Pastor Boo | Kematian Kristus (26) |

Hari ini, saya akan membahas tentang hal keimaman. Mari kita lihat isi Wahyu 5-10,

9 Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: “Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. 
10 Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.”

Dalam kutipan ini, dengan darahnya, Yesus membeli kita bagi Allah, dan dia telah membuat kita menjadi suatu kerajaan dan imam-imam bagi Allah. Referensi dari pernyataan itu sebenarnya ada di dalam Perjanjian Lama. Mari kita baca Keluaran 19:5-6

5 Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. 
6 Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel.”

Hal-hal yang disiapkan oleh Allah buat Israel, sekarang berlaku untuk Gereja. Kita, Israel yang baru, adalah imam-imam bagi Allah, sehingga bangsa-bangsa di dunia bisa datang kepada Allah melalui pelayanan kita sebagai imam. Kita bawa mereka yang ingin mengenal Allah untuk datang kepada-Nya. Banyak orang yang memiliki kelaparan rohani ini, yakni hasrat untuk mengenal Allah Yahweh, sehingga mereka mencari orang-orang yang bisa menjadi pengantara-Nya. Kedua ayat dalam kitab Wahyu yang baru saja kita baca itu memberitahu kita bahwa hal-hal yang direncanakan oleh Allah untuk Israel, sekarang berlaku untuk Gereja. Jadi, kita diharapkan untuk membawa orang-orang datang kepada Allah.

Jika anda perhatikan seluruh Alkitab, terutama Perjanjian Lama, uraian mengenai keimaman, anda akan sadari bahwa kedudukan sebagai imam itu sangat dihargai dan bergengsi. Ini adalah kedudukan rohani yang tinggi di hadapan Allah sendiri, dan juga di antara umat Israel. Jika anda baca Kamus Alkitab (dalam bahasa Inggris), di sana disebutkan bahwa seorang imam mewakili umat di hadapan Allah dan mewakili Allah di hadapan umat. Tentu saja, kita tahu bahwa pengantara yang tertinggi adalah Yesus sendiri. Kita sudah baca di Wahyu 5:9 bahwa kita sudah dibeli dan dijadikan imam dengan darah Yesus. Jadi, fakta bahwa kita dibawa datang kepada Allah oleh orang lain yang merupakan imam Allah tidak berhenti di situ saja. Setelah diperdamaikan dengan Allah, kita sendiri menjadi imam. Keimaman kita dilandasi oleh keimaman Kristus. Kitab Ibrani menegaskan bahwa Yesus adalah imam besar dari Perjanjian Baru.

Ada dua kelompok imam di dalam Perjanjian Lama yang melayani di Bait Allah. Mereka adalah para imam dan kelompok suku Lewi. Orang-orang Lewi melayani para imam di dalam Bait Allah. Semua hal yang ditetapkan bagi oang Lewi juga berlaku bagi para imam. Kedua kelompok ini terlibat di dalam pelayanan di Kemah Peranjian dan juga di Bait Allah. Keduanya berasal dari suku Lewi.

Dari kedua belas suku di Isael, hanya satu suku yang bertahan sampai dengan zaman sekarang, yakni suku Lewi. Dalam lingkungan suku Lewi, ada marga Cohen, yang berarti ‘imam’. Demikianlah, baik suku Lewi maupun marga Cohen adalah kelompok terpandang di kalangan orang Yahudi. Mengapa Allah memelihara dua kelompok khusus ini? Apakah dalam rangka mengantisipasi pembangunan ulang Bait Allah? Atau untuk mengingatkan kita akan pentingnya hal keimaman, bahwa keimaman itu berlangsung selamanya. Jika anda baca Wahyu 20:6, keimaman ini terus berjalan sampai dengan kedatangan kembali Yesus. Jadi anda bisa mengerti betapa pentingnya pokok ini. Mari kita lihat beberapa hal mengenai suku Lewi dan para imam karena mereka memiliki beberapa ciri yang sama.

Hal pertama yang bisa anda lihat mengenai imam terdapat di Uangan 33:8

Tentang Lewi ia berkata: “Biarlah Tumim dan Urim-Mu menjadi kepunyaan orang yang Kaukasihi, yang telah Kaucoba di Masa, dengan siapa Engkau berbantah dekat mata air Meriba.

Hal pertama yang bisa anda lihat adalah bahwa orang Lewi adalah umat Allah yang godly (saleh, terjemahan bahasa Indonesia memakai ungkapan Kaukasihi). Kata godly (saleh) dalam bahasa Ibrani bisa diterjemahkan dengan kata faithful (setia). Selanjutnya ada Tumim dan Urim. Keduanya adalah batu permata yang dipasang di pakaian imam. Pada zaman itu, kedua batu ini dipakai ntuk memastikan kehendak Allah. Jika umat ingin mengetahui kehendak Allah dalam hal-hal tertentu, mereka akan mendatangi imam, dan imam akan mencari tahu kehendak Yahweh. Dalam hal pemakaian Tumim dan Urim, maka kemungkinan jawabannya adalah antara ‘ya’ atau ‘tidak’. Perhatikan bahwa untuk bisa berkomunikasi dengan Allah, bahkan dalam bentuk mencari jawaban yang sederhana seperti itu, seorang imam haruslah kudus; dia sudah membuktikan kesetiaannya kepada Allah. Kita tahu bahwa Allah tidak akan berkomunikasi dengan kita jika kita tidak setia kepada-Nya. Ini adalah aspek yang sangat penting.

Masih ada lagi makna lain dari kata godly (saleh) ini di dalam bahasa Ibrani. Makna utamanya adalah hamba Allah yang setia, dan makna lainnya adalah to be kind (orang baik). Demikianlah, kata Ibrani ini bisa memiliki tiga makna yang berbeda. Jika anda lihat Mazmur 18:26

Terhadap orang yang setia (kind = baik) Engkau berlaku setia (kind = baik), terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela,

Seorang imam adalah orang yang setia dan baik. Ini adalah kualitas yang sangat penting. Kebaikan Yahweh disebutkan di Mazmur 145:7 dan Yeremia 3:12. Kata Ibrani ini, terkait dengan kata yang di dalam terjemahan bahasa Inggris versi NASB dengan ungkapan loving-kindness (kasih setia). Dia adalah kasih, oleh karenanya para imam menjadi cermin dari kasih Yahweh.

Dengan demikian, seorang imam memiliki ciri-ciri kudus, setia dan baik. Dia akan menjadi orang yang sepenuhnya layak dipercaya. Jika anda mendatangi seorang imam, anda boleh yakin bahwa dia bisa mengantarkan anda kepada Yahweh. Sekarang, mari kita lihat Ibrani 5:1-4

1 Sebab setiap imam besar, yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa. 
2 Ia harus dapat mengerti orang-orang yang jahil dan orang-orang yang sesat, karena ia sendiri penuh dengan kelemahan, 
3 yang mengharuskannya untuk mempersembahkan korban karena dosa, bukan saja bagi umat, tetapi juga bagi dirinya sendiri. 
4 Dan tidak seorangpun yang mengambil kehormatan itu bagi dirinya sendiri, tetapi dipanggil untuk itu oleh Allah, seperti yang telah terjadi dengan Harun.

Dapatkah anda pahami mengapa imam besar dalam Perjanjian Lama ini bisa dengan sabar menangani kebebalan dan kekerasan hati umat? Mengapa dia mampu melakukannya? Karena dia sadar bahwa dia sendiri penuh dengan kelemahan dan kesalahan. Dia tahu apa artinya pergumulan mengatasi kelemahan sendiri. Itu sebabnya dia bisa berbaik hati kepada orang lain. Ini hal yang sangat nyata dalam kehidupan. Mereka yang sudah melewati banyak penderitaan tahu apa artinya penderitaan. Sebagai contoh, ada orang yang menjalani hidup dalam kemiskinan. Ketika dia sudah melewati garis kemiskinan dan melihat orang lain yang masih berada dalam kemiskinan, dia mampu bersimpati pada orang tersebut. Dia bisa sangat murah hati kepada orang miskin. Ada juga orang yang, misalnya, memiliki masalah kecanduan. Ketika dia sudah mengatasi masalah tersebut, lalu bertemu dengan orang lain yang sedang berjuang mengatasi masalah kecanduan, dia bisa bisa menjadi sangat sabar dan baik kepada mereka. Jadi, ketika Yahweh sedang menangani kita, tentu saja Dia menangani kita dengan jauh lebih sabar dan baik. Kita berjuang mengatasi dosa; kita jatuh dan menyadari apa akibatnya nanti. Namun, saat kita berhasil mengatasi dosa oleh belas kasihan dan kasih karunia dari Yahweh, selanjutnya kita akan tahu bagaimana berbelas kasihan kepada orang lain.

Mari kita lihat Ibrani 4:14-16

14 Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. 
15 Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. 
16 Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.

Yesus, imam besar agung, tahu apa artinya dicobai dan perjuangan mengatasi dosa. Keindahan dari ayat ini adalah bahwa sekalipun dia tidak berbuat dosa, dia mampu bersimpati pada kelemahan kita. Oleh karenanya, anjuran di ayat 6, kita perlu menghampiri takhta kasih karunia dengan penuh keyakinan, supaya kita boleh menerima belas kasihan dan pertolongan pada saat kita membutuhkannya.

Demikianlah, Yesus membuka jalan yang baru bagi kita. Imam besar dalam Perjanjian Lama yang bertindak mewakili umat, adalah manusia biasa yang rentan dan takluk kepada kelemahan, tetapi jaminan dari Perjanjian Baru adalah bahwa melalui Yesus, imam dapat meraih kemenangan. Jadi, jika kita sudah mengalami simpati dari Yesus, dan belas kasihan serta kebaikan dari Yahweh terhadap orang yang tidak layak seperti kita. Demikian pula, sebagai imam, kita dapat menangani dengan lemah lembut mereka yang secara rohani sedang jatuh dan berada dalam keadaan yang buruk.

Saya akan membahas pokok ini lebih lanjut. Di dalam Ulangan 33:8-11, Musa — menjelang akhir hayatnya — menyanjung tinggi suku Lewi. Kita perlu ajukan pertanyaan, “Bagaimana keimaman suku Lewi bisa sampai ke tahap itu? Bagaimana bisa suku ini menjadi sumber kegembiraan Allah?” Jawaban untuk pertanyaan itu akan kita lihat di Kejadian 49:5-7. Kita akan baca kitab Kejadian lebih dahulu

5 Simeon dan Lewi bersaudara; senjata mereka ialah alat kekerasan. 
6 Janganlah kiranya jiwaku turut dalam permupakatan mereka, janganlah kiranya rohku bersatu dengan perkumpulan mereka, sebab dalam kemarahannya mereka telah membunuh orang dan dalam keangkaraannya mereka telah memotong urat keting lembu. 
7 Terkutuklah kemarahan mereka, sebab amarahnya keras, terkutuklah keberangan mereka, sebab berangnya bengis. Aku akan membagi-bagikan mereka di antara anak-anak Yakub dan menyerakkan mereka di antara anak-anak Israel.

Di dalam Kejadian 49, Yakub menyampaikan fakta bahwa Lewi dan Simeon adalah orang-orang yang kejam. Leluhur dari suku Lewi ini adalah orang yang licik dan kejam. Kesaksian Yakub ini mengacu pada Kejadian 34, di mana anak perempuan Yakub telah dinodai oleh salah satu orang penting dari kota Sekhem. Lalu, Simeon dan Lewi merancang rencana untuk menipu penduduk Sekhem dan akhirnya membasmi serta merampok kota itu. Pembalasan yang mereka lakukan jauh lebih jahat daripada kejahatan yang menimpa saudari mereka. Yakub teringat pada tindakan pembalasan yang keji ini dan menyatakan betapa ngerinya dia, seperti yang dia nyatakan di ayat 6, “Jangan bermufakat dengan mereka. Jangan bergaul dengan mereka karena mereka hanya bisa menganjurkan kekerasan.” Demikianlah, watak mereka, yang dilandasi oleh hawa amarah, pada dasarnya berisi pengkhianatan dan pembinasaan. Dua orang ini menolak upaya perdamaian dari pihak yang bersalah, yang sedang menawarkan ganti rugi dan perdamaian, dengan menipu mereka agar masuk ke dalam ikatan perjanjian dengan Allah melalui sunat (!), dan sesudah penduduk Sekhem melakukan sunat, kedua orang ini memperlihatkan niat mereka yang sesungguhnya. Mereka bukan saja memusnahkan peluang untuk membangun persahabatan, tetapi membunuh — bukan hanya pelaku kejahatan — semua penduduk kota sekaligus. Mereka adalah orang-orang berbahaya yang tidak boleh diajak berteman. Seperti itulah jati diri leluhur suku Lewi.

Kemudian terjadi perubahan seiring dengan waktu, dari Lewi sampai ke anak cucunya di zaman Musa: karakter yang terbentuk dalam suku Lewi mengalami perubahan sepenuhnya. Dari leluhur yang ganas menjadi suku yang lemah lembut, baik dan murah hati. Apakah kuncinya? Sangatlah penting untuk memahami perbaikan yang berlangsung dalam diri imam. Jadi, jika anda adalah orang yang agresif atau memiliki kecenderungan untuk menjadi agresif, anda tidak layak menjadi imam. Karena sikap agresi bukanlah jati diri seorang imam. Dengan membawa watak ini, anda hanya akan memberi kehancuran pada orang lain yang mendatangi anda.

Mari kita kembali ke Ulangan 33:8 lagi, dan di sini disebutkan, “Yang telah Kaucoba di Masa, dengan siapa Engkau berbantah dekat mata air Meriba.” Kejadian apa yang berlangsung di dua tempat itu? Jika anda baca buku-buku tafsiran, para penulis buku tafsiran juga kebingungan dalam memahami ayat ini: Kapan Allah berbantah dengan suku Lewi, karena kata ‘berbantah’ juga berarti ‘berbeda pendapat”? Namun, karena ayat ini adalah bagian dari sanjungan kepada suku Lewi, maka anda perlu tahu peristiwa yang berlangsung di Masa dan Meriba.

Untuk mempersingkat waktu, saya akan jelaskan kepada anda. Setelah bangsa Israel keluar dari Mesir, mereka mengembara di padang gurun, dan di sana tidak ada air minum. Tentu saja, tidak ada sumber air minum di padang pasir. Setelah mereka bertahan dan melanjutkan perjalanan beberapa waktu, mereka mulai menggerutu kepada Musa, lalu Musa berkata kepada mereka, “Mengapa kalian mencobai Allah?” Saya pikir kita bisa memahami keluhan mereka. Kalau kita berada dalam kondisi seperti mereka, saya rasa kita juga akan menggerutu. Di Kanada, kita selalu mendapatkan air bersih dengan gratis! Kita tidak pernah mengalami kekurangan air minum. Namun, dalam kasus mereka, bisa kita pahami kalau mereka mengeluh kepada Musa.

Saya rasa Ulangan 33:8 sedang menyatakan kepada kita bahwa saat itu suku Lewi menyadari fakta bahwa Yahweh, dengan kuasa dan kasih-Nya, sudah membebaskan Israel dari Mesir, dan mereka tidak berani ikut mengeluh. Kita juga perlu memahami bahwa suku Lewi adalah suku yang sangat kecil. Suku ini adalah yang paling kecil dari semua suku di Israel. Jadi, mereka yang mengeluh kepada Musa adalah yang mayoritas suku yang lain. Dengan kata lain, suku Lewi berpihak kepada Musa, dan mereka tidak ikut mengeluh. Sekalipun ikut mengalami kehabisan air minum, mereka tetap setia kepada Yahweh. Hal ini menuntut pengendalian diri yang sangat kuat, juga kepercayaan sepenuhnya kepada Allah. Jadi, kita perlu bertanya pda diri sendiri: Apakah kita memiliki iman seperti mereka? Ini baru ujian awal bagi bangsa Israel, dan suku Lewi mulai menunjukkan kualitas yang berbeda dari suku-suku yang lain. Mereka tidak ikut menggerutu, jadi mereka lulus ujian ketaatan serta komitmen kepada Yahweh.

Kemudian, di dalam Keluaran 32:25-29

25 Ketika Musa melihat, bahwa bangsa itu seperti kuda terlepas dari kandang sebab Harun telah melepaskannya, sampai menjadi buah cemooh bagi lawan mereka 
26 maka berdirilah Musa di pintu gerbang perkemahan itu serta berkata: “Siapa yang memihak kepada YAHWEH datanglah kepadaku!” Lalu berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi.
27 Berkatalah ia kepada mereka: “Beginilah firman YAHWEH, Allah Israel: Baiklah kamu masing-masing mengikatkan pedangnya pada pinggangnya dan berjalanlah kian ke mari melalui perkemahan itu dari pintu gerbang ke pintu gerbang, dan biarlah masing-masing membunuh saudaranya dan temannya dan tetangganya.” 
28 Bani Lewi melakukan seperti yang dikatakan Musa dan pada hari itu tewaslah kira-kira tiga ribu orang dari bangsa itu. 
29 Kemudian berkatalah Musa: “Baktikanlah dirimu mulai hari ini kepada YAHWEH, masing-masing dengan membayarkan jiwa anaknya laki-laki dan saudaranya yakni supaya kamu diberi berkat pada hari ini.”

Insiden ini terjadi belakangan. Namun, peristiwa yang mendahuluinya adalah penyelewengan bangsa Israel dengan membuat patung anak lembu emas karena Musa meninggalkan mereka terlalu lama. Jadi, mereka kehilangan keyakinan mereka. Ketika mereka membuat patung anak lembu emas itu dan mulai berpesta, Musa turun dan menjadi sangat marah saat melihat kelakuan mereka. Lalu, dia berseru, “Siapa yang berpihak pada Yahweh?” Kutipan ini menyebutkan bahwa suku Lewi segera berkumpul di sekitarnya. Demikianlah, suku Lewi kembali menunjukkan perbedaan mereka. Mereka berpihak pada Musa.

Hal yang mengejutkan adalah perintah dari Musa, “Mereka yang sudah menyeleweng dan menyembah berhala ini, kalian bantai semua. Bahkan sekalipun dia adalah saudara kandungmu, sahabat atau siapapun, hukum mati mereka semua.” Wah! Dan mereka menjalankannya! Oleh karenanya, Musa berkata di ayat 29, “Oleh perbuatanmu, kamu sudah ditahbiskan untuk melayani Yahweh.” Dengan kata lain, mereka sudah membuktikan bahwa diri mereka layak menjadi imam-imam bagi Allah.

Perhatikan lagi perintah di Keluaran 32:27, “Dan biarlah masing-masing membunuh saudaranya dan temannya dan tetangganya.” Bandingkanlah dengan Ulangan 33:9, “Yang berkata tentang ayahnya dan tentang ibunya: aku tidak mengindahkan mereka; ia yang tidak mau kenal saudara-saudaranya dan acuh tak acuh terhadap anak-anaknya. Sebab orang-orang Lewi itu berpegang pada firman-Mu dan menjaga perjanjian-Mu.” Oleh karena ajaran tentang percaya yang diajarkan gereja zaman sekarang terlalu mengentengkan persoalan, tidak heran jika kita mendapati hal ini sebagai hal yang sukar untuk diterima, terutama bagian yang mengatakan, “Bunuh anggota keluargamu yang menjadi penyembah berhala.” Anda tentu tahu landasan dari ajaran Yesus tentang pemuridan: Lukas 14:26, “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Cukup jelas di sini bahwa hal mengikut Yesus berarti harus menjalankan hukum yang paling utama, mengasihi Yahweh dengan segenap keberadaan anda.

Yesus mempertegas hal ini. Ketika dia berkata, “Membenci,” kata ini tidak hanya diucapkan sekali atau dua kali saja. Kata ‘membenci” ini juga diucapkan dalam bentuk present tense (kata kerja dalam kategori waktu saat ini dalam bahasa Inggris), yang berarti bahwa sikap hati ini dijalankan terus menerus. Di setiap detik dalam kehidupan anda, jika orang-orang yang anda kasihi berpaling dari Yahweh, anda akan menjalankan ajaran ini. Makna yang dimaksudkan dari kata ‘membenci’ ini adalah dalam kaitannya dengan niat yang baik. Ada banyak kebencian yang dicatat di dalam Alkitab yang terkait dengan tujuan yang buruk, yang berujung pada tindakan yang menghasilkan kerusakan fisik dan rohani. Akan tetapi, kata ‘membenci’ yang dipakai oleh Yesus ini bertujuan untuk menyelamatkan.

Demikianlah, di Keluaran 32, ketika bani Lewi membunuh sekitar 3000 penyembah berhala, tujuannya adalah menyelamatkan seluruh bangsa Israel. Yang menjadi tujuan mereka adalah masa depan kerohanian bangsa, agar bangsa Israel tetap fokus dan murni dalam memelihara hubungan mereka dengan Allah. Tentu saja, di dalam Perjanjian Baru, anda tidak boleh sembarangan membunuhi anggota keluarga anda. Apakah jika ibu anda menyembah berhala, lalu anda membunuhnya? Tentu saja tidak.

Saat Yesus memakai kata ‘membenci’, dia tidak bermaksud agar anda melakukan pembunuhan secara harafiah. Yang dimaksudkan adalah kita mungkin akan berada dalam kondisi di mana anda harus membuat keputusan yang sukar. Mungkin anda harus meninggalkan keluarga anda demi Kerajaan, untuk bisa menggenapi tugas anda memperdamaikan orang lain dengan Yahweh. Ingatlah bahwa tugas seorang imam adalah memperdamaikan manusia dengan Allah. Itulah hal yang dilakukan Yesus dalam kehidupannya.

Jadi, pahamilah bahwa hubungan anda dengan anggota keluarga anda dan bahkan dengan nyawa anda sendiri berada di bawah arahan dari Yahweh saat Dia memimpin kita dari satu tahapan rohani menuju tahapan berikutnya. Kita harus menyelamatkan anggota keluarga kita dan siapa pun yang kita temui. Akan tetapi, ada saatnya anda menemui kekerasan hati yang tidak mau berubah dan menghalangi jalan anda dalam menggenapi panggilan anda di dalam Kristus. Saat mereka melakukan hal seperti itu, maka anda menerapkan kata ‘membenci’, sama seperti yang dilakukan oleh Yesus kepada Petrus. Ketika Petrus berkata kepada Yesus, “Janganlah melangkah ke arah salib.” Yesus menegur dia dengan sangat keras. Saat itu, sangat jelas bahwa Yesus bersikap keras terhadap Petrus, tetapi maksudnya adalah untuk menyadarkan Petrus untuk

11 Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata.
12 Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keingina duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini

Apakah kasih karunia Allah yang dimaksudkan di sini? Bagaimana kasih karunia itu bekerja? Bagaimana Yahweh memberikan keselamatan bagi anda dan saya? Perhatikan ungkapan ‘mendidik kita’. Di dalam bahasa Yunani, kata ini bisa diartikan ‘mendisiplin kita’, dan kata ini juga memakai bentuk present tense. Di dalam setiap pendidikan atau pendisiplinan, kita harus belajar membenci beberapa hal karena akan menghambat kemajuan kita dalam mencapai tujuan dari pendidikan tersebut. Hal-hal apakah yang harus semakin kita benci? Kutipan ini menyebutkan, “kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini.” Perhatikan ungkapan, “sekarang ini.

Demikianlah, sejak saat mereka keluar dari Mesir sampai dengan akhir hayat Musa, suku Lewi belajar untuk berpihak pada Musa. Mereka menyerap banyak pelajaran berharga selama masa sukar di padang gurun. Jika mereka sudah dilatih dengan baik, hasilnya akan muncul dalam perilaku mereka. Saya yakin bahwa mereka juga harus bergumul keras karena memiliki kelemahan yang sama dengan suku-suku lainnya. Kita semua mengeluh ketika hal-hal tidak berjalan sesuai keinginan kita, dan ketika kita kehilangan harapan pada Allah, kita mulai melakukan hal-hal yang bodoh. Sama seperti bangsa Israel, kita membuat patung anak lembu emas versi kita sendiri yang, ironisnya, juga disebut dengan nama Yahweh (Keluaran 32:4,5). Jadi, dari catatan di dalam Alkitab ini terlihat bahwa bani Lewi dapat menyerap pelajaran berharga dengan baik. Itu sebabnya mereka bisa menjadi baik dan murah hati, sama seperti Yahweh sendiri.

Mengapa? Karena untuk mendamaikan dunia dengan Allah, anda harus menunjukkan bahwa anda mudah untuk didekati. Mereka ingin datang kepada Allah, itu sebabnya mereka datang kepada imam-imam. Tentu saja mereka berharap bahwa para imam ini adalah orang-orang yang baik hati dan sangat pengertian. Saat mereka ingin mengetahui kehendak Allah mengenai sesuatu hal, mereka juga datang kepada para imam karena mereka berharap bahwa para imam mampu berkomunikasi dengan Allah dan memberi jawaban pasti dari Dia. Bagaimana seorang imam akan menjalankan hal itu? Mereka harus menempuh pendidikan yang sama dengan orang lain. Latihan dalam hal kesetiaan, komitmen, dan kasih kepada Yahweh, dan itu sebabnya mereka juga memiliki karakter mudah didekati.

Saya sangat tersentuh dengan kesaksian dari seseorang. Dia berkata bahwa dia sangat terkejut ketika didatangi oleh beberapa mahasiswa, dan mereka berkata, “Anda adalah orang yang mudah untuk didatangi.” Dia mengatakan bahwa dia terkejut karena dia merasa selama ini dia bukan orang mudah akrab dengan orang lain. Dia bersaksi bahwa menurut penilaiannya sendiri, dia adalah orang yang arogan. Dia tidak terlalu sabar dalam berurusan dengan orang lain dan cenderung meremehkan orang lain. Jadi, pernyataan itu membuatnya terkejut; mengapa orang-orang ini berkata bahwa dia mudah didekati? Akhirnya dia menyimpulkan bahwa jika dia memang mudah didekati, itu berarti kasih karunia Allah sudah mengubahnya dalam beberapa tahun terakhir.

Saya harap Yahweh juga mengubah kita semua supaya kita juga memiliki kerendahan hati dan kebaikan terhadap sesama manusia. Dengan kualitas yang bersumber dari-Nya, maka anda dan saya menjadi orang yang mudah didekati. Akan tetapi, ingatlah bahwa kualitas ini bukan untuk kepentingan kita pribadi. Kualitas ini digunakan demi Yahweh, supaya orang lain bisa didamaikan dengan Yahweh, bisa mengalami perdamaian itu melalui para imam Gereja Allah.

Inilah hal yang ingin saya bagikan kepada anda hari ini, yakni bahwa hal keimaman ini adalah vital dalam rangka menggenapi penebusan Yesus. Yesus telah meletakkan landasannya. Itu sebabnya dia disebut sebagai landasan dari Gereja. Namun, kita harus ingat bahwa kita ini dibangun di atasnya. Kita akan menjadi serupa dengan Yesus. Demikianlah, ketika Yahweh menangani kita dan mengajari kita untuk membenci beberapa aspek dari kehidupan kita yang tidak berkenan di hadapan-Nya, kita bisa memahami hal itu sebagai bagian dari pendidikan dan pelatihan kita. Ingatlah bahwa semua itu demi tujuan yang lebih mulia, yakni bahwa kita tidak lagi menjalani kehidupan kita demi kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan orang banyak, untuk membagikan keselamatan dari Allah dan untuk mengasihi mereka.

 

Berikan Komentar Anda: