Pastor Eric Chang |

Hari ini kita masuk ke dalam subjek yang sangat penting. Tema Kamp ini adalah: “Bertemu dengan Allah yang kekal”. Kita akan meluangkan waktu untuk bisa semakin mendalami makna dari tema tersebut. Sebelum saya memulai bagian utama dari khotbah ini, saya ingin membagi sedikit tentang saudari Sandra yang telah kembali ke pangkuan Allah sekitar 3 minggu yang lalu. Tampaknya Tuhan ingin memakai Sandra sebagai sarana untuk menyampaikan pesan kepada kita di kamp ini.

Di hari-hari terakhirnya, saya mengunjungi Sandra, dia sempat menatap saya dengan setulus hati dan berkata, “Aku siap untuk bertemu dengan Tuhan.” Berapa banyak dari kita yang siap untuk bertemu dengan Allah? Saya sangat bahagia mendengar kalimat tersebut dari mulutnya. Dalam bercakap-cakap dengan dia, saya berkata, “Kamu tahu, ada satu hal pada dirimu yang membuat saya tidak puas.” Wajahnya berubah khawatir dan ia bertanya, “Mengapa?” Saya berkata, “Karena kamu menerobos antrian. Seharusnya kamu berada di urutan setelah saya. Mengapa sekarang malah kamu yang bertemu dahulu dengan Tuhan? Seharusnya aku dulu yang pergi.” Usianya jauh lebih muda daripada saya; bagaimana mungkin ia yang pergi dahulu? Senyum mengembang di wajahnya. Dia telah mengalahkan saya di dalam perlombaan ini. Kadang kala saya bertanya-tanya, karena usianya jauh lebih muda, mengapa ia dahulu yang pergi? Mungkin karena ia adalah orang yang jauh lebih baik ketimbang saya, dalam arti kualitas kerohanian di dalam pandangan Tuhan. Saya rasa ia memang sudah sangat siap untuk bertemu dengan Tuhan. Memang sempat ada pergumulan di dalam hatinya, tetapi dengan cepat Tuhan memberinya kemenangan.

Hal yang sering terjadi saat kita harus pergi dan bertemu dengan Tuhan adalah timbulnya rasa penyesalan yang besar di dalam hati. Hal ini terjadi pada Sandra, dan cukup mengganggunya. “Ada begitu banyak hal yang ingin kukerjakan buat Tuhan, dan sekarang, semua itu tak bisa kukerjakan lagi.” Dia memang merencanakan untuk melayani Tuhan secara full-time. Namun hal itu tak sempat terlaksana. Namun Bapa kita lebih tahu di mana dia bisa memberi pelayanan yang terbaik – di dalam hidup yang kekal, di kehidupan abadi.

Banyak orang yang meninggal di usia muda menyesalkan kegagalan mereka untuk berbuat lebih banyak bagi Tuhan. Terdapat sebuah lagu, “Haruskah kupergi dengan tangan hampa?” Lagu ini diinspirasi oleh seseorang yang sedang menjelang ajal dan sekarat, dia berkata, “Haruskah aku pergi dengan tangan hampa untuk bertemu dengan Tuhan?” Ia sangat tertekan dengan hal tersebut. Tak ada yang dapat dipersembahkannya kepada Tuhan. Tuhan telah memberinya segala sesuatu dan ternyata ia tak mampu membalas semua itu. Temannya berkata, “Aku akan menaruh kata-katamu di dalam sebuah lagu, sehingga setiap orang bisa mencamkan pesan ini di dalam hati mereka dan akan memanfaatkan waktu singkat yang tersedia buat mereka untuk mengerjakan sesuatu atau menghasilkan sesuatu bagi Tuhan.” Dapatkah Anda hidup tanpa ada penyesalan? Hal yang terburuk adalah pada saat kita menjelang ajal; ternyata ada begitu banyak hal yang kita sesali. Kematian Sandra dan tema kamp ini sangat berkaitan. Bukan hanya Sandra tetapi kita semua harus siap untuk bertemu dengan Allah yang kekal.

Apa arti tema ini, “Bersiap-siap untuk bertemu dengan Allah yang kekal”? Ketika Sandra berkata ia siap untuk bertemu dengan Allah, mengapa ia begitu percaya, yakin dan siap? Saat saya menatap matanya, saya tahu ia memang sangat yakin. Siapa yang memberinya kepastian? Saya rasa tidak ada orang yang bisa memberi kepastian seperti itu selain Allah. Kepastian itu tentu datang dari Allah. Itu adalah hasil karya Roh Kudus. Namun apakah kita tahu apa artinya hal itu – bertemu dengan Allah? Saya berdoa kiranya Roh Allah bekerja dengan kuat di dalam hati Anda sehingga Anda bisa tahu apa artinya itu. Terdapat hadirat yang khusus dari Tuhan di dalam diri orang yang sangat mengasihi-Nya dan siap untuk mati. Hadirat Tuhan itu mewujudkan sesuatu yang istimewa dalam diri mereka tanpa dapat dipahami oleh orang yang tidak dekat dengan Tuhan. Apa artinya “Allah yang kekal”? Tahukah kita apa artinya itu?


Apa Arti Kekekalan?

Saya pernah menyaksikan suatu acara televisi tentang planet-planet, yang membahas tentang alam semesta dan luasnya alam semesta ini. Salah satu ahli astrofisika menyampaikan bahwa dengan menggunakan peralatan yang tercanggih, dia telah menemukan sebuah bintang yang istimewa. Berdasarkan perhitungan yang dibuat, bintang ini telah melintas selama lima milyar tahun untuk bisa sampai ke bumi. Lima milyar? Apa artinya itu? Bayangkan jarak yang ditempuh dalam lima milyar tahun cahaya. ‘Tahun-cahaya’ berarti jarak yang bisa ditempuh oleh cahaya dalam waktu setahun. Tahukah Anda berapa jauh cahaya bisa bergerak di dalam setahun? Menurut Albert Einstein tidak ada apa pun yang bisa bergerak lebih cepat daripada kecepatan cahaya. Jika Anda menyalakan lampu di sini hampir langsung cahaya itu terlihat dari jauh. Di sekolah dulu kita diajari tentang jarak yang ditempuh cahaya di dalam waktu satu detik. Jika Anda berbicara tentang jarak yang ditempuh dalam satu tahun oleh cahaya, yaitu, dengan kecepatan cahaya, kita akan dibuat terperangah. Berbicara tentang seribu tahun, seratus ribu tahun, sejuta tahun cahaya, jarak yang harus dihitung sudah sulit kita pahami lagi. Sekarang kita mulai mendapatkan sedikit makna dari kekekalan di dalam pengertian laju cahaya di tengah alam semesta. Allah yang telah menciptakan alam semesta ini, Ia adalah kekal. Apakah arti kekekalan itu? Para ilmuwan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kekekalan dibandingkan dengan kebanyakan kita. Mereka sudah terbiasa berurusan dengan angka-angka milyaran tahun, hal yang tidak biasa kita hadapi.


Bertemu dengan Allah yang kekal

Kekekalan – menggambarkan kebesaran dan keluasan yang tidak bisa kita pahami. Apa artinya bertemu dengan Allah yang seperti ini? Dapatkah kita memahaminya – bertemu dengan Allah yang kekal? Apa artinya itu? Jika kita bertemu dengan Ratu Inggris atau Presiden Amerika Serikat, itu berarti kita sedang bertemu dengan sesama manusia. Anda mengamati orang tersebut, ia adalah seorang Presiden, dia adalah orang penting, tetapi dia tetap adalah manusia seperti kita. Tahun yang lalu, di dalam perjalanan saya, saya mendapat kesempatan untuk bertemu dengan Presiden Carter di Amerika Serikat. Saat saya bagikan pengalaman itu dengan tim pelatihan full-time, mereka terkejut ketika saya perlihatkan foto saya sedang bersama Presiden dan Nyonya Carter. Mereka pikir itu hanya suatu tipuan fotografis. Saya katakan pada mereka, “Tidak, itu gambar yang asli, tidak ada tipuan di situ!” Seperti apa Tuan Carter itu? Dia adalah orang yang sangat ramah, rendah hati, seorang Kristen yang sejati juga. Kami bertemu di gereja tempat dia biasanya beribadah dan memimpin kelas sekolah Minggu untuk orang dewasa. Di dalam pertemuan itu, saya kaget saat diminta untuk menaikkan doa pembukaan. Sekalipun dia sudah tidak menjabat sebagai Presiden lagi tetapi dalam protokol negara, dia masih dipanggil dengan sebutan Presiden Carter. Dia adalah orang yang pernah memegang kekuasaan paling besar di bumi, tetapi ketika bertemu dengannya Anda akan tahu bahwa Anda sedang berbicara dengan sesama manusia; Anda bisa bersantai dengannya.

Namun bertemu dengan Allah yang kekal, kita tidak tahu apa yang harus dibayangkan. Pada kenyataannya hal itu tidaklah begitu menyeramkan jika Anda siap untuk bertemu dengan-Nya. Jika Anda tidak siap, saya rasa saat itu akan menjadi saat yang menakutkan. Apakah kita semua harus bertemu denganNya? Oh, ya. Setiap orang harus bertemu denganNya. Mengapa? Karena kita semua diciptakan olehNya. Hidup yang Anda miliki, bukan hak kepunyaan Anda. Itu sebabnya Anda harus menyerahkannya ketika Anda mati. Apa yang disampaikan oleh Alkitab kepada kita? Sudah ditentukan bahwa manusia akan mati. Hal itu sudah ditetapkan – bukan merupakan suatu pilihan buat kita. Sudah ditetapkan bahwa manusia mati sekali, selanjutnya apa? Selanjutnya adalah penghakiman! Jangan berkata pada diri Anda, “Nah, dengan kematian berarti segalanya akan berakhir. Segalanya usai sudah. Jika Anda punya banyak masalah, tembak saja kepala Anda dan segala persoalan Anda akan berakhir.” Oh, tidak. Itu adalah suatu kebodohan. Dengarkanlah apa yang disampaikan oleh Alkitab. Kematian bukanlah akhir dari segalanya. Sesudah kematian, datanglah penghakiman. Anda berkata, “Aku tidak percaya pada penghakiman. Aku tidak percaya pada Allah.” Lalu Anda mengira sudah bebas, begitu? Jika Anda tidak percaya bahwa Australia itu ada, apakah Anda pikir dengan ketidak-percayaan Anda itu, maka Australia akan menghilang? Sebagaimana yang sudah saya sampaikan sebelumnya, hal yang Anda percayai itu hanya akan mempengaruhi diri Anda saja. Tidak akan berdampak apapun terhadap fakta yang ada. Jika Anda tidak percaya bahwa ada seorang Presiden bernama Carter, maka Presiden Carter tidak lenyap karena ketidak-percayaan itu.

Saya teringat ketika masih remaja, teman-teman sering berkumpul bersama sambil mengobrol dan berbicara tentang segala sesuatu. Kami akan saling berbagi kisah. Tahukah Anda apa kisah kegemaran kami? Kami senang bercerita tentang hantu. Pernahkah Anda berkumpul bersama teman-teman Anda dan mulai bercerita tentang hantu? Ada yang akan berkata, “Sudahlah! Aku tidak percaya segala omong kosong itu.” Ada yang berusaha menyakinkan, “Kamu tidak percaya? Aku akan beritahu, aku pernah melihat hantu.” “Ah, jangan bicarakan omong kosong seperti itu. Apa kamu betul-betul pernah?” “Ya, aku benar-benar pernah melihat hantu.” Selanjutnya semua yang lain mulai bercerita tentang hantu masing-masing. Tiba-tiba salah seorang melompat ke arah orang yang tidak percaya itu dan orang ini hampir saja pingsan ketakutan. Sebenarnya ketika orang menceritakan kisah hantu mereka, wajah orang yang tidak percaya ini sudah semakin pucat. Ia masih bergumam, “Aku tidak percaya semua ini.” “Lalu mengapa mukamu memucat?” “Wajahku? Memucat? Siapa bilang!” “Kamu bilang tidak percaya pada hantu. Mengapa kamu begitu ketakutan?” Banyak dari Anda, saya rasa, pernah punya pengalaman tentang hantu. Cukup menakutkan.

Ibu saya yang tadinya bukanlah seorang Kristen dan tidak percaya pada apapun, bercerita kepada saya bahwa suatu hari ia pernah melihat satu sosok putih melintas di kamarnya. Ia sedang terjaga, jadi ia mengamati sosok putih ini melintasi kamarnya secara perlahan. Dia terus mengamatinya dan sosok itu meninggalkan kamarnya dan beranjak ke arah kamar saya. Sebagai seorang ibu, tentu saja, ia sangat ketakutan. Apa yang mau dilakukan oleh hantu ini di kamar anakku? Lalu ia bergegas keluar dari kamarnya menuju ke kamar saya untuk memastikan apakah saya baik-baik saja, dan dia mendapati bahwa saya sedang tertidur lelap – tidak ada masalah. Apa sebetulnya yang ia lihat itu? Apakah itu hantu? Apakah itu malaikat? Akan tetapi reaksinya adalah ketakutan. Jika sekedar hantu – apa yang bisa dilakukan oleh hantu terhadap Anda? Jika orang begitu ketakutan terhadap hantu, bagaimana kalau bertemu dengan Allah yang kekal?

Sandra berkata, “Saya siap.” Mengapa ia tidak takut? Sangat menarik, bukankah begitu? Ketika ia menyampaikan hal itu, ia berbicara dengan penuh ketenangan, seolah-olah ia memang menantikan saat untuk bertemu dengan-Nya, seperti mau bertemu dengan ayahnya sendiri saja. Ya, bagi orang yang mengenal Allah, Ia bukan saja kekal, Dia adalah Bapa kita. Saya tidak tahu apakah semua yang ada di sini sudah mengenal Tuhan. Mungkin banyak yang masih belum. Jadi ada dua kemungkinan pengalaman Anda dalam bertemu dengan Allah. Anda bisa bertemu Dia sebagai Bapa Anda, atau sebagai Hakim atas diri Anda, dan dalam hal ini memang ada alasan untuk ketakutan. Apa kelanjutan dari penghakiman? Sudah ditetapkan bahwa manusia mati sekali saja. Jika Anda akan bertemu dengan-Nya sebagai Hakim atas diri Anda, bagaimana perasaan Anda? Dalam pengertian tertentu kita semua memang harus bertemu dengan Dia sebagai Hakim. Itulah yang Paulus katakan di dalam 2 Korintus 5:10, “kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus.” Kita, termasuk rasul Paulus, harus berdiri di hadapan takhta penghakiman yang sudah diserahkan Allah kepada Kristus. Akan tetapi jika Sang Hakim adalah saudara kita, yang selalu bersekutu dengan kita, kita tidak akan merasa ketakutan. Akan tetapi, kita tidak boleh terlalu percaya diri.


Penghakiman – seperti menghadapi Ujian Akhir

Saat kita memakai istilah “penghakiman”, kata ini mungkin terasa asing bagi kita. Saya sendiri tidak pernah masuk ke ruang pengadilan dan tidak pernah punya pengalaman pribadi tentang pengadilan. Belakangan ini, terdapat banyak film tentang kasus-kasus di pengadilan dan sebagainya, tetapi kita tidak punya pengalaman langsung tentang hal ini. Namun kebanyakan dari kita pernah punya pengalaman menghadapi ujian. Kita melewati pendidikan – dasar, menengah dan universitas – jadi kita tahu seperti apa ujian itu. Dengan demikian, mungkin lebih mudah untuk menggambarkan penghakiman setelah kematian sebagai Ujian Akhir. Seberapa pentingnya Ujian Akhir? Oh, ini sangatlah penting. Ujian Akhir menentukan apakah Anda lulus atau tidak lulus. Jika Anda mengikuti ujian di universitas, itu menjadi persoalan dapat atau tidak dapat gelar. Ujian itu penting bagi karir dan masa depan Anda karena segalanya bergantung pada hasil dari ujian itu.

Namun bagaimana dengan Ujian Akhir ini? Persoalannya adalah antara hidup yang kekal dan kematian yang kekal. Inilah ujian yang kita tidak dapat dan tidak berani gagal. Ingatkah Anda, ketika Anda masih di sekolah, seberapa penting arti ujian itu? Anda berjuang dan bekerja keras untuk bisa lulus ujian. Kalau dipikirkan, apanya yang penting dari sebuah ujian? Jika Anda gagal, Anda mungkin memiliki kesempatan untuk mengulangi ujian itu lagi, tetapi tidak untuk ujian yang satu itu. Di dalam Ujian Akhir ini, jika Anda gagal, tidak ada kesempatan kedua. Anda harus bersiap-siap untuk bertemu dengan Penguji Anda, dan Anda tidak berani gagal, karena segala sesuatunya bergantung pada hasil dari ujian ini.

Bagaimana persiapan Anda? Itu adalah poin yang sangat mendasar yang mau disampaikan oleh tema kamp ini, bukankah begitu? Saat Anda mengambil mata kuliah di perguruan tinggi, Anda tahu apa yang harus dipersiapkan. Biasanya pihak kampus memberitahu Anda – Anda akan diuji tentang pokok yang ini dan yang itu, jadi Anda harus belajar tentang itu semua. Akan tetapi jika saya mengamati orang-orang Kristen atau mengamati kebanyakan orang di dunia ini yang nanti akan menghadapi Ujian Akhir itu, tampaknya mereka bahkan tidak peduli. Dapatkah Anda berkata, seperti Sandra, “Saya siap untuk bertemu dengan Sang Penguji”? Dapatkah Anda mengucapkannya? Apakah Anda yakin pasti lulus? Kerugian akibat kegagalan jelas tidak terbayangkan. Saya mohon agar Anda semua memikirkannya baik-baik. Yang dipertaruhkan adalah hidup yang kekal dan kematian kekal! Segala sesuatu yang berkaitan dengan Allah sifatnya kekal. Ia tidak ada waktu untuk hal-hal yang bersifat sementara. Yang terutama adalah yang kekal. Saya tanyakan Anda sekali lagi, masing-masing dari Anda: Apakah Anda yakin akan lulus dalam Ujian ini? Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana? Bagaimana kita bisa lulus?


Ujiannya adalah tentang “Apakah Anda Domba atau Kambing?”

Perumpamaan tentang domba dan kambing berbicara tentang perjumpaan dengan Raja Kekal. Perumpamaan ini merupakan satu ajaran yang sangat penting tentang hal bertemu dengan Yesus tetapi memakai bahasa yang parabolis. Unsur parabolisnya adalah istilah domba dan kambing. Manusia digambarkan dengan memakai istilah domba dan kambing. Hal yang menjadi penekanan di sini adalah terdapat dua macam orang; semua yang ada di sini dapat dikelompokkan menjadi dua. Anda dapat digolongkan sebagai domba atau kambing. Anda akan menjadi salah satu dari keduanya itu. Yang manakah Anda? Mungkin Anda yakin Anda termasuk golongan domba dan karena itu pasti akan lulus ujian dengan nilai cemerlang. Namun, saran saya, janganlah terburu-buru memutuskan apakah Anda ini domba atau kambing.

Dulu saya punya seorang teman di Cambridge. Ia adalah seorang mahasiswa penerima beasiswa yang cerdas. Masuk ke Cambridge saja sudah susah, menjadi mahasiswa penerima beasiswa di sana jelaslah jauh lebih susah. Ini menunjukkan betapa pintarnya dia. Ia saat itu kuliah teknik mesin. Kadang kala saya berkunjung ke Cambridge untuk belajar sebelum ujian, karena sangat susah belajar di London karena begitu banyaknya kesibukan di gereja. Di sana saya dapat belajar dengan tenang. Demikianlah, kami sedang sibuk mempersiapkan diri menghadapi ujian. Lalu bagaimana dengan teman yang penerima beasiswa ini? Di saat kami semua belajar keras, ia justru berjalan-jalan seolah-olah sedang berlibur. Kami berkata kepadanya, “Apa kamu tidak ada sesuatu yang harus dikerjakan? Ujian sudah dekat. Mengapa kamu malah berjalan-jalan?” Katanya, “Aku sudah selesai dengan persiapannya. Aku sudah siap menghadapi ujian.” “Baiklah,” kata kami, “baguslah. Bisakah kamu tinggalkan kami sendirian supaya kami bisa belajar dengan tenang?” Ia begitu yakin sehingga ia masih keluyuran di hari-hari menjelang ujian. Tahukah Anda apa yang terjadi? Ia gagal! Ia tidak percaya akan kenyataan itu. Ia gagal justru di mata kuliah andalannya. Saya sampaikan hal ini untuk menunjukkan kepada Anda: jangan terlalu yakin. Anehnya kebanyakan dari kami lulus dan ia tidak. Seharusnya dialah yang menjadi yang terbaik di antara yang terbaik. Masalahnya adalah dia terlalu percaya diri. Alkitab memperingatkan kita tentang rasa percaya diri yang semacam ini. Paulus berkata, “Berhati-hatilah! Jika engkau mengira bahwa engkau teguh, engkau akan jatuh.” Lantas pertanyaannya adalah – pertanyaan yang terpenting adalah – bagaimana kita bisa lulus di dalam ujian yang menentukan hidup-dan-mati ini?

Perumpamaan ini mengatakan pada hari Ujian Akhir, pengujiannya adalah apakah kita domba atau kambing. Sang Hakim akan menunjuk ke arah para domba dan berkata, “Mari! Ke sebelah kananku! Kalian yang diberkati oleh Bapaku. Mengapa? Karena ketika aku lapar, engkau memberi aku makan. Ketika aku haus, engkau memberi aku minum. Ketika aku kedinginan, engkau memberi aku pakaian. Ketika aku adalah orang asing, tak ada orang yang menyambut aku. Engkau menyambut aku. Ketika aku sakit, terbaring dalam kesedihan, kamu datang untuk menjengukku dan kamu merawatku. Kemudian ketika aku di penjara, kamu datang menentramkanku.” Tahukah Anda? Para domba tidak ingat bahwa mereka pernah melakukan hal tersebut. Mereka berkata, “Tu[h]an, kapankah kami mengerjakan hal itu? Kapankah kami melihat engkau kelaparan? Kapankah kami melihat engkau kehausan? Kami tidak ingat bahwa kami pernah melihat engkau dalam keadaan seperti itu.” Dan Yesus mengatakan ini: “Apa yang telah engkau perbuat terhadap saudaraku yang paling hina – orang yang terhina di antara mereka yang mengenalku – kamu sudah melakukannya untukku.”

Kemudian ia berkata kepada para kambing, “Kalian ke sebelah sini.” Dan ia melanjutkan ucapannya kembali dan berkata, “Ketika aku kelaparan, engkau tidak memberi aku makanan untuk kumakan. Pada saat aku kehausan, engkau tidak memberiku minum.” Demikianlah perkataannya berlanjut. Dan mereka mengucapkan hal yang sama. “Tu[h]an, kapankah kami melihat engkau…?” “Segala yang tidak kamu perbuat terhadap saudaraku yang paling hina, kamu tidak melakukannya terhadapku.” Kemudian Yesus menyampaikan ucapan yang mengerikan, “Menyingkirlah dariku, ke dalam neraka yang telah dipersiapkan bagi Iblis dan malaikat-malaikatnya.”

Mereka gagal dalam ujian yang paling penting, dan mereka bahkan tidak tahu mengapa bisa gagal. Hal yang menarik adalah bahwa kelompok yang lain juga tidak tahu bahwa mereka sudah lulus. Apakah pernyataan ini tepat? Tidak juga, seperti yang akan kita lihat nanti. Karena, sebagaimana yang sudah saya katakan, Sandra tahu bahwa dengan kasih karunia Allah, dia akan lulus ujian. Satu-satunya yang mungkin tidak ia ketahui adalah bagaimana ia bisa lulus. Ini adalah hal yang indah. Saat saya berulang kali membaca ayat-ayat ini, bahkan sampai tadi malam, saya berkata, “Tuhan, tunjukkanlah hati-Mu dari firman-Mu ini. Apa yang ingin Kau katakan kepada kami?”

Tahukah Anda kapan Yesus menyampaikan perumpamaan ini? Tiga hari sebelum kematiannya. Setiap orang tahu pepatah terkenal yang mengatakan bahwa, “Jika seseorang sedang menjelang ajalnya, Anda harus mendengarkan perkataannya dengan sungguh-sungguh.” Ia tidak akan bercanda dengan Anda. Ia tidak akan menceritakan dongeng kepada Anda. Kata-kata terakhir selalu penting. Jadi, saya berkata, “Yesus, apa yang ingin kau katakan kepada kami?”


Keselamatan berdasarkan Perbuatan Baik?

Apakah mulai hari ini, kita akan berkeliling untuk mencari apakah ada orang yang kelaparan di gereja, mungkin juga di seluruh Hong Kong. Aku cukup berkeliling dan melihat apakah ada orang yang kelaparan, karena aku ingin lulus Ujian Akhir nanti. Jadi, langsung saja, aku akan mencari yang kelaparan dan kehausan. Aku akan membawa botol minuman yang besar, dan juga satu tas besar berisi makanan. Aku akan mencari orang-orang yang kelaparan dan kehausan, dan kalau ada yang kutemukan, alangkah senangnya. Jadi, kalau kudapatkan orang seperti itu, akan aku berkata kepadanya, “Ini ada makanan. Makanlah! Ayo cepat! Makanlah!” Orang itu bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Anda berkata, “Aku ingin lulus Ujian Akhir!” Anda melihat ada orang yang pakaiannya tidak layak, lalu Anda segera membeli beberapa pakaian bagus untuk dikenakan padanya. Kemudian aku juga akan segera pergi dan berkunjung ke penjara dan mengunjungi orang sakit. Aku akan segera punya banyak kesibukan mulai sekarang ini. Jadi setelah acara kamp, semua menjadi orang-orang yang sibuk karena Anda semua ingin lulus Ujian Akhir. Sebenarnya tidak ada yang salah dalam melakukan semua itu.

Masalahnya adalah Anda akan kesulitan mendapatkan orang yang kelaparan di Hong Kong. Anda akan kesulitan mencari orang yang kehausan. Anda juga akan kesulitan menemukan orang tidak berpakaian layak. Anda berkata, “Tuhan, aku tidak bisa lulus Ujian ini karena tidak ada orang yang sesuai untuk dijadikan bahan praktek.” Jika Anda mengambil kata-kata tersebut secara harfiah, ia akan menjadi hal keselamatan oleh perbuatan baik. Anda akan berusaha untuk lulus ujian dengan kekuatan sendiri. Itulah persoalannya. Namun sekarang kita mengerti tentang sesuatu yang tidak dipahami domba-domba itu. Mereka tidak tahu bahwa dengan melakukan hal itu terhadap orang yang paling hina di dalam jemaat atau bahkan di dunia, mereka sedang melakukannya terhadap Yesus. Kita sudah mendapatkan rahasianya. Kita tahu bahwa dengan mengerjakan hal-hal tersebut pada orang-orang yang tidak berarti, kita sedang melakukannya terhadap Yesus. Namun kita akan salah kalau memahami hal ini secara keliru. Kita bisa terjebak ke dalam bahaya mengusahakan keselamatan dengan cara berbuat baik.

Itukah yang dikatakan oleh Yesus kepada kita? Apakah para domba itu menjadi domba karena mereka keluyuran sepanjang hidup mereka mengerjakan perbuatan baik? Ini bukanlah hal yang ingin Yesus ajarkan. Lalu apa yang ingin disampaikan oleh Yesus? Yesus memberitahu kita, “Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik.” Pohon yang baik tidak sekadar menghasilkan buah yang baik, melainkan juga buah yang banyak. Ada beberapa pohon yang menghasilkan buah, tetapi tidak banyak. Akan tetapi pohon yang baik akan dipenuhi oleh banyak buah. Begitu melimpah! Sangat baik dan melimpah! Apakah itu mirip dengan kehidupan rohani Anda? Sebaliknya pohon yang tidak baik akan menghasilkan buah yang tidak baik juga. Yesus bahkan berkata: “Bisakah kamu mengharapkan buah ara dari semak belukar? Bisakah kamu mendapatkan buah anggur dari pohon jenis yang lain selain anggur?” Ketahuilah bahwa apa yang Anda lakukan, perbuatan baik Anda, tidak akan menjadikan Anda orang yang baik. Namun orang yang baik akan menghasilkan perbuatan baik, tanpa harus berjuang keras. Kehidupan yang ada di dalam, itulah yang menghasilkan buah tersebut. Orang tersebut akan berbuat baik karena memang seperti itulah dia.

Pokok yang penting bukanlah apa yang Anda kerjakan; yang penting adalah siapa diri Anda. Seekor domba adalah domba karena memang begitulah adanya dia. Ia menghasilkan wol karena dia memang domba. Kambing tidak bisa menghasilkan wol – ia bukan domba! Mari kita pahami hal ini dengan baik. Anda mengerjakan perbuatan semacam itu karena Anda memang orang jenis itu. Dengan kata lain, jika Anda berkeliling memberi minum kepada yang haus dan makanan kepada yang lapar, itu adalah perbuatan yang sangat baik, akan tetapi tidak akan membuat Anda lulus Ujian akhir. Terlebih lagi: pertanyaannya adalah apakah Anda termasuk jenis orang yang akan melakukan hal itu secara naluriah. Orang yang mengutamakan perbuatan baik perhatiannya akan tertuju pada apa yang ia kerjakan. Orang yang baik akan berbuat baik karena memang wataknya seperti itu; ia tidak akan mengingat-ingat hal itu. Belakangan, jika Anda berterima kasih kepadanya, mungkin ia bahkan sudah tidak ingat akan hal itu. Anda berkata, “Terima kasih atas makanan yang telah kau berikan padaku.” Ia akan berkata, “Makanan apa?” Ini karena ia melakukan hal semacam itu setiap saat. Ia tidak ingat ia pernah melakukan hal itu kepada Anda. Hal itu tidak tertanam dalam ingatannya karena ia tidak memusatkan perhatian pada perbuatannya. Itu adalah perbedaan yang sangat vital! Itu sebabnya mengapa mereka yang disebut domba itu tidak ingat bahwa mereka pernah melakukan hal-hal semacam itu. Semua berlangsung secara alamiah. Mungkin alamiah bukan istilah yang tepat – supernatural! Apa yang mereka perbuat adalah hasil karya Roh Kudus di dalam diri mereka. Bukan karena mereka berusaha untuk melakukannya dengan kekuatan mereka sendiri. Kedua hal itu adalah perkara yang sangat jauh berbeda.


Apa yang harus kita ‘perbuat’ untuk Lulus Ujian?

Ini membawa kita lebih dekat ke inti persoalannya. Hal yang sangat perlu untuk diperhatikan adalah sangat sulit untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian ini jika Anda tidak tahu apa ujiannya. Hal yang perlu dan sangat penting untuk Anda perhatikan di dalam perumpamaan ini adalah siapa yang dibuang ke neraka. Apakah ada di antara mereka yang menghadapi tuduhan telah berbuat dosa? Jika Anda duduk di sana dan berpikir, “Aku pasti akan lulus ujian karena aku tidak melakukan dosa-dosa yang besar – aku tidak merampok bank, aku tidak mencuri apapun, aku tidak melakukan ini atau itu – aku akan baik-baik saja! Aku orang benar. Aku akan lulus ujian.” Fakta bahwa Anda melakukan atau tidak melakukan hal-hal tersebut bahkan tidak disinggung sama sekali. Hal yang dibahas bukanlah masalah dosa yang Anda perbuat. Hal yang dibahas adalah perbuatan baik, perbuatan baik yang semestinya Anda lakukan, itulah yang menjadi pokok persoalannya. Ini merupakan bagian yang menakutkan. Camkanlah hal ini baik-baik, karena di Penghakiman, tak seorang pun yang dituduh, “Oh, kamu harus ke neraka karena kamu telah melakukan perbuatan jahat yang ini atau kejahatan yang itu.” Baca sekali lagi perumpamaan ini dan Anda akan melihat hal yang sangat aneh ini.

Hal lain yang perlu perhatikan adalah tidak ditanyakan sedikitpun tentang apa yang Anda percayai atau yang tidak Anda percayai. Sang Hakim tidak berkata kepada para domba, “Kamu memiliki hidup yang kekal karena kamu percaya Tuhan.” Ia tidak menyebutkan urusan doktrin. Tidak sedikitpun hal semacam itu diungkitkan. Para kambing juga menyebut Yesus yang merupakan Hakim di dalam perumpamaan ini sebagai ‘Tuan’. Mereka menyebutnya sebagai ‘Lord’, tetapi mereka harus masuk ke neraka. Tak seorang pun di antara para kambing itu yang menghadapi tuduhan, “Kamu tidak percaya tentang hal ini dan kamu tidak percaya akan hal itu.” Pertanyaan tentang kepercayaan sama sekali tidak disinggung. Anda percaya pada banyak hal, bagus sekali! Namun jangan bergantung pada kepercayaan tersebut untuk bisa lulus Ujian Akhir. Anda menganggap bahwa doktrin yang Anda miliki sangat murni, atau kita mungkin mengira bahwa kita memiliki pengajaran yang terbaik di dunia sehingga kita pasti akan lulus Ujian Akhir. Jangan bergantung pada keyakinan bahwa Anda sudah mendapatkan ajaran yang terbaik dan memiliki iman yang terbaik maka Anda akan lulus.

Perhatikan adanya sesuatu yang sangat jarang diamati sehubungan dengan ajaran Yesus. Unsur ini mungkin bisa sebut seperti unsur yang tidak terduga. Ini merupakan hal yang menakutkan. Apa maksud saya dengan pernyataan ini? Apa unsur tidak terduga itu? Unsur itu adalah apa yang disebut dengan istilah dosa kelalaian – Anda lalai melakukan apa yang seharusnya Anda lakukan. Apa yang seharusnya Anda perbuat dan ternyata tidak Anda perbuat – itu adalah hal yang menjadi faktor penentu di dalam Ujian Akhir nanti. Hanya ada satu cara untuk bisa mengatasi persoalan ini. Dan cara itu akan kita bahas nanti.


Dosa akibat Kelalaian

Apa yang dimaksudkan dengan masalah kelalaian? Para kambing itu gagal karena mereka tidak melakukan apa yang seharusnya mereka perbuat. Mereka tidak tahu apa yang menjadi faktor yang tak terduga ini. Akan tetapi hal ini muncul di dalam sebagian besar ajaran Yesus termasuk Perumpamaan tentang talenta yang juga ada di Matius 25. Hamba yang satu mendapat lima talenta, yang satunya dua dan yang lain mendapat satu. Apa yang terjadi dengan yang mendapatkan satu talenta? Ia dicampakkan keluar ke dalam kegelapan yang paling gelap – apa dosanya? Sekali lagi, perhatikan unsur kejutannya. Di dalam Penghakiman, tidak ada patokan yang pasti dan baku, jadi jangan terlalu yakin. Orang itu dihukum bukan karena ia telah berbuat dosa – perampokan, pembunuhan, apapun itu. Ia juga tidak dihukum dengan tuduhan telah melakukan dosa-dosa yang kecil. Dia menerima satu talenta dan ia mengembalikan satu talenta yang diterimanya itu, jadi apa yang salah dengan itu? Ia tidak menghilangkan satu talenta itu; ia juga tidak mencuri yang satu talenta itu. Ia berkata, “Ini dia, Tuan, engkau memberiku satu talenta, sekarang kukembalikan padamu.” Dosanya adalah sama seperti para kambing. Ia tidak melakukan apa yang seharusnya ia perbuat – yaitu dosa kelalaian!

Unsur ini dapat ditemukan di dalam banyak ajaran Yesus. Contohnya, di dalam perumpamaan tentang uang mina di Lukas 19. Hal yang persis sama disebut. Orang yang mendapat hukuman adalah orang yang tidak berbuat apa-apa. Ia tidak mengerjakan hal yang baik sekaligus tidak mengerjakan hal yang jahat. Mestinya ia akan baik-baik saja. Dia bermain aman – paling tidak di dalam perkiraannya, tetapi ternyata itu justru merupakan hal yang menggagalkannya.

Demikian juga dengan Perumpamaan tentang sepuluh orang Gadis. Saya berbicara khususnya kepada orang-orang Kristen karena saya ingin agar Anda mengerti tentang adanya unsur ini – dosa akibat kelalaian – dan unsur ini terdapat di sepanjang pengajaran Yesus bukan sekedar di dalam Perumpamaan tentang kambing dan domba. Lima orang gadis membawa pelita yang menyala, menantikan kedatangan mempelai pria, yang dalam hal ini adalah Kristus. Perhatikan bahwa semua perumpamaan-perumpamaan ini berkaitan dengan Penghakiman. Lalu, apa yang dikerjakan oleh kelima gadis yang lainnya? Mereka juga membawa pelita yang menyala. Namun setelah beberapa waktu, minyak mereka menipis. Ketika mempelai pria datang, pelita di tangan kelima orang gadis yang pertama itu menyala terang. Pelita di tangan kelima gadis yang lain juga menyala tetapi sangat redup. Masih menyala, tetapi tidak cukup untuk ikut dalam pertemuan dengan Sang Raja. Lalu apa dosa mereka? Mereka tidak melakukan dosa apapun. Mereka juga mau bertemu mempelai pria bersama dengan kelima gadis yang pertama. Lalu apa yang terjadi dengan kelima gadis itu ketika sang mempelai pria datang dan minyak mereka habis? Mereka ditinggalkan di luar kerajaan. Apakah mereka tidak cukup beriman? Apa persoalan mereka? Ada sesuatu yang terlalaikan. Minyak – tidak terdapat cukup minyak pada mereka. Masalahnya bukan apa yang mereka perbuat, melainkan apa yang tidak mereka perbuat, itulah persoalannya. Mereka tidak punya cukup minyak. Apakah kita memahami apa yang tertulis di Kitab Suci?

Ambil lagi contoh yang lain – tentang orang Samaria yang baik. Ada tiga macam orang yang melihat orang yang terluka parah dan sedang tergeletak di jalanan. Seorang imam lewat di sana – apa yang ia lakukan? Tidak ada! Ia berlalu begitu saja. Ia tidak mau dirinya tercemar oleh orang yang mungkin sudah mati ini. Datanglah orang yang kedua – orang Lewi – apa yang ia lakukan? Kecaman muncul bukan karena orang-orang itu telah berbuat jahat tetapi karena mereka tidak melakukan apa-apa. Dapatkah kita memahaminya pokok yang penting ini?

Demikian juga dengan Perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah di Lukas pasal 13. Pohon ara yang tidak berbuah ini sebenarnya sudah akan dipotong. Apa kejahatan dari pohon ara tersebut? Tidak ada! Hanya karena ia tidak berbuah saja. Ia tidak melakukan apapun. Masalahnya bukan pada apa yang ia lakukan; tetapi pada apa yang tidak ia lakukan.

Mari kita lihat kasus yang lain – orang kaya dan Lazarus – di dalam Lukas 16. Orang kaya itu masuk ke neraka. Apa kejahatannya? Ia tidak berbuat apapun – itulah kejahatannya. Pengemis ini duduk di luar gerbangnya – orang kaya itu sama sekali tidak peduli padanya. Itulah kejahatannya. Di dalam perumpamaan tentang hakim yang lalim di Lukas 18, apa kejahatan dari sang hakim? Karena ia tidak mau mengurusi kasus tersebut. Bukan apa yang telah ia perbuat melainkan apa yang tidak ingin ia perbuat itulah yang menjadi persoalannya. Di Yohanes 15:12 – tentang pokok anggur dan cabangnya – apa yang dikatakan oleh Yesus di sana? “Setiap cabang yang tidak melakukan apa-apa, yang tidak menghasilkan buah, akan dipotong oleh Bapaku.” Dipotong!

Berkaitan dengan dosa jemaat, yang dipersoalkan bukanlah hanya apakah kita telah berbuat banyak kejahatan. Justru apa yang tidak Anda perbuat, itulah yang akan menjadi perkara buat Anda di hari Penghakiman nanti. Di situlah bencananya. Pikirkanlah hal ini baik-baik. Itulah hal yang ingin disampaikan oleh Yesus kepada kita; Aku tidak akan menuntutmu atas apa yang telah kau perbuat, melainkan atas apa yang tidak kau perbuat. Dosa ‘kelalaian’ akan menjadi sedemikian seriusnya sehingga tidak ada waktu lagi yang tersisa untuk berbicara tentang apa yang telah Anda perbuat. Anda sudah berada dalam hukuman atas apa yang Anda tidak perbuat; tak ada waktu tersisa untuk membahas apa yang telah Anda perbuat. Ini adalah konsep yang sangat berbeda dengan yang kita pegang selama ini.


Apakah kita sudah masuk ke dalam Hidup?

Amatilah kehidupan Anda, saudara dan saudariku, amatilah dengan cermat. Apakah Anda akan pergi ke sana dengan tangan hampa? Kemungkinan besar jawabannya adalah, ya. Dan jangan berkata kepada saya, saudara dan saudariku, dan bahkan jangan katakan ini kepada Yesus, “Banyak sekali kesibukanku di gereja.” Yesus tidak akan menghiraukan urusan itu. Ia ingin mengetahui, “Apa yang telah kau perbuat bagi saudaraku yang paling hina ini?” Jika gereja tempat Anda melayani berpijak pada sikap untuk melayani mereka yang paling hina di antara jemaat, baguslah! Tetapi jangan pernah bermimpi bahwa karena Anda sibuk melakukan ini dan sibuk mengerjakan itu, maka semua itu akan membuat Anda lulus Ujian, tidak sama sekali. Bagi beberapa orang yang sedang melayani di gereja, kesibukan Anda sudah terlalu banyak! Sekarang saatnya Anda berhenti dari semua kesibukan itu dan masuk ke dalam perkara yang mendapat nilai di hadapan Tuhan. Yesus berkata, “Yang kukehendaki adalah orang-orang jenis tertentu dari antara jemaat.” Orang jenis apa? Orang-orang dari jenis yang melakukan semua perbuatan itu tanpa pernah mengingat-ingatnya. Mereka sudah begitu jauh mengalami perubahan oleh kuasa Allah sehingga mereka bisa melakukan segala perbuatan baik itu secara alami, cukup dengan membiarkan Allah bekerja melalui mereka. Aku menghendaki manusia baru di dalam gereja: jenis orang yang layak disebut sebagai saudaraku oleh Yesus. Yang paling hina dari antara saudaraku, itulah yang penting karena orang itu merupakan ‘saudara’ Yesus.

Anda boleh memanggil Allah sebagai ‘Bapa’ saat Anda menjadi manusia baru oleh kuasa Allah. Dan di saat Anda menjadi manusia baru ini, itulah saat yang oleh Alkitab disebut sebagai ‘dilahirkan kembali’ oleh Roh Allah. Anda dilahirkan dari atas. Anda mendapatkan hidup yang berasal dari atas, dan itu sebabnya Anda akan menghasilkan buah-buah itu secara alami. Sungguh ajaib cara kerja Allah jika Anda izinkan Dia menjalani hidup-Nya melalui Anda. Jika Anda dilahirkan dari atas, maka Anda benar-benar saudara Yesus. Ia sendiri juga melalui cara lain, tetapi mirip, dilahirkan oleh Roh Kudus. Manusia semacam inilah yang disebut sebagai domba di dalam Alkitab karena Yesus sendiri di dalam Alkitab disebut “Anak Domba Allah.” Seperti yang dikatakan oleh malaikat kepada Maria, “Roh Kudus akan turun ke atasmu dan anak yang akan kau lahirkan itu adalah Anak Allah.” Hanya ada satu jenis orang Kristen sejati dan jenis itulah yang dilahirkan oleh karya Roh Kudus. Jenis manusia inilah yang di dalam Alkitab disebut domba karena Yesus juga di dalam Injil disebut “Anak Domba Allah.” Dengan cara itulah Anda menjadi serupa dengan dia. Saya ingin beritahukan sesuatu: Tuhan bahkan ingin mengubah kita lebih jauh lagi. Sejauh mana Ia ingin mengubah kita? Ia ingin membawa kita sampai ke tingkat di mana reaksi orang terhadap kita akan menentukan kelulusan kita di Ujian Akhir. Apakah Anda memahami apa yang saya maksudkan? Mungkin belum. Saya akan mencoba untuk menguraikannya lebih lanjut.

Baru-baru ini saya membaca buku tentang seorang hamba Allah berkebangsaan India yang besar yang bernama Sundar Singh. Saya memperoleh buku tentang dia yang ditulis oleh seorang profesor pakar Perjanjian Baru dari Oxford. Cendekiawan ini sangat tertarik pada pribadi Sundar Singh ini. Buku ini menunjukkan seperti apa ciptaan baru yang hidup di dalam persekutuan dengan Allah. Terdapat satu catatan peristiwa yang menarik di dalam buku ini. Suatu kali Sundar Singh sedang dalam perjalanannya di India. Dari kejauhan ia melihat ada dua orang. Sesaat kemudian salah satu dari mereka menghilang dan yang satunya lagi berjalan mendekatinya, dan berkata kepadanya, “Kawanku, kawanku baru saja meninggal. Dan aku tak punya uang untuk menguburkannya. Dapatkah Anda menolongku?” Sundar Singh adalah seorang pertapa dari India. Ia memakai jubah pertapa, dan ia tidak memiliki apa-apa. Biasanya ia hanya membawa dua macam barang – satu adalah selimutnya, yang ia pakai untuk tidur di malam hari dan yang satunya lagi adalah kitab Perjanjian Barunya yang selalu ia bawa besertanya. Namun pada hari itu, ia sedang ada uang sebanyak dua koin. Jadi ketika orang tersebut berkata, “Dapatkah Anda menolongku?” Sundar Singh memberi orang itu selimut dan memberinya juga kedua koin yang ia miliki, yang merupakan pemberian orang lain agar ia bisa membayar di pos pemeriksaan nantinya. Jadi setelah memberikan orang tersebut segala miliknya, lalu Sundar Singh melanjutkan langkahnya. Beberapa waktu kemudian orang yang telah diberinya uang koin dan selimut tersebut berlari ke arahnya. Setelah sampai, orang itu berkata, “Tuan, temanku benar-benar mati.” Sundar Singh menjawab, “Itu sebabnya aku memberimu selimut.” Ia berkata, “Tuan, aku harus mengakui satu hal kepadamu. Aku dan temanku, kami mencari penghasilan dengan cara seperti ini: kami menipu orang dengan cara kami bergantian berbaring sebagai orang mati yang ditutupi tikar. Begitulah cara kami menipu orang yang lalu-lalang.”

Di India, terdapat banyak pengemis di mana-mana. Mereka sangat terampil dalam melakukan penipuan. Mereka dapat mengarang hal-hal yang tidak terbayangkan oleh Anda. Namun kali ini kejadiannya berbeda. Selama bertahun-tahun, mereka saling bergantian – yang satu meminta uang dan yang satunya berpura-pura mati dengan berbaring di tanah ditutup tikar. Kali ini ia terantuk oleh Sundar Singh, dan ia berkata, “Kawanku benar-benar telah mati. Orang macam apakah Anda ini? Kami mencoba menipu Anda dan akibatnya adalah kematian yang sesungguhnya.” Ia lalu menambahkan, “Tolong, harap maafkan saya. Sebenarnya saya lega karena hari ini bukan giliran saya untuk berbaring di sana. Kalau tidak, mungkin saya yang akan mati.” Lalu ia berkata kepada Sundar Singh, “Saya tahu bahwa Anda adalah seorang manusia Allah. Terimalah saya sebagai muridmu.” Selanjutnya ia ikut Sundar Singh kemana pun ia pergi. Belakangan, Sundar Singh mengirimnya ke sebuah pos penginjilan untuk dibaptis.


Apakah Allah dapat menjalankan hidup-Nya melalui kita?

Hal ini memberi Anda gambaran apa yang terjadi saat Anda menjadi orang yang dipakai Allah sebagai saluran hidup-Nya. Apapun sikap orang terhadap Anda akan ditentukan oleh bagaimana sikapnya terhadap Tuhan. Inilah yang dikatakan Yesus di Matius 10, “Barangsiapa menerimamu, berarti ia telah menerimaku. Barangsiapa menolakmu, berarti ia telah menolakku.” Dengan kata lain, seorang Kristen sejati adalah orang yang mencerminkan diri Yesus di dunia ini, sebagaimana Yesus mencerminkan kepada kita diri Allah. Dan Penghakiman itu sudah dimulai sejak sekarang. Orang yang malang ini mati karena ia mengira bisa menipu seorang manusia Allah. Hal ini terjadi untuk menyelamatkan orang yang satunya lagi. Orang yang satunya bertobat dan menjadi seorang murid. Pernahkah Anda memahami poin bahwa jika Anda seorang Kristen sejati, Anda berperan seperti Yesus di dunia ini? Hal inilah yang dijelaskan oleh rasul Paulus selama ini. Anda adalah tubuh Kristus. Gereja adalah tubuhnya. Setiap orang yang berurusan dengan tubuh itu, berarti telah berurusan dengan Yesus. Setiap orang yang telah memukul tubuh itu berarti telah memukul Yesus. Itulah pelajaran pertama yang didapatkan oleh rasul Paulus di dalam hidupnya. Apa yang terjadi di tengah jalan raya menuju Damsyik? Yesus bertanya kepada Paulus, “Mengapa engkau menganiaya aku?” Paulus kala itu tidak berpikir bahwa ia sedang menganiaya Yesus, hanya terhadap orang-orang Kristen saja. Rasul Paulus menyampaikan hal yang sangat penting ketika berkata kepada orang-orang di Korintus, “Kami adalah harum kehidupan bagi yang hidup” – yaitu aroma yang membawa kehidupan bagi orang lain. Atau, “Kami adalah harum kematian, bau kematian bagi yang lain.” Hal ini digambarkan dengan jelas pada kasus Sundar Singh. Yang satu mati, yang satunya lagi hidup. Keduanya bertemu dengannya, tetapi yang satunya binasa. Ia menjadi aroma kehidupan bagi yang satu, tetapi kematian bagi yang satunya lagi. Mengertikah Anda akan ajaran alkitabiah: “Kamu adalah terang dunia”? Kita dipanggil untuk menjadi seperti itu.

Di hari Penghakiman, ketika Anda bertemu dengan Yesus, ia tidak akan menanyakan, “Apakah kamu percaya pada doktrin ini dan yang itu? Atau sudah berapa banyak perbuatan baikmu?” Yang akan ditanyakan adalah, “Apakah kamu selama ini sudah menjadi terang itu atau tidak? Jika kamu tidak menjadi terang maka kamu telah berbuat dosa dengan tidak melakukan apa-apa.” Anda gagal menjadi apa yang seharusnya merupakan tujuan perubahan Anda. Seberapa pentingkah terang itu? Kadang kala masalah ini berkaitan dengan perkara hidup dan mati.

Saya teringat ketika masih remaja dulu, saya mendaki sebuah gunung di Hangzhou. Saya sangat menyukai pemandangan dari atas gunung. Saat saya menatap matahari terbenam, saya mengamati danau-danau di bawah – indah sekali! Rasanya seperti di dalam mimpi. Seperti yang saya katakan, saya menonton matahari terbenam karena keindahannya. Ketika matahari lenyap di cakrawala, apa yang terjadi? Suasananya gelap; tak ada lagi terang. Menjadi gelap dan semakin gelap. Dan saya harus segera turun dari gunung. Ketika saya turun, saya menyadari, “Ya, aku suka pemandangannya, tapi sekarang aku bisa mengalami celaka dalam perjalanan turun.” Jalan turun hanya berupa jalan setapak. Dan sekarang saya sulit untuk melihatnya dengan jelas. Satu kesalahan saja – karena tidak bisa melihat jalan akibat tidak adanya cahaya – dan saya akan jatuh ke tebing dan terbunuh. Bagi saya, terang menjadi perkara antara hidup dan mati. Tak terucapkan kelegaan di hati saya ketika akhirnya sampai ke bawah. Ketika Yesus berkata, “Kamu adalah terang dunia”, maka Anda adalah orang yang akan membawa kehidupan atau kematian.

Bagaimana dengan garam? Apakah Anda pikir bahwa sebagai garam maka urusan kita hanya sekadar menyenangkan orang lain? Di masa lalu karena tidak ada kulkas, garam dibutuhkan untuk mengawetkan makanan, untuk membuat makanan menjadi tahan lama dan tetap bisa dimakan, mencegahnya dari kebusukan dan kerusakan. Ini adalah persoalan menjadi busuk atau tetap utuh dan berguna. Saat kita mendengarkan ajaran Yesus, kita tidak mengerti apa maksudnya dengan berkata, “Kalian dipanggil untuk menyalurkan kehidupan kepada orang lain.” Jika Anda gagal, maka Anda harus mempertanggung-jawabkannya. Hal ini diajarkan kepada saya di masa awal kehidupan Kristen saya. Tuhan memakai seorang hamba Allah di Shanghai, Tiongkok, yang biasa disebut saudara Yang untuk menanamkan kesan mendalam di hati saya akan kebenaran ini. Pertama kali saya bertemu dia, kami membicarakan hal-hal yang sepele saja, ia berterima kasih kepada saya karena saya mau berbagi kamar dengannya. Jadi hanya beberapa patah kata ucapan terima kasih, dan selanjutnya ia berkata, “Saya akan pindah ke sini beberapa hari lagi dan kita akan memiliki lebih banyak waktu untuk diluangkan bersama.” Itu saja yang ia ucapkan. Dan selanjutnya, setelah perjumpaan yang singkat itu bersamanya, saya membatin, “Orang ini, dari luarnya ia terlihat biasa-biasa saja, akan tetapi dia ini bukan orang biasa.” Saya tidak mengerti mengapa ada sesuatu yang luar biasa pada orang ini. Itulah pelajaran yang ingin Tuhan tanamkan pada diri saya. Saya berjalan, sambil terus saja menggumam, “Dia bukan orang biasa.” Namun saya tidak bisa menjelaskan apanya yang luar biasa. Saat itu saya belum tahu atau mengerti pengajaran di 1 Petrus 2:9 yang mengatakan, “Kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus.” Saya melihat ada sesuatu yang istimewa pada diri orang itu tetapi saya tidak tahu apa itu. Belakangan baru saya mengerti. Inilah orang yang menjadi saluran hidup Allah! Inilah orang yang telah dijadikan sebagai perwujudan oleh Roh Kudus bahkan di dalam setiap kata yang diucapkannya. Orang ini termasuk ke dalam jenis yang disebut oleh Petrus sebagai ‘bangsa yang kudus’. Sundar Singh adalah orang yang luar biasa, atas alasan yang sama. Jika Anda bertemu dengan orang yang dijadikan saluran hidup Allah, Anda akan tahu bahwa Anda tidak sedang berjumpa dengan orang biasa, Anda telah bertemu dengan Allah yang berdiam di dalam diri orang itu. Bagi saya, merupakan suatu kehormatan luar biasa untuk bisa hidup bersamanya selama beberapa bulan. Seorang manusia Allah!


Jika kita termasuk jenis orang yang tepat – maka kita siap untuk bertemu dengan Allah!

Izinkan saya mengajukan pertanyaan berikut ini: Apakah Anda termasuk jenis orang yang sudah berubah menjadi – terang, garam atau harum – jenis orang yang saat berjumpa dengan orang lain, mereka akan berkata, “Hmm, ada sesuatu yang luar biasa dengan orang ini!” Jika Anda adalah jenis orang semacam itu, maka Anda siap untuk bertemu dengan Yesus yang duduk di takhta di hari Penghakiman. Saat Anda melangkah ke dalam ruang pengadilan atau bangsal pengadilan, Yesus akan berkata, “Ini saudaraku.” Allah tinggal di dalam diri orang itu sepanjang hidupnya. Terhadap Anda, Yesus akan berbicara seperti terhadap para domba, “Masuklah ke dalam kerajaan Bapaku, yang telah dipersiapkan bagimu.” Sayangnya justru ada banyak orang Kristen – maaf, kebanyakan orang Kristen – tidak menunjukkan keistimewaan, jauh di bawah standar, kualitasnya sangat mengecewakan, sehingga yang mereka salurkan adalah aroma kematian, bukannya kehidupan. Orang yang berjumpa dengan mereka akan berkata, “Jika orang Kristen seperti itu, lupakan saja! Aku tidak mau menjadi orang Kristen.” Pernahkah Anda bertemu dengan orang Kristen semacam ini? Apakah Anda termasuk di antaranya? Saya harap bukan! Jenis yang inilah yang telah membuat saya jauh dari Injil selama bertahun-tahun. Saya kenal banyak sekali orang Kristen palsu macam ini. Saya berkata, “Jika itulah yang disebut sebagai orang Kristen, lupakan saja! Aku tidak mau menjadi orang Kristen.” Anda akan divonis bersalah bukan atas tuduhan kelalaian, tetapi karena perbuatan Anda. Anda telah membuat orang lain tersandung sehingga mereka tidak mau menjadi orang Kristen lagi. Apakah Anda termasuk orang Kristen yang mudah tersinggung? Yang berbicara dengan kasar? Bukan dalam arti kerasnya suara, tetapi dalam arti isi pembicaraan yang membuat bahkan orang non-Kristen pun merasa malu mendengarnya. Saya beritahukan Anda, jika Anda termasuk kategori yang ini, Anda tidak usah membayangkan seperti apa Penghakiman itu nantinya. Anda mestinya tahu apa yang akan terjadi. Anda pasti ikut bersama para kambing. Jangan berkata, “Aku jemaat gereja ini atau itu; aku percaya pada doktrin yang benar.” Hal itu tidak akan menyelamatkan Anda, percayalah! Percuma bicara kepada Yesus tentang gereja Anda. Yang ingin diketahuinya adalah: Apakah kamu sudah menjadi terang? Harum? Garam? Kamu ini apa?

Kita sampai pada akhir khotbah dan waktu kita sudah habis. Saya harap Anda mengerti sekarang, tentang pertemuan dengan Allah yang kekal dan bagaimana Anda bisa lulus dalam Ujian Akhir nanti. Yang terpenting dari segalanya adalah Anda telah menjadi manusia baru. “Yang lama telah berlalu, yang baru sudah datang.” Salah satu hal yang paling menyedihkan hati saya adalah perilaku kebanyakan orang Kristen. Sangat memalukan sehingga saya bertanya-tanya bagaimana mereka bisa sampai menjadi Kristen. Sangat jauh dari uraian Yesus tentang jemaat: “Jemaat adalah kota terang yang bersinar di atas bukit.” Sangat memalukan. Oh, kiranya Tuhan mengasihani kita! Kiranya kita boleh menjadi orang semacam Sundar Singh, yang saat orang bertemu dengannya, atau seperti sahabat saya saudara Yang, mereka segera tahu bahwa mereka telah bertemu dengan orang yang bergaul dengan Allah. Orang seperti itu jika bertemu dengan orang yang sedang kekurangan, tentu saja akan memberikan semua yang dimilikinya, bahkan selimutnya – satu-satunya benda berharga yang ada padanya. Mereka melakukannya bukan karena mereka ingin berbuat baik, tetapi karena mereka memang orang semacam itu – orang yang Allah tinggal di dalam dirinya!

 

Berikan Komentar Anda: