A.W Tozer
Pelayanan Kristen diakui sebagai profesi yang paling mulia. Namun, profesi ini melibatkan bahaya yang sangat besar.
Pelayanan memberikan kesempatan yang tak terbatas untuk orang malas mengembangkan talenta malasnya. Tidak berbuat apa-apa dapat dicapai dengan begitu anggun di dalam pelayanan dibandingkan dengan pekerjaan yang lain karena tidak ada yang memantaunya. Gereja pada umumnya tidak membutuhkan hamba Tuhan untuk mempertanggungjawabkan waktunya; oleh karena itu hamba Tuhan yang cenderung bersantai-santai dan bermalas-malasan akan sangat tergoda untuk melakukannya.
Banyak pelayan Tuhan akan mencela perilaku tidak berbuat apa-apa, tetapi dalam kenyataannya tidak menyelesaikan pekerjaan apa pun karena dia telah memupuk kebiasaan membuang-buang waktunya. Tidur jauh di malam hari, membuatnya harus bangun siang, beberapa perjalanan ke toko, membantu mencuci pakaian keluarga, mengantri untuk membantu anggota keluarga mendaftar itu dan ini — hal-hal semacam ini, atau yang sejenis, akan memakan waktu dan membuatnya lelah dan kosong pada penghujung hari.
Setelah seharian menyibukkan diri dengan hal-hal yang sepele, nabi kita menghadapi jemaat pada sore hari dengan keadaan spiritual dan mental yang tidak fokus dan sama sekali tidak siap untuk tugas sakral yang sedang menantinya. Senyumnya yang bingung dianggap sebagai kerendahan hati. Jemaat sangat bertoleransi. Mereka tahu bahwa dia tidak mempunyai apa-apa yang berharga untuk disampaikan, tetapi mereka mengira itu karena dia telah disibukkan dengan tugas-tugas pastoralnya dan tidak mempunyai waktu untuk belajar. Mereka dengan murah hati mengampuninya dan menerima pelayanan firman yang membosankan itu sebagai yang terbaik yang dapat mereka harapkan dalam situasi tersebut.
Betapapun kita tidak suka mendengarnya, bermalas-malasan dan membuang-buang waktu adalah kebiasaan yang mematikan bagi hamba Tuhan. Sebaiknya dia menguasainya atau kebiasaan itu akan menghancurkannya.
(Dikutip dari buku A Word in Season)