Ev. Xiao Shan | Filipi 1:1 |

APA CITA-CITA ANDA?

Saya masih ingat saat saya di sekolah dasar, guru-guru selalu meminta kami untuk menuliskan karangan, dan salah satu topik yang popular adalah “Cita-cita saya.” Ada yang mau menjadi guru setelah mereka dewasa karena mau membantu membangun generasi pemimpin yang akan datang. Ada yang mau menjadi dokter karena nyawa itu berharga, dan dokter akan dapat menyelamatkan orang dari kematian dan juga menyembuhkan yang terluka, suatu profesi yang sangat mulia. Sekiranya Anda diminta untuk menulis karangan tentang, “Cita-cita saya”, apa yang akan Anda tuliskan? Apakah Anda akan memilih cita-cita yang tinggi seperti menjadi dokter, insinyur? Atau Anda akan puas dengan menjadi diri sendiri, sekalipun sebagai seorang petugas kebersihan? Setelah menjadi seorang Kristen, apa yang menjadi cita-cita Anda? Di gereja, kita sering diminta untuk bertumbuh dan tidak perlu terlalu terburu-buru. Biasanya kita menjadi pemimpin kelompok sel, lalu menjadi pekerja di gereja dan mungkin setelah itu menjadi pemimpin gereja.


PAULUS MELIHAT DIRINYA SEBAGAI PELAYAN KRISTUS YESUS

Kita akan melihat pada buku Filipi pada hari ini. Mari kita buka di Filipi 1:1.

Dari Paulus dan Timotius, hamba-hamba Kristus Yesus, kepada semua orang kudus dalam Kristus Yesus di Filipi, dengan para penilik jemaat dan diaken:

Penulis surat ini adalah Paulus, bukan Timotius. Hanya karena pada waktu itu Timotius sedang bersama Paulus, jadi Paulus menyebut namanya. Bagaimana Paulus memanggil dirinya? Apakah dia menyebut dirinya sebagai uskup? Tidak. Apakah sebagai gembala agung gereja? Tidak. Dia hanya memanggil dirinya sebagai “hamba Kristus Yesus”. Pada kenyataannya, kalimat ini merupakan titel favorit dari Paulus. Sebagai pengenalan dalam suratnya, Paulus senang sekali memanggil dirinya sebagai “hamba/pelayan Yesus Kristus”. Contohnya di Roma 1:1:

Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah.

Apakah Anda kaget saat Paulus memanggil dirinya sebagai seorang hamba? Paulus sangat luar biasa di dalam banyak bidang, tapi mengapa dia hanya menyebut dirinya sebagai seorang hamba?

Pertama, mulai dari kisah tentang bagaimana dia tiba pada pengenalan akan Tuhan. Pengalaman Paulus dengan Tuhan sangatlah menakjubkan. Tuhan secara pribadi memerintahkan seorang murid bernama Ananias untuk menumpangkan tangan dan mendoakan dia. Tuhan bahkan berkata, “sebab orang ini adalah alat pilihan bagiKu untuk memberitakan namaKu kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel.” Di mata Tuhan, Paulus bukanlah seorang percaya yang biasa-biasa, Paulus merupakan bejana yang sangat berharga!

Kedua, Paulus sangat peka secara spiritual, tingkat kerohanian dan kedewasaannya sangatlah luar biasa dan hal ini sangat jelas bagi semua orang. Dari 27 kitab di dalam Perjanjian Baru, separuhnya ditulis oleh Paulus. Dapat kita katakan bahwa Paulus memainkan suatu peran penting di dalam Perjanjian Baru.

Terakhir, Paulus mempunyai hubungan yang unik dengan gereja Filipi. Dengan tangannya sendiri, Paulus mendirikan jemaat di Filipi. Pada waktu itu, Paulus and Silas banyak menderita demi penyebaran Injil. Sebagai seorang pemimpin jemaat, sangatlah layak panggilan uskup itu baginya, tapi mengapa Paulus menyebut dirinya sebagai seorang hamba?


“HAMBA” SANGAT BERBEDA DENGAN “KARYAWAN”

Dari Paulus dan Timotius, hamba-hamba Kristus Yesus, kepada semua orang kudus dalam Kristus Yesus di Filipi, dengan para penilik jemaat dan diaken:

Kata “hamba” di sini, dalam bahasa Yunani berarti “budak”. Apa itu seorang budak? Apakah artinya sama dengan karyawan? “Hamba, pelayan” tidak berarti karyawan. Di zaman ini, banyak anak muda yang menginginkan kehidupan yang nyaman, mau menikmati hidup. Mereka adalah karyawan yang dibayar gaji tinggi dan jika mereka menikmati pekerjaan itu, akan mereka melanjutkan, jika tidak mereka akan berhenti tanpa terlalu memikirkan tentang bos mereka. Karyawan di zaman ini berbeda sepenuhnya dari “hamba” yang disebut oleh Paulus. Kata “hamba/pelayan” di dalam Alkitab berarti sepenuhnya milik tuannya. Dan sepenuhya tunduk di bawah otoritas tuannya, menaati perintah dan semua pengaturannya.

Mari saya memberikan satu contoh untuk mengilustrasikan pokok ini. Mari kita buka di Kisah Rasul 16:1-10

Paulus datang juga ke Derbe da ke Listra. Di situ ada seorang murid bernama Timotius; ibunya adalah seorang Yahudi dan telah menjadi percaya, sedangkan ayahnya seorang Yunani. Timotius ini dikenal baik oleh saudara-saudara di Listra dan di Ikonium, dan Paulus mau, supaya dia menyertainya dalam perjalanan. Paulus menyuruh menyunatkan dia karena orang-orang Yahudi di daerah itu, sebab setiap orang tahu bapanya adalah orang Yunani. Dalam perjalanan keliling dari kota ke kota Paulus dan Silas menyampaikan keputusan-keputusan yang diambil para rasul dan para penatua di Yerusalem dengan pesan supaya jemaat-jemaat menurutinya. Demikianlah jemaat-jemaat diteguhkan dalam iman dan makin lama makin bertambah besar jumlahnya. Mereka melintasi tanah Frigia dan tanah Galatia, karena Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia. Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka. Setelah melintasi Misi mereka sampai di Troas. Pada malam harinya tampaklah oleh Paulus suatu penglihatan: adalah seorang Makedonia berdiri di situ dan berseru kepadanya: “Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!” Setelah Paulus melihat penglihatan itu, segeralah kami mencari kesempatan untuk berangkat ke Makedonia, karena dari penglihatan itu kami menarik kesimpulan, bahwa Allah telah memanggil kami untuk memberitakan Injil kepada orang-orang di sana.

Gereja Filipi didirikan di tahun 50 M, semasa perjalanan misi kedua Paulus. Bagaimana Paulus berakhir di Filipi? Dia pada awalnya berencana untuk memberitakan firman di Asia, tapi Roh Kudus melarangnya; Jadi mereka berencana ke utara, ke Bitinia, tapi Roh Kristus tidak mengizinkan mereka.  Karena itu, mereka menuju ke barat, ke Troas. Lalu pada malam hari, Allah memberikan suatu visi kepada Paulus. Dia melihat seorang di Makedonia berseru meminta bantuan. Jadi, mereka mengubah arah,  berangkat dengan kapal dari Troas menuju Makedonia. Filipi adalah salah satu kota di Makedonia.

Paulus dengan baik memahami siapa dia sebenarnya, dan menjalaninya dengan baik, yakni identitasnya sebagai seorang hamba. Seorang hamba yang sejati bukan saja melakukan pekerjaan untuk tuannya, tapi perlu mencari kehendak dan mengetahui isi hati tuannya. Jadi faktor yang terutama bukanlah hanya mengabarkan Injil, tapi perinciannya – kapan, di mana, siapa dan bagaimana perkabaran Injil itu harus dijalankan agar sesuai dengan hati Allah. Mengapa ada orang yang memberitakan Injil tapi tidak ada hasilnya sama sekali? Mereka memimpin jemaat tapi tidak ada pertumbuhan? Dengan berapi-api mereka melayani, mengorbankan uang dan tenaga tapi semuanya sia-sia? Jawabannya sangat sederhana. Hal ini adalah karena mereka tidak mencari hati Allah, tidak melakukan sesuai dengan pimpinanNya.

Terdapat suatu pepatah dari nenek moyang, “天时地利人和, suatu pepatah orang Tionghoa yang sebenarnya berarti, “di waktu yang tepat, segala sesuatu akan berjalan sesuai dengan rencana; segala sesuatu akan baik-baik saja”. Jadi jika Anda ingin memenangkan pertarungan, kita harus memerhatikan banyak faktor, seperti keadaan cuaca, lapangan, dan yang paling penting adalah relasi yang baik; untuk memenangkan suatu pertarungan, semua faktor itu harus mendukung agar kita bisa berhasil. Sama halnya dalam melakukan pekerjaan Tuhan, kita membutuhkan kesempatan ini di mana di waktu yang tepat, tempat yang tepat dan melakukan hal yang tepat. Contohnya jika Anda ingin sekali memimpin keluarga Anda untuk datang pada Tuhan, dan karena itu Anda setiap hari berkhotbah pada mereka, memaksa mereka untuk mendengarkan. Namun, semakin Anda memberi tekanan semakin besar reaksi penentangannya. Semakin mereka mendengarkan, semakin mereka merasa jengkel. Akibatnya, semakin Anda berbicara, semakin Anda kecewa dengan respon mereka. Anda mungkin bertanya-tanya dalam hati, “membagikan Injil pada keluarga merupakan tanggung jawab kita sebagai orang Kristen. Membagikan Injil dengan keluarga yang belum percaya, harusnya sesuatu yang menyenangkan Allah. Namun, kenapa tidak ada hasilnya? Jawabannnya sangat sederhana. Apakah Anda pernah datang terlebih dulu pada Allah dan bertanya kepadaNya, “Allah, saya ingin membagikan injil kepada keluarga saya, apakah sekarang saatnya? Bagaimana harus saya melakukannya? Apakah saya yang harus membagikannya?” Anda tidak mencari Allah, jadi saat Anda melakukannya di waktu yang salah, tempat yang salah dan melakukannya dengan cara yang salah, tentu saja usaha Anda itu tidak akan berhasil.

Paulus dipakai secara sangat luar biasa oleh Allah karena dia tahu siapa dia, dan dia hidup sesuai dengan identitasnya itu. Dalam segala hal dia hanya seorang yang mencari kehendak Allah, menantikan pimpinan dari Allah. Awalnya dia berencana untuk mengunjungi Asia, tapi karena Roh Kudus tidak mengizinkan, dia tidak bersikeras. Kemudian, dia berencana untuk ke Bitinia, tapi Roh Kristus tidak mengizinkan, jadi dia terus mencari “pengarahan” dari Allah. Jika kita mau memberitakan Injil, kita harus belajar untuk mencari hati Allah dan menaati kehendakNya. Bertindak hanya setelah Anda mendapatkan persetujuannya. Jika Dia tidak menyetujuinya, jangan terburu-buru. Pasti ada alasan kenapa Dia tidak menyetujuinya. Mungkin masih belum waktunya. Sekalipun berangkat, akan sia-sia. Atau mungkin ada bahaya yang menanti di depan, dan Allah mau melindungi Anda dari segala kejahatan.


SEORANG PELAYAN MELAYANI, BUKAN DILAYANI

Karena kata “pelayan” di dalam Alkitab tidak berarti “pelayan” tapi “sepenuhnya milik Allah”, lalu apa ciri yang unik hidup seorang pelayan? Apakah lemah lembut dalam perilaku dan kata-kata? Yang eksternal tidaklah penting, apa yang penting adalah pelayan harus memiliki sikap rela melayani. Itulah pelayan yang sejati. Mari kita buka di Markus 10.42-45:

Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Di sini, diberikan suatu definisi yang sangat jelas tentang “pelayan”. Tugas seorang pelayan adalah fokus melayani, dan bukan dilayani. Markus 10:43 memberikan kita suatu prinsip yang tegas – barangsiapa ingin menjadi terkemuka di dalam kerajaan Allah harus menjadi seorang pelayan. Jika mau ditinggikan oleh Allah, maka harus merendahkan diri. Ini merupakan prinsip yang yang berlaku bagi semua orang Kristen tidak kira apakah orang Kristen awam atau hamba Tuhan. Jika Anda seorang hamba Tuhan, Anda harus merendahkan diri dan melayani gereja. Ini merupakan sikap yang paling penting. Jangan membalikkannya dan mengira bahwa Anda seorang pemimpin, dengan demikian, Anda layak menerima pujian dan pelayanan yang baik dari orang lain.

Secara obyektif, seorang pelayan memang harus memiliki sikap melayani, tapi pada kenyataannya, berapa banyak yang rela merendahkan dirinya untuk melayani? Berikut adalah suatu ujian kecil untuk menguji apakah kita seorang pelayan yang melayani atau seorang pelayan yang mau dilayani.

Contohnya, gereja memang punya wewenang untuk mengatur tugas Anda di gereja, betul? Jika gereja kekurangan tenaga, apakah Anda akan senang membantu dengan penuh kerelaan? Atau Anda akan terlebih dahulu memberitahu gereja tentang kelebihan Anda yang hanya cocok untuk melayani di atas pentas, dan meminta untuk tidak dilibatkan untuk pelayanan sekolah minggu, kunjungan, memasak, mencuci dan sebagainya.

Contohnya lagi, gereja memang punya wewenang untuk mengatur ke mana Anda melayani betul? Sekiranya ada kebutuhan di tempat tertentu dan gereja ingin mengutus Anda ke situ, apakah Anda akan pergi? Atau Anda akan berkata bahwa Anda punya pilihan, “Jika kota besar, saya pertimbangkan, tapi jika di pendalaman di mana tidak ada transportasi, dan daerah miskin, sebaiknya utuslah orang lain.” Apakah Anda bersedia diutus ke tempat baru dengan budaya, gaya hidup dan bahasa yang berbeda? Atau apakah Anda merasa sulit untuk beradaptasi karena cara pemikiran, cara berbuat sesuatu dan juga kehidupan sehari -hari mereka terlalu berbeda?

Sikap melayani ini sangatlah penting bagi seorang pelayan Tuhan. Tanpa sikap ini, kehidupan spiritual seorang pelayan akan surut dan pelayanannya tidak akan efektif. Karena kurangnya tenaga kerja dan keterbatasan dana, banyak gereja yang ditangani oleh satu atau dua hamba Tuhan. Di luar pekerjaan administratif, mereka harus mengajar, memberi konseling dan melakukan kunjungan. Sangat sibuk. Namun dengan berjalannya waktu, jika tidak berwaspada, satu dua hamba Tuhan ini tanpa sadar akan berubah menjadi seorang ‘penguasa’ dengan otoritas yang besar.

Sebaliknya, Paulus memahami ajaran Yesus, dan menjalankan ajarannya. Di Filipi 1, kita dapat melihat bahwa, Paulus bisa melayani di dalam lingkungan apa pun, di mana pun dan dalam situasi apa pun. Pemberitaan Injil merupakan prioritas utamanya. Di Filipi 1:12-13:

Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini jusru telah menyebabkan kemajuan Injil, sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus.

Di dalam keadaan apa pun, Paulus hanya mempunyai satu tujuan – bagaimana untuk melayani lebih banyak orang, bagaimana untuk menyebarkan Injil. Karena Allah mengizinkan aku di sini, apakah yang menjadi tujuan baik Allah. Lalu, bagaimana aku harus memakai waktu ini, agar lebih banyak orang bisa mengenal Kristus? Sekalipun di penjara, dia tidak hanya mengabarkan Injil, tapi bahkan berhasil mendorong jemaat Filipi untuk bertumbuh menuju tujuan ini. Di Filipi 1:27:

Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku datang melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil.

Teramat sangat penting bagi barangsiapa yang mau menjadi besar harus menjadi pelayan bagi semua. Di saat dia kehilangan sikap ini, kehidupan spiritual kita dipertaruhkan. Pikirkan ini, “jika Paulus kehilangan sikap hati sebagai seorang pelayan, sepanjang hari mengeluh dan mengomel di penjara, menyalahkan Allah karena tidak menyelamatkan dia dari penjara, mengeluh tentang kurangnya kasih dari jemaat. Jika ini merupakan sikap hatinya, maka Paulus tidak akan efektif, dan Allah tidak akan dapat memakai untuk membangun jemaat.


SIKAP HATI SEORANG PELAYAN

Bukan hanya Paulus yang melihat dirinya sebagai seorang pelayan, para murid yang lain juga mempunyai sikap yang sama.

Yakobus 1:1: Salam dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus, kepada kedua belas suku di perantauan.

Yudas 1: Dari Yudas, hamba Yesus Kristus dan saudara Yakobus…

Wahyu  1:1 Ia telah menyatakannya kepada hambaNya Yohanes.

Paulus, Yakobus, Petrus, Yudas atau Yohanes, mereka semua memiliki sikap yang sama, yakni sikap hati seorang pelayan. Mereka bersikap demikian karena mereka meneladani Kristus. Tujuan  kedatangan Yesus adalah untuk menjadi seorang pelayan, bahkan seorang yang mati di kayu salib untuk melayani semua orang.

Di Flp 2:6-8 Dia, yang meskipun ada dalam rupa Allah, tidak menganggap bahwa menjadi setara dengan Allah adalah sesuatu yang harus dirampas. Sebaliknya, dia sudah mengosongkan dirinya sendiri dengan mengambil rupa seorang hamba dan merendahkan dirinya sendiri dengan menjadi taat sampai pada kematian – bahkan kematian di kayu salib.

Sama seperti apa yang Yesus telah katakan, dia datang bukan untuk dilayani, tapi melayani. Dia datang untuk tujuan ini. Ayat-ayat ini telah menunjukkan beberapa poin:

  1. Merupakan kerelaan Yesus, memilih untuk menjadi hamba, bukan karena dia tidak mempunyai pilihan, dan terpaksa melakukannya
  2. Dengan membuat pilihan demikian, Yesus harus membayar harga besar. ‘Identitas’nya agak ‘tidak lazim’.  Kitab Kolose menunjukkan bahwa segala sesuatu telah diciptakan oleh karena dia dan untuk dia. Sekalipun Yesus penuh dengan kuasa dan ‘identitas’-nya unik, dia masih memilih untuk merendahkan dirinya, untuk menjadi hamba bagi semua. Harga yang dibayar olehnya pastinya melampaui apa yang dapat kita bayangkan.
  3. Memilih untuk menjadi seorang pelayan bukanlah sesuatu yang merendahkan. Sebaliknya, pilihan ini merupakan rahasia pada kekuatan spiritual.

Bagi orang Tionghoa, seorang pelayan bukan saja pekerjaan yang tidak menarik, tapi sangat memalukan. Jika anak mereka adalah seorang insinyur atau dokter, orang tua akan merasakan sangat dimuliakan. Jika anak mereka hanya seorang pekerja biasa, dengan status yang rendah, maka orang tuanya akan merasa sangat malu. Namun, di mata Allah, melayani orang bukanlah sesuatu yang memalukan sama sekali, tapi merupakan rahasia pada kekuatan dan kehormatan. Yesus sendiri merendahkan dirinya, dengan rela dia menjadi seorang hamba. Karena itu, Allah mengangkatnya tinggi, dan memberinya nama di atas segala nama. Dengan cara yang sama, Paulus memberitakan Injil, dia secara luar biasa dipakai Allah, surat-surat yang ditulisnya disebarkan untuk dibaca bagi semua orang sampai ke hari ini. Dengan pelahan-lahan, Paulus mengubah ribuan orang percaya. Apa yang menjadi rahasia pada kekuatannya? Rahasianya adalah kerelaannya untuk menjadi hamba bagi semua.

Hal-hal dari roh selalu berlawanan dengan hal-hal duniawi. Di dalam dunia, Anda harus berjuang untuk menjadi yang pertama, berjuang untuk diri Anda sendiri, jika tidak, Anda akan menjadi seperti karpet yang diinjak-injak orang lain. Di dalam Kerajaan Allah, Allah selalu berfungsi dengan cara yang berbeda. Allah hanya akan memberikan otoritas kepada orang yang rendah hati, kepada orang yang bercita-cita untuk menjadi hamba. Mengapa? Apa alasannya? Karena hanya orang seperti ini yang tidak akan menyalah-gunakan otoritas Allah, hanya orang yang seperti ini yang akan peduli dengan kebutuhan-kebutuhan gereja.


GEREJA HARUS MENGHORMATI DAN MEMPEDULIKAN PELAYAN ALLAH

Sebelum kita menutup pembahasan hari ini, saya ingin menimbulkan suatu pertanyaan yang terakhir – “Bagaimana kita harus berurusan dengan pemimpin jemaat?” Ada yang merasa karena para hamba Tuhan adalah hamba bagi semua, maka mereka tidak seharusnya mengeluh saat melayani, mereka harus melakukan semua hal yang besar dan juga yang remeh. Dan di atas semua itu, mereka harus melayani kita siang dan malam, kita bisa menelpon mereka kapan-kapan saja. Jika kita perlu orang untuk menjaga anak-anak kita, kita telpon mereka. Jika ada barang rusak di rumah, jangan khawatir, telpon saja, mereka mereka memperbaikinya. Jika dia tidak bantu, kita akan berkata bahwa mereka itu tidak mengasihi, dia tidak mempunyai kualitas seorang pelayan!

Sekalipun para pemimpin jemaat berusaha untuk menjadi pelayan, jemaat tidak boleh dengan begitu saja menganggap mereka sebagai hamba bagi semua. Gereja harus menghormati para pelayan Allah. Mereka adalah wakil Allah. Jika Anda menghormati mereka, itu berarti Anda menghormati Allah. Jika Anda tidak menghormati mereka, itu berarti Anda tidak menghormati Allah.

Sekalipun Paulus itu lembut dan rendah hati, bahkan dengan rela mengorbankan nyawanya, tapi jemaat Filipi masih menghormati dan mempedulikan dia. Mereka tidak saja menaati ajarannya tapi mereka juga menunjukkan kepedulian dan rasa terima kasih mereka kepada Paulus lewat banyak cara. Sikap semacam ini sangatlah penting, dan itulah yang harus kita pelajari. Jika tidak, gereja akan menjadi seperti anak yang dimanjakan, yang selalu mencari perhatian, jika tidak diberikan perhatian, mereka akan ngambek dan mengeluh. Jangan lupa bahwa setiap orang Kristen juga harus mempunyai kualitas seorang pelayan, bukan hanya para hamba Tuhan.

Hari ini, kita telah melihat Filipi 1:1, judulnya adalah “Hamba Yesus Kristus”.

  1. Sekalipun Paulus sangat luar biasa dalam setiap bidang, tapi dia sangat rendah hati, dia melihat dirinya sebagai seorang pelayan Yesus Kristus.
  2. Seorang hamba di dalam Alkitab berarti “sepenuhnya milik tuan, taat sepenuhnya pada perintah tuannya, yang berbeda dari hanya seorang pekerja hari ini.
  3. Ciri unik seorang pelayan atau hamba adalah untuk melayani, bukan dilayani. Tidak kira di manapun, atau di situasi apapun, Paulus berusaha untuk menyebarkan Injil.>
  4. Semua orang percaya yang sejati harus melihat diri mereka sendiri sebagai hamba/pelayan, karena ini merupakan sikap Yesus Kristus.
  5. Gereja harus menghormati dan mempedulikan pemimpinnya, karena mereka merupakan perwakilan Allah. Menghormati mereka berarti menghormati Allah.

 

Berikan Komentar Anda: