Ev. Xiao Shan | Filipi 3:17-21 |

Jika Anda adalah seorang hamba Tuhan, apa yang menjadi misi Anda? Apakah mengabarkan injil agar segala bangsa menjadi murid Yesus? Atau mengatur kelas-kelas pelatihan Alkitab agar orang percaya diperlengkapi dengan baik, agar mereka bisa turut bekerja di ladang Tuhan? Menyebarkan injil ke berbagai tempat, atau memberikan pelatihan tentang firman Tuhan merupakan dua hal yang sangat penting, tapi bagi para hamba Tuhan, masih ada satu lagi tugas yang paling penting, tahukah Anda apa itu?

Saya ingin melanjutkan untuk mempelajari Filipi pasal 3 hari ini. Mari kita buka di Filipi 3:17-21,

“Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu. Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus. Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi. Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuhnya yang mulia, menurut kuasanya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada dirinya.”


Gereja harus Meneladani Paulus dan mereka yang hidup Sesuai Teladannya

Di ayat 17, Paulus memberikan arahan yang sangat jelas pada gereja: Anda semua harus mengikuti teladanku, dan bukan itu saja tapi harus mengikuti teladan semua yang mengikuti teladan kami. Paulus dengan jelas tahu bahwa tanggungjawabnya bukan untuk membangun jemaat baru, bukan untuk menghimbau orang untuk cepat-cepat dibaptis. Di dalam hatinya, dia hanya punya satu “tugas”: yaitu menjadi teladan yang baik untuk diteladani oleh jemaat. Tidak kira apakah bagi jemaat Filipi, atau bagi jemaat lain, Paulus menetapkan ini sebagai obyektif utamanya, meminta para murid untuk meneladani teladannya. Mari kita buka di 1 Korintus 11:1,

“Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus.”

Dan 2 Tesalonika 3:9

“Bukan karena kami tidak berhak untuk itu, melainkan karena kami mau menjadikan diri kami teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti.”

Bukan saja bagi jemaat Filipi, tetapi bagi jemaat Korintus atau Tesalonika juga, Paulus hanya mempunyai satu tugas yaitu untuk memimpin lewat teladan, sebagai suatu panutan untuk diikuti oleh jemaat.

Dalam hal apakah jemaat harus meneladani Paulus? Apakah dalam cara berpakaian? Para hamba Tuhan senang memakai baju putih berkerah, jadi apakah orang percaya juga turut memakai baju putih? Apakah dari segi pembawaan? Ada hamba Tuhan yang senang menangis sambil berdoa, apakah jemaat juga harus melakukan hal yang sama? Atau apakah dari segi karunia? Para hamba Tuhan ada yang sangat bertalenta dalam hal musik, bisa main piano dan menyanyi, apakah itu berarti jemaat harus turut mengembangkan talenta musik?

Yang pasti, Paulus tidak sedang meminta jemaat untuk meneladaninya secara eksternal, peniruan eksternal ini tidaklah berarti. Yang Paulus inginkan adalah untuk mereka meneladani kualitas hidupnya, pengejarannya akan hal-hal spiritual, hal-hal yang dari dalam.

Dikatakan di Filipi 3:13-15,

“Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. Karena itu marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian. Dan jikalau lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga kepadamu.”

Paulus meminta jemaat untuk meneladani aspirasi dan pengejaran spiritualnya. Dia sedang mengejar tujuan di depan dengan sepenuh hati, mengejar kedewasaan, meneladani Kristus agar dapat mengenal Kristus, memperoleh Kristus. Semua orang percaya juga harus memiliki aspirasi yang sama, memiliki pengejaran yang sama. Mari kita melanjutkan di Filipi 4.9,

“Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.”

Paulus meminta jemaat bukan hanya untuk meneladani aspirasinya, tapi juga harus menerapkan segala sesuatu yang telah mereka dengar, lihat dan pelajari, agar dapat mengalami hadirat Allah dan berkat Allah. Dengan kata lain, jemaat harus belajar dari kualitas hidup Paulus, aspirasi spiritualnya, bahkan dalam kehidupan sehariannya. Berarti, kita harus meneladani kehidupan para hamba Tuhan, bukan saja secara eksternal; kita harus meneladani aspirasinya, bukan hal-hal yang eksternal.

Terdapat dua alasan mengapa Paulus meminta jemaat meneladaninya: pertama, karena sangat dibutuhkan suatu teladan agar dapat mempelajari sesuatu. Bagi seorang murid, sangatlah penting untuk memiliki teladan agar dapat belajar dengan baik, demikian juga dengan hal-hal surgawi. Sebagai contoh, saat guru meminta kita mempelajari penulisan saat kita kecil, bagaimana kita melatih? Anak kecil melatih dengan meniru; meniru apa yang telah dituliskan guru dan setiap hari melatih menulis dengan meniru tulisan guru. Demikian juga dalam mempelajari bahasa asing, mengapa sangat sulit untuk mempelajari bahasa asing? Alasannya sangatlah sederhana, karena tanpa lawan bicara sangatlah sulit untuk melatih percakapan lisan. Tanpa seorang yang dapat diteladani, kita hanya dapat belajar dari kamus, mendengar rekaman atau menggunakan imajinasi untuk membayangkan bagaimana suatu kata itu harus dilafal. Jadi sangatlah sulit untuk mempelajari berbicara dalam suatu bahasa asing tanpa kita meneladani secara langsung. Saya mengenal seorang yang telah sangat menguasai bahasa asing yang dipelajarinya. Alasan mengapa dia begitu fasih berbicara dalam bahasa asing itu adalah karena dia belajar secara langsung dari seorang asing itu selama beberapa waktu. Jadi tidaklah mengherankan dia begitu menguasainya.

Harus ada teladan di depan untuk kita tiru. Hal ini berlaku untuk banyak hal di dunia ini, dan juga bagi hal-hal spiritual. Bagi orang percaya, ajaran-ajaran spiritual itu agak abstrak: apa artinya mengejar kedewasaan? Bagaimana menjadi seorang Kristen yang baik? Satu-satunya cara bagi orang percaya memahami hal-hal ini adalah untuk menjadikan diri kita sebagai teladan. Kita harus menerapkan ajaran-ajaran itu supaya hanya dengan sekilas pandang orang yang melihat sudah mengerti. Sekalipun jemaat di Filipi tidak begitu mengenal argumentasi teologi yang dalam, tapi saat mereka melihat Paulus mengejar apa yang di depan, sekalipun berhadapan dengan penderitaan tetapi masih tetap bersukacita demi Kristus, mereka akan tahu, itulah teladan seorang yang spiritual. Mereka juga akan tahu bagaimana untuk meneruskan perjalanan mereka dengan cara yang sama. Sekiranya mereka dapat meneladani aspirasi Paulus, mengikuti jejaknya, hidup sesuai dengan teladannya, maka mereka juga akan diterima oleh Allah, sebagaimana Paulus juga diterima oleh Allah.

Kedua, harus ada yang dapat dijadikan teladan supaya sebuah jemaat itu dapat dipimpin dengan baik, karena hanya pemimpin yang memimpin lewat teladan yang akan memiliki kuasa, hanya pemimpin demikian yang akan dipakai oleh Allah. Dikatakan di Titus 2.7,

“Dalam segala hal, hendaklah engkau menjadi teladan kelakuan yang baik. Kalau engkau mengajar, engkau harus jujur dan bersungguh-sungguh.”

Perhatikan: Teladan seorang pemimpin dan ajarannya sangatlah erat berkaitan, keduanya tidak dapat dipisahkan. Kuasa hanya datang dari teladan dan ajaran yang baik; tanpa suatu teladan yang baik, bagaimana kita dapat menyakinkan orang lain? Mengapa, sekalipun ajaran Anda benar, sesuai dengan prinsip Alkitab, tetapi tetap tidak akan ada kuasa di dalam pelayanan Anda, dan pelayanan Anda tidak efektif? Hal ini adalah karena adanya masalah di dalam kehidupan spiritual Anda, sekalipun ajaran Anda benar, tetapi tidak diiringi oleh kuasa yang menyakinkan orang. Sebaliknya, seorang pemimpin yang mempunyai ajaran yang benar dan teladan hidup yang baik, pasti akan besar kuasanya karena dia akan sangat dipakai Allah. Sebagai contoh, seorang pemimpin yang menasihati jemaat untuk tidak serakah, mengasihi uang atau kekayaan, dan dia sendiri hidup sesuai dengan ajaran itu. Hal ini menjadi satu obyek pelajaran yang sangat baik. Karena saat Anda diuji dalam hal apakah harus hidup mengandalkan kekayaan atau Allah, Anda akan teringat pada kesaksian pemimpin itu, dan Anda akan dapat berkata, “karena pemimpin itu bergantung pada Allah, mengapa saya tidak? Karena pemimpin itu dapat mengalami kemurahan dari Allah, saya juga yakin Allah akan memelihara saya.” Dengan demikian, Anda akan lewat iman mengikuti jalan yang telah dilewati oleh pemimpin Anda. Lewat pemimpin itu, Allah sedang mendorong dan membangun Anda.

Kita buka di Filipi 3.17,

“Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu.”

Paulus telah menjalani hidup yang berkelimpahan, dia memberikan teladan yang baik bagi jemaat. Inilah tugas Paulus yang juga merupakan tugas semua hamba Tuhan. Apakah Anda berani untuk menantang jemaat untuk meneladani Anda? Atau, Anda akan berkata pada mereka, “Teladanilah ajaranku, tetapi janganlah meneladani hidupku.” Hal ini mengingatkan saya akan satu hal. Saya mengenal seorang anak berusia 12 tahun. Dia pernah memberitahu saya tentang orang tuanya. Dia memberitahu saya ibunya punya toko dan setiap hari pulangnya sangat malam. Sekalipun, dia tahu di mana toko ibunya, dia dilarang keras untuk ke sana. Tahukah Anda apa alasannya? Karena ibunya menjalani bisnis yang tidak benar. Dia tidak mengizinkan anaknya untuk ke tempat itu. Di dalam dunia ini, ada orang tua yang memakai metode begini untuk mendidik anak mereka, mengajarkan kepada mereka untuk hanya menuruti kata-kata orang tua, tetapi untuk tidak meneladani apa yang mereka lakukan. Tetapi gereja tidak berfungsi dengan cara ini yang juga berlawanan dengan prinsip Alkitab.


Jangan kita Meneladani Seteru Salib Kristus

Dikatakan di Filipi 3.18-19,

“Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus. Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi.”

Seperti yang telah saya sebutkan di awal tadi. Harus ada teladan supaya kita dapat belajar; untuk menjadi seorang yang spiritual, harus ada teladan dari seorang yang spiritual. Dengan demikian, gereja harus dapat membedakan apa yang benar dan palsu, supaya jemaat dapat melakukan pilihan yang benar. Paulus berkata, “Terdapat dua tipe orang di dalam gereja. Satu adalah tipe yang meneladani Kristus, yang merupakan teladan bagi gereja, tipe inilah yang harus Anda teladani; Ada satu tipe lagi yang bukan hanya tidak meneladani Kristus, tetapi merupakan seteru salib Kristus, mereka adalah teladan negatif di dalam jemaat, inilah yang harus Anda waspadai.”

Terdapat orang percaya yang sejati dan yang palsu di dalam jemaat. Bagaimana kita membedakan keduanya? Dengan cara yang sama, terdapat pemimpin yang memberikan teladan yang baik dan ada juga yang memberikan teladan yang buruk. Bagaimana kita menilai? Apa ciri-ciri teladan yang buruk? Paulus menggunakan istilah yang unik untuk memberitahu kita ciri yang pertama. Kata yang dipakai Paulus untuk menggambarkan mereka adalah seteru salib Kristus. Paulus tidak menggambarkan mereka sebagai seteru Kristus, seteru Allah atau seteru gereja, tapi Paulus menggambarkan mereka sebagai seteru salib Kristus”.

Jadi apa yang diwakili oleh “seteru salib Kristus”? Salib Kristus mewakili jalan yang sempit. Para hamba Tuhan yang merupakan seteru salib Kristus, tidak memberitakan salib Kristus, karena mereka telah memilih jalan yang lebar dan lapang, mereka tidak ingin berjalan di jalan yang sempit dan sesak itu. Paulus memanggil mereka sebagai seterus salib Kristus, karena yang mereka beritakan itu bertentangan dengan pesan salib Kristus, sebagaimana yang dikatakan di Galatia 6.. Mereka yang secara lahiriah suka menonjolkan diri, merekalah yang berusaha memaksa kamu untuk bersunat, hanya dengan maksud, supaya mereka tidak dianiaya karena salib Kristus (Gal. 6.12). Para hamba Tuhan ini takut ditolak, karena itu, mereka hanya memberitakan tentang “percaya dan Anda akan menerima hidup kekal”. Mereka akan menghindari dari memberitakan tentang salib, tentang kebenaran bahwa jalan menuju hidup itu adalah jalan yang sempit dan sesak.

Ciri yang kedua adalah: “Perut mereka adalah Tuhan mereka.” Apa artinya ini? Yang kita layani adalah Allah. Allah-lah yang berdaulat di atas setiap dari kita. Bagi orang-orang ini, perut mereka sangat penting, sama pentingnya dengan Allah. “Perut” mewakili kebutuhan daging, saat perut lapar, ia memerlukan makanan. Bagi orang di dunia ini, tidak ada yang lebih penting dari makanan. Ciri kedua adalah tipe orang yang sangat memedulikan urusan kedagingan, bagi mereka melayani kebutuhan daging mereka sama penting dengan melayani Allah.

Ciri yang ketiga: “kemuliaan mereka adalah aib mereka.” Mereka bermegah di dalam aib mereka. Pokok ini sangat mengerikan  –  hamba Tuhan yang membalikkan kebenaran, memuliakan apa yang mengaibkan. Saya pernah menonton satu wawancara di televisi dengan seorang pendeta yang homoseksual. Pendeta ini dengan penuh berani dan yakin berkata bahwa Yesus akan menerima dia, dan bahkan sangat-sangat mengasihinya karena Yesus adalah sahabat pemungut cukai dan orang-orang berdosa. Menurutnya Yesus sangat peduli dengan orang seperti dia. Pada kenyataannya, sudah sangat jelas dinyatakan di dalam Kitab Suci bahwa Allah sangat membenci dosa homoseksual, dan juga jelas dikatakan bahwa orang yang demikian tidak akan mewarisi kerajaan Allah (di Roma 1 dan juga 1 Korintus 6). Jemaat biasa saja tidak akan melakukan dosa yang seperti ini, apa lagi seorang pendeta? Apa yang dikatakan oleh Paulus memang sudah menjadi kenyataan di depan mata kita, mereka bermegah di dalam aib mereka, mengakui apa yang jahat sebagai yang baik. Mereka sudah sepenuhnya membalikkan apa yang benar dan salah!

Ciri yang keempat: “pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi”. Perkara duniawi tidak semestinya hal-hal jahat atau hal-hal yang menyalahi undang-undang. Hal-hal duniawi bisa saja hal-hal yang masuk akal, hal-hal berkaitan dengan sifat manusia, seperti studi, pekerjaan, keluarga, pernikahan dan lain-lain. Orang-orang seperti ini pikirannya tertuju pada hal-hal duniawi, yang berarti, mata mereka terfokus pada hal-hal duniawi, bukan pada hal-hal spiritual. Apakah Anda masih sendiri? Harus cepat-cepat menikah. Masih belum ada pasangan yang cocok? Saya akan carikan bagi Anda! Kehidupan seputar hal-hal duniawi dan pandangan mereka terbatas pada apa yang kasat mata.


Gereja harus Mencerminkan Keindahan Kristus

Filipi 3.20-21,

“Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.

Anak-anak Tuhan mempunyai identitas dan kewargaan yang unik: kita adalah rakyat surgawi, mempunyai kewargaan dari surga. Karena identitas yang unik ini, kita tidak mementingkan kekayaan di bumi.” Dikatakan di Ibrani 11.13 dan 16,

Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini.

Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka. (Ibr 11:16 ITB)

Saya mengenal teman-teman yang meninggalkan keluarga mereka untuk bekerja di tempat asing. Karena mereka hanya berencana untuk tinggal selama dua tahun di tempat itu, mereka tidak membeli perabotan. Dengan cara yang sama, anak-anak Allah di bumi ini harus hidup sebagai perantau, hanya melewati tempat ini buat sementara waktu, dan bukannya selama-lamanya. Rumah kita yang abadi ada di surga. Karena itu, gaya dan cara hidup kita harusnya sederhana, tidak disibukkan terus dengan hal-hal yang fana sepergi teknologi, gadget atau mode terkini. Karena kita hanya melewati tempat ini dan bukannya warga sini, kita tidaklah telalu dipusingkan dengan keuntungan atau kerugian materi atau uang. Kita kerugian? Tidak bermasalah, karena toh tidak bisa dibawa saat kita pergi.  Kita harusnya memusatkan perhatian kita pada Allah, karena Dia telah menyiapkan tempat tinggal yang jauh lebih indah untuk kita.

Gereja jangan lupa menantikan kedatangan Yesus. Bagaimana menantinya? Apakah menanti secara pasif? Selalunya penantian itu digambarkan sebagai suatu hal yang pasif, tapi bagaimana penantian ini digambarkan di dalam Alkitab? Saat Alkitab berbicara tentang kedatangan kembali Yesus, hal ini tidak sebut sebagai semacam penantian yang pasif. Seperti menanti kedatangan seorang VIP, Anda tidak hanya akan menanti tanpa berbuat apa-apa. Sebaliknya, Anda akan mengambil langkah-langkah persiapan seperti mempersiapkan makanan dan akomodasi. Lalu, bagaimana kita harus menantikan kedatangan Yesus? Persiapan yang harus kita lakukan adalah meneladani contoh-contoh orang-orang spiritual dan di waktu yang bersamaan menjadi teladan bagi orang lain.

Mari kita buka di 1 Tesalonika 1.-8,

“karena kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan. Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar. Sebab mereka yang tidur, tidur waktu malam dan mereka yang mabuk, mabuk waktu malam. Tetapi kita, yang adalah orang-orang siang, baiklah kita sadar, berbajuzirahkan iman dan kasih, dan berketopongkan pengharapan keselamatan. (ITB)

Saat Anda bertemu dengan orang yang spiritual, Anda akan dipengaruhi olehnya, dan hidup Anda juga akan berubah. Dengan cara yang sama, Anda juga harus menjadi teladan bagi orang lain, agar saat orang lain melihat Anda, mereka akan tertarik oleh kualitas Anda yang unik sebagai seorang Kristen, dan hidup mereka juga akan diubahkan secara pelahan-lahan.

Yang terakhir, janganlah pernah gereja melupakan tentang kebangkitan masa depan. Paulus meninggalkan segala sesuatu di belakang, menganggapnya sebagai kehilangan, dan juga menderita bersama Kristus, meneladani kematiannya. Mengapa dia melakukan semuanya itu? Karena pengharapan dia akan kebangkitan dari maut. Itulah pengharapan Paulus dan hal ini juga harus menjadi pengharapan kita. Paulus memakai kata “hina” untuk menggambarkan tubuh yang diperbuat dari darah dan daging, dan “kemuliaan” untuk menggambarkan tubuh kebangkitan yang akan datang. Jangan salah paham, “hina” tidak berarti jahat, tapi lebih menunjuk pada sesuatu yang lemah dan rendah.

Tubuh yang kita miliki sekarang itu lemah, akan akan jatuh sakit, terluka, menua dan mengalami maut. Sekalipun kita orang percaya, kita tetap harus melewati banyak kesusahan. Contohnya, ada yang karena sakit penyakit harus terlantar di ranjang buat jangka waktu yang panjang, dan tidak dapat bekerja. Ada yang karena kecelakaan, tubuhnya lumpuh, tidak bisa mandiri; ada juga yang karena sakit kanker, tidak berdaya dan tidak tahu harus bagaimana. Tubuh jasmani ini memang lemah, dan lambat laun akan menjadi tidak berdaya. Tetapi ini bukan berarti, tamat sudah kisahnya. Allah telah menyediakan bagi kita keselamatan yang sempurna, tubuh yang dapat binasa ini akan diubah menjadi tubuh yang tidak dapat binasa, seperti yang dikatakan di 1 Ko. 15.52-54,

“Dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah. Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati. Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: “Maut telah ditelan dalam kemenangan.”

Allah telah menyediakan bagi kita keselamatan yang berkelimpahan, sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata kita, tidak pernah didengar oleh telinga kita, dan tidak pernah dipikirkan oleh kita. Allah telah mengutus Yesus Kristus ke dunia ini untuk memberikan kita suatu teladan; Paulus mengikuti dan meneladani Yesus; jemaat meneladani Paulus, meneladani pelayan yang mengasihi Yesus. Di masa akan datang, bukan saja, hidup kita akan mencerminkan keindahan Kristus, tapi tubuh kita juga akan diubah secara jasmani, menjadi tubuh yang memuliakan Kristus.

Hari ini, kita telah melihat pada Filipi 3.17-21, dan judulnya adalah: “Teladanilah aku.”

  1. Tugas paling penting seorang pemimpin bukanlah untuk membangun jemaat, bukannya mendorong orang untuk dibaptis, tetapi tugas paling utama seorang pemimpin adalah untuk memimpin lewat teladan. Tanpa suatu teladan, jemaat tidak akan dapat menjadi spiritual; tanpa teladan, pemimpin akan kehilangan wibawa dan tidak akan punya kuasa
  2. Untuk menjadi spiritual, jemaat harus dapat membedakan apa yang benar dan palsu, untuk belajar dari orang yang spiritual, bukannya dari seteru Kristus.
  3. Lalu, gereja juga harus menjadi teladan, menarik bangsa-bangsa untuk berpaling pada Tuhan. Saat Yesus kembali, kita akan menikmati keselamatan yang sempurna, kita akan mempunyai tubuh yang dibangkitkan dan dimuliakan..

 

Berikan Komentar Anda:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *