Pastor Eric Chang |

“Aku bermimpi!”  (I have a dream!) Apakah kata-kata ini kedengarannya tidak asing lagi bagi anda?  Ini adalah kata-kata terkenal dari Pdt. Martin Luther King.  Seorang aktivis Amerika keturunan Afrika, beliau menyampaikan pidato yang menggebu-gebu ini sewaktu berkampanye melawan diskriminasi ras di Amerika.  Demi impian itu beliau harus menyerahkan nyawanya dengan dibunuh.

Apakah anda mempunyai impian?  Apakah mimpi anda itu?  Apakah anda siap mati demi impian anda seperti Pdt. Martin Luther King?  Ketika saya berkunjung ke Amerika, saya merasakan hal yang luar biasa melihat banyak sekali kota-kota dimana jalan-jalannya diberi nama Martin Luther King.  Kelihatannnya impian beliau itu mempunyai dampak yang besar terhadap masyarakat Amerika.  Beliau telah menjadi suatu lambang pengharapan, seorang idola bagi masyarakat Amerika.  Karena impian beliau itulah sekarang ini orang-orang Amerika keturunan Afrika mempunyai status dan posisi yang jauh lebih baik di Amerika.  Apakah impian itu begitu berharganya sehingga pantas untuk mengorbankan nyawa? Di sini kelihatan jelas kalau kematian Pdt. Martin Luther King merupakan faktor yang berpengaruh kuat di dalam penggenapan impian tersebut.


Mimpi Anda Menentukan Hidup Anda

Impian anda menentukan arah hidup anda.  Jika anda tidak mempunyai impian, ini berarti anda tidak mempunyai arah hidup.  Jika impian anda adalah agar dapat memiliki rumah dan mobil yang bagus, hal itu akan menjadi segala-galanya di dalam hidup anda.  Bila pada akhirnya anda memiliki rumah dan mobil tersebut, anda tidak akan mempunyai impian lagi.  Impian anda telah terkabul dan berakhir.

Saya ingin membicarakan mimpi-mimpi anda yang indah itu.  Dan saya juga ingin membicarakan kenyataan hidup yang keras yang dapat merubah impian indah menjadi impian buruk.

Sebagai orang-orang Kristen, kita harus menjadi tukang mimpi.  Allah menjanjikan kita menjadi tukang mimpi di saat Dia memberikan Roh Kudus kepada kita. 

“Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan RohKu ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan”  (Yoel 2:28, Kisah Para Rasul 2:17). 

Yang menjadi beban pikiran bagi saya adalah kenyataan begitu sedikitnya orang Kristen yang mempunyai penglihatan atau mimpi.  Allah mengilhamkan mimpi kepada kita.  Tidak ada hal yang lebih menjenuhkan atau membosankan selain daripada orang Kristen yang tidak mempunyai penglihatan atau impian.  Mereka adalah orang-orang Kristen tanpa Roh Allah.  Bila orang-orang tidak mempunyai penglihatan, Alkitab berkata, orang-orang tersebut binasa.


Mengapa Mimpi Kita Gagal?

Namun di dalam kenyataan hidup yang keras ini, mimpi indah dapat berubah menjadi mimpi buruk.  Ambil sebuah contoh misalnya negara Cina saat ini.  Cina sekarang ini adalah sebuah negara tanpa penglihatan (visi).  Pada satu masa lalu mereka pernah mempunyai impian komunisme sosialisme yang ideal bagi negara mereka.  Tetapi sekarang impian ideal itu telah berubah menjadi impian buruk.

Meskipun kita harus menjadi tukang mimpi, kita perlu mempunyai pengertian jelas akan kerasnya kenyataan hidup jikalau kita ingin mewujudkan impian kita.

Mengapa impian kita gagal?  Impian itu gagal karena kita tidak bisa bertahan menghadapi tantangan kekerasan hidup.  Inilah yang disebut dosa dalam hati kita.  Dosa selalu merubah impian indah menjadi impian buruk.  Kita mengetahui hal ini melalui pengalaman kita sendiri.  Di dalam pernikahan, kedua mempelai memulai hidup baru mereka dengan memasuki sebuah impian yang indah.  Lihatlah cara mereka memandang satu sama lain, cara mereka tersenyum dikala berbincang-bincang satu sama lain.  Upacara pemberkatan pernikahan di gereja, alunan musik organ, rangkaian bunga-bunga, pengantin wanitanya dengan gaun putih, pengantin prianya dengan jas hitam yang elegan – benar-benar sebuah impian!  Saya telah memimpin banyak upacara pemberkatan pernikahan, dan saya selalu berdoa, “Semoga mimpi ini tidak akan berakhir.”  Tetapi dengan tidak tersangka sama sekali, mereka seolah-olah terbangun dari mimpinya dan mulai bertengkar serta berkelahi.  Tidak lama kemudian pasangan yang sama itu datang kepada saya untuk konseling perkawinan.


Bagaimanakah Sebuah Impian Indah Berubah Menjadi Mimpi Buruk?

Apa yang terjadi dengan mimpi indah tersebut yang sekarang telah menjadi mimpi buruk?  Suatu kali saya dipanggil malam-malam oleh sepasang suami-istri yang meminta konseling perkawinan.  Selama dua jam saya mendengarkan impian indah mereka yang sekarang telah menjadi impian buruk.  Sang istri tidak berhenti-hentinya menangis.  Benar-benar mimpi yang buruk!

Tetapi anda berkata hidup kekristenan itu sendiri adalah sebuah mimpi buruk.  Ada mimpi indah apa lagi yang tersisa di dalam hidup itu?  Kita mempunyai Allah yang kudus dan benar yang memperhatikan setiap gerak-gerik kita, yang siap untuk menghukum  setiap kali kita gagal.  Setiap hari kita bergumul dengan dosa, seringkali tanpa kemenangan.  Jika hal ini belum menjadi mimpi buruk, sedikitnya hal ini sudah cukup untuk membuat kita sakit kepala.  Pada akhirnya, kita harus merangkak ke hadapan Allah dan memohon berulang-ulang, “Ampuni aku, ampuni aku, ampuni aku.”  Sepertinya seluruh hidup kekristenan kita itu penuh dengan kesalahan.  Jadi bila kita baca Filipi 4:4 dan 1 Timotius 6:17 yang terdapat di dalam kedua pesan yang lalu, dimana Paulus membicarakan tentang kesukacitaan dan Allah yang memberi kita segalanya untuk dinikmati, kelihatannya hal tersebut adalah hal kekristenan yang berbeda yang kita tidak mengerti sama sekali.


Dosa Menghancurkan Impian Kita

Dosalah yang menghancurkan impian kita.  Kalau kita lihat kata “dosa” ini,  kita tidak boleh melihatnya seolah-olah Allah selalu ingin mengingatkan kita bahwa kita adalah orang-orang berdosa dan mengancam kita dengan kengerian neraka.  Kadang-kadang kita membayangkan Allah itu seperti ayah kita sendiri, yang bisa jadi seorang yang sangat keras dan tidak masuk akal.  Tetapi Allah tidaklah demikian.  Sebaliknya, kita harus memandang hal ini dari segi kasihNya untuk kita sebagai keinginanNya untuk menyelamatkan kita dari dosa.  Dia ingin kita mengerti kasihNya, dan dengan penuh kasih Dia memberitahu kita, “Aku mengasihimu, Aku ingin memberitahukan kasihKu kepadamu.”

Dosa merusak kualitas hidup kita.  Dosa menghilangkan kesukacitaan meskipun dosa dapat memberikan kesenangan sementara (Ibrani 11:25).  Kalau dosa tidak mampu memberikan kesenangan kepada kita, tak ada  seorangpun yang akan berdosa.   Manusia melakukan sesuatu karena mereka sedang mencari kualitas hidup yang lebih baik.  Jadi kalau dosa bisa memberi sedikit kesenangan meskipun hanya untuk sementara saja, mengapa tidak?  Tetapi anda harus memikirkan konsekuensinya lebih jauh lagi.  Anda menginginkan kesukacitaan jangka panjang, bukan kesenangan jangka pendek.  Demi kesenangan karena mendapatkan sesuatu dengan cuma-cuma, banyak orang yang mencuri di toko-toko.  Di Kanada saja, kasus pencurian toko memakan biaya $2,4 milyar setahun.  Dapatkah anda bayangkan hal ini?  Ini bukan hanya sejuta dollar ataupun seribu juta  (semilyar) dollar.  Ini adalah 2,4 milyar dollar!  Satu milyar ada 9 nol-nya!  Betul-betul tidak masuk akal.  Kalau dipukul rata ini berarti 83 dollar untuk setiap laki-laki, perempuan dan anak-anak di Kanada.  Ini berarti anda dan saya membayar jauh lebih banyak daripada 83 dollar setahun (karena anak-anak tidak perlu membayar) untuk barang-barang yang dicuri oleh orang lain.  Jadi dosa tidak hanya disinggung di dalam gereja saja.  Dosa adalah mereka para pencuri toko di Kanada, dan pada akhirnya kitalah yang membayarnya.  Ada beberapa pencuri toko yang tertangkap dan akibatnya masa depan mereka hancur oleh karena catatan kriminal mereka.  Dosa macam inilah yang mengubah impian indah menjadi impian buruk bagi setiap orang.

Dosa memutuskan tali perkawinan.  Perkawinan yang hancur membawa penderitaan kepada kedua belah pihak dan anak-anak serta keluarga.  Hal apakah yang menghancurkan sebuah perkawinan?  Sikap yang menuntut, egois, atau dosa-dosa yang lain menghancurkan perkawinan.  Untuk pasangan  yang saya sebut diatas tadi dimana sang istri menangis sampai dua jam lebih, sang suami berkali-kali menegaskan, “Aku punya hak!  Akulah suaminya, jadi aku punya hak!”  Saya merasa capai mendengar perkataan itu, jadi saya beberkan persoalan dengan dirinya: keegoisannya yang bukan main.  Dimatanya, istrinya tidak mempunyai hak apapun.  Saya tidak mengerti mentalitas seperti ini dimana suami dan istri bertengkar demi hak mereka masing-masing.


Apakah Mimpi Ini?

Apakah mimpi ini?  Saya adalah seorang yang sangat praktis.  Bila kita membicarakan pembangunan sebuah gereja, kita harus mempunyai sebuah impian, sebuah konsep.  Benar kita harus bekerja-sama, tetapi apa tujuannya?  Jika kita ingin membangun struktur yang indah, terlebih dahulu kita harus bisa melihat struktur tersebut di dalam pikiran kita.  Kita harus mempunyai konsep yang jelas di dalam hati kita.

Kita dipanggil untuk membangun gereja sebagai suatu masyarakat baru.  Sayangnya, apabila kita merenungkan kata “gereja” sekarang ini, yang terpikir adalah sebuah bangunan, atau sekelompok manusia, besar ataupun kecil.  Kita tidak memikirkan gereja sebagai suatu masyarakat baru yang dirancang oleh Allah.

Kita lihat negara Cina, contohnya, kita melihat bahwa negara Cina sudah tidak lagi mempunyai impian untuk menjadi masyarakat baru.  Jikalau negara Cina tidak mempunyai impian, negara itu akan musnah.  Kalau kita peduli dengan negara Cina, kita harus membawa kembali sebuah impian bagi negara itu.  Sewaktu saya beberapa kali berkunjung ke negara Cina, hati saya terasa sangat berat.  Kebanyakan orang di Cina sudah tidak lagi mempunyai tujuan, terutama di kalangan kaum muda yang masih mempunyai suatu idealisme.  Beberapa mahasiswa yang berbincang-bincang dengan saya di sana sepertinya sudah tidak berpengharapan lagi atas masa depan studi mereka.  Hal ini mengandung beberapa arti.  Arti pertama, bagi para kaum muda, negara Cina sudah kehilangan arah.  Orang-orang tidak tahu lagi mereka sedang menuju ke arah mana.  Arti kedua, penghasilan seorang tamatan akademis sangatlah kecil.  Penghasilan seorang pedagang kecil-kecilan atau penjual kaos baju di jalanan malah jauh lebih besar.  Jadi apa gunanya studi itu?  Lagi pula, kelihatannya tak ada lagi seorangpun yang peduli melakukan sesuatu bagi negara mereka.  Korupsi yang meraja-lela menghancurkan segala impian yang masih tersisa.  Mungkin orang-orang Komunis ini dulunya mempunyai suatu impian masyarakat baru.  Tetapi sekarang mereka telah kehilangan impian tersebut.  Setiap dari mereka menggunakan posisinya untuk menjadi kaya.  Jikalau hal ini terus berlangsung, tahukah anda apa yang akan terjadi dengan negara Cina kita?  Kita yang duduk santai diluar negeri berkata, “Kita tidak bisa melakukan apa-apa.”  Ini tidak benar.  Ada yang bisa kita lakukan jika kita mempunyai impian.  Itulah sebabnya saya berkata bahwa Allah kita adalah Allah yang memberi impian.  Di hari Pentakosta, Yoel 2 dipenuhi (sebenarnya tercatat di Kisah Para Rasul 2) – pencurahan Roh.


Sudahkah Anda Tangkap Visi Itu?

Apakah anda telah menerima Roh itu?  Apakah anda telah menangkap visiNya?  Oleh karena visi tersebut anda mampu menahan segala macam penderitaan.  Itu adalah unsur yang penting dalam visi seorang Kristen.  Seorang Kristen menyadari kenyataan hidup yang keras itu, tetapi ia maju terus dan mampu mengatasi semuanya.  Bila seorang Kristen selalu jatuh setiap kali menghadapi masalah, kita tahu orang itu tidak mempunyai visi.  Sayangnya, terlalu banyak orang seperti itu ada di dalam gereja.  Untuk menjadi seorang prajurit Kristus dan mampu menahan segala macam penderitaan, anda harus mempunyai impian dimana anda siap untuk mati demi impian itu.

Saya berdoa agar anda dapat menangkap impian tersebut bila Roh Allah datang ke atas anda.  Penderitaan akan selalu ada, karena dosa dan mereka yang mendukung dosa akan menentang anda kemanapun anda pergi.  Bersiap-siaplah untuk hal ini dimana bila anda mempunyai impian, beberapa dari musuh terbesar anda adalah orang-orang Kristen sendiri.  Ini akan menjadi keterkejutan paling besar di dalam hidup anda, karena mereka yang mempunyai impian selalu ditentang oleh mereka yang tidak mempunyai impian.  Mereka akan menertawakan anda.  Mereka akan menentang anda.  Di dalam Perjanjian Lama kita lihat Yusuf, seorang tukang mimpi besar.  Karena mimpi-mimpinya, bahkan saudara-saudaranya sendiri ingin membunuhnya.  Hanya campur tangan Allahlah yang menyelamatkan nyawanya.  Mencengangkan, bukan?

Sewaktu para Komunis masih mempunyai impian, dan hal ini sudah lama berselang, mereka bersedia melakukan Long March.  Mereka menahan segala macam penderitaan.  Banyak yang mengorbankan nyawa mereka demi impian itu.  Tetapi sekarang impian itu telah musnah.  Tak ada seorangpun yang bersedia untuk menderita segala apapun.  Sekarang adalah saat korupsi.  Dengan cara yang sama, bila gereja tidak mempunyai impian lagi, korupsi merembes ke dalam gereja.  Maka akan terjadi kekurangan kasih, bahkan juga pertentangan atas kebenaran.  Itulah kenyataan keras yang dihadapi setiap pemimpi.


Dosa Menghancurkan Impian

Dosa ada di dalam dunia.  Betapa mengerikannya kuasa dosa!  Baru-baru ini di dalam siaran berita, saya mendengar kabar tentang seorang anak yang menyewa seorang pembunuh untuk membunuh kedua orang-tuanya sendiri demi harta warisan.  Dia ingin menikmati kesenangan dosa dengan menggunakan harta warisan orang-tuanya.  Tetapi dia hanya dapat menikmati harta warisan tersebut dalam waktu singkat saja karena sekarang dia akan menghabiskan hampir seluruh sisa hidupnya di penjara dimana dia akan mempunyai banyak waktu untuk merenungkan tindakan keji yang telah dia lakukan.  Hasrat egois untuk bersenang-senang begitu kuatnya sampai-sampai nyawa orang-tuanya sendiripun dikorbankan.  Rasa kasih dan hormat antara orang-tua dengan anak-anaknya adalah prinsip yang penting agar impian kita bisa terwujud, tetapi dosa akan menghancurkan setiap prinsip dan kualitas hidup.  Anda kira dosa hanyalah suatu konsep theologi di dalam Alkitab?  Bukan, dosa adalah kenyataan hidup: anak membunuh orang-tua, orang-tua membunuh anak.  Sungguh mengerikan!

Karena itu, untuk mewujudkan sebuah impian, kita harus mempunyai kekuatan untuk menguasai dosa.  Dan dosa haruslah menjadi hal pertama yang kita kuasai, karena dosa ada di dalam setiap dari kita.  Biarlah kita menjadi orang-orang yang praktis.  Bagaimana kita dapat mempunyai impian yang realistis, jikalau kita tidak dapat menjalin hubungan rumah-tangga sendiri dengan harmonis.  Saya hanya tahu sejumlah kecil saja rumah-tangga  yang harmonis.  Bagi kebanyakan pasangan suami-istri, yang ada hanyalah ketegangan terus-menerus.  Jikalau perkawinan kita tidak lain daripada suatu kesengsaraan yang mendalam, bagaimana akan ada kesukacitaan untuk sebuah impian indah?  Jikalau kuasa Allah tidak cukup untuk menangani kesulitan di dalam perkawinan, bagaimanakah kuasa itu akan cukup untuk medirikan sekelompok masyarakat baru?  Kita hanya berbicara omong kosong saja.

Saya seorang pemimpi, tetapi saya juga seorang realis.  Saya menyadari sepenuhnya kesulitan-kesulitan di muka.  Kita mengetahui kenyataan dosa, tetapi kita mempunyai kekuatan untuk menguasainya.


Isi dari Mimpi Kita

Apakah impian kita?  Apakah prinsip daripada masyarakat baru ini?  Apakah yang sedang kita bangun bersama?  Marilah kita mulai dengan melihat prinsip yang sangat dasar yang ditemukan di Roma 15:1-5:

Kita yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.  Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunkannya.  Karena Kristus juga tidak mencari kesenanganNya sendiri, tetapi seperti ada tertulis: “Kata-kata cercaan mereka, yang mencerca Engkau, telah mengenai Aku.”  Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci.  Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus.

Saya ingin anda memperhatikan penggunaan dari ungkapan “mencari kesenangan” di ayat-ayat ini.  Ungkapan ini tertulis di ayat pertama, “jangan kita mencari kesenangan kita sendiri”, dan di ayat kedua, “kita harus mencari kesenangan sesama kita”, dan di ayat ketiga, “Kristus juga tidak mencari kesenanganNya sendiri”.  Kemudian muncul kata “penghiburan” di ayat keempat dan kelima.  Ayat-ayat ini menolong kita untuk mengerti bahwa tujuan mencari kesenangan sesama kita adalah untuk menghibur dan membangun orang lain.  Sekarang mari kita bayangkan suatu masyarakat dimana orang-orangnya tidak lagi mempedulikan kesenangan mereka, tetapi selalu memikirkan bagaimana caranya untuk menghibur dan membangun orang lain.

Cobalah terapkan hal ini ke dalam kehidupan perkawinan kita.  Kenapa perkawinan menjadi hancur?  Kenapa sebuah perkawinan yang diawali dengan masa pacaran sampai ke bulan madu berjalan begitu baik kemudian dengan sangat cepat berubah menjadi buruk?  Jawabannya sangat mudah.  Rahasianya ada disini, mudah tetapi betul.  Kita tidak boleh berpikir bahwa kebenaran itu harus penuh dengan komplikasi untuk menjadi benar.  Kebenaran adalah hal yang mudah akan tetapi penerapannya sulit sekali.  Anda lihat saja, sebelum kita menikah, kita berusaha untuk menyenangkan pasangan kita.  Kita selalu bertanya: “Apa yang kamu ingin lakukan?  Kamu ingin pergi kemana?  Sukakah kamu dengan ini atau itu?”  Kedua belah pihak selalu mencoba untuk menyenangkan satu sama lain.  Ah, betapa manisnya saat kita memasuki jenjang perkawinan!

Tetapi apa yang terjadi setelah pernikahan?  Begitu selesai berbulan madu, mulai terjadi perubahan pokok di dalam prinsip kita.  Sekarang kamulah yang harus menyenangkan saya!  Berdasarkan prinsip ini, setiap hubungan manusia akan retak.  Hal yang sama berlaku di dalam hubungan antara orang-tua dengan anak-anaknya.  Kita memanggil persoalan ini dengan nama yang keren seperti “generasi gap”, akan tetapi persoalannya sebenarnya tidak berbelit-belit.  Orang-tua menuntut anak-anaknya untuk menyenangkan mereka, karena mereka adalah orang-tua.  Di sisi yang lain, anak-anak itu berpikir :”Kenapa saya harus menyenangkan kalian jikalau kalian tidak menyenangkan saya terlebih dahulu?”  Itulah sebabnya hubungan manusia bisa menjadi begitu tegang.

Apa yang terjadi bila kita mengikuti prinsip “menyenangkan sesama”?  Apabila dua sejoli menikah, mereka seharusnya mempunyai impian bersama.  Jikalau impian tersebut hanya berpusat kepada hal-hal untuk mencari kesenangan bersama, impian itu kurang berarti.  Tetapi jika mereka mempunyai tujuan dan arah hidup bersama, maka dengan bersama-sama mereka akan menghasilkan sesuatu bagi Allah.  Dengan demikian pernikahan tersebut mempunyai tujuan dan impian didalamnya.  Tetapi tujuan itu harus dibagi bersama.  Kalau hanya satu pihak saja yang mempunyai impian, pernikahan itu tidak akan sukses.  “Mencari kesenangan” bukan berarti memuji-muji atau menyanjung orang lain.  Ini bukan berarti mengatakan hal-hal yang mereka suka dengar untuk “menyenangkan” hati mereka.  Ini berarti menghibur sesama untuk maju terus mencapai tujuan bersama tersebut.


Masalah Yang Sama Di Dalam Gereja

Sama halnya dengan masalah yang timbul di gereja.  Kita mempunyai tuntutan terhadap satu sama lain.  Kita menuntut  bahwa sebagai seorang Kristen, ia harus jauh lebih mengerti, ia harus begini dan begitu.  Ia kurang rohaniah.  Ia tidak mencapai standar Allah menurut pengertian saya.  Sebagai akibat dari tuntutan tersebut, kita memberi tekanan kepada sesama.

Tetapi impian itu sebenarnya adalah untuk memberi inspirasi kepada orang-orang.  Dimana ada impian, orang-orang akan tertarik.  Anda tidak perlu memaksa mereka.  Jika diberi motivasi, orang-orang akan dengan senang hati melakukannya.  Namun bila impian itu musnah, anda bisa saja memarahi orang-orang tersebut setiap hari, tetapi tidak akan ada gunanya.  Malahan masalahnya akan menjadi lebih buruk.

Saya waktu dulu pernah menjadi seorang pelatih tim sepak-bola.  Sebagai seorang pelatih, kalau tidak memaksa para pemainnya dengan keras ia dapat mendorong mereka secara halus.  Ia dapat memberi kecaman keras agar mereka bisa bermain dengan lebih baik, atau sebaliknya ia dapat mendorong mereka dengan menunjukkan bagaimana cara bermain yang lebih baik agar bisa menang.  Ia memberikan suatu impian kepada mereka, dan kemudian mendorong mereka untuk mencapainya.  Itu adalah suatu cara yang berbeda, dan pengaruh dari dorongan yang membangun itu sungguh hebat!

Secara pribadi saya sendiri harus lebih banyak belajar tentang hal ini.  Saya adalah seorang yang sangat pelit dalam memberikan pujian.  Tahun lalu, seusai kebaktian gereja, saya berkata kepada salah seorang rekan kerja saya bahwa dia telah memberikan khotbah yang sangat baik.  Ia begitu terkesiapnya sampai-sampai mulutnya hampir terbuka lebar.  Dia menjawab, “Komentar seperti ini sungguh sangat sulit datang darimu.”  Sesudah itu saya merenungkan pernyataanya, dan saya merasa insaf.   Saya menyadari kalau di tahun-tahun belakangan ini saya memberikan sedikit sekali pujian.  Mungkin hal ini karena saya sedang mencoba untuk meninggikan standar rekan-rekan kerja kami.  Tetapi saya belum cukup memberikan dorongan yang membangun dan itulah kekurangan saya.


Masyarakat Baru Berdasarkan Kasih

Hanya atas satu butir ini saja, bayangkanlah suatu masyarakat baru berdasarkan impian yang telah Allah berikan kepada kita.  Misalnya, bagaimanakah seharusnya masyarakat baru ini memelihara orang-orang miskin ditengah-tengah kita?  Di Hong Kong, kami mencoba melakukannya di gereja-gereja kami.  Di masyarakat barat, pemerintahlah yang melakukannya.  Pemerintah-pemerintah Kristen ini, yang Kristen dinamanya saja, telah mengambil alih ide daripada masyarakat baru yang ada di dalam Alkitab.  Setiap hal yang dulunya dikerjakan oleh gereja (seperti rumah-sakit, rumah yatim-piatu, rumah jompo) untuk memenuhi macam-macam kebutuhan, sekarang dikerjakan oleh pemerintah-pemerintah Kristen itu.  Akan tetapi di Hong Kong tidaklah demikian.  Jadi di gereja-gereja kami, kami memperhatikan orang-orang miskin dan jompo di tengah-tengah kami.  Kami menolong mereka yang dalam kesulitan dan memelihara para janda.  Tak ada seorangpun di gereja kami yang akan kelaparan.

Jadi masyarakat baru ini bukanlah suatu angan-angan belaka.  Kami mempedulikan siapa saja yang membutuhkan pertolongan.  Kadang-kadang ada orang yang memerlukan uang untuk melanjutkan studi mereka, dan kami akan mencoba untuk menolong mereka.  Orang-orang sakit akan dijenguk dan dirawat.  Setiap kebutuhan di gereja akan dipenuhi.  Pada saat Roh Kudus turun ke atas gereja di Yerusalem di Kisah Rasul 2, masyarakat baru itu dengan segera berfungsi.  Mereka yang kaya memberi dengan penuh kedermawanan untuk memastikan agar mereka yang miskin tidak kekurangan.  Setiap orang hidup berkecukupan.

Mencari kesenangan sesama kita berarti memikul beban mereka, tidak peduli apakah itu penyakitnya, kesunyian hatinya, ataupun banyak masalah lainnya, seperti yang dikatakan di Galatia 6:2: “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!”  Inilah konsep masyarakat baru itu, yaitu peduli satu terhadap yang lain.  Apabila anda termasuk ke dalam masyarakat ini, masalahnya bukanlah tentang berapa banyak yang dapat anda peroleh, tetapi berapa banyak yang dapat anda berikan.  Jikalau setiap orang mencoba untuk memberi, kita akan memperoleh dengan penuh berkelimpahan.


Kekuasaan Untuk Mengerjakan Semua Ini

Agar supaya bisa melakukan semuanya ini, harus ada suatu kuasa untuk mengubah hati manusia.  Kuasa itu adalah kuasa kebangkitan, seperti yang dikatakan di Efesus 1:19-20.

Dan betapa hebat kuasaNya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasaNya, yang dikerjakanNya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kananNya di sorga.

Kuasa untuk membangkitkan Yesus dan kuasa untuk membangkitkan anda dan saya dari antara orang mati, itulah kehebatan dari kuasa tersebut.  Paulus tidak hanya membicarakan tentang masa depan, tetapi juga tentang masa kini.   Untuk mewujudkan impian ini anda harus mempunyai kuasa untuk mengubah hati manusia, dari seseorang yang ingin diberi kesenangan untuk diri sendiri ke seseorang yang ingin memenuhi kebutuhan orang lain.  Saya pernah dihampiri beberapa orang Kristen yang ingin mempersembahkan uang mereka untuk Kerajaan Allah.  Uang ini bukan dalam jumlah yang kecil, tetapi jumlah yang melebihi $100.000 uang Kanada.  Bagaimana mungkin?

Hal ini adalah karena kuasa Allah yang ajaib: mengubah kita dari seseorang yang hanya mencari apa yang bisa kita peroleh ke seseorang yang mencari apa yang bisa kita beri.  Orang-orang Kristen tersebut tidak peduli banyak akan mobil-mobil bagus dan pakaian-pakaian mewah yang dapat mereka peroleh.  Mereka mempunyai impian yang berbeda, dan kuasa kebangkitan itu telah mengubah mereka.

Bagaimana dengan anda?  Apakah impian anda?

 

Berikan Komentar Anda: