorang yang sangat praktis. Bila kita berbicara tentang pembangunan sebuah jemaat, kita harus mempunyai sebuah impian, sebuah konsep. Benar, kita harus bekerja sama, tetapi apa tujuannya? Jika kita ingin membangun struktur yang indah, terlebih dahulu kita harus bisa melihat struktur tersebut di dalam pikiran kita. Kita harus mempunyai konsep yang jelas di dalam hati kita.
Kita dipanggil untuk membangun jemaat sebagai sebuah masyarakat baru. Sayangnya, apabila kita merenungkan kata “jemaat” sekarang ini, yang terpikir adalah sebuah bangunan, atau sekelompok manusia, besar atau kecil. Kita tidak memikirkan jemaat sebagai sebuah masyarakat baru yang dirancang oleh Allah.
Pada hari Pentakosta, Yoel 2 dipenuhi melalui pencurahan Roh dan terbentuklah jemaat.
Sudahkah Anda Tangkap Visi Itu?
Apakah anda telah menerima Roh itu? Apakah anda telah menangkap visi-Nya? Oleh karena visi tersebut, anda mampu bertahan dalam segala macam penderitaan. Itulah unsur yang penting dalam visi seorang Kristen. Seorang Kristen menyadari kenyataan hidup yang keras itu, tetapi ia maju terus dan mampu mengatasi semuanya. Bila seorang Kristen selalu jatuh setiap kali menghadapi masalah, kita tahu orang itu tidak mempunyai visi. Sayangnya, ada terlalu banyak orang seperti itu di dalam gereja. Untuk menjadi seorang prajurit Kristus yang mampu menahan segala macam penderitaan, anda harus mempunyai impian di mana anda siap untuk mati demi impian itu.
Saya berdoa agar anda dapat menangkap impian tersebut bila Roh Allah datang ke atas anda. Penderitaan akan selalu ada, karena dosa dan mereka yang mendukung dosa akan menentang anda ke mana pun anda pergi. Bersiap-siaplah untuk hal ini. Ketika anda mempunyai impian, beberapa dari musuh terbesar anda adalah orang-orang Kristen sendiri. Ini akan menjadi keterkejutan paling besar di dalam hidup anda, karena mereka yang mempunyai impian selalu ditentang oleh mereka yang tidak mempunyai impian. Mereka akan menertawakan anda. Mereka akan menentang anda. Di dalam Perjanjian Lama kita lihat Yusuf, seorang tukang mimpi besar. Karena mimpi-mimpinya, bahkan saudara-saudaranya sendiri ingin membunuhnya. Hanya campur tangan Allah yang menyelamatkan nyawanya. Mencengangkan, bukan?
Sewaktu gereja masih mempunyai impian, mereka akan menahan segala macam penderitaan. Banyak yang berkorban demi impian itu. Akan tetapi, seketika impian itu memudar, tak seorang pun yang bersedia menderita apa pun. Sekaranglah saatnya korupsi. Ketika gereja tidak mempunyai impian lagi, korupsi merembes ke dalam gereja. Maka akan terjadi kekurangan kasih, bahkan juga perlawanan terhadap kebenaran. Itulah kenyataan keras yang dihadapi setiap pemimpi.
Dosa Menghancurkan Impian
Dosa ada di dalam dunia. Betapa mengerikannya kuasa dosa!
Karena itu, untuk mewujudkan sebuah impian, kita harus mempunyai kekuatan untuk mengatasi dosa. Dosa harus menjadi hal pertama yang kita atasi, karena dosa ada di dalam setiap dari kita. Biarlah kita menjadi orang-orang yang praktis. Bagaimana kita dapat mempunyai impian yang realistis, jikalau kita tidak dapat menjalin hubungan rumah tangga sendiri dengan harmonis? Saya hanya tahu sejumlah kecil saja rumah tangga yang harmonis. Bagi kebanyakan pasangan suami-istri, yang ada hanyalah ketegangan terus-menerus. Jikalau pernikahan kita hanyalah sebuah kesengsaraan yang mendalam, bagaimana akan ada kesukacitaan untuk sebuah impian indah? Jikalau kuasa Allah tidak cukup untuk mengatasi kesulitan di dalam pernikahan, bagaimana kuasa itu akan cukup untuk membangun sebuah masyarakat baru? Kita hanya omong kosong saja.
Saya seorang pemimpi, tetapi saya juga seorang realis. Saya menyadari sepenuhnya kesulitan-kesulitan di hadapan. Kita mengetahui kenyataan dosa, tetapi kita mempunyai kekuatan untuk menguasainya.
Isi dari Mimpi Kita
Apakah impian kita? Apakah prinsip dari masyarakat baru ini? Apakah yang sedang kita bangun bersama? Marilah kita mulai dengan melihat prinsip yang sangat dasar yang ditemukan di Roma 15:1-5:
1 Jadi, kita yang kuat wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat, dan tidak hanya menyenangkan dirinya sendiri.
2 Hendaklah setiap kita menyenangkan sesamanya demi kebaikannya untuk membangun rohaninya.
3 Sebab, Kristus pun tidak menyenangkan diri-Nya sendiri, tetapi seperti ada tertulis, “Kata-kata hinaan mereka, yang menghinamu, telah menimpa Aku.”
4 Sebab, apa pun yang ditulis dahulu, dituliskan untuk pengajaran kita supaya melalui ketekunan dan penghiburan yang diberikan Kitab Suci, kita dapat memiliki pengharapan.
5 Semoga Allah, sumber kesabaran dan penghiburan memberimu anugerah untuk dapat hidup dalam kesehatian satu sama lain sesuai dengan Yesus Kristus,
Saya ingin anda memperhatikan kata “menyenangkan” di ayat-ayat ini. Kata ini dipakai di ayat pertama, “tidak hanya menyenangkan diri sendiri”, dan di ayat kedua, “menyenangkan sesamanya”, dan di ayat ketiga, “Kristus pun tidak menyenangkan diri-Nya sendiri”. Kemudian muncul kata “penghiburan” di ayat keempat dan kelima. Ayat-ayat ini menolong kita untuk mengerti bahwa tujuan dari menyenangkan sesama adalah untuk menghibur dan membangun orang lain. Sekarang mari kita bayangkan sebuah masyarakat di mana orang-orangnya tidak lagi mempedulikan kesenangan mereka sendiri, tetapi selalu memikirkan bagaimana caranya untuk menghibur dan membangun orang lain.
Cobalah terapkan hal ini ke dalam kehidupan pernikahan kita. Kenapa pernikahan menjadi hancur? Kenapa sebuah pernikahan yang diawali dengan masa pacaran sampai ke bulan madu berjalan begitu baik kemudian dengan sangat cepat berubah menjadi buruk? Jawabannya sangat mudah. Rahasianya ada di sini, mudah tetapi nyata. Kita jangan berpikir bahwa kebenaran itu harus rumit untuk menjadi benar. Kebenaran adalah hal yang mudah, tetapi penerapannya sulit. Sebelum kita menikah, kita berusaha untuk menyenangkan pasangan kita. Kita selalu bertanya: “Apa yang kamu ingin lakukan? Kamu ingin pergi ke mana? Sukakah kamu dengan ini atau itu?” Kedua pihak selalu mencoba untuk menyenangkan satu sama lain. Ah, betapa manisnya saat kita memasuki jenjang perkawinan!
Akan tetapi, apa yang terjadi setelah pernikahan? Begitu selesai berbulan madu, mulai terjadi perubahan mendasar di dalam hubungan kita. Sekarang kamulah yang harus menyenangkan saya! Berdasarkan prinsip ini, setiap hubungan manusia akan retak. Hal yang sama berlaku di dalam hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya. Kita memanggil persoalan ini dengan nama yang keren seperti generation gap, tetapi persoalannya sebenarnya tidak rumit. Orang tua menuntut anak-anaknya untuk menyenangkan mereka, karena mereka adalah orang tua. Di sisi yang lain, anak-anak itu berpikir: “Kenapa saya harus menyenangkan kalian jikalau kalian tidak menyenangkan saya terlebih dahulu?” Itulah sebabnya hubungan antar-manusia bisa menjadi begitu tegang.
Apa yang terjadi bila kita mengikuti prinsip “menyenangkan sesama”? Apabila dua sejoli menikah, mereka seharusnya mempunyai impian bersama. Jikalau impian tersebut hanya berpusat kepada hal-hal untuk mencari kesenangan bersama, impian itu kurang berarti. Namun, jika mereka mempunyai tujuan dan arah hidup bersama, bersama-sama mereka akan menghasilkan sesuatu bagi Allah. Dengan demikian pernikahan tersebut mempunyai tujuan dan impian. Akan tetapi, tujuan itu harus dibagi bersama. Kalau hanya satu pihak saja yang mempunyai impian, pernikahan itu tidak akan sukses. “Menyenangkan” bukan berarti memuji-muji atau menyanjung orang lain. Ini bukan berarti mengatakan hal-hal yang mereka suka dengar untuk “menyenangkan” hati mereka. Ini berarti menghibur sesama untuk maju terus mencapai tujuan bersama tersebut.
Masalah Yang Sama Di Gereja
Sama halnya dengan masalah yang timbul di gereja. Kita mempunyai tuntutan terhadap satu sama lain. Kita menuntut bahwa sebagai seorang Kristen, ia harus jauh lebih berpengertian, ia harus begini dan begitu. Ia kurang rohani. Ia tidak mencapai standar Allah menurut pengertian kita. Sebagai akibat dari tuntutan tersebut, kita memberi tekanan kepada sesama.
Akan tetapi, impian itu sebenarnya adalah untuk memberi inspirasi kepada sesama. Di mana ada impian, orang akan tertarik. Anda tidak perlu memaksa mereka. Jika diberi motivasi, orang-orang akan dengan senang hati melakukannya. Namun, bila impian itu musnah, anda bisa saja memarahi orang setiap hari, tetapi tidak akan ada gunanya. Malahan, masalahnya akan menjadi lebih buruk.
Saya waktu dulu pernah menjadi seorang pelatih tim sepakbola. Sebagai seorang pelatih, kalau tidak memaksa para pemainnya dengan keras, ia dapat mendorong mereka secara halus. Ia dapat memberi kecaman keras agar mereka bisa bermain dengan lebih baik, atau sebaliknya ia dapat mendorong mereka dengan menunjukkan bagaimana cara bermain yang lebih baik agar bisa menang. Ia memberikan sebuah impian kepada mereka, dan kemudian mendorong mereka untuk mencapainya. Itu adalah cara yang berbeda, dan pengaruh dari dorongan yang membangun itu sungguh hebat!
Secara pribadi, saya sendiri harus lebih banyak belajar tentang hal ini. Saya adalah seorang yang sangat pelit dalam memberikan pujian. Tahun lalu, seusai kebaktian gereja, saya berkata kepada salah seorang rekan kerja saya bahwa dia telah memberikan khotbah yang sangat baik. Ia begitu terkesiapnya sampai-sampai mulutnya hampir terbuka lebar. Dia menjawab, “Komentar seperti ini sangat sulit datang dari Anda.” Sesudah itu saya merenungkan pernyataannya dan saya merasa insaf. Saya menyadari kalau pada tahun-tahun belakangan ini saya memberikan sedikit sekali pujian. Mungkin hal ini karena saya sedang mencoba untuk meninggikan standar rekan-rekan kerja kami. Namun, saya belum cukup memberikan dorongan yang membangun, dan itulah kekurangan saya.
Masyarakat Baru Berdasarkan Kasih
Hanya atas satu poin ini saja, bayangkanlah sebuah masyarakat baru berdasarkan impian yang telah Allah berikan kepada kita. Misalnya, bagaimanakah seharusnya masyarakat baru ini memelihara orang-orang miskin di tengah-tengah kita? Di Hong Kong, kami mencoba melakukannya di gereja-gereja kami. Di masyarakat barat, pemerintahlah yang melakukannya. Pemerintah-pemerintah Kristen ini, yang Kristen dalam nama saja, telah mengambil alih ide dari masyarakat baru yang ada di dalam Alkitab. Setiap hal yang dulunya dikerjakan oleh gereja (seperti rumah sakit, rumah yatim piatu, rumah jompo) untuk memenuhi macam-macam kebutuhan, sekarang dikerjakan oleh pemerintah-pemerintah Kristen itu. Akan tetapi, di Hong Kong tidaklah demikian. Jadi, di gereja-gereja kami, kami memperhatikan orang-orang miskin dan jompo di tengah-tengah kami. Kami menolong mereka yang dalam kesulitan dan memelihara para janda. Tak ada seorang pun di gereja kami yang akan kelaparan.
Jadi, masyarakat baru ini bukanlah angan-angan belaka. Kami mempedulikan siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Kadang-kadang ada orang yang memerlukan uang untuk melanjutkan studi mereka, dan kami akan mencoba untuk menolong mereka. Orang-orang sakit akan dijenguk dan dirawat. Setiap kebutuhan di gereja akan dipenuhi. Pada saat Roh Kudus turun ke atas gereja di Yerusalem di Kisah Rasul 2, masyarakat baru itu dengan segera berfungsi. Mereka yang kaya memberi dengan penuh kedermawanan untuk memastikan agar mereka yang miskin tidak kekurangan. Setiap orang hidup berkecukupan.
Menyenangkan sesama berarti saling memikul beban, tidak peduli apakah itu penyakitnya, kesunyian hatinya, atau pun banyak masalah lainnya, seperti yang dikatakan di Galatia 6:2:
“Saling menolonglah dalam menanggung beban supaya kamu menaati hukum Kristus.”
Inilah konsep masyarakat baru itu, yaitu peduli satu terhadap yang lain. Apabila anda termasuk ke dalam masyarakat ini, masalahnya bukanlah tentang berapa banyak yang dapat anda peroleh, tetapi berapa banyak yang dapat anda berikan. Jikalau setiap orang mencoba untuk memberi, kita akan memperoleh dengan penuh berkelimpahan.
Kekuatan Untuk Mengerjakan Semua Ini
Agar supaya bisa melakukan semuanya ini, harus ada kuasa untuk mengubah hati manusia. Kuasa itu adalah kuasa kebangkitan, seperti yang dikatakan di Efesus 1:19-20.
19 dan kekuatan besar yang tidak terukur bagi kita yang percaya, sebagaimana ditunjukkan dalam kemahabesaran kekuatan-Nya.
20 Kemahabesaran kekuatan-Nya ini Ia tunjukkan ketika Ia membangkitkan Kristus dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di tempat surgawi,
Kuasa untuk membangkitkan Yesus dan kuasa untuk membangkitkan anda dan saya dari antara orang mati, itulah kehebatan dari kuasa tersebut. Paulus tidak hanya berbicara tentang masa depan, tetapi juga tentang masa kini. Untuk mewujudkan impian ini, anda harus mengalami kuasa yang mengubah hati manusia, dari seseorang yang ingin disenangkan menjadi orang yang menyenangkan, yang ingin memenuhi kebutuhan orang lain. Saya pernah dihampiri beberapa orang Kristen yang ingin mempersembahkan uang mereka untuk Kerajaan Allah. Uang ini bukan dalam jumlah yang kecil, tetapi jumlah yang melebihi $100.000 uang Kanada. Bagaimana mungkin?
Hal ini adalah karena kuasa Allah yang ajaib: mengubah kita dari orang yang hanya mencari keuntungan pribadi menjadi orang yang mencari keuntungan orang lain. Orang-orang Kristen tersebut tidak peduli tentang mobil-mobil bagus dan pakaian-pakaian mewah yang dapat mereka beli. Mereka mempunyai impian yang berbeda, karena kuasa kebangkitan itu telah mengubah mereka.
Bagaimana dengan anda? Apakah impian anda?