Ev. Xiao Shan | Filipi 1:29 |

Hari ini kita akan melanjutkan dengan studi di Filipi pasal 1. Saya akan mulai dengan pertanyaan, “Apa persyaratan untuk menajdi seorang Kristen?” Jika seseorang ingin percaya pada Yesus, apa yang harus dia lakukan? Anda akan berkata, “Jawabannya sangat sederhana, untuk menjadi Kristen, Anda hanya perlu untuk percaya pada Yesus. Hanya perlu percaya bahwa Yesus telah dipakukan di kayu salib karena dosa dunia, dan dia telah dibangkitkan di hari ketiga. Hanya itu saja yang diperlukan. Pertanyaan yang lain adalah, “Apakah persyaratan untuk melayani Tuhan, untuk mengambil bagian dalam perkabaran Injil?” Anda mungkin akan berkata, “Tentu saja untuk melayani Tuhan, persyaratannya sedikit lebih tinggi. Anda harus akrab dengan Alkitab, melewati pelatihan dan sebaiknya lulusan sekolah Teologia. Lebih baik lagi, kalau Anda bisa menyanyi atau bermain piano.” Apa sebenarnya yang dicatat dalam Alkitab sebagai persyaratan yang paling utama bagi seorang untuk menjadi seorang Kristen dan menjadi seorang hamba Tuhan?

Mari kita buka di Filipi 1.29,

“Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia.”


BUKAN SAJA UNTUK PERCAYA, TETAPI MENDERITA

Paulus dengan jelas menyatakan persyaratan untuk menjadi seorang Kristen. Menjadi seorang Kristen, selain dari percaya pada Kristus, adalah untuk turut menderita demi dia. Kita selalu mengira bahwa adalah cukup untuk sekadar percaya, tapi Paulus memberitahu kita bahwa tidaklah cukup untuk hanya percaya saja, tapi kita harus menderita demi Kristus. Percaya dan menderita itu beriringan, saling berkaitan. Semua orang percaya yang sejati menderita demi Kristus. Barangsiapa yang tidak rela untuk  menderita tidak akan dapat menjadi orang percaya yang sejati.

Injil yang Paulus beritakan sangatlah berbeda dengan ajaran populer masa kini. Hari ini, injil murahan diberitakan di mana-mana, “Untuk menjadi seorang Kristen, hanya perlu percaya. Setelah percaya pada Yesus, segala sesuatu akan berjalan lancar, segala sesuatu akan berjalan sesuai dengan keinginan Anda. Yang sakit akan disembuhkan; yang pengangguran akan menemukan pekerjaan; yang lajang akan menemukan pasangan.

Namun, apa skenario sebenarnya yang sedang digambarkan di sini? Apakah kehidupan setelah percaya pada Tuhan tidak akan menjadi lebih baik, tapi malah akan menjadi lebih parah dibandingkan dengan sebelumnya? Dulunya, hubungan dengan keluarga masih termasuk yang harmonis, tapi setelah percaya pada Tuhan, harus berhadapan dengan  penentangan yang kuat dari keluarga dan menyebabkan hubugan menjadi tegang. Saat berdoa sebelum makan akan dimarahi mereka. Saat mau ke ibadah hari Minggu, sekali lagi Anda dimarahi orang tua; saat membaca Alkitab di rumah juga dimarahi oleh mereka. Pada keseluruhannya, hidup menjadi lebih berat dari sebelumnya. Dulunya, tidak ada kekhawatiran, bisa berbuat sesuka hati. Setelah percaya pada Tuhan, malah menjadi lebih repot. Sekarang kalau suasana hati lagi tidak enak, tidak bisa sembarangan marah-marah; saat disakiti, tidak bisa menyimpan dendam. Apa alasannya? Karena kita telah dikaruniakan bukan saja untuk percaya, tapi juga untuk menderita demi dia. Inilah harga yang harus dibayar oleh orang Kristen.


MENDERITA DEMI KRISTUS, BUKANNYA KARENA HAL LAIN

Dikatakan di Flp. 1: 29,

“Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia.”

Penderitaan yang disebutkan di sini adalah demi Kristus, bukan karena dosa. Pada kenyataannya hidup di dalam dunia ini, penderitaan adalah sesuatu yang tak terhindari. Ada yang menderita karena sakit penyakit, ada yang menderita karena kehilangan orang yang tercinta. Ada yang menderita karena judi atau narkoba. Namun penderitaan yang disebutkan oleh Paulus di sini adalah demi Kristus, bukannya penderitaan yang disebabkan oleh hal-hal yang terjadi tanpa alasan ataupun karena dosa.


AJARAN INJIL BERLAWANAN DENGAN NALURI MANUSIA

Paulus berkata, “Jika Anda mau percaya pada Yesus, Anda harus rela menderita demi dia.” Apa pandangan Anda tentang penderitaan?  Apakah Anda senang menderita? Tentu saja tidak. Tidak ada orang yang waras yang senang menderita. Setiap orang takut dengan penderitaan, dan akan memikirkan cara bagaimana bisa lepas dari penderitaan, kita akan berusaha sedemikian untuk membuat hidup kita nyaman. Sebenarnya yang paling ditakuti orang bukanlah mati, tapi penderitaan yang harus dialami sebelum kematian itu sendiri. Pasien seringkali harus cek-up, tes darah, disuntik, kemoterapi, radioterapi dan semuanya. Bukan hanya itu, tapi mereka harus melihat rambut mereka rontok, tubuh menjadi kurus kering, tidak bisa makan, tidur dan dalam kesakitan terus. Bagi mereka, maut tidak mengerikan tapi malah merupakan suatu kelegaan.

Lihat saja di sekeliling kita, produk-produk yang dijual di pasaran, iklan-iklan televisi semuanya diarahkan pada mentalitas orang yang takut dengan penderitaan. Contohnya, sakit kepala? Langsung ambil obatnya. Jika obat biasa tidak cukup mapan, ada obat yang lebih keras lagi yang langsung akan menghilang sakit kepala. Satu contoh lagi, terlalu gemuk dan mau menguruskan badan? Sangat sederhana, minum saja teh pelangsing dan hilangkan lemak yang berlebihan itu, bahkan tidak perlu mengubah pola market. Masih bisa makan coklat dan es krim secara leluasa.

Memang benar, obat bisa menghilangkan sakit kepala, tapi yang ditangani adalah gejala tapi bukan akar permasalahan. Ada kalanya, sakit kepala diakibatkan oleh masalah lain di dalam tubuh kita. Tanpa menemukan akar penyebab sakit kepala, dan hanya menghilangkan rasa sakit itu, bagaimana kita bisa menangani akar permasalahan? Berbicara tentang orang yang kelebihan berat badan, kebanyakannya adalah karena gaya hidup yang tidak berdisplin, yang makan tanpa kontrol dan tidak berolahraga. Jika Anda menginginkan tubuh yang sehat, faktor kunci bukanlah dengan meminum obat teh pelangsing tapi membangun displin dengan pola makan dan kehidupan yang berdisplin. Lagi pula, kebanyakan obat punya efek samping yang membahayakan tubuh kita. Janganlah kita mencari jalan pintas yang akhirnya malah membahayakan tubuh kita sendiri.


MENANGGUNG TEKANAN DARI SEMUA PIHAK

Di Filipi 1.29 – “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk dia.” Penderitaan apa yang dimaksudkan di sini? Mari kita mempertimbangkan satu ayat yang berkaitan, Kisah Rasul 14.22

“Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara.”

Saat Paulus sedang memberitakan Injil di Listra, dia menyembuhkan seorang yang lumpuh sejak lahir. Orang-orang di situ mengira bahwa Paulus dan Barnabas adalah Allah, dan mempersembahkan korban kepada mereka. Namun beberapa orang Yahudi membujuk  orang banyak itu berpihak pada mereka dan melempari batu Paulus. Karena menyangka bahwa Paulus sudah mati, mereka menyeret dia ke luar kota. Di keesokan harinya, dia keluar bersama Barnabas ke Derbe, dan memberitakan Injil pada orang di kota itu berkata, “Untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah, kita harus mengalami banyak sengsara.”

Jika kita melihat pada kata asli untuk “sengsara”, Anda akan memahami bahwa artinya merujuk pada suatu tempat yang sangat sulit untuk dilewati karena sangat sempit, dan kata itu juga bisa berarti tekanan. Saat kita memahami makna dari kata aslinya, kita akan memahami arti khusus “menderita untuk Kristus”. Orang Kristen tidak hanya harus percaya pada Kristus, tapi juga untuk menanggung tekanan dari semua pihak deminya. Sebenarnya, ajaran Paulus tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi dari Yesus.

Di Matius 13.20-21,

“Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad.”

Barangsiapa yang akrab dengan tulisan-tulisan Paulus akan memahami bahwa ajarannya tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi dari Yesus. Paulus sepenuhnya memahami ajaran Yesus, dan memakai kata-katanya sendiri untuk mengungkapkan ajaran yang sama dari Yesus, yaitu ajaran dari perumpamaan Penabur. Perumpamaan ini adalah yang perumpamaan yang paling penting dari semua perumpamaan Yesus. Perumpamaan ini ada di Injil Matius, Markus dan Lukas.

Kata “penganiayaan” di Mat. 13.21 mempunyai kata Yunani yang sama dengan kata “sengsara” di Kisah Rasul. Yesus berkata, “Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad.” Saya mengenal seorang saudari yang  baik hati dan sopan, tapi kehidupan spiritualnya sangat lemah. Mengapa seorang yang baik tidak bertumbuh secara spiritual? Satu alasan yang sangat penting adalah dia tidak dapat menanggung tekanan. Tidak kira apakah dengan keluarga atau di depan teman-temannya, dia sangat takut untuk mengutarakan pendiriannya, sangat takut untuk menolak permintaan orang lain. Sekalipun dia telah menjadi orang percaya salam 10 tahun, tapi karena dia takut ayahnya tidak senang, dia masih belum berani memberitahu ayahnya bahwa dia seorang Kristen; saat teman-teman mengajaknya keluar di hari minggu, atau saat dia diminta ke kantor pada hari Minggu, karena dia tahu menolak permintaan mereka, dia akan mengalah dan bahkan tidak akan ikut kegiatan ibadah. Dia tidak bisa bertumbuh secara rohani justru karena tidak siap menangung tekanan yang muncul dari imannya.


TEKANAN KARENA LINGKUNGAN YANG BURUK

Bukan saja orang Kristen yang harus berhadapan dengan tekanan, tapi para pemimpin harus menanggung tekanan dari semua pihak. Tekanan yang bagaimana? Saat Paulus menulis kitab Filipi, dia sedang berada di penjara. Dapatkah Anda membayangkan betapa buruknya situasinya pada waktu itu? Sebagai seorang nara pindana, dia tidak memiliki pilihan dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk makan minumnya, kondisi tempat tinggal dan juga dalam hal kebersihan. Untuk memenuhi kebutuhannya, dia hanya dapat mengandalkan saudara seimannya yang mengunjunginya.

Di Flp. 2.25

“Sementara itu kuanggap perlu mengirimkan Epafroditus kepadamu, yaitu saudaraku dan teman sekerja serta teman seperjuanganku, yang kamu utus untuk melayani aku dalam keperluanku.”

Jemaat Filipi adalah jemaat yang penuh dengan kasih, mereka secara khusus mengutus Epafroditus untuk mengunjungi Paulus, untuk melayani keperluan Paulus. Di samping itu, karena di penjara, Paulus hanya dapat mengandalkan kunjungan dari saudara seiman untuk menyampaikan kondisi jemaat. Contohnya di Flp. 2.19,

“Tetapi dalam Tuhan Yesus kuharap segera mengirim Timotius kepadamu, supaya tenang juga hatiku tentang hal ilwalmu.”

Jika Anda seorang hamba Tuhan, Anda harus siap untuk dianiaya, harus siap untuk melayani dalam situasi  yang tidak mendukung. Seringkali hamba Tuhan harus ke tempat-tempat yang berbeda untuk melayani. Ada tempat-tempat terpencil di mana tidak ada fasilitas yang baik, standar hidup yang miskin dan makanan yang sangat sederhana. Hamba Tuhan harus siap untuk melayani di dalam lingkungan yang demikian dan harus siap beradaptasi dengan keadaan apa apa pun termasuk tinggal di kamar kecil tanpa ada privasi. Pertemuan bisa saja bermula di dini hari. Di daerah terpencil, tidak ada toko-toko dan akan sangat sulit untuk berbelanja, berkomunikasi maupun berkonsultasi ke doktor kalau sakit. Saat Anda berada dalam situasi demikian, ingatlah kesaksian Paulus. Tidak kira betapa buruk keadaannya, atau betapa besar tekanannnya, Paulus tidak memusatkan perhatian pada dirinya sendiri, tapi dia hanya akan fokus pada pekerjaan Tuhan.


TEKANAN KARENA ULAH ORANG LAIN

Di Flp 1.15-18,

“Ada orang yang memberitakan Kristus kerana dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakannya dengan maksud baik. Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil, tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara. Namun tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita.

Paulus menyebut tentang dua tipe hamba Tuhan. Satu yang mendukungnya, yang adalah murid sejati, yang tahu bahwa dia menderita demi membela Injil, dan dihukum bukan karena dosanya sendiri. Mereka ini memberitakan Injil karena kasih, didorong oleh motivasi hati yang murni. Satu lagi tipe hamba Tuhan adalah yang melawannya, yang merasakan bahwa Paulus layak berakhir di dalam penjara. Mereka itu memberitakan Injil karena motivasi hati yang tidak murni, tapi didorong oleh dengki dan perselisihan. Jauh di dalam hati mereka, mereka tahu jelas bahwa Paulus adalah murid sejati, tapi mereka mengambil kesempatan ini untuk menginjak-injak Paulus dan meninggikan diri mereka sendiri. Tindakan mereka membuat Paulus sedih. Namun bagaimana Paulus menangani tekanan ini? Dia berbesar hati. Tidak kira apakah mereka memberitakan Injil karena kemurnian hati atau motivasi yang salah, selagi Yesus diberitakan, Paulus bersukacita.

Dengan cara yang sama, di dalam gereja, Anda juga akan berhadapan dengan tekanan dalam hubungan antara sesama. Sekalipun Anda sudah berusaha dengan baik, tapi tetap saja Anda akan mendengarkan kritikan dan keluhan. Bagaimana Anda harus menghadapi semua ini? Apakah Anda akan mengumpulkan semua dukungan Anda dan melawan mereka? Apakah Anda akan memecah belahkan gereja untuk mengumpulkan orang yang mendukung Anda. Sebagai hamba Tuhan, kita tidak boleh membalas gigi dengan gigi, mata dengan mata, tapi harus mengandalkan Tuhan untuk mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.


TEKANAN FINANSIAL

Di Flp 4.15-17,

“Kamu sendiri tahu juga, hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaat pun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu. Karena di Tesalonika pun kamu telah satu dua lai mengirimkan bantuan kepadaku. Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu.”

Saat Paulus mulai memberitakan Injil, selain dari gereja Filipi, tidak ada gereja lain yang mendukungnya secara finansial. Saat Paulus mengutarakan hal ini, dia tidak sedang menyampaikan ketidak-puasannya, tapi dia mau mengucapkan rasa terima kasihnya kepada jemaat Filipi.  Dalam melayani Tuhan, seorang hamba Tuhan harus berhadapan dengan tekanan finansial, harus belajar untuk melihat pada Allah tidak kira dalam situasi apa pun. Orang lain mungkin akan mengabaikan kebutuhan Anda, tapi Allah tidak akan mengabaikan kebutuhan Anda. Saat akan harus berpergian, Anda membutuhkan biaya transportasi, Anda perlu membayar uang sekolah anak-anak dan juga saat keluarga Anda sakit, Anda butuh biaya medis. Pastikan Anda tidak terburu-buru dan coba mencari solusi untuk diri Anda sendiri, tapi harus berdiam diri dan menantikan pengaturan dan persediaan dari Allah. Karena Anda adalah pelayan Tuhan, Tuhan pasti akan bertanggung jawab atas keperluan dan biaya hidup Anda sehari-hari.


CARA ALLAH SANGAT BERBEDA DARI CARA MANUSIA

Anda mungkin tidak memahami mengapa hamba Tuhan harus siap untuk menderita. Tidakkah Anda dapat mengabarkan Injil tanpa harus menderita? Mari kita baca di 2 Kor. 4.10-12,

“Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami. Sebab kami, yang masih hidup ini, terus menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini. Demikianlah maut giat di dalam diri kami dan hidup giat di dalam kamu.”

Di dalam beberapa ayat yang singkat ini, kata “maut” dan “hidup” sering muncul. Mengapa hamba Tuhan harus menderita demi Tuhan? Inilah satu-satunya cara  di mana hidup Tuhan diperlihatkan. Cara Allah justru berlawanan dengan cara manusia, tanpa maut tidak ada kehidupan; untuk menyebarkan hidup, kita harus rela mati.

Tanpa maut tidak ada hidup, bukankah prinsip ini terlalu misterius? Mengapa hidup hanya dapat dibagikan lewat maut? Mari saya memakai suatu contoh praktis untuk mengilustrasikan pokok ini. Di masa kini, di setiap belahan dunia, orang merayakan Hari Ibu. Hari di mana anak-anak mengungkapkan rasa terima kasih pada ibu-ibu mereka. Pada kenyataannya, penderitaan seorang ibu bermula dari hari kelahiran anaknya dan tidak pernah berakhir. Saat hamil, seluruh tubuh ibu akan merasa tidak nyaman, sakit sakitan; setelah kelahiran anak, seorang ibu akan sibuk 24 jam merawat anaknya; seraya anaknya bertumbuh, beban seorang ibu tidak pernah berkurang malah bertambah berat. Saat anak di luar, ibunya akan mengkhawatirkan pergaulan anaknya; saat di rumah ibu mengkhawatirkan bahwa anaknya tidak belajar tapi terlalu banyak menonton televisi, bermain internet dan chatting di telepon. Tugas merawat anak sangatlah berat dan jika orang tua tidak mau berkorban, bagaimana dapat memastikan anaknya menjadi orang yang berguna kelak? Demi membesarkan anak-anak saja, orang tua harus rela berkorban, bukanlah pengorbanan yang lebih besar dibutuhkan untuk membesarkan anak-anak spiritual.

Mengapa ada kata-kata dan perbuatan beberapa hamba Tuhan yang sangat penuh kuasa, dapat meleburkan hati yang keras dan menghasilkan perubahan? Bukan karena kefasihan mereka, tapi karena mereka dipakai Allah. Allah memakai dia, karena ada tanda “kematian” di dalam tubuhnya, itulah tanda salib. Demikianlah Paulus dipakai secara luar biasa oleh Allah, karena dia rela menderita demi Tuhan, dia menangani semua orang dengan kemuarahan apakah kawan atau lawan. Di bawah kesukaran, dia tidak mengeluh. Dengan demikian, lewat Paulus, Allah dapat melakukan pekerjaan yang besar. Sekalipun Paulus terkurung di dalam penjara, firman Allah tersebar luas tanpa hambatan. Jalan Tuhan berbeda dengan jalan manusia, karya Allah berbeda dengan karya manusia.


MELIHAT PENDERITAAN DENGAN SUDUT PANDANG YANG BARU

Di Flp 4:14,

“Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku.”

Sebelum mengakhiri surat Filipi, Paulus mengatakan sesuatu yang sangat mengagetkan. Dia tidak hanya mengajar Jemaat Filipi untuk menderita demi Tuhan, tapi mengatakan bahwa penderitaan itu baik di mata Allah. Cara Paulus menilai hal itu sepenuhnya berbeda dari pandangan kita. Sekalipun kita telah mempercayai Tuhan, kita masih berusaha untuk melarikan diri dari penderitaan, karena kita merasakan bahwa penderitaan itu adalah akibat dosa. Tentu saja, dosa membawa penderitaan, tapi tidak semua penderitaan berasal dari dosa. Beberapa penderitaan sepenuhnya tidak berkaitan dengan dosa. Contohnya, saat Allah melihat dunia berdosa, hati-Nya sedih. Allah menderita bukan karena Dia berbuat dosa tapi karena umat-Nya berbuat dosa. Jadi kita bisa melihat bahwa tidak semua penderitaan adalah karena dosa.

Mengapa Paulus melihat bahwa penderitaan jemaat Filipi itu adalah sesuatu yang baik? Jika Anda seorang hamba Tuhan dan Anda melihat jemaat menderita, apakah menurut Anda itu sesuatu yang baik? Jika Anda adalah orang tua, bagaimana Anda akan membesarkan anak Anda? Di masa kini, banyak keluarga yang hanya mempunyai satu anak, dan anak itu sangatlah berharga dan merupakan biji mata kakek dan neneknya. Karena Anda mengasihi anak itu, Anda akan memberikan segala sesuatu yang terbaik kepadanya. Anaknya bebas dari segala tugas dan kalau berbuat salah tidak perlu bertanggungjawab. Inilah caranya bagaimana dunia mengasihi anak-anak mereka. Tapi Allah tidak seperti ini. Dia mengizinkan kita untuk berhadapan dengan ujian, untuk membentuk kita agar kita bisa memiliki kehidupan spiritual yang kuat. Tanpa ujian dan kesusahan, kita tak teruji dan tak terlatih; tanpa dilatih dan diuji, kita tidak dapat menjadi seorang yang kuat secara spiritual. Mari kita baca di 1 Ptr. 4.1,

“Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamu pun harus mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, – karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa.”

Alkitab memakai suatu gambaran yang sangat spesial untuk mengambarkan penderitaan. Penderitaan tidak digambarkan sebagai sesuatu yang dipaksakan ke atas kita di mana kita tidak mempunyai pilihan kecuali menerimanya, tapi Alkitab menggambarkan penderitaan sebagai satu senjata. Jika Anda tidak takut untuk menderita demi Tuhan, itu berarti Anda mempunyai suatu senjata, yang dapat digunakan untuk bertahan melawan musuh, untuk melindungi diri Anda. Contohnya, saat seseorang lagi galau, dan menjadikan Anda sasaran amarahnya. Tentu saja, Anda ingin langsung membalasnya, tapi Alkitab berkata, barangsiapa yang telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa. Karena itu, Anda menahan diri, tidak akan membalas cacian dengan cacian, tapi belajar untuk mengampuni. Jika Anda berbuat demikian, Anda akan menemukan bahwa pengampunan itu suatu pelajaran yang sangat amat sulit, melainkan Anda bergantung sepenuhnya pada kuasa Allah. Jika tidak, Anda akan tersinggung dan tidak akan dapat mengampuni. Jadi, Anda harus berlutut di hadapan Allah, memohon padaNya untuk mengaruniakan Anda kekuatan, untuk benar-benar mengampuni orang itu. Anda akan dapat merasakan penderitaan orang dan akan menghayati artinya tidak berbuat pada orang lain, apa yang Anda tidak mau orang berbuat pada Anda.

Kita akan tutup dengan merangkum apa yang telah kita belajar hari ini. Kita telah melihat pada Flp 1.29 dan topik kita adalah “Menderita demi Tuhan”.

  1. Untuk menjadi seorang Kristen, kita tidak hanya harus percaya pada Kristus, tapi juga menderita untuknya.
  2. Penderitaan yang disebut oleh Paulus adalah penderitaan karena Kristus, bukan karena alasan lain termasuk kerana dosa.
  3. Secara khususnya, penderitaan adalah dalam bentuk menanggung tekanan dari semua sisi.
  4. Hanya saat kita rela menderita demi Kristus, kuasa Allah akan termanifestasi, dan NamaNya akan dimuliakan.
  5. Penderitaan harus dilihat dari kaca mata yang baru dimana penderitaan merupakan suatu senjata yang membantu kita untuk bertahan terhadap musuh dan menjauhkan kita dari dosa.

 

Berikan Komentar Anda: