Pastor Eric Chang | Lukas 15:8-10 |

Hari ini kita akan melanjutkan pembahasan atas pengajaran Yesus di Lukas 15:8-10. Kita akan secara sistematis membahas apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus sehingga tidak ada bagian dari pengajarannya yang terlewatkan. Kita akan mempelajari semua yang telah Yesus ajarkan kepada kita karena tidak ada satu pun ajarannya yang tidak penting. Semuanya sangat penting. Firman Allah adalah roh dan membawa kehidupan.

Kita sampai pada perumpamaan yang indah yang sering disebut dengan judul Perumpamaan tentang Uang Dirham yang hilang. Semakin saya mempelajari perumpamaan ini, semakin saya menghargai keindahannya. Dapat dikatakan bahwa ini merupakan salah satu perumpamaan favorit saya. Betul-betul sangat indah, dan disampaikan hanya dalam tiga ayat saja. Inilah apa yang dikatakan oleh Yesus:

8 Atau perempuan mana yang mempunyai sepuluh keping uang perak, jika ia kehilangan satu keping di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumahnya, lalu mencari keping uang itu dengan hati-hati sampai ia menemukannya?
9 Dan, apabila ia menemukannya, ia memanggil teman-teman dan tetangga-tetangganya dan berkata kepada mereka, ‘Bergembiralah bersamaku karena aku sudah menemukan sekeping yang hilang itu.’
10 Aku berkata kepadamu, demikian juga ada sukacita di antara para malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat.

Kita semua adalah orang berdosa itu, yang ketika bertobat, membangkitkan sukacita di surga. Surga adalah tempat yang berisi sukacita, tetapi sukacita itu semakin bertambah ketika ada seorang berdosa yang bertobat. Begitulah besarnya kasih di surga! Jika Anda tidak peduli apakah seseorang akan diselamatkan atau tidak, tentu saja Anda tidak ikut bersukacita. Akan tetapi, karena Allah dan para malaikat-Nya sangat menyayangi manusia, mereka selalu bersukacita atas pertobatan seseorang. Pernahkah Anda memperhatikan bahwa hanya orang-orang yang sangat mengasihi Anda sajalah yang bersukacita atas kesejahteraan Anda? Allah mengasihi Anda, dan para malaikat juga sangat mengasihi Anda. Jadi, mereka sangat bersukacita jika Anda bertobat. Ini merupakan pemahaman yang baru, bukankah begitu? Tahukah Anda bahwa para malaikat juga sangat mengasihi Anda sehingga mereka ikut bersukacita bagi Anda?


Bukan Pengulangan dari Perumpamaan tentang Domba yang Hilang

Ada banyak penafsir modern, sebenarnya malah sebagian besar dari penafsir modern, yang menganggap bahwa perumpamaan ini tidak ada bedanya dengan perumpamaan sebelumnya. Mereka mengira perumpamaan ini hanya sekadar pengulangan dari perumpamaan sebelumnya, yaitu perumpamaan tentang Domba yang Hilang. Bahkan, seorang penafsir dari Jerman, Rienecker menyatakan, “Segala yang disampaikan dalam perumpamaan ini sudah disampaikan dalam perumpamaan sebelumnya kecuali satu hal. Satu-satunya perbedaan dari kedua perumpamaan itu adalah di dalam perumpamaan yang sebelumnya, seekor domba yang hilang itu dibandingkan dengan seratus ekor domba yang ada, sedangkan di dalam perumpamaan ini, sekeping dirham dibandingkan terhadap sepuluh dirham. Jadi kesimpulannya, nilai orang berdosa sudah dinaikkan dari seperseratus menjadi sepersepuluh. Tadi “nilainya” 1%, tetapi sekarang ‘nilainya’ 10%.” Hanya itulah satu-satunya perbedaan yang dilihat oleh Rienecker. Betapa kelirunya orang ini! Cara menafsir seperti ini sangatlah aneh. Kebanyakan penafsir, baik dari Jerman atau negara lainnya, tampaknya menganggap perumpamaan ini tidak menyampaikan sesuatu yang berbeda.

Saya akan menunjukkan betapa banyaknya perbedaan yang ada. Perumpamaan ini mengandung banyak kekayaan makna yang tidak disebut dalam perumpamaan sebelumnya. Semakin saya merenungkan perumpamaan ini, semakin nyata keindahan yang ditampilkannya. Setiap kalimat mengandung banyak makna jika kita memiliki mata rohani untuk dapat melihat. Satu-satunya hal yang Anda butuhkan pada saat mempelajari Firman Allah adalah pemahaman rohani, bukan sekadar gelar akademik. Para pakar yang memberi penafsiran itu tentulah memiliki bekal pendidikan yang tinggi, dan sebagian dari kita juga memiliki bekal pendidikan yang cukup tinggi. Namun, tak seorang pun dari kita yang akan mampu mendapatkan kekayaan makna dari Firman Allah hanya dengan mengandalkan kecerdasan otak saja. Saya tidak lebih cerdas. Ada banyak orang yang jauh lebih cerdas daripada saya. Kasih karunia dari Allahlah yang membuat saya mampu menggali makna dari apa yang disampaikan oleh Yesus. Tidak ada hubungannya dengan kecerdasan. Semua pemahaman itu berasal dari anugerah Allah. Mari kita buka isi perumpamaan ini dengan bersandar pada kasih karunia Allah.


Setiap Orang Berdosa Sangatlah Berharga bagi-Nya

Isi perumpamaan ini cukup sederhana. Ada seorang perempuan yang memiliki sepuluh keping uang perak. Dari sini kita tahu bahwa perempuan ini tidak terlalu kaya. Setiap keping uang perak bernilai satu dinar, kira-kira sama dengan upah harian seorang buruh. Jadi, ia memiliki sepuluh dirham yang kurang lebih apa yang diperolehi seorang pekerja kasar dengan bekerja sepuluh hari. Bukan jumlah yang besar tentunya. Beberapa penafsir menduga bahwa koin-koin itu dipakai oleh perempuan ini sebagai hiasan kerudung. Para wanita di Timur Tengah pada zaman Yesus biasa menghias kerudungnya dengan menggantungkan koin-koin di sana (dan kebiasaan ini masih dilakukan oleh wanita-wanita dari kaum Badui di Timur Tengah sampai sekarang). Mereka melubangi uang koin perak atau emas, dan menjahitnya ke kerudung sebagai hiasan. Penampilan mereka sangat cantik dengan kerudung berhiaskan koin-koin tersebut. Uang koin seringkali diberikan kepada si wanita sebagai mas-kawin, dan menjadi milik pribadinya. Sang suami tidak berhak atas koin tersebut. Jika ia harus berpisah dengan suaminya, atas alasan apa pun, sang suami tidak memiliki hak apa pun atas mas-kawin tersebut. Ini menjadi jaminan bagi seorang wanita untuk bisa membiayai hidupnya jika suaminya meninggal atau jika terjadi perceraian, atau pun perpisahan karena sebab-sebab yang lain. Demikianlah halnya dengan kesepuluh uang dirham di dalam perumpamaan ini.

Namun, perumpamaan ini tidak menyatakan bahwa kesepuluh dirham itu bagian dari hiasan kerudung perempuan ini. Ini hanya sebuah perkiraan, dan tidak menjadi masalah apakah uang dirham itu menjadi hiasan kerudung atau tidak. Yang jelas, jika kesepuluh dirham itu memang merupakan hiasan kerudung, hal ini justru menunjukkan betapa miskinnya perempuan itu. Para wanita suku-suku pengembara Badui di Timur Tengah biasanya memasang 50 sampai 100 koin di kerudungnya. Jika perempuan ini hanya memasang 10 koin saja, itu menunjukkan bahwa ia seorang yang sangat miskin. Namun, hal ini tidak terlalu penting. Yang penting adalah perempuan ini hanya punya sepuluh dirham, dan kehilangan salah satunya tentu saja sangat terasa bagi perempuan ini. Jika Anda memiliki ratusan koin, dan Anda kehilangan salah satu di antaranya, mungkin Anda malah tidak menyadarinya. Sekali lagi, ini semua menunjukkan bahwa di mata Allah, setiap orang berdosa itu sangat berharga. Yesus tidak mau berkata bahwa Anda hanya satu di antara sejuta orang, dan jika Anda tidak eksis, Allah bahkan tidak akan tahu. Ia berkata, “Tidak, jika engkau belum bertobat dan belum membuka hatimu kepada Allah, belum meminta kepada-Nya untuk menerimamu masuk ke dalam kerajaan-Nya, Allah tahu akan hal itu. Engkau berharga di mata Allah.” Hal ini lebih ditekankan lagi dengan fakta bahwa koin tersebut adalah koin perak, bahan yang harganya cukup mahal. Bukan sekadar koin perunggu, bahan termurah untuk membuat koin. Demikianlah, perempuan ini kehilangan sebuah koin peraknya.

Rumah-rumah di daerah Palestina pada waktu itu biasanya terbuat dari lumpur kering atau batu bata dari lumpur, dan sebagian besar tidak berjendela. Tanpa jendela, cahaya hanya masuk dari pintu. Itu sebabnya perempuan itu harus menyalakan pelita. Pelita tidak dinyalakan pada malam hari saja, tetapi juga pada siang hari. Lantai rumah juga biasanya berupa lapisan lumpur kering dan cenderung menimbulkan banyak debu. Jadi, jika sekeping uang jatuh ke lantai, ia akan dengan mudah tertutup oleh debu dan kegelapan. Itu sebabnya lantai perlu disapu untuk mencari koin tersebut. Pada saat menyapu lantai, diharapkan akan terdengar suara koin yang terkena sapu, atau setelah debu yang menutupinya disapu, diharapkan akan terlihat pantulan cahaya dari koin tersebut. Itu sebabnya di dalam perumpamaan ini, perempuan itu menyalakan pelita dan menyapu rumah (yang biasanya hanya terdiri dari satu ruangan saja) saat mencari uangnya yang hilang itu. Ketika ia menemukannya, hatinya dipenuhi oleh sukacita karena uang tersebut sangat berarti baginya!

Bagi seorang yang kaya, kehilangan sekeping koin tidak berarti buatnya. Di Kanada, saya sering sekali menemukan koin yang tercecer. Tampaknya saku orang-orang di Kanada ini selalu penuh dengan koin sehingga selalu ada koin yang tercecer. Di Inggris, sangat jarang saya bisa menemukan koin di jalan. Mungkin orang di sana tidak cukup makmur, jadi mereka tidak membiarkan koinnya hilang. Namun, hanya di dalam waktu yang singkat, sekitar dua atau tiga tahun di Kanada ini, saya sudah menemukan banyak sekali koin. Tampaknya penduduk di sini tidak peduli jika kehilangan 10 atau 25 sen.

Bagi perempuan ini, koin itu sangatlah berharga. Dia segera menyadari adanya koin yang hilang. Ketika ia berhasil menemukannya kembali, hatinya sangat bersukacita. Koin itu sangat berarti bagi perempuan miskin ini, sementara bagi orang kaya tentu saja tidak ada artinya. Kemiskinan perempuan ini ditampilkan hanya untuk menunjukkan fakta betapa berharganya setiap jiwa bagi Allah. Bukan itu saja, semua malaikat di surga ikut bersukacita jika seorang berdosa bertobat. Allah bukan Pribadi yang mementingkan jumlah. Ia tidak bersukacita atas 5.000 orang yang menandatangani surat pernyataan iman. Bagi Dia, walaupun hanya satu saja yang benar-benar bertobat, itu sangat berharga. Kita bersukacita jika melihat jumlah yang besar, tetapi Dia bersukacita atas satu orang. Sangat luar biasa melihat betapa berbedanya sikap Allah dari sikap manusia. Manusia selalu terpaku pada jumlah karena hanya itu yang penting bagi mereka.

Mari kita mulai meneliti makna rohani dari perumpamaan ini. Perumpamaan ini memberi kita gambaran yang luar biasa tentang watak Allah, cara Ia menilai, bukan manusia saja, tetapi manusia yang terhilang, orang berdosa. Sangat sering terjadi, orang Kristen memandang remeh orang yang bukan Kristen. Akan tetapi, Allah tidak seperti itu. Hati Allah tergerak mencari orang yang hilang. Ia tidak berpikir seperti kebanyakan orang Kristen, yang di dalam hatinya berkata, “Nah, saya sudah diselamatkan. Kamu sendiri bagaimana?” Jika Anda berpikir seperti ini, sebenarnya seluruh perhatian Anda sedang terpusat pada diri sendiri – “Siapa saya.” Namun, jika Anda memikirkan kebutuhan orang lain, Anda melupakan diri Anda. Anda memikirkan betapa berharganya orang lain dan bagaimana memulihkan hubungannya dengan Allah. Jadi, perumpamaan ini memberitahu kita bagaimana penilaian Allah terhadap orang berdosa. Jauh berbeda dengan cara kita menilai orang berdosa! Selanjutnya, kita tidak sekadar diberitahu tentang cara menilai, melainkan juga apa yang dilakukan Allah untuk mencari mereka. Bukan sekadar niat baik yang ada pada Allah, tetapi juga tindakan untuk mewujudkannya.

Di sini, keselamatan itu dilihat dari sudut pandang Allah. Hanya Allah yang dapat menyampaikan perumpamaan seperti ini. Tidak terpikirkan oleh saya bahwa perumpamaan ini merupakan ide manusia karena perumpamaan ini tidak menyorot keselamatan dari sudut pandang manusia. Perumpamaan tersebut menyoroti orang berdosa bukan dari cara penilaian manusia, melainkan dari cara penilaian Allah. Ini adalah perumpamaan Ilahi karena isinya mengungkapkan hal yang hanya dapat diceritakan oleh Allah sendiri; tentang cara Ia menilai orang berdosa. Perhatikan sikap orang Farisi yang selalu memperlakukan orang berdosa tanpa kenal ampun. Kita juga selalu bersikap menghakimi seperti itu, tetapi Allah memiliki sikap yang berbelas kasihan.


Allah Menginspirasikan Gereja-Nya untuk Mencari Orang Berdosa

Perumpamaan ini berbeda dengan yang sebelumnya karena ia berbicara tentang seorang perempuan yang kehilangan koinnya. Tentunya, seorang laki-laki juga bisa kehilangan koin, tetapi Yesus tidak berbicara tentang laki-laki di sini melainkan seorang perempuan. Jika seorang laki-laki kehilangan satu dirham, dari sepuluh dirham uangnya, ia juga pasti akan berusaha mencari uang yang hilang itu. Namun, gambaran yang diberikan di sini adalah tentang seorang perempuan yang sedang mencari koinnya, dan bukannya laki-laki. Mengapa ada rujukan pada perempuan di perumpamaan ini? Kebanyakan penafsir modern tidak melihat adanya hal yang penting dari pilihan pemeran di dalam perumpamaan ini. Mengapa? Mengapa tidak terlihat adanya hal yang signifikan dari pilihan ini? Penetapan perempuan sebagai pelaku di dalam perumpamaan ini bukanlah tanpa alasan. Saat saya menelaahnya, menjadi jelas bahwa perempuan di sini merupakan lambang dari Gereja. Alkitab cukup sering berbicara tentang perempuan sebagai lambang dari Gereja dalam kaitannya dengan Pesta Pernikahan Anak Domba. Tentu saja, tidak semua pembicaraan tentang perempuan selalu harus dikaitkan dengan Gereja. Tidak begitu. Akan tetapi, di dalam konteks perumpamaan ini, dengan melihat pada bagian sebelum dan sesudah perumpamaan ini, jelaslah bahwa Yesus sedang berbicara tentang Gereja.

Mengapa begitu? Pada perumpamaan yang lalu, Yesus berbicara tentang dirinya sebagai gembala yang mencari domba yang hilang. Akan tetapi, pada masa ini, bagaimana cara Allah mencari mereka yang terhilang itu? Melalui perumpamaan ini, kita melihat  bahwa Allah mencari orang-orang berdosa yang terhilang itu melalui Gereja-Nya. Bagaimana Anda ditemukan? Bagaimana cara saya diselamatkan jika bukan melalui pekerjaan Allah melalui gereja-Nya yang mencari orang-orang yang tersesat itu? Bukankah pekerjaan itu dilakukan melalui Anda dan saya? Jadi jelaslah, seperti yang dikatakan oleh Paulus, bahwa kasih Kristus memotivasi kita untuk mengerjakan pekerjaan kita, yaitu mencari mereka yang hilang (2Kor 5:13-14). Kita juga melihat adanya suatu perkembangan pemikiran di sini. Perumpamaan yang lalu memberitahu kita bahwa Allah mencari orang-orang berdosa dan kemudian perumpamaan ini memberitahu kita bahwa Ia menginspirasi kita, yaitu seluruh Jemaat-Nya, untuk bergerak mencari orang-orang berdosa. Bukankah Anda datang kepada Tuhan lewat perantaraan orang-orang gereja? Bukankah merekalah yang mengajak Anda untuk datang ke gereja dan selanjutnya Anda ditarik untuk datang kepada Tuhan melalui mereka? Bersyukurlah kepada Allah atas pekerjaan mereka! Kita tidak boleh meremehkan perantaraan manusia. Kita tidak boleh berkata bahwa manusia tidak punya arti apa-apa. Seorang manusia berharga di mata Allah sekalipun ia tidak dianggap berarti oleh orang lain. Allah menjalankan pekerjaan-Nya melalui kita, Jemaat-Nya. Gereja seharusnya menjadi terang dunia. Meskipun Yesus menyatakan bahwa ia adalah terang dunia (Yoh 8:12), tetapi dia juga berkata, “Kamu adalah terang dunia” (Mat 5:14). Ini berarti Allah menyatakan terang-Nya di dunia ini melalui kita, Jemaat-Nya. Dengan cara yang sama, di dalam perumpamaan sebelumnya, Yesus adalah Gembala yang sedang mencari dan menyelamatkan mereka yang hilang. Di dalam perumpamaan ini, pekerjaan mencari dan menyelamatkan dilakukan melalui Gereja yang dilambangkan oleh perempuan itu. Ada suatu perkembangan yang indah di sini.

Di dalam ketiga perumpamaan yang tercatat di Lukas pasal 15 ini juga terjadi suatu perkembangan dalam hal nilai. Di perumpamaan yang pertama, terdapat perbandingan 1 berbanding 100; satu dari seratus domba. Di dalam perumpamaan ini, perbandingannya 1 banding 10; satu dari sepuluh dirham. Di dalam perumpamaan sesudah ini, perbandingannya adalah 1 berbanding 2; satu dari dua anak. Tidak ada hal yang serampangan di dalam pengajaran Yesus. Semuanya menunjukkan suatu perkembangan yang indah, bergerak dengan fokus kepada orang berdosa secara pribadi. Pertama, idenya mencakup sekumpulan orang, lalu menyempit dan semakin menyempit sampai fokusnya tertuju kepada Anda, orang yang Allah cari.

Sekarang kita mulai melihat bahwa jika yang memotivasi kita bukanlah kasih Allah, kita tidak akan tergerak untuk mencari orang-orang berdosa yang tersesat. Jika kita tidak membawa terang dari Allah, kita tidak akan bersinar sama sekali. Jadi, Dia adalah terang itu, dan hanya karena Dia-lah terang itu, maka kita bisa menjadi terang. Dialah yang pertama-tama mencari, dan oleh karena ia sedang mencari, maka kita juga mencari. Kasihnya memotivasi kita. Ini berarti perempuan di dalam perumpamaan ini tidak melambangkan salah satu gereja tertentu saja melainkan Gereja secara keseluruhan, gereja yang ideal. Namun, saya perlu mengingatkan Anda sekali lagi, bahwa setiap kali Alkitab berbicara tentang perempuan, ia tidak selalu merupakan lambang dari Gereja. Saat Anda mempelajari kitab Wahyu, Anda akan melihat adanya dua orang perempuan. Yang satu mewakili Gereja, sedangkan yang satunya lagi melambangkan pelacur atau Gereja palsu yang tidak setia kepada Allah. Kita harus memisahkan keduanya dengan hati-hati. Jadi di sini, kita melihat perempuan ini, yaitu Gereja, dimotivasi oleh kasih Allah, mencari koin yang hilang.


Gereja Menjalankan Tiga Hal dalam Mencari Mereka yang Terhilang

Apa saja yang dilakukan oleh perempuan itu? Perempuan, yang mewakili Gereja melakukan tiga hal yang signifikan.


Memberitakan dan Menghidupi Firman Allah

Pertama di Lukas 15:8, perempuan itu menyalakan pelita sesudah ia kehilangan uangnya. Menyalakan pelita merupakan hal pertama yang perlu dilakukan oleh Gereja, yaitu menyatakan terang, melalui pemberitaan Firman dan kehidupan yang sejalan dengan Firman itu. Kita, orang-orang Kristen adalah terang dunia. Kita harus menyalakan pelita dan membiarkan sinarnya memancar. Sangat indah! Itulah tepatnya hal yang disampaikan oleh Yesus pada ayat sebelumnya di Lukas 8:16-17, bahwa orang yang menyalakan pelita akan meletakkan pelita itu di tempat di mana terangnya menerangi seluruh rumah. Oleh karen itu, tidak ada hal tersembunyi yang tidak akan kelihatan. Di sinilah letak keindahannya. Terang itu bersinar untuk mengekspos segala yang tersembunyi itu kepada terang, untuk menemukan yang hilang.

Injil adalah terang itu, lewat cara hidup kita yang mengikuti Injil dan pemberitaan Injil yang kita lakukan. Injil, Firman Allah, adalah pelita bagi kaki kita (Mzm 119:105). Namun, Injil itu menjadi terang bukan karena di dalam Injil ada kekuatan gaib. Bukan, tetapi karena terang Allah bersinar melalui Injil. Itu merupakan terang dari Allah karena Allah adalah terang.

YAHWEH adalah terangku dan keselamatanku..(Mzm 27:1).

Sebab, Engkaulah pelitaku, ya YAHWEH, YAHWEHlah yang menyinari kegelapanku. (2Sam 22:29).

Begitu indah! Allah adalah terang. Biarlah terang-Nya memancar dan jangan menghalangi terang itu.


Membersihkan Hati Orang Berdosa

Hal kedua yang dilakukan oleh perempuan ini adalah menyapu seluruh rumah. Apa arti menyapu ini? Menyapu tentu saja merupakan tindakan pembersihan. Kapan Anda menyapu sebuah ruangan? Hal itu Anda lakukan jika Anda perlu membersihkannya. Sebenarnya Yesus juga berbicara tentang kegiatan menyapu di Lukas 11:25, tentang rumah yang sudah dibersihkan sesudah roh-roh jahat diusir keluar dari sana. Menyapu berkaitan dengan pembersihan di bagian dalam. Terang bersinar atas Anda untuk memungkinkan kegiatan menyapu ini berlangsung. Allah akan membersihkan segala kotoran dan debu yang menutupi kita sehingga kita perlu dibawa kepada terang. Sangat indah! Untuk menemukan mereka yang tersesat, Gereja bukan hanya harus memberitakan sekaligus hidup sesuai dengan Firman Allah (menerangi), tetapi juga harus menjangkau dan membongkar kekotoran (menyapu). Anda tentu ingat betapa para rasul telah dituduh sebagai pengacau yang mengacaukan seluruh dunia (Kis 17:6). Ada kalanya orang-orang Kristen tidak terlalu populer. Mereka menimbulkan banyak “pergolakan” dengan menyapu di mana-mana. Hal ini bagus sekali kalau membawa kepada keselamatan bagi orang-orang yang terhilang di dalam debu.


Mencari Orang Berdosa yang Terhilang

Ketiga, perempuan ini bertindak mencari. Ia tidak sekadar menyapu ke sana-ke mari dan membuat keributan serta menerbangkan debu-debu ke udara. Tujuan utama dari kegiatan mencari ini adalah untuk menemukan. Demikianlah, memancarkan terang bukan sekadar untuk bersinar, menyapu bukan sekadar untuk membersihkan; semua itu berkaitan dengan tujuan untuk menemukan. Dengan cara itulah Gereja mencari untuk menemukan orang berdosa yang tersesat.


Tiga Makna dari ‘Debu’

Namun, masih banyak lagi keindahan di dalam perumpamaan ini. Koin tersebut hilang di dalam debu di atas lantai tanah kering dari rumah sederhana di Palestina pada zaman Yesus. Alkitab banyak memberitahu kita makna dari debu, dengan demikian tidak ada bagian dari perumpamaan ini yang tidak mengandung kekayaan makna. Saat meneliti di Perjanjian Lama, saya menemukan tiga rangkaian makna yang kaya tentang “debu”.

Pertama, kita diciptakan dari debu. Ada begitu banyak rujukan yang bisa diambil untuk dijadikan contoh, Kejadian 2:7, 3:14; Mazmur 103:14, misalnya, semua memberitahu kita bahwa tubuh jasmani kita disusun dari unsur-unsur dan mineral-mineral yang sama dengan kandungan debu. Sebenarnya, Anda hanya perlu melihat apa yang dihasilkan dari proses pembakaran mayat. Mayat tersebut dibakar sampai menjadi debu. Tidak ada yang tersisa selain abu jenazah. Abu jenazah tidak lain adalah debu. Tubuh jasmani kita dibentuk dari unsur-unsur yang sama dengan debu.

Sangat menarik bahwa di dalam perumpamaan ini, koin tersebut jatuh ke dalam debu dan tertutup oleh debu. Inilah satu penyebab yang sangat penting yang menjelaskan alasan kejatuhan manusia. Itu karena manusia membiarkan kedagingannya memegang kendali. Watak kedagingannya itu membungkus dia sehingga aspek rohani orang itu tertutup oleh debu watak kedagingannya, atau natur jasmaniahnya. Anda akan segera melihat betapa orang yang tersesat di dalam dosa selalu diperbudak oleh keduniawian. Yang terpikir olehnya hanya uang, mobil, rumah dan gaji. Benaknya dipenuhi oleh perkara-perkara materiil. Ia begitu rapat terbungkus oleh debu kehidupan duniawi sehingga ia tidak lagi dapat melihat terang. Debu ini menghalangi pandangannya. Ia terkurung di dalam kehidupan jasmaniah ini. Hanya perkara-perkara dunia saja yang bisa dilihatnya.

Cobalah meluangkan waktu dan berbicara dengan orang non-Kristen. Hal apa lagi yang terpikir olehnya selain karir, profesi, uang, rumah, mobil dan harta miliknya yang lain? Hal apa lagi yang terpikir olehnya? Itulah seluruh kehidupannya. Itulah kehidupan menurut pemahamannya. Ia tidak dapat melihat perkara-perkara yang kekal, hal-hal yang akan bertahan jauh melampaui segala kefanaan debu. Ia tidak dapat melihat hal itu. Bagi dia, debu adalah segala-galanya; debu itulah yang dipandangnya berharga. Ia tidak dapat memahami bahwa semua yang ia kejar di dalam hidup ini, semua hasil kerjanya, akan berakhir dalam tumpukan debu. Segala hasil perjuangan dalam bentuk rumah mewah dan lain-lainnya akan musnah sebagai debu, jika bukan oleh api, mungkin oleh bom, dan jika bukan oleh bom, berarti oleh faktor alamiah lainnya. Dalam waktu seratus atau dua ratus tahun, atau mungkin bahkan kurang dari itu, segala hasil perjuangannya akan rusak dan hancur menjadi debu. Hanya sampai di situlah ceritanya. Segala kemegahan yang diraih oleh manusia akan berakhir dalam debu. Aspek jasmani dari kehidupan telah membungkus koin yang hilang ini, yaitu kita, orang-orang berdosa yang terhilang. Saat saya tidak mengenal Tuhan, seluruh pemikiran saya berputar pada dunia materiil.

Jadi, poin yang pertama adalah bahwa debu melambangkan aspek jasmani dari manusia. Secara jasmani kita dibuat dari debu. Ke dalam debu jasmani dari mana kita diciptakan ini, Allah menghembuskan nafas kehidupan-Nya sehingga kita juga memiliki jiwa yang hidup. Akan tetapi, dalam hal orang yang terhilang, aspek jasmani ini sangat mendominasi hidupnya. Ia tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai makhluk rohani. Bagi dia, perkara rohani bukan kenyataan karena yang penting hanyalah perkara jasmani. Yang dapat dilihatnya itulah hal-hal yang penting. Ia tidak menyadari bahwa udara ini saja tidak dapat dilihat, dipegang atau pun dikecap, tetapi tanpa udara kita tidak akan dapat hidup bahkan walau hanya sebentar.

Kedua, ungkapan “dalam debu” di dalam Perjanjian Lama selalu mengacu kepada kematian. Berada di “dalam debu” berarti berada dalam kematian. Nah, koin ini jatuh ke dalam debu. Ia jatuh ke dalam kematian. Di dalam Perjanjian Lama, ada banyak referensi yang berbicara tentang keadaan berada di “dalam debu”, yang merupakan kiasan untuk kematian. Ada sangat banyak rujukan, tetapi saya akan memberi satu contoh saja, yaitu di Mazmur 22:15,29, “dalam debu maut“. Jika Anda ingin menelusuri rujukan yang lainnya, Anda cuma perlu membuka buku konkordansi dan Anda akan menemukan banyak referensi tersebut. Karena itu, kita mempunyai ungkapan Paulus:

… mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu (Ef 2:1)

Jadi, poin yang kedua adalah, manusia mati karena ia tenggelam dalam hal-hal jasmaniah dari hidup ini, baginya hal-hal yang rohaniah tidak penting dan hanya perkara jasmani saja yang merupakan kenyataan. Ia terhilang di dalam debu; ia berada “di dalam debu”. Secara rohani ia menjadi tidak berfungsi, mati. Dapatkah Anda melihat betapa kayanya perumpamaan dari Yesus ini? Apakah Anda mengira bahwa perumpamaan ini tidak berisi apa-apa? Bagaimana mungkin para penafsir itu berkata bahwa tidak ada apa-apa di dalam perumpamaan ini? Anda tinggal mempelajari Alkitab untuk bisa mendapatkan isinya. Terkandung sangat banyak kekayaan makna bagi mereka yang punya mata untuk melihat.

Ketiga, debu berarti penghinaan di dalam Alkitab. Sebagai contoh, menjilat debu (Mzm 72:9) adalah ungkapan penghinaan yang paling dalam, sangat merendahkan. Berada di dalam debu (Mzm 113:7) berarti berada dalam penghinaan, direndahkan, dijadikan tidak berarti sama sekali. Saya akan membacakan kutipan dari Mazmur 113:7-9 ini karena maknanya sangat dekat dengan poin yang akan kita bicarakan dari perumpamaan yang indah ini:

Orang miskin diangkat-Nya dari debu, dan orang melarat dari abu. Mereka didudukkan-Nya bersama para penguasa, bersama para bangsawan dari umat-Nya. Ia menganugerahkan anak-anak kepada istri yang mandul, menjadikan dia ibu yang berbahagia dan terhormat di rumahnya. Pujilah TUHAN! (BIS)

Sangat indah, Ia mengangkat orang yang miskin dari debu! Orang-orang miskin dihina, ditolak, dan merupakan orang-orang yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Ingatkah Anda pada apa yang dikatakan oleh Yesus dalam Khotbah di Bukit: “Diberkatilah orang yang miskin dalam roh sebab mereka yang mempunyai Kerajaan Surga”? Ia mengangkat orang yang miskin dari dalam debu, dari penghinaan, dari keterpurukan akibat dosa, dan Ia mendudukkan mereka bersama-sama dengan para bangsawan. Ia menjadikan kita anak-anak Allah. Jika kita bukan anak dari Raja segala raja, jika kita bukan para bangsawan, lalu siapa itu para bangsawan? Ia mendudukkan kita bersama-sama dengan para bangsawan, anak-anak Allah, padahal dulunya kita adalah para pengemis, jatuh di dalam debu, terpuruk dalam kehinaan oleh dosa. Dosa menjadikan kita sangat hina, bukankah begitu? Setelah Anda merasa muak dengan dosa, Anda akan mendapati bahwa segala yang dilakukan oleh dosa hanya akan menghasilkan keterpurukan, kehinaan. Baru-baru ini, dari berita di koran-koran, Anda mungkin sudah membaca kabar tentang seorang pucuk pimpinan dari Partai Liberal di Inggris yang terpuruk karena skandal homoseksual. Ia dihina; ia jatuh ke dalam debu akibat dosa. Tadinya ia adalah seorang calon kuat untuk menjadi Perdana Menteri Inggris, tetapi sekarang, karena satu perbuatan dosa, ia menjadi sangat terhina, terpuruk, dan semua orang menatapnya dengan jijik. Dosa sangat menjatuhkan, sangat menjijikkan!

Namun, jika kita bertobat, kalau kita membiarkan Allah mengubah kita, Ia akan mengangkat kita dari dalam debu dan mendudukkan kita bersama dengan para bangsawan, sebagai anak-anak Allah. Mazmur 113 juga berakhir dengan catatan tentang sukacita, sama seperti yang disebut di dalam perumpamaan tentang dirham yang hilang ini. Juga di ayat 5-6, ada kesejajaran dengan perumpamaan ini di mana disebutkan:

5 Siapa seperti YAHWEH, Allah kita, yang bertakhta di ketinggian,
6 yang merendah, untuk melihat ke langit dan bumi?

Ia mencari untuk mengangkat orang-orang yang miskin dari dalam debu. Pengajaran yang sangat indah!

Demikianlah seiring dengan pengamatan kita atas perumpamaan ini, segala kekayaan maknanya segera terungkap, karya keselamatan yang luar biasa ini dikerjakan melalui terang yang dipancarkan dan melalui tindakan menyapu debu.


Orang Berdosa yang Terhilang Dibersihkan dan Dibebaskan oleh Injil

Perhatikan juga apa yang terjadi saat koin itu disapu. Koin itu dibersihkan dari debu ketika bersentuhan dengan Injil. Hal ini juga sangat indah. Ketika Injil menyentuh Anda, ia menyingkirkan debu-debu; ia menyingkirkan keasyikan Anda pada hal-hal jasmani, hal-hal kebendaan, perkara-perkara eksternal. Ia menyelamatkan Anda keluar dari dalam debu. Injil membebaskan Anda dari ketiga hal tersebut.

Pertama, Injil membebaskan Anda dari materialisme jasmani yang selama ini telah menenggelamkan Anda. Jika Anda masih belum dibebaskan dari hal itu, Anda harus menanyakan diri Anda apakah Anda tahu apa artinya menjadi orang Kristen. Jika Anda sudah menjadi orang Kristen sejati, seluruh cara berpikir Anda akan berubah. Hal-hal yang sebelumnya sangat Anda hargai di dalam kehidupan duniawi menjadi tidak begitu penting lagi buat Anda sekarang. Perkara yang penting bagi Anda sekarang adalah hal-hal yang kekal, yang nilainya bertahan sepanjang masa.

Kedua, Anda dibebaskan dari maut. Diangkat keluar dari dalam debu berarti dibebaskan dari debu kematian.

Dan ketiga, Anda dibebaskan dari kejatuhan akibat dosa. Allah mengangkat Anda, seperti yang tertulis di Efesus 1:18-20, Ia mendudukkan kita bersama dengan Kristus di SorgaItulah tempat tertinggi yang dapat Anda raih jika Anda diangkat. Anda didudukkan bersama dengan Kristus di Sorga. Anda ditinggikan dan dimuliakan di dalam Kristus. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya, demikian kata Roma 8:30. Kita jarang membahas tentang aspek ini di dalam Injil – fakta bahwa Allah memuliakan kita. Ia meninggikan kita. Ia memuliakan kita. Ia menjadikan kita bersinar dengan keindahan-Nya pada saat tidak ada lagi kejelekan dan kerusakan akibat dosa.


Koin Perak itu Menjadi hitam: Efek Dosa ke atas Manusia

Ada satu hal lagi tentang uang perak. Apa yang akan terjadi dengan logam perak saat dibiarkan berada di atas tanah, khususnya di permukaan yang lembab dan becek? Anda semua tahu bahwa ia akan menjadi hitam dan dilengketi oleh karat. Saya yakin Anda pernah melihat perak. Ia menjadi hitam sehingga harus dipoles dan digosok agar kilaunya yang asli bisa terpancar kembali. Perak selalu menghadapi masalah ini, dan sekali lagi Anda dapat melihat bagaimana tepatnya pilihan bahan dalam perumpamaan ini. Yesus di dalam hikmatnya tidak memilih koin emas atau perunggu. Emas jarang terpengaruh oleh karat, tetapi perak selalu menghadapi masalah warna kehitaman ini. Anda yang memiliki sendok atau barang yang terbuat dari perak, pasti mengalami bahwa Anda harus berulang kali menggosoknya agar dapat tetap tampil dengan warna aslinya. Dengan cara yang sama, orang yang terhilang di dalam debu dosa juga akan mulai berubah menjadi hitam. Perubahan warna menjadi hitam merupakan gambaran yang sangat sempurna bagi dampak dosa terhadap manusia.


Koin yang Berdenting: Pertobatan Manusia

Ini merupakan bagian di mana tindakan menyapu memiliki arti penting. Tidak cukup dengan hanya melihat-lihat ke sekeliling karena koin yang sudah menghitam akan sangat sulit untuk dapat dilihat. Ketika sapu menyingkirkan debu, ia juga akan membuat koin itu berdenting saat terkena sapu dan berguling di lantai. Suara koin itu akan membantu perempuan ini untuk menemukannya.

Suara denting koin di lantai melambangkan tanggapan seseorang terhadap penyapuan dari Injil. Bukan hanya Allah yang mencari kita, tetapi kita juga harus membuat sebuah tanggapan dan hal ini dipertegas dalam kata-kata terakhir dalam perumpamaan ini: bertobat. Tanggapan terhadap Injil inilah yang dimaksud sebagai pertobatan. Kita tidak dapat membersihkan diri kita sendiri, tetapi kita dapat menanggapi “penyapuan” dari Injil dengan memberikan suara berdenting dari koin saat ia yang bergelinding di lantai.


Manusia Diciptakan dalam Gambar Allah 

Setiap keping uang perak berharga bukan karena ia terbuat dari perak, tetapi karena di atasnya tertera sebuah gambar yang khusus, bukankah demikian? Coba perhatikan koin yang Anda miliki. Anda akan melihat sebuah gambar dari seseorang atau sesuatu di atas koin tersebut. Di dalam koin keluaran Inggris atau Kanada, gambar yang tertera di situ biasanya adalah gambar Ratu Inggris. Di dalam koin Roma, maka gambar yang tertera adalah gambar kaisar Roma. Di dalam uang koin Inggris yang lebih kuno, maka gambar yang tertera adalah gambar raja, tergantung pada zaman pemerintahan siapa koin itu dibuat. Pada zaman sekarang ini, Anda tidak akan dapat menebak dari negara mana sebuah koin berasal tanpa memeriksa gambar yang tercetak di sana. Pada zaman dahulu juga begitu, koin keluaran kekaisaran Romawi dan dari negara-negara lainnya memiliki gambar penguasa negara asal koin tersebut. Setiap kerajaan menerbitkan koin yang diberlakukan di wilayahnya masing-masing dengan gambar di koin itu sebagai tanda pemberlakuannya. Ingatkah Anda ketika orang-orang menanyakan Yesus, “Apakah kami harus membayar pajak kepada kaisar?” Yesus menjawab, “Perlihatkan sekeping uang padaku.” Dan ia melanjutkan, “Gambar dan tulisan siapa yang tertera pada koin ini?” Mereka menjawab, “Gambar kaisar.” Lalu Yesus berkata, “Berikanlah kepada kaisar apa yang menjadi miliknya. Bukankah yang tertera ini gambar kaisar?” Dalam pengertian tertentu, kaisar memilikinya.

Di sinilah terletak keindahan makna gambar pada koin. Kita juga membawa gambar. Gambar siapa yang ada pada kita? Kitab Kejadian memberitahu, “Kita diciptakan dalam gambar dan rupa Allah.” Kata “gambar” yang sama kita temukan juga di Matius 22:20-21, “gambar dan tulisan. Jadi, jangan mengira bahwa Anda bukan milik Allah karena Anda belum percaya kepada-Nya. Ia yang menciptakan Anda. Anda adalah milik-Nya berdasarkan hak Allah atas ciptaan-Nya. Ia masih berhak atas diri Anda karena Dialah yang menciptakan Anda di dalam gambar-Nya; pada diri Anda tertera cap tanda milik-Nya.

Juga, sekalipun setiap orang sudah hilang di dalam debu, sekalipun ia sudah tertutup oleh karat dosa, ia masih membawa gambar Allah. Ia masih merupakan milik Allah. Betapa indahnya ketika kita diangkat keluar dari debu dan dibersihkan sehingga kemuliaan penuh dari gambar tersebut dapat bersinar kembali! Gambar Allah yang ada pada diri kita tadinya tertutup oleh debu, tetapi sekarang ia dapat memancarkan lagi keindahan gambar Allah. Dapatkah Anda melihat betapa kayanya makna dari perumpamaan ini? Siapa bilang perumpamaan ini tidak ada isinya? Ada sangat banyak kekayaan makna yang tersimpan di dalam perumpamaan ini. Hal ini sangatlah indah!


Orang Kristen: Koin berharga yang ditemukan, dengan tugas yang sudah menanti

Koin itu terbuat dari bahan perak dan dengan begitu bernilai cukup tinggi. Di koin itu tertera gambar pencipta dan pemiliknya. Namun, masih ada satu hal lagi menyangkut koin yang hilang ini. Apa gunanya koin itu bagi kita jika ia hilang di dalam debu? Ia tidak bisa dipakai. Ia menjadi tidak berguna. Koin yang hilang jelas tidak berguna bagi setiap orang. Hanya jika koin itu berada di saku kita, ia dapat digunakan. Ketika ia tersembunyi dalam debu, ia tidak berguna sama sekali. Tidak dapat dipakai untuk melakukan apa pun. Ia akan terus berada dalam keadaan tidak berguna sampai Anda menemukannya. Demikianlah, meskipun seseorang yang terhilang memiliki nilai yang terpendam dan ia masih memiliki gambar Allah, dia tetap tidak berguna bagi siapa pun. Itu sebabnya, Anda bisa saja dipandang bernilai bagi orang lain dan juga bagi Allah, tetapi selama Anda masih terhilang di dalam debu-debu dosa, Anda tetap tidak berguna bagi siapa pun, termasuk bagi diri Anda sendiri. Ini sangatlah luar biasa, sangat indah pemahamannya!

Allah ingin mendapatkan Anda bukan saja karena Anda sangat berharga di mata-Nya melainkan juga karena hanya sesudah ditemukan, maka Anda dapat menjadi berguna bagi Allah untuk mengalirkan berkat kepada semua anggota masyarakat. Hanya jika koin itu ditemukan, ia dapat dipakai untuk membeli makanan yang memenuhi kebutuhan orang tersebut dan juga keluarganya. Hanya dengan cara itu, orang yang miskin dapat bersukacita karena ia memperoleh makanan. Hanya dengan cara itu, koin tersebut menjadi berguna bagi masyarakat.

Tidak peduli seberapa sering ia berpindah tangan, koin itu tidak akan kehilangan nilainya, bukankah begitu? Nilainya justru semakin meningkat karena semakin sering berpindah tangan berarti ia semakin sering mengalirkan berkat. Semakin jarang ia beredar, semakin sedikit berkat yang disalurkannya. Ini adalah satu keindahan dalam kehidupan Kristen. Nilai Anda tidak akan turun jika Anda melayani lebih banyak. Tidak sama sekali! Semakin Anda melayani, semakin besar nilai dan berkat yang Anda bagikan. Ini bukan berarti bahwa diri Anda sendiri menjadi semakin berharga. Makna sebenarnya adalah Anda sudah berbuat lebih banyak. Sama seperti koin itu, nilai nominalnya tetap sama saja, tetapi semakin sering ia berpindah tangan, semakin banyak orang yang memakainya untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan semakin banyak sukacita yang diberikannya kepada banyak orang.

Saya harap kita semua tidak menjadi orang yang sekadar duduk berpangku tangan sambil mensyukuri keselamatan yang didapatkan. Saya sangat kecewa dengan kebanyakan orang Kristen yang mengira bahwa keselamatan itu berarti Anda tinggal duduk diam sambil menunggu giliran masuk surga. Saya pernah menyatakan sebelumnya bahwa setiap orang yang berpikiran seperti itu berarti ia tidak tahu apa arti kehidupan Kristen yang sesungguhnya.

Diselamatkan berarti bahwa Anda sekarang menjadi koin dalam peredaran. Anda harus melakukan sesuatu buat orang lain, mengenyangkan perut yang lapar, menghibur hati mereka yang kekurangan, memberi pakaian bagi yang sedang menggigil kedinginan. Itulah hal yang harus dikerjakan oleh koin perak tersebut. Bukannya sekadar duduk santai dan berkata, “Lihat! Aku sudah digosok! Aku sudah dibersihkan! Aku sudah cantik sekarang!” Tidak. Koin itu punya tugas yang harus ia kerjakan. Saya harap setiap orang Kristen mau memahami hal ini karena inilah apa yang ingin Yesus sampaikan kepada kita. Sungguh kita patut bersukacita atas kekayaan makna dari Firman ini!

Mari kita lanjutkan pada kesimpulan di poin tentang sukacita Allah ketika kita ditemukan. Diselamatkan bukan saja merupakan suatu kebahagiaan bagi Anda, tetapi juga sukacita bagi Allah dan tentu saja bagi orang lain yang akan menikmati manfaat dari pelayanan Anda kepada-Nya.


Allah Sangat Mengasihi Anda dan Ingin Melindungi Anda!

Dalam menyusun kesimpulan, saya ingin agar kita semua dapat memiliki pemahaman yang benar tentang sikap Allah. Kehidupan doa kita dan juga kehidupan Kristen kita seringkali macet karena kita memelihara sikap yang salah tentang Allah. Kita sering membayangkan Allah sebagai Pribadi yang duduk di atas takhta dengan wajah yang bengis, mirip seperti Guan Gong, dewa perang bangsa Tiongkok. Mukanya merah dengan janggut yang berjuntai, dan ia berdiri dengan mata yang melotot, menatap tajam ke arah Anda. Jika penilaian Anda terhadap Allah seperti ini, akibatnya hanya akan menimbulkan rasa takut. Siapa yang mau menyembah Allah yang seperti ini jika bukan karena didorong rasa ketakutan?

Namun, lihatlah gambaran indah yang kita dapat tentang Allah dari perumpamaan ini. Allah kita tidak seperti ini. Ubahlah pandangan Anda tentang Allah. Seperti apa Allah itu? Hati-Nya tergerak untuk selalu mencari dan mendapatkan kita setiap saat. Hati-Nya digerakkan oleh kasih. Terbungkus oleh kasih. Hati-Nya tidak pernah diam sampai Ia menemukan kita. Ia tidak mau duduk saja dan berkata, “Nah, Aku akan mengawasi dari takhta ini. Memang sayang kalau kamu sampai terhilang. Tapi itu urusanmu, bukan urusan-Ku.” Hati-Nya tak jemu-jemu mencari kita karena Ia memang merindukan kita. Sangat sulit bagi kita untuk memahaminya, bukankah begitu? Kesulitan ini muncul karena sifat kita yang tidak seperti Dia.

Saya melihat betapa rata-rata orang Kristen berpikir, “Yang penting saya selamat, apa pun yang terjadi dengan Anda itu bukan urusan saya. Kalau saya ada waktu luang, mungkin saya akan datang dan menolong Anda, tetapi kalau saya tidak punya waktu luang, harap jangan menyalahkan saya.” Hati kita tidak seperti Allah yang selalu tergerak untuk kepentingan orang lain. Jadi, jangan membayangkan Allah menurut ukuran diri Anda. Ingatlah bahwa kita diciptakan menurut gambar-Nya. Kita harus kembali kepada gambaran-Nya. Saya mendapati betapa orang-orang selalu saja mencoba untuk menciptakan Allah menurut gambaran mereka sendiri. Mereka membayangkan Allah seperti seorang diktator yang sedang meneriakkan perintah ke sana-ke mari di tengah kalang-kabut para malaikat yang menjalankan perintah-perintah itu. Dengan sedikit berdehem, para malaikat dibuat pucat pasi. Dengan sedikit menghentakkan kaki-Nya, kita menerima kiriman gempa bumi. Jadi, seluruh kesan yang kita miliki tentang Allah adalah satu Pribadi yang agung dan mengerikan.

Ini bukanlah ajaran Yesus tentang Allah. Kita tahu bahwa Allah itu kudus dan Ia Maha-kuasa. Akan tetapi, aspek lain dari Allah yang ingin Yesus tanamkan dalam benak kita melalui perumpamaan ini adalah kepedulian Allah yang begitu tulus kepada kita. Cobalah bayangkan tentang Allah yang, karena kepedulian-Nya, selalu tidak tenang sampai Ia menemukan kita. Kadang kala, ketika saya berbicara kepada orang-orang tentang kasih Allah, ada yang berkata, “Buat apa Allah mengasihi saya?” Saya tidak tahu jawabannya bagi pertanyaan ini. Buat apa Allah mengasihi Anda? Saya tidak tahu. Kita kesulitan memahami kasih Allah. Kita tidak mengasihi orang lain, jadi apa alasan orang lain untuk mengasihi kita? Pikirkanlah tentang Allah yang merindukan Anda, maka hati Anda akan tergerak untuk datang kepada Allah.

Saya akan menyimpulkan semua ini dalam ilustrasi berikut. Pada masa kecil, saya adalah anak yang sangat nakal. Suatu hari, saya ditegur sangat keras oleh ibu saya karena kenakalan saya dan saya merasa sangat sedih. Pernahkah Anda perhatikan bahwa anak-anak cenderung berpikir bahwa mereka diperlakukan dengan tidak adil? Saat itu saya merasa sangat muak dengan kehidupan di rumah, saya bosan ditegur terus menerus oleh ibu saya dan saya akan pergi menempuh kehidupan sendiri, pada usia enam tahun! Pada umur enam tahun itu, saya mengira sudah bisa menjaga diri sendiri. Buat apa saya tetap tinggal dan ditegur setiap hari? Sudah cukup semua ini! Lalu, saya pergi ke kamar, mengambil tas kecil saya, dan memasukkan mainan-mainan kesukaan saya di sana. Tentu saja, anak-anak tidak pernah berpikir tentang masalah kebutuhan akan pakaian dan yang lainnya. Hal-hal seperti itu tidak pernah terlintas di dalam benak mereka. Mainan adalah milik yang paling berharga buat mereka. Saya lalu membawa tas saya dan berkata, “Selamat tinggal,” kepada ibu saya. Dia menatap saya sejenak, dan mungkin sedang berpikir, “Ada-ada saja. Anak ini mau ke mana?” Jadi, ia bahkan tidak memperhatikan saya. Saya turun tangga dengan membawa tas kecil saya, dan melangkah ke jalan raya, keluyuran di tengah kota besar Shanghai untuk mencari ayah saya.

Ayah saya adalah orang yang sangat mencintai tanah airnya, dan ia sudah pergi ke Chongqing membangun perlawanan terhadap Jepang dari sana. Ia bergabung dengan tentara pemberontak sampai ke detik terakhir dan setelah itu menyusup melewati garis pertahanan Jepang dan pergi ke Chongqing, meninggalkan saya dan ibu saya di Shanghai. Saya ikut mengantar keberangkatannya dan saya tahu bahwa ia pergi dengan kapal lewat pelabuhan Shanghai, biasa disebut Bund. Dengan berbekal sedikit pengetahuan tentang jalan menuju pelabuhan, saya melangkah mengikuti jalur trem, perjalanan itu sepertinya tiada akhir karena saya harus berjalan sampai dua jam untuk bisa sampai ke pelabuhan. Akhirnya saya sampai juga di sana, dengan tas kecil saya, lalu saya mulai mencari kalau-kalau ada kapal yang akan berlayar menuju Chongqing. Tentu saja, saya tidak tahu kalau saat itu tidak ada kapal yang berlayar menuju Chongqing, ibu kota Tiongkok pada masa perang, karena kota Shanghai sedang berada di bawah kekuasaan Jepang. Karena saya masih kecil, jadi saya harus melihat ke atas setiap kali bertanya kepada orang lain, “Ada kapal yang menuju Chongqing?” Orang itu melihat ke bawah, ke arah saya, dan berkata, “Kapal ke Chongqing? Tidak ada kapal yang pergi ke Chongqing.” Saya berkata, “Tapi ayah saya pergi naik kapal ke Chongqing dari pelabuhan ini, jadi pasti ada kapal yang menuju ke sana.” Dan ia berkata, “Tidak, sekarang ini tidak ada lagi kapal yang berangkat ke sana.” Lalu, saya melangkahkan kaki ini tanpa arah tujuan dengan hati yang sangat sedih, saya bertanya-tanya di manakah kapal yang akan membawa saya kepada ayah saya, yang saya pikir tentunya akan memperlakukan saya dengan lebih baik ketimbang ibu saya. Begitulah cara berpikir anak-anak.

Sementara itu, ibu saya mulai menyadari bahwa saya telah hilang! Telah lenyap! Ia mulai panik. Ia mencari-cari di rumah dan jalanan sekitar rumah, tetapi saya tidak ada di sana. Ia benar-benar sangat panik. Sedangkan, di tempat lain, saya masih melangkah penuh semangat untuk mencari cara untuk ke tempat ayah saya, tidak saya sadari saat itu Chongqing berjarak ribuan mil dan saya, tanpa uang sepeser pun di saku, tentunya tidak akan bisa bepergian ke mana pun! Anak-anak tidak pernah menyadari bahwa mereka harus membayar untuk segala sesuatunya.

Dari ilustrasi ini, mari kita lihat keadaan ibu saya yang menjadi sangat cemas dan gelisah karena kasih dan sayangnya kepada saya. Kita sering berpikir bahwa Allah berlaku terlalu keras kepada kita. Kita sering mengira bahwa Allah telah memperlakukan kita secara tidak adil. Sebenarnya tidak seperti itu. Sekalipun kadang-kadang Ia terlihat sangat keras terhadap kita karena dosa-dosa kita, kasih-Nya selalu tercurah kepada kita. Pengalaman meninggalkan rumah ini sangat membuka mata saya karena sebelumnya saya tidak tahu bahwa ibu begitu mengasihi saya. Saya tidak menyadari betapa besar kasih sayang ibu kepada saya. Saya kira ia tidak benar-benar mengasihi saya karena ia selalu saja berkata-kata keras kepada saya dan menegur saya. Bukankah ini salah satu alasan mengapa kita kadang-kadang merasa bahwa Allah tidak sesungguhnya mengasihi kita? Ia terus saja berbicara kepada kita tentang dosa kita dan menegur kita atas dosa-dosa yang kita perbuat. Anda mengeluh, “Mengapa Ia selalu menegur dan menyingkapkan dosa-dosa saya? Allah yang ini tidak mengasihi saya.” Justru karena kasih-Nya itulah, maka Ia terus menerus menegur kita. Tidak pernah terlintas dalam benak saya kala itu bahwa justru karena kasihnya kepada saya itulah, ibu saya berusaha untuk menyingkirkan watak yang buruk dari saya, untuk menjadikan saya orang yang lebih baik. Pelajaran ini sangat mengharukan saya ketika saya mulai menyadari bahwa ibu sangat mengasihi saya.

Setelah melangkah kesana-kemari selama beberapa jam, hari mulai gelap dan saya menjadi sangat lapar. Saya bingung bagaimana caranya mendapatkan makanan di dunia ini? Tidak ada uang sama sekali di saku ini. Tepatnya, apa yang harus saya lakukan untuk mendapatkan makanan? Saya tidak dapat pergi ke rumah makan dan berkata, “Saya mau makan,” karena jawabnya pasti, “Bayar!” Di rumah, saya tinggal duduk dan menikmati makanan. Akhirnya saya menyadari bahwa hanya tinggal satu tempat yang bisa didatangi, yaitu rumah sendiri. Jadi, seperti anak terhilang yang pulang sehabis menghambur-hamburkan uang dan jatuh miskin, saya menyeret kaki saya pulang menuju rumah, melintasi jalan-jalan di kota besar Shanghai, dan akhirnya menjelang tengah malam, saya sampai juga di depan pintu rumah.

Ibu saya nyaris pingsan ketika melihat saya. Ia begitu diliputi oleh rasa sukacita karena melihat kepulangan saya sehingga lupa untuk memarahi saya. Sudah sangat lama saya keluyuran di luar, dan merupakan keajaiban ibu saya tidak terkena serangan jantung akibat peristiwa hari itu. Ia sangat panik saat itu. Ketika saya menatap ke arah ibu saya, saya tertegun. Tidak saya ketahui sebelumnya bahwa ibu saya begitu mengasihi saya. Saya tidak menyadari hal itu selama ini. Ketika ia menatap saya, yang dapat ia lakukan hanyalah menangis. Hanya itu yang dapat ia lakukan untuk melampiaskan rasa lega melihat kepulangan saya sesudah sekian jam tidak kembali. Shanghai adalah kota yang berpenduduk sepuluh juta, dan petugas kepolisian sibuk mencari saya ke mana-mana. Namun, bagaimana caranya menemukan seorang anak kecil di tengah sepuluh juta penduduk? Saya mendapati bahwa Perumpamaan tentang Uang Dirham yang hilang ini bercerita tentang hal yang sama. Tidak saya ketahui sebelumnya betapa Allah mengasihi saya. Tidak saya sadari bahwa saya begitu berharga di mata Allah.

Sangat sering terjadi, kita memisahkan diri dan berkata, “Allah selalu saja berbicara tentang dosa, selalu saja berkata, “Jangan begini, jangan begitu.'” Persis seperti ibu saya yang selalu berkata, “Jangan lakukan itu,” setiap kali saya mau berbuat sesuatu. Saya rasanya mau berteriak, “Kapan saya bisa mendapatkan sedikit kebebasan?” Begitulah cara kita berpikir, “Di dalam Sepuluh Perintah itu, Allah selalu berkata, ‘Jangan berbuat ini, jangan berbuat itu.’ Kapan saya boleh hidup secara bebas? Kapan saya boleh berbuat sesuatu? Saya ingin kebebasan untuk melakukan apa yang saya mau!” Kalau demikian, Anda boleh pergi dari-Nya dan mengalami kelaparan di dunia ini!

Allah tidak seperti itu. Ia berkata, “Jangan begini dan jangan begitu,” supaya kita tidak mengalami celaka. Ketika saya berkata kepada anak perempuan saya, “Jangan sentuh api itu,” ucapan tersebut tidak dimaksudkan untuk menyusahkan kehidupan anak saya. Saya ingin menyatakan bahwa kalau ia menyentuh api itu, tangannya akan terbakar. Kata “jangan” di sini dimaksudkan untuk melindunginya. Saya harap Anda mulai menyadari bahwa setiap kali seorang pengkhotbah berbicara tentang dosa, ancaman dosa dan, mewakili Allah, menyuruh Anda untuk tidak berbuat dosa, itu semua karena Allah ingin melindungi Anda. Namun, Anda cenderung berpikir, “Mengapa Allah senang mempersulit hidup saya?” Tidak, Ia tidak bermaksud begitu.

Namun, sebagai anak kecil, saya tidak memahami tujuan tersebut sampai terjadinya peristiwa malam itu, ketika saya melihat ibu saya menangis, dan ia sama sekali tidak sanggup untuk memarahi saya. Tak terpikirkan olehnya untuk memukul saya. Ia hanya memberi saya makan dan membawa saya ke tempat tidur. Saya, yang kelelahan akibat perjalanan selama beberapa jam itu, merasa sangat lega bisa pulang dan sampai di tempat tidur saya lagi, dan segera tertidur. Saya rasa ini adalah gambaran yang sangat indah tentang Allah.

Gambaran yang indah itu ialah bahwa Allah mengasihi Anda. Lihatlah betapa perempuan itu bersukacita ketika menemukan kembali uangnya yang hilang dan memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya (Luk 15:9)! Betapa ibu saya sangat bersukacita melihat kedatangan saya, air matanya berlinangan di pipi! Saya harap kita semua dapat memahami gambaran tentang Allah yang baru ini. Seperti itulah Allah. Jika saya teringat seperti apa wajah ibu saya saat itu, saya berpikir, “Sekarang saya mengerti seperti apa Allah itu. Seberapa berharga saya bagi-Nya.” Semoga kita semua dapat memahaminya!

Sangat sulit memanjatkan doa kepada Allah yang dibayangkan sedang duduk di takhta-Nya dan melotot ke arah Anda dengan tangan yang terlipat. Siapa yang mau datang kepada Allah yang seperti ini? Namun, jika Anda mengerti bahwa Allah tidak seperti itu, melainkan seperti ibu saya yang bersukacita atas kepulangan saya, Anda akan merasakan betapa indahnya kembali kepada Allah untuk menyembah setiap hari, untuk berdoa dan menikmati persekutuan yang manis dengan Dia! Cobalah untuk memahami gambaran yang baru tentang Allah ini. Seperti itulah Allah. Ia itu kudus, tetapi sangat mengasihi Anda. Ia itu berbelas kasihan. Kemurahan-Nya melimpah, menjangkau kita sekalipun kita terkubur di dalam debu, dan Ia mengangkat kita serta mendudukkan kita di antara para bangsawan!

 

Berikan Komentar Anda: