Ev. Xiao Shan | Filipi 3:10-15 |

Di zaman teknologi yang canggih ini, banyak anak muda yang kecanduan Internet, seharian chatting bersama teman di social media, bermain games atau browsing ke segala macam situs. Untungnya Anda sudah menjadi orang percaya, dan cara pemikiran Anda sudah berubah, tidak lagi tertarik dengan hal-hal ini. Lalu, apa yang Anda kejar? Apakah Anda menargetkan untuk rajin mempelajari Alkitab, dengan harapan suatu hari nanti Anda akan menjadi seorang hamba Tuhan dan membangun jemaat sendiri, memimpin ribuan orang untuk percaya pada Yesus?

Pertanyaan yang ditimbulkan ini sangat berkaitan dengan ayat-ayat yang akan kita pelajari hari ini.  Mari kita buka di Filipi 3.10-15,

“Yang kukehendaki ialah mengenal dia dan kuasa kebangkitannya dan persekutuan dalam penderitaannya, di mana aku menjadi serupa dengan dia dalam kematiannya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati. Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. Saudara-saudaraku, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. Karena itu marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian. Dan jikalau lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga kepadamu. 


Paulus mengejar kesempurnaan untuk memperoleh Kristus

Paulus berkata, dia “mengarahkan diri kepada apa yang di hadapan, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah.” Banyak orang berpkir bahwa orang Kristen hanya perlu percaya dan itu sudah cukup, tidak perlu mengejar imbalan. Paulus malah berbuat yang sebaliknya, dia tidak sekadar meminta pada Allah untuk memberikan hadiah kepadanya, tetapi dia melakukan segala yang mungkin untuk mengejar apa yang di depannya, dengan tujuan untuk memperoleh hadiah dari Allah.

Filipi 3:13-14 adalah yang ayat yang akrab bagi kita semua. Paulus mau melupakan apa yang ada di belakang, dan mengarahkan semua fokusnya ke arah apa yang mau dicapainya di depannya. Tahukah Anda yang mau dicapainya? Paulus menggunakan semua kekuatan, mengerahkan semua energi untuk fokus mengejar tujuan ini. Apa tujuan ini? Prinsip eksegese yang pertama adalah melihat pada perikop yang sebelumnya dan setelahnya, untuk memahami apa yang mau diungkapkan oleh penulis. Ayat 15 berkata,

“Karena itu marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian. Dan jikalau lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga kepadamu.”

Dan yang sebelumnya di ayat 12 berbunyi,

“Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapmya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus.”

Sangatlah jelas hal yang mau dikejarnya adalah “kesempurnaan” atau “kedewasaan”, Paulus dengan segenap hati mengejar kesempurnaan. Dalam bahasa Yunani, kata “sempurna” juga berarti “dewasa”.  Kenapa di ayat 15 dikatakan semua kita “yang sempurna harus mempunyai pemikiran yang sama”, tetapi di ayat 12, dikatakan “bukan seolah-olah aku telah memperoleh kesempurnaan”. Jadi apakah Paulus sudah memperoleh kesempurnaan atau masih belum? Mengapa di satu sisi dia berkata “dia yang sempurna”, tetapi di kesempatan yang lain, dia berkata dia masih belum mencapai tingkat kesempurnaan? Apakah Paulus sedang mengatakan hal yang saling bertentangan? Sebenarnya, Paulus tidak sedang mengatakan hal yang saling bertentangan, adakalanya dia mengatakan dirinya telah sempurna, tetapi adakalanya dia mengatakan dirinya belum sempurna. Hal ini adalah karena terdapat tiga macam kesempurnaan

Kesempurnaan tipe pertama adalah kesempurnaan oleh hukum. Paulus berkata di Flp 3.6, “tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat”. Di bawah standar hukum, Paulus memperoleh nilai penuh, karena dia menaati sampai bahkan setiap perincian kecil di dalam hukum. Sebenarnya, di bawah standar hukum, banyak orang Kristen juga merupakan orang yang taat hukum; mereka tidak pernah membunuh atau melakukan kejahatan yang lain.

Tipe kesempurnaan yang kedua adalah kesempurnaan di dalam sikap. Paulus berkata di Flp.3.15, “Marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian”. Kata “sempurna/dewasa” di sini berarti sempurna bagi Allah, sempurna dalam berkomitmen total dan meresponi Allah tanpa mempertahankan suatu apa pun. Jika Anda sepenuh hati mengikuti Tuhan, tunduk sepenuhnya di bawah otoritasNya dan menaati perintahNya, maka Anda sempurna dalam hubungan denganNya.

Kesempurnaan tipe ketiga adalah “sempurna” secara mutlak. Di Flp. 3.12 dikatakan, “Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna”. Paulus sedang berbicara tentang kesempurnaan yang mutlak, apakah dalam hal pikiran, percakapan dan tindakan, semuanya kudus dan benar yang mencerminkan gambaran Allah. Kita tidak akan dapat memperoleh “kesempurnaan” mutlak di dalam hidup ini, selama kita masih berada di dalam daging, selama komunikasi kita dengan Allah masih terbatas. Sekalipun hati kita sepenuhnya terbuka pada Tuhan, tanpa mempertahankan suatu apa pun, tetapi di dalam percakapan dan perbuatan, kita masih tidak dapat sepenuhnya mencerminkan gambaran Allah; masih akan ada bagian-bagian di dalam hidup kita yang masih kurang. Dengan demikian, hanya di waktu yang akan datang, saat kita sepenuhnya bebas dari ikatan daging, saat tubuh kita dibangkitkan, hanya pada waktu itu, kita dapat mencapai kesempurnaan yang mutlak itu.

Paulus mengejar sasaran itu, yakni mengejar kesempurnaan. Tetapi apakah Paulus sedang mengejar semacam konsep filosofis, semacam ideal yang tidak praktis? Jika Anda ingin mengikuti langkah Paulus, apa yang harus Anda kejar? Apakah kita mengejar pengetahuan Alkitab? Selama ini, kita tidak terlalu mengenal Alkitab, kita tidak pernah bahkan sekalipun mempelajarinya dari awal sampai akhir, dan juga tidak mengenal kitab-kitab di Perjanjian Lama seperti Nahum dan Obadiah. Kita bahkan tidak tahu di mana letaknya kitab-kitab itu di dalam Perjanjian Lama. Apakah mengejar kesempurnaan berarti mengejar untuk menjadi fasih dengan Alkitab? Semakin Anda mengenal Alkitab, maka Anda akan menjadi semakin dewasa? Tentu saja tidak! Paulus sendiri adalah seorang Farisi, sangat mengenal Kitab Suci, lalu, apakah dia lebih sempurna? Tentu saja tidak! Paulus sangat mengenal hukum di Perjanjian Lama, jika kedewasaan berarti mengenal ayat-ayat Alkitab, maka Paulus sudah seorang sempurna. Yang jelas, ini bukanlah kesempurnaan yang dikejar Paulus. Mari kita membaca di Flp 3.8,

“Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tu(h)anku (my Lord), lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.”

Paulus mengerahkan segala kekuatannya untuk memperoleh kesempurnaan, karena hanya orang yang demikian dapat memperoleh Kristus. Paulus tidak sedang mengejar suatu ideal yang merupakan sebuah ilusi, tapi dia mengejar keserupaan dengan Kristus, dalam setiap hal mencerminkan karakter Kristus, dengan tujuan supaya dia dapat menjalin hubungan yang akrab dengan Yesus. Mengapa hanya orang yang dewasa/sempurna yang dapat memperoleh Kristus? Alasannya sangat sederhana, jika Anda hidup sesuai dengan perasaan dan keinginan Anda, Anda tidak akan dapat memahami hati dan pikiran Kristus, dengan demikian, bagaimana Anda dapat berkomunikasi dengan Yesus? Dikatakan di Perjanjian Lama, di Amos 3.3Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?” Mengapa orang yang tertentu adalah teman akrab Anda? Karena dia sangat mengenal Anda, memahami Anda dan dengan dia dapat berkomunikasi dengan Anda hati ke hati. Saling memahami hati masing-masing.

Di Filipi Pasal 2, Paulus menasihati gereja untuk memiliki hati Kristus Yesus. Dengan kata lain, gereja harus berusaha untuk meneladani Krsitus, tidak hidup menurut kedagingan, tetapi hanya hidup menurut pikiran Yesus dan secara spiritual terus bertumbuh. Perhatikan bahwa untuk memperoleh Kristus, faktor kuncinya bukanlah persoalah titel, tapi persoalan kualitas hidup. Paulus sedang menulis surat kepada jemaat di Filipi, yang merupakan orang-orang percaya, tetapi memiliki titel orang percaya tidak berarti telah memperoleh Kristus. Hanya saat orang-orang percaya memiliki hati Kristus Yesus, mereka akan memperoleh Kristus. Tanpa memiliki hati Kristus Yesus, mereka tidak akan memiliki Kristus.

Saya memberikan satu contoh. Terdapat seorang gadis yang bekerja di luar negeri dan dia mengenal seorang pria di sana dan menikahinya. Banyak orang yang mengagumi gadis ini karena setelah menikahi orang sana, dia mempunyai suatu identitas baru dan dapat dengan resmi tinggal di luar negeri secara tetap. Dia tidak perlu khawatir lagi. Tetapi sebenarnya, apakah gadis ini dapat menikmati hidup barunya, bergantung pada apakah dia dapat meninggalkan kebiasaan hidup lamanya, dan sepenuhnya menyesuaikan diri dengan masyarakat baru, dan memahami kebiasaan hidup suaminya. Orang dari kebudayaan barat lebih mementingkan kebersamaan di akhir pekan, pergi bertamasya bersama keluarga. Tetapi gadis ini terbiasa bekerja keras dan merasakan akhir pekan bisa dipakai untuk mencari kerja sampingan buat menambah penghasilan. Seharian duduk di taman menikmati sinar matahari terasa sangat menyia-yiakan waktu. Demikian juga, sekalipun kita telah percaya pada Tuhan, dan memiliki identitas Krsiten, kita masih harus berusaha untuk mengejar keserupaan dengan Kristus dalam hal pemikiran dan hati. Tanpa keserupaan ini, bagaimana kita dapat berjalan bersama dia? Bagaimana kita dapat memperoleh Kristus, jika kita tidak berjalan bersamanya? Dan untuk berjalan bersama dia, kita harus meninggalkan keterikatan kita pada hidup yang lama.


Bagaimana kita harus berlari untuk memperolehnya?

Dikatakan di Filipi 3.13-14,

“Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.”

Secara spesifik, apa yang harus kita lakukan untuk memperoleh Kristus? Di sini, Paulus menggambarkan dirinya sebagai seorang atlet yang menguras semua kekuatannya untuk berlari ke arah tujuan itu. Bagi kita, mengejar tujuan kesempurnaan(kedewasaan) dan meneladani Kristus terdengar abstrak, sulit dipahami dan kabur. Untuk menjelaskan bagi kita Paulus memakai gambaran seorang atlet untuk membantu kita memahaminya.

Pertama, bagi seorang atlet, tujuannya mengikuti suatu lomba adalah untuk memperolah medali emas. Seluruh hidupnya, setiap rencananya, jadwalnya setiap hari dan setiap perincian hidupnya dikerahkan untuk mencapai tujuan itu. Mengapa harus bangun pagi setiap pagi? Sangat sederhana, karena dia harus berlatih karena kalau sudah siang, akan kesulitan untuk melakukan latihan. Mengapa harus menjaga dietnya, tidak boleh memakan makanan yang berlemak, manis dan segala macam junk food? Karena dia harus merawat tubuhnya agar tetap sehat dan ramping agar dia bisa lari dengan cepat. Mengapa mereka menghabiskan waktu menonton program olahraga dan bukannya program lain? Karena mereka mau mencari tahu lebih banyak informasi dan mendengar lebih banyak pengalaman dari olahragawan yang lain sebagai referensi.

Bagaimana Anda akan dapat memperoleh Kristus? Setiap perencanaan, keputusan, aspek kehidupan seharian Anda termasuk pikiran dan hati, ucapan dan tindakan Anda harus diukur dengan standar Kristus. Bangun sedikit lebih pagi setiap hari, bersaat teduh dan membaca firman. Karena kita harus memahami ajaran Yesus untuk dapat menaati kehendaknya. Anda akan mengikuti pelatihan Alkitab supaya Anda dapat dengan efektif menyebarkan kabar Injil kepada orang lain, memberitahu orang lain bagaimana untuk menjadi murid Kristus. Di rumah, Anda belajar untuk hidup sederhana agar Anda siap diutus ke mana pun sesuai kehendak Tuhan. Anda tidak akan menempatkan studi dan pekerjaan Anda di atas komitmen pada Tuhan. Sekalipun ada teman kantor yang menyukai Anda tapi karena tujuan dan arah hidupnya berbeda dari Anda, Anda tidak akan memulai suatu hubungan  pacaran dengannya. Apakah semuanya ini mencirikan hidup Anda? Bagaimana Anda menjalani hidup Anda? Apakah Kristus merupakan standar atau tolok ukur bagaimana Anda mengatur kehidupan dan keputusan Anda?

Kedua, hanya ada satu hal di dalam hati seorang atlet, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan untuk menyelesaikan perlombaan, agar berhasil memperoleh medali. Dengan kata lain, seluruh kepribadiannya hanya berfokus pada satu hal, tidak ada keinginan lain, inilah sikap hati seorang atlet. Ada orang Kristen yang salah paham, mereka mengira dengan lebih banyak melayani berarti mereka sudah menjadi lebih spiritual, semakin sibuk, semakin berkenan pada Tuhan. Sebenarnya tidak demikian, malah yang benar adalah yang sebaliknya. Paulus mengutamakan hanya satu hal, dan Kitab Suci di beberapa tempat juga mengingatkan kita akan hal yang sama, yaitu pentingnya mempunyai sikap hati yang “fokus”. Itulah satu hal yang utama. Mari kita buka di Lukas 10.38-42,

Ketika Yesus dan murid-muridnya dalam perjalanan, tibalah ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima dia di rumahnya. Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Yesus dan terus mendengarkan perkataannya, sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: “Tu(h)an (Lord), tidakkah engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.” Tetapi Yesus menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”

Dikatakan di sini, Yesus dan para murid tiba ke sebuah kampung, dan Marta mengundang mereka ke rumahnya. Kedatangan tamu yang begitu banyak, Marta tentunya sangat sibuk melayani mereka, tetapi saudara perempuannya, Maria malah duduk di kaki Yesus mendengarkan ucapannya. Menurut Anda siapa yang pantas dipuji di sini? Tentu saja Marta! Dia begitu sibuk melayani Yesus, tapi Maria malah tidak berbuat apa-apa, hanya duduk di sana mendengarkan. Tetapi yang anehnya, Yesus tidak memuji Marta, tetapi malah Maria yang dipuji. Di mata Yesus, hanya ada satu hal yang paling penting, yang tidak bisa tidak ada. Hal itu bukanlah melayani, tapi berdiam diri di hadapannya, memahami pemikirannya. Tanpa komunikasi, bagaimana mengenal hatinya? Jika Anda tidak mengenal pikirannya, maka bagaimana melayaninya?

Hal ini merupakan peringatan yang sangat penting bagi para hamba Tuhan. Marta dan Maria memberikan suatu contoh yang sangat bertentangan. Marta banyak melayani, hatinya sangat sibuk dan tidak terfokus; Maria hanya memiliki satu hal, yaitu duduk di kaki Yesus, mendengarkan suaranya. Ingatlah, di mata Yesus, ” yang paling penting bukanlah dalam banyaknya hal yang kita miliki tapi hanya pada satu hal. Mengapa? Karena hanya orang yang terfokus yang memiliki kekuatan dan kuasa. Orang yang hati dan pikirannya tidak fokus, tidak akan memiliki kekuatan. Demikianlah dengan hal-hal spiritual, dan hal-hal duniawi juga tidak jauh bedanya Cobalah untuk memfokuskan tenaga surya pada satu titik di atas selembar kertas melewati kaca pembesar, Anda akan melihat bagaimana kertas itu akan mulai terbakar. Demikian juga dengan orang yang matanya rabun jauh dan penglihatannya kabur, mereka tidak dapat menjalani hidup secara normal tanpa kaca mata. Sangat merbahaya karena mereka tidak bisa melihat harus belok ke mana atau menaiki bus nomor apa. Kaca mata mereka membantu memfokuskan penglihatan mereka dan membuat mereka dapat berfungsi dengan baik. Sebagaimana kaca pembesar itu memfokuskan semua energi dari matahari.  Demikian juga dengan kita, saat kita menyibukkan diri dengan banyak hal yang menarik perhatian kita, kita hilang kekuatan. Kita harus mengingatkan diri: hanya ada satu hal yang paling penting, yaitu memusatkan perhatian dan fokus kita pada Yesus.

Hanya ada 24 jam dalam sehari, 8 jam untuk tidur dan 8 jam untuk bekerja, dan sisanya dihabiskan dengan terjebak macet di jalan, makan, mengemas rumah, mandi dan lain-lain. Waktu kita sangat terbatas, demikian juga dengan energi kita. Kita harus belajar untuk memprioritaskan waktu kita pada hal-hal yang penting. Kita harus tahu apa paling penting, apa yang kurang penting dan apa yang tidak perlu. Dengan demikian kita bisa menyediakan cukup kekuatan untuk fokus pada hal yang paling penting.

Saya mengenal seorang saudara yang karakternya sangat bagus, senang membantu dan karena itu mempunyai banyak teman. Berdasarkan karakternya, dia dapat memimpin banyak orang untuk mengenal Tuhan, tapi sayangnya, dia tidak tahu bagaimana memprioritaskan waktunya. Dia membiarkan banyak hal-hal yang tidak penting untuk menyita semua waktunya, dan akhirnya dia sering kelelahan, dan bahkan kadang tidak sempat ke gereja. Ingatlah, tujuan hidup seorang Kristen bukanlah untuk menjadi orang yang dianggap baik oleh semua orang karena kita menyenangkan mereka, kita tidak diminta untuk memenuhi permintaan semua orang. Tujuan seorang Kristen adalah untuk menjadi orang spiritual, untuk mencapai kesempurnaan. Jika permintaan orang lain itu bertentangan dengan tujuan ini, maka kita harus menolak permintaan orang itu. Jika Anda takut untuk menyinggung perasaan orang lain, dan selalu mengalah, maka kita bisa saja menjadi seorang Marta, selamanya tidak dapat menjadi seorang Maria.

Ketiga, seorang atlet tahu bagaimana untuk melupakan apa yang ada di belakangnya, dan mengerahkan fokusnya ke apa yang ada di depannya. Seorang atlet yang sedang berlomba akan menghadap ke depan, dan yang pasti dia tidak akan menoleh ke belakang terus, karena hal itu akan menghambat kecepatannya dan hasil perlombaan. Apakah Anda orang yang melupakan apa yang ada di belakang Anda dan berjuang untuk maju terus? Setiap kali Anda memusatkan perhatian pada apa yang ada di belakang, itulah waktunya langkah Anda terhenti dan Anda gagal untuk maju ke depan. Jadi apakah sebenarnya mau dilupakan oleh Paulus? Dikatakan di Filipi 3.5-6,

disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.”

Paulus dilahirkan di dalam keluarga Yahudi yang tradisional. Orang Ibrani asli, dan belajar di bawah Gamaliel, seorang rabi Yahudi yang terkenal. Paulus sangat menguasai dan taat pada hukum Taurat dan seorang Farisi. Di masyarakat pada waktu itu, orang Farisi itu bertekad memisahkan diri untuk mengikuti hukum Allah dan mereka dianggap orang yang religius dan berstatus tinggi.

Anda mungkin berbeda dari Paulus, orang tua Anda bukan dari latar belakang yang religius dan belum mengenal Allah. Tetapi Anda mempunyai latar belakang keluarga yang baik, mempunyai kesempatan untuk sekolah sampai ke perguruan tinggi, dan bahkan sempat mengikuti pelatihan teologia sampai sekarang menjadi seorang pendeta. Tidak kira semulia apa pencapaian Anda di waktu yang lalu, Anda tidak harus menyimpan semua itu di dalam hati Anda supaya Anda tidak menjadi sombong dan puas diri. Dengan demikian Anda akan dapat bertumbuh dan maju ke depan.

Di ayat 6, Paulus berkata bahwa dia telah menganiaya gereja karena ketidaktahuan. Dia melakukannya saat dia masih belum mengenal Tuhan. Dengan cara yang sama, Anda mungkin telah melukai orang di waktu lampau saat Anda masih tidak tahu, namun selama Anda dengan tulus bertobat dan belajar dari kesalahan dan tidak melakukannya lagi, maka Anda harus melupakan semuanya itu dan mengerahkan segala kekuatan Anda untuk maju terus ke depan.

Terdapat beberapa ayat di kitab Filipi yang sangat spesial. Mari kita baca Flp 3.6, 12 dan 14,

3:6 – “tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat”.

3:12 – “Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus”.

3:14 – “dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.”

Kata “aniaya (dioko)” di ayat 6 dan “mengejarnya” di ayat 12 dan “berlari-lari kepada tujuan” di ayat 14 merupakan kata yang sama dalam bahasa Yunani. Dalam ketidak-tahuannya di masa lampau, Paulus telah menganiaya orang Kristen, dan sekarang dia sudah dicerahkan, seluruh arah hidupnya berubah, dia mengejar kesempurnaan, meneladani Kristus untuk memperoleh Kristus sebagai hadiah yang berharga. Seorang atlet tidak memiliki sikap negatif, tidak percaya diri, dan juga tidak dikuasai perasaan. Semuanya itu sepenuhnya sudah ditanggal dan ditinggalkan.

Keempat, para atlet sangat siap untuk menerima penderitaan sebagai bagian dari pelatihan mereka.

Setiap atlet professional dapat menolerir penderitaan. Lewat pelatihan yang bertahun-tahun, tubuh mereka sudah dilatih dengan baik, setiap bagian tubuh mereka akan taat pada perintah mereka. Contohnya, atlet bola akan dengan mudah memakai kepala mereka untuk menjaringkan gol. Apakah itu hanya suatu tindakan yang bersifat kebetulan? Tentu saja tidak. Mereka telah bertahun-tahun melatih diri mereka untuk melakukannya sampai hal itu dapat mereka lakukan dengan sangat bagus dan terlihat mudah. Yang dilihat para penonton adalah tindakan menendang yang sederhana, tetapi kita tidak tahu bahwa di balik satu tendangan itu adalah penderitaan yang dialami bertahun-tahun di bawah pelatih yang keras. Tidak kira apakah panas atau hujan, mereka harus berlatih. Mereka sering mengalami luka, jatuh, bertabrakan dengan pemain yang lain. Setiap atlet sudah siap mental untuk menderita karena mereka tahu itulah harga yang harus dibayar untuk meperoleh medali. Tidaklah mengherankan dikatakan di Filipi 3.10,

Yang kukehendaki ialah mengenal dia dan kuasa kebangkitan-nya dan persekutuan dalam penderitaan-nya, di mana aku menjadi serupa dengan dia dalam kematian-nya.”

Bagaimana Anda tahu bahwa Anda sedang mengejar tujuan itu? Bagaimana Anda bisa tahu apakah Anda masih berada di jalan yang benar? Anda hanya perlu melihat apakah Anda menderita karena Kristus? Manusia tidak hidup dari roti saja, manusia perlu memiliki suatu tujuan. Hanya dengan memiliki tujuan, hidup menjadi bermakna. Kiranya, Anda menjadikan tujuan hidup Anda untuk mengejar kesempurnaan dan kedewasaan dengan meneladani Kristus, bergerak maju ke depan sambil melupakan apa yang ada di belakang dan mengejar apa yang ada di depan ke arah tujuan itu 

Hari ini, kita telah melihat pada Filipi 3.10-15, judulnya adalah “Berlari-lari Mengejar Tujuan.”

Paulus hanya memiliki satu sasaran/tujuan, yaitu untuk menjadi dewasa/sempurna, agar dapat memperoleh Kristus. Sama seperti seorang atlet, seluruh hidupnya didorong oleh tujuan ini, dia mengerahkan seluruh kekuatannya untuk melupakan apa yang ada di belakangnya, mengejar apa yang ada di depannya, menderita bersama Kristus untuk mengenal dan memperoleh Kristus.

 

 

Berikan Komentar Anda:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *