Pastor Eric Chang | Seri Keselamatan (10) |    

Hari ini, saat pembawa acara sedang memimpin doa, saya perhatikan dia menyebutkan tentang pencobaan di dalam doanya. Yang mengejutkan saya, dia memilih sebuah lagu, yang saya pikir mungkin belum pernah kita nyanyikan sebelumnya, lagu yang berjudul, Yield Not To Temptation (Jangan Menyerah Kepada Pencobaan). Saya mulai bertanya-tanya, bagaimana dia bisa tahu saya akan berkhotbah tentang pencobaan hari ini. Sungguh ajaib cara kerja Allah! Kita memang melayani Allah yang hidup!


APAKAH YANG INGIN DIAJARKAN ALLAH KEPADA KITA MELALUI YUDAS?

Di dalam pembahasan kita yang lalu, kami sampaikan tentang betapa pentingnya keteguhan, pentingnya bertahan sampai pada kesudahannya jika kita ingin diselamatkan. Hari ini, kita sampai pada bagian yang kesepuluh dari pembahasan kita tentang keselamatan, dan kita akan bahas “pencobaan” yang merupakan ‘ancaman yang sangat besar’, bahaya yang mengancam keteguhan kita. Saya tidak akan membahas pencobaan secara umum, tetapi saya akan membahas pencobaan yang bisa berakibat fatal bagi kita. Saya akan memberikan gambaran tentang betapa berbahayanya pencobaan melalui seseorang yang bernama Yudas, yang mengalami kejatuhan yang mengerikan di dalam pencobaan. Saya ingin tunjukkan kepada anda mengapa Allah menyajikan hal tentang Yudas ini di dalam Alkitab. Dahulu, sebagai orang Kristen yang masih baru, penyebutan nama Yudas saja sudah menimbulkan rasa muak di hati saya. Saya tidak mau mendengar nama itu. Namun, sekarang saya mengerti bahwa Allah menaruh catatan tentang orang ini untuk memberi kita satu pelajaran yang sangat penting. Kita harus hadapi fakta keberadaan Yudas dan bertanya, “Apa yang mau Allah ajarkan kepada kita melalui kasus Yudas ini? Peringatan apakah yang ingin Dia sampaikan kepada gereja secara keseluruhan?”


JANGANLAH MEMBAWA KAMI KE DALAM PENCOBAAN

Sejak bagian awal dari pengajaran Yesus, dia mengajarkan murid-muridnya — yang telah meninggalkan segala sesuatu untuk mengikut dia — doa berikut:

… janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari yang jahat. (Mat 6:13)

Di dalam kehidupan Kristen anda, seberapa sering anda memanjatkan doa ini? Saya ragu apakah anda sering memanjatkan doa yang isinya seperti ini karena, jika anda berasal dari gereja tertentu, anda akan diberitahu bahwa begitu anda diselamatkan, anda akan terus selamat. Tak akan ada bahaya yang mampu mendekati anda. Anda tidak akan tersesat. Jadi, buat apa repot-repot mengucapkan, “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan“? Tidaklah penting memanjatkan doa semacam itu.

Apakah gunanya mengajari murid-murid — yang telah meninggalkan segala sesuatunya demi mengikut Yesus — untuk berkata, “Lepaskanlah kami dari yang jahat“? Seharusnya mereka itu sudah dilepaskan dari yang jahat. Kita mengira bahwa karena kita ini sudah diselamatkan dan dilepaskan dari yang jahat, maka kita tidak perlu kuatir lagi pada yang jahat. Betapa besar keberhasilan Iblis dalam membutakan mata berbagai generasi orang Kristen, di mana melalui para pengajar di gereja, mereka meyakinkan kita dengan kata-kata, “Jangan kuatir. Kamu akan baik-baik saja. Tak ada bahaya yang mengancam kamu. Kamu tidak perlu kuatir akan aku (Iblis). Aku tidak perlu dipedulikan lagi.” Kata yang digunakan oleh Yesus adalah kata ‘lepaskanlah’, yang di dalam bahasa Yunaninya memakai bentuk present continuous (bentuk sekarang yang berkelanjutan), yang memberi arti: “Lepaskanlah aku selalu dari yang jahat. Teruslah membebaskan aku dari yang jahat, sampai aku benar-benar selamat di hadapan-Mu, ya Bapa.” Si Jahat masih belum dimusnahkan dari dunia ini. Kejahatan adalah realitas yang sangat menakutkan. Setiap saat, kejahatan itu mengintai kita. Sangatlah bodoh jika ada orang yang mengira dia aman!


TIGA MACAM SIKAP YANG BERBEDA


“BAPA, BAWALAH AKU MASUK KE DALAM PENCOBAAN.”

Berkenaan dengan doa ini, ada tiga macam bentuk doa yang bisa anda panjatkan. Anda bisa saja berdoa, “Bapa, bawalah aku ke dalam pencobaan. Aku kuat. Aku ingin masuk dalam peperangan rohani. Bawa saja aku. Dengan kasih karunia-Mu, aku mampu menghadapinya.” Ada beberapa orang Kristen yang merasa bahwa kehidupan mereka kurang masalah. Jadi, mereka membutuhkan beberapa pencobaan untuk menguatkan mereka, sehingga mereka berdoa, “Bapa, bawalah aku ke dalam pencobaan.” Saya kenal seorang gadis yang pernah memanjatkan doa semacam ini, dan akibatnya, dia nyaris saja kehilangan imannya. Pencobaan yang melandanya selama tiga belas bulan benar-benar nyaris menghancurkannya. Pada akhirnya dia memohon kepada Tuhan untuk melepaskannya dari pencobaan tersebut. Dia tidak sanggup lagi menghadapinya. Dia merasa dia perlu diperkuat, lalu berdoalah dia, “Berilah aku pencobaan supaya saya bisa menjadi kuat.” Gadis yang bodoh! Saya tidak tahu apakah dia bisa benar-benar pulih dari pengalaman yang begitu dahsyat itu.

Di dalam dunia rohani, saudara-saudariku, jangan pernah mengucapkan sesuatu yang tidak anda maksudkan. Jika anda mengucapkannya, hal itu akan terjadi tepat seperti yang anda ucapkan. Sebelum anda mulai duduk dan mengucapkan kata-kata anda di dalam doa, pikirkan baik-baik hal-hal yang akan anda ucapkan. Tujuannya adalah untuk menghindari munculnya pemikiran yang semacam ini, “Nah, Yesus masuk menghadapi pencobaan, mungkin aku juga perlu masuk menghadapi pencobaan.” Anda tidak boleh berpikir seperti itu. Dia datang untuk menyelamatkan dunia, untuk menghadapi pencobaan, dan untuk memenangkannya bagi kita. Sedangkan anda, anda tidak bisa secara serampangan memasuki pencobaan. Jadi, memanjatkan doa semacam, “Bawalah aku ke dalam pencobaan,” jelas-jelas sebuah tindakan yang bodoh.


TIDAK MENYEBUTKAN HAL PENCOBAAN SAMA SEKALI

Bentuk yang kedua adalah dengan tidak menyebutkan tentang pencobaan sama sekali dan bersikap seolah-olah pencobaan itu tidak ada. Atau, sekalipun pencobaan itu ada, ia tidak menjadi ancaman bagi anda. Sikap semacam inilah yang paling banyak dianut oleh orang Kristen zaman sekarang. “Sekalipun pencobaan itu ada, mereka tidak banyak berdampak pada diriku karena aku sudah diselamatkan. Apapun yang kuperbuat, dosa apa pun yang kuperbuat, tidak akan jadi masalah buatku. Jadi, kita tidak perlu terlalu kuatir terhadap pencobaan.” Ini adalah sikap bodoh yang lainnya! Ini adalah bentuk dari kegagalan melihat bahaya yang mengancam dari pencobaan. Yang saya maksudkan dengan ‘bahaya’ ini adalah bahaya yang juga mengancam kehidupan jasmani atau bersifat fatal, dan pencobaan ini dirancang oleh Iblis untuk menjatuhkan serta membinasakan anda. Saya pikir, alasan mengapa begitu banyak orang Kristen yang terlibat masalah dan sedikit sekali dari mereka yang mengacungkan tangannya di saat KKR bisa bertahan, adalah karena mereka tidak pernah berdoa, “Bapa, lepaskanlah kami dari pencobaan.” Mereka sama sekali tidak menyebutkan tentang pencobaan.


BERDOA SETIAP SAAT: “BAPA, JANGANLAH MEMBAWA KAMI KE DALAM PENCOBAAN”

Hal yang perlu anda perhatikan adalah Yesus mengajarkan para muridnya untuk memanjatkan doa yang dia ajarkan itu setiap saat. Dia berkata, “Setiap kali kamu berdoa, berdoalah seperti ini.” Hari lepas hari, kita perlu berseru kepada Bapa karena orang Kristen harus paham bahaya yang mengancam, yakni realitas dari kuasa yang ada di dalam pencobaan. Jadi, jika anda berdoa, “…janganlah membawa kami ke dalam pencobaan,” hal itu menunjukkan adanya hikmat rohani.


MENGAPA YESUS MEMILIH SEORANG PENGKHIANAT MENJADI MURIDNYA?

Satu orang yang jelas-jelas tidak pernah memanjatkan doa ini adalah Yudas. Saya ingin agar anda renungkan satu hal yang berkenaan dengan Yudas ini. Bagian pertama dari pertanyaan itu adalah: Apakah Allah tahu bahwa Yudas akan mengkhianati  Yesus? Untuk pertanyaan ini, tentunya tidak akan ada keraguan di dalam jawabannya; jawaban atas pertanyaan ini sudah jelas. Ini bukan pertanyaan yang meminta pendapat. Tentu saja, Allah tahu bahwa Yudas akan mengkhianati  Yesus. Jika memang demikian halnya, selanjutnya muncullah pertanyaan yang kedua: lalu, mengapa Yudas dipilih menjadi salah satu dari 12 rasul? Saya yakin anda akan mengajukan pertanyaan semacam itu di dalam benak anda. Allah tahu bahwa Yudas akan mengkhianati Yesus, lalu mengapa Yesus memilih seorang pengkhianat sebagai salah satu dari rasulnya — bukan sekedar seorang murid, tetapi seorang rasul — menjadi bagian dari dua belas orang yang terpilih dari antara ribuan murid?

Jawaban seperti apakah yang akan anda berikan atas pertanyaan ini? Jika anda berkata, “Hal ini untuk menggenapi apa yang tertulis dalam Kitab Suci.” Namun, apa yang disampaikan oleh Kitab Suci kepada kita? Apakah jawaban ini sudah memuaskan pertanyaan tersebut? Menjawab dengan cara ini tentunya akan membangkitkan beberapa pertanyaan lanjutan. Pertanyaan pertama: bagian Kitab Suci yang mana? Di bagian mana di dalam Kitab Suci bisa anda temukan hal yang akan digenapi itu? Yesus memang menyatakan bahwa hal itu untuk menggenapi apa yang tertulis dalam Kitab Suci. Jadi, kita perlu pertanyakan, bagian Kitab Suci yang mana? Di dalam Kitab Suci memang ada satu rujukan yang secara samar-samar menjelaskan tentang hal ini, dan rujukan itu ada di Mazmur 41:10. Ini adalah salah satu dari mazmur tulisan Daud, dan inilah hal yang diucapkan oleh Daud di ayat ini:

Bahkan, sahabat karibku yang kupercayai, yang memakan rotiku, telah mengangkat tumitnya melawan aku.

Di ayat ini, kita temukan bahwa Daud sedang berbicara tentang seorang sahabat yang sangat dipercayainya — diungkapkan lewat istilah sahabat karib, orang yang sangat akrab di hati Daud — dan sahabat karib ini telah mengkhianatinya, mengangkat tumitnya terhadap Daud.

Jika kita amati mazmur ini, Mazmur 41 ini bahkan tidak termasuk jenis mazmur mesianik (bukan mazmur yang menubuatkan tentang kedatangan Mesias). Alasannya cukup jelas jika anda teliti Mazmur 41 ini. Jika anda perhatikan ayat 5, anda akan tahu mengapa mazmur ini tidak tergolong mesianik. Orang yang berbicara di dalam mazmur ini berkata, “Aku berkata, TUHAN, kasihanilah aku, sembuhkanlah aku, karena aku telah berdosa terhadap Engkau.”” Itu bukanlah ucapan yang akan terlontar dari mulut Kristus karena Yesus tidak berbuat dosa. Oleh karena ini, Mazmur 41 tidak pernah digolongkan sebagai mazmur mesianik.

Malahan, yang disampaikan di dalam mazmur ini berkenaan dengan pengalaman Daud, berkaitan dengan seorang sahabat dan penasehatnya yang bernama Ahitofel. Ahitofel adalah seorang penasehat yang berbalik menentang Daud dan mendukung pemberontakan anak Daud. Hal yang menyakitkan hati Daud adalah karena si penasehat ini merupakan orang yang sangat karib dengannya. Pada akhirnya, Ahitofel — seperti yang bisa kita baca di 2 Samuel 17:23 — melakukan hal yang sama dengan Yudas, yakni gantung diri. Jadi kita bisa melihat bahwa Mazmur 41 mengungkapkan isi hati Daud saat dia menuliskan mazmur ini, suatu rujukan pada pengkhianatan dari sahabat karib yang sangat dipercayainya. Seperti yang telah saya sampaikan, hanya ayat inilah yang memberi rujukan mengenai pengkhianatan Yudas di dalam Kitab Suci.

Jadi, ketika Yesus berkata hal itu akan menggenapi Kitab Suci, apakah dia mengaitkannya dengan ayat yang keterkaitannya agak jauh ini? Mungkin saja, tetapi yang lebih mungkin — Yesus mengenapi Kitab Suci dengan mati bagi dosa dunia, bukan sekedar rujukan bahwa Yudas akan mengkhianati dia. Itulah hal yang dinubuatkan oleh Kitab Suci, dan peristiwa pengkhianatan Yudas hanya merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses itu.

Kembali ke pertanyaan yang masih anda renungkan itu: Jika Allah tahu bahwa Yudas akan mengkhianati Anak-Nya, mengapa Dia masih mengizinkan Yudas untuk dipilih sebagai rasul? Ketika Yesus memilih dia, tidakkah Yesus tahu bahwa Dia telah memilih seorang pengkhianat? Jika kita periksa bukti-bukti alkitabiah, kita harus akui bahwa dia memang sudah tahu akan hal itu. Alkitab berulang kali mengatakan kepada kita bahwa Yesus tahu siapa orang yang dia pilih. Sebentar lagi kita akan melihat bukti-bukti tersebut. Namun, jika memang demikian halnya, persoalan kita menjadi lebih rumit lagi. Adakah jawaban bagi pertanyaan: Mengapa dia memilih orang ini? Mari kita luangkan sedikit waktu untuk merenungkan sejarah dan kehidupan Yudas. Pada akhir penelusuran ini, saya tidak yakin apakah anda akan masih marah atau justru sangat kasihan kepada orang ini. Lebih dari itu, jika kita cermati sejarah gereja, anda akan melihat bahwa Yudas bukanlah satu-satunya pengkhianat di tengah jemaat.

Paulus memperingatkan kita bahwa keselamatan kita itu diberikan kepada kita sebagai anugerah. Akan tetapi, kita harus mengerjakannya dengan takut dan gentar. Keselamatan ini bukanlah harta yang bisa anda ambil lalu anda kubur dalam tanah dan menyembunyikannya di sana, seperti yang diperbuat oleh hamba yang bodoh di dalam perumpamaan tentang talenta atau uang mina. Saat anda telah menerima anugerah keselamatan, Dia mengharapkan agar anda berbuat sesuatu dengan keselamatan ini. Anda harus menghasilkan banyak buah dan mereka yang tidak menghasilkan buah akan berakhir seperti hamba yang malas dan tidak taat di dalam perumpamaan tentang mina atau talenta itu.


SEJARAH KEHIDUPAN YUDAS


YUDAS MENINGGALAN SEGALANYA UNTUK MENGIKUT YESUS

Pertama-tama, hal yang perlu anda amati sehubungan dengan Yudas adalah bahwa dia, sama seperti murid yang lainnya, telah meninggalkan segala-galanya untuk mengikut Yesus. Itu adalah tuntutan dasar yang ditetapkan oleh Yesus bagi semua muridnya, hal yang bisa anda baca di dalam semua catatan Injil. Dia telah meninggalkan rumah, keluarga, apa pun yang dia miliki, dan mengikut Yesus. Saya harap anda renungkan baik-baik hal tersebut. Terhadap orang yang bersedia melakukan hal tersebut, bukankah itu merupakan suatu bukti bagi anda bahwa dia pasti memiliki iman dalam tingkatan tertentu kepada Yesus? Saya katakan, ‘iman dalam tingkatan tertentu’. Mungkin iman tersebut murni, tetapi berada dalam tingkatan tertentu. Saya tidak akan membahas seberapa besar atau seberapa kecil, yang jelas dia memang memiliki iman tersebut, dan tak perlu diragukan lagi, dia memang memiliki iman kepada Yesus, yang membuat dia rela meninggalkan segalanya demi mengikut Yesus.


YUDAS DIPILIH LANGSUNG OLEH YESUS

Hal kedua yang perlu anda perhatikan mengenai Yudas adalah bahwa, sama seperti orang Kristen lainnya, dia adalah orang yang terpanggil dan terpilih.  Dia adalah orang yang secara pribadi dipanggil dan dipilih — yang ini berbeda dengan kebanyakan orang Kristen lainnya, kecuali kedua belas rasul — oleh Yesus langsung. Istilah ‘dipanggil’ dan ‘dipilih’ berlaku pada setiap orang Kristen secara umum, tetapi panggilan dan pilihan terhadap Yudas, seperti juga terhadap para rasul yang lain, berlaku secara khusus.


ALLAH MEMBERIKAN YUDAS KEPADA YESUS, TETAPI YUDAS HILANG

Hal ketiga yang perlu anda perhatikan adalah sebagai berikut. Di Yohanes 17:1-11, Yesus beberapa kali — di ayat 2, 6 dan 9 — berberbicara tentang mereka yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, dan ini tentunya termasuk Yudas. Lalu, dia berkata di ayat 12:

“Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang terhilang kecuali si anak kebinasaan”.

Sampai dengan titik itu, dia telah memelihara dan menjaga mereka yang diberikan oleh Bapa kepadanya dan tidak ada dari antara mereka yang binasa kecuali satu orang, yakni Yudas. Hal yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa kalimat ini berbentuk past tense (bentuk lampau). Dia tidak berkata, “Aku tidak akan kehilangan satu orang pun nanti.” Dia berkata, “Aku tidak kehilangan satu pun — sampai dengan saat ini — kecuali Yudas.” Sampai dengan saat itu, jadi tidak ada perkiraan tentang apa yang akan terjadi nanti. Seperti yang bisa kita lihat pada sejarah gereja dan Injil, kita bisa temukan bahwa belakangan hari, ada begitu banyak yang sesat atau binasa.  Siapakah yang telah Allah berikan kepada Yesus? Kita tidak bisa mengetahuinya. Jadi, predestinasi (pandangan bahwa nasib seseorang telah ditentukan) jika dikaitkan dengan ayat-ayat ini, jelas tidak berdasar. Kita tidak tahu siapa yang nasibnya telah ditentukan dan siapa yang tidak ditentukan. Demikianlah, membahas tentang predestinasi adalah tindakan yang sia-sia. Membahas predestinasi baru ada artinya bagi setiap orang yang berakal budi jika anda bisa pastikan bahwa orang ini nasibnya telah ditentukan sedangkan orang yang itu tidak. Jika anda tidak tahu siapa yang nasibnya telah ditentukan dan siapa yang tidak ditentukan, apakah gunanya berbicara tentang predestinasi? Demikianlah, poin ketiga yang berkenaan dengan Yudas adalah dia juga diberikan kepada Yesus, tetapi dia binasa.


YUDAS ADALAH SAKSI MATA AKAN PEKERJAAN YESUS

Namun, ada satu lagi hal yang juga sangat penting mengenai Yudas. Sama seperti rasul-rasul yang lainnya, dia adalah saksi mata akan hal-hl yang telah dikerjakan oleh Yesus. Dia telah melihat mujizat-mujizat luar biasa yang telah dibuat oleh Yesus. Dia melihat orang sakit disembuhkan dan orang mati dibangkitkan. Dia telah menyimak ajaran Yesus yang indah itu, jadi — sama halnya dengan rasul-rasul yang lainnya — dia adalah saksi mata juga; dia telah melihat segalanya. Yohanes, rasul yang besar, di 1 Yohanes 1:1, berkata, “Kami adalah para saksi mata. Kami telah melihatnya; kami telah mengamati dia dengan mata kami sendiri.” Namun, tujuan saya mengungkapkan hal ini adalah: fakta bahwa anda telah mengalami hal-hal ajaib yang dikerjakan oleh Tuhan bagi anda pada masa lalu bukanlah suatu jaminan bagi anda, bagi keselamatan anda nantinya. Fakta bahwa anda memiliki pengalaman rohani yang indah pada masa lalu bukanlah jaminan bagi keselamatan anda di dalam menghadapi pencobaan. Sebagaimana yang bisa kita lihat, bahkan rasul Paulus yang hebat itu berharap agar dia sendiri tidak jatuh. Rasul Paulus tahu persis makna rohani dari pokok ini. Inilah sebabnya mengapa dia menjadi seorang rasul yang besar; dia memiliki pemahaman rohani yang sangat mendalam terhadap kebenaran-kebenaran rohaniah.


YUDAS MEMULAI DENGAN BAIK

Anda tentu ingat bahwa Yudas adalah bendahara dari rombongan murid-murid ini. Saya harap anda perhatikan bahwa hal ini menunjukkan sampai seberapa jauh dia mendapat kepercayaan dari murid-murid yang lain dan juga oleh Yesus. Maksud saya, jika anda mempercayakan uang anda di tangan orang lain, anda tentu melakukannya karena anda mempercayai orang tersebut. Hal ini mengingatkan kita pada Mazmur 41:10, “… sahabat karibku yang kupercayai.” Kita juga tidak boleh beranggapan bahwa para murid telah salah dalam menaruh kepercayaan mereka kepada Yudas. Anda mungkin bertanya, “Bagaimana bisa begitu?” Satu hal yang perlu diperhatikan ialah bahwa Yudas mengawali langkahnya dengan sangat baik. Untuk bisa memahami Yudas, anda harus mengerti hal ini dengan jelas. Dia tidak langsung memulai sebagai seorang pengkhianat. Jika seseorang mencintai uang, dia tidak akan mau meninggalkan segala-galanya demi menjadi murid Yesus; tak ada uang di sana. Yudas tidak memulai sebagai seorang pecinta uang. Pergi mengikut Yesus bukanlah pilihan untuk mendapatkan uang. Para murid itu tidak begitu mengurusi soal uang. Hal yang perlu diingat adalah bahwa ketika Yesus pertama kali memilih Yudas, saat itu Yudas ialah murid yang sangat baik. Yesus tidak secara sengaja memilih seorang pengkhianat sekalipun ia mungkin sudah tahu apa yang akan terjadi pada masa depan.

Jadi, kita melihat bahwa Yudas memulai dengan baik, tetapi dia mengakhirinya dengan buruk. Atau, jika anda ingin memakai ungkapan dari Paulus, “Ia telah memulai dengan Roh, tetapi mengakhirinya dengan daging”. Itulah ucapan yang disampaikan oleh rasul Paulus kepada jemaat di Galatia, di Galatia 3:3. Mereka sudah memulai dengan baik; tetapi mengakhirinya dengan buruk. Sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus kepada jemaat di Galatia, “Kamu sudah berlari dengan baik. Siapa yang menghalangi kamu dari menaati kebenaran?” (Gal 5:7). Dalam waktu yang relatif singkat, jemaat di Galatia telah berpaling dari Yesus dan dari kasih karunia, berpaling dari Dia yang telah memanggil mereka. Anda bisa temukan hal ini di Galatia 1:6. Jadi, bukan hanya Yudas yang telah berpaling; jemaat di Galatia juga melakukan hal yang sama. Mereka jatuh ke dalam pencobaan.


TITIK BALIK DALAM KEHIDUPAN YUDAS

Di manakah letak titk balik dalam kehidupan Yudas? Jika kita teliti secara cermat isi Kitab Suci, kita bisa melihat titik baliknya. Nampaknya, di sekitar dua tahun awal, Yudas menjalaninya dengan baik. Namun selanjutnya, kita ingat akan terjadinya peristiwa besar di mana Yesus memberi makan 5.000 orang. Setelah orang-orang itu diberi makan, mereka menjadi sangat bersemangat untuk mendukung Yesus karena rabi yang satu ini bukan sekedar bisa memberi mereka firman Allah, tetapi dia juga bisa memberi mereka makanan jasmani! Anda tidak akan bisa menemukan pribadi yang lebih unggul dari ini! Demikianlah, oleh karena peristiwa tersebut mereka ingin mengangkat dia menjadi raja! (Yoh 6:15) Bagi setiap orang yang membawa ambisi duniawi, ini jelas merupakan kesempatan yang sangat baik. Ada ribuan orang yang mau memproklamirkan anda sebagai raja. Itu akan menjadi hari besar buat anda. Orang-orang Galilea selalu siap untuk berperang. Yang perlu Yesus katakan hanyalah, “Siapkan pedangmu dan kita akan berperang! Kita akan mendirikan Kerajaan Allah dengan ujung pedang! Hari bagi Kerajaan Allah sudah tiba!” Akan tetapi, Yesus tidak mau mengambil bagian dalam hal semacam itu. Dia datang bukan untuk mendirikan kerajaan duniawi. Dia datang untuk mendirikan Kerajaan Allah tanpa pedang. Dia datang bukan untuk takhta melainkan untuk salib. Suatu hari nanti, dia memang akan mendapatkan takhta itu, tetapi yang pertama adalah salib dulu.

Di sinilah titik di mana para murid menjadi kecewa. Siapa yang tidak senang melihat gurunya ditinggikan? Para murid sudah berangan-angan tentang hal itu. “Kalau Yesus menjadi Raja, kamu akan jadi perdana menteri. Aku akan menjadi perdana menteri atau mungkin menteri keuangan, atau mungkin menteri luar negeri.” Ah, mereka bersemangat menantikan sat-saat tersebut! “Orang banyak ini mendukungmu. Ini adalah kesempatanmu!” Namun, Yesus tidak akan memanfaatkannya. Apakah reaksi dari para murid? Kekecewaan yang sangat hebat! “Mengapa? Mengapa kau campakkan kesempatan emas ini? Saat aku berpikir bahwa kesempatanku untuk menjadi perdana menteri cukup terbuka, engkau justru membuyarkan semua itu.” Itu sebabnya jika anda baca di Yohanes pasal 6, anda akan temukan di ayat 66 tentang banyaknya murid yang meninggalkan Yesus. Seluruh pembicaraan di Yohanes pasal 6 ini adalah pemberitahuan kepada para murid, “Tidakkah kalian mengerti? Aku datang bukan untuk menjadi raja duniawi. Aku datang untuk mati, untuk menyerahkan tubuhku sebagai makanan bagi kehidupan rohani dunia ini.” Namun, justru hal ini yang tidak mereka pahami, padahal mereka adalah murid-murid yang juga mendengarkan ucapannya, “barangsiapa ingin mengikut aku, ia harus memikul salibnya.” Tampaknya ucapan yang satu ini juga mereka salah pahami. Mereka mungkin berpikir makna ucapan tersebut adalah, “Lihat, kita akan memerangi pemerintah Roma. Jadi, kalau kamu ingin mengikut aku, ada kemungkinan kamu akan disalibkan.” Memang itulah caranya pemerintah Roma menghantam musuh-musuhnya. Demikianlah, bahkan ajaran yang rohani dari Yesus diartikan secara duniawi oleh mereka.

Namun, ini bukanlah kali pertama gereja kurang memiliki pemahaman rohani. Pada abad pertengahan dulu, muncul pasukan perang salib yang mengibarkan bendera salib dan pergi menyeberang untuk memerangi kaum muslim dengan pedang. Mereka bersedia mati bagi Kristus. Pada prajurit perang salib ini berangkat dengan membawa panji-panji merah berlambang salib. Mereka memang bertempur dengan keberanian yang luar biasa, seringkali mereka berada dalam keadaan kalah jumlah. Orang-orang yang berniat baik, tetapi salah arah ini, semuanya mengira mereka mati untuk Kristus. Periode ini akhirnya menjadi babak sejarah gereja yang membuat malu orang Kristen. Sangat sukar bagi kita untuk berbangga pada kemenangan para prajurit perang salib tersebut karena Yesus berkata, “Kamu tidak boleh memperluas Kerajaan Allah dengan pedang.”

Para pengajar, para penginjil pada zaman itu, harus memberikan pertanggungjawaban yang besar karena telah menyesatkan puluhan ribu orang. Sebenarnya, mereka bahkan telah menyesatkan seluruh generasi tersebut. Banyak pengajar di zaman itu yang akan harus memberikan pertanggungjawabannya atas kelakuan generasi tersebut. Jangan terlalu bersemangat untuk menjadi seorang pengajar; bebannya sangatlah besar karena anda harus mempertanggungjawabkan dampak pengajaran anda di hadapan Allah. Tak heran jika Paulus, ketika memberitakan Injil ke Korintus, dia berkata, “Aku memberitakan Injil kepadamu dengan takut dan gentar”! Saya tidak tahu ada berapa banyak penginjil yang memberitakan Injil dengan rasa tanggung jawab sebesar itu pada zaman sekarang ini. Inilah saatnya bagi para penginjil untuk memahami rasa tanggung jawab, rasa takut akan Tuhan.

Demikianlah, kita dapati para murid ini merasa bahwa ajaran ini sangat sulit dicerna; bahwa Yesus tidak mau menjadi raja duniawi, tetapi dia datang untuk memberikan nyawanya bagi dunia. Bahkan rasul Petrus juga mendapati ajaran ini sulit diterima. Itulah sebabnya dia, di Matius 16:22-23, berkata, “Hal itu tidak akan terjadi padamu, engkau tidak akan disalibkan.” Untuk jerih payahnya ini, dia mendapat teguran yang sangat keras. Dia dihardik sebagai Iblis, “Enyahlah Iblis!”

Sambil kita tetap pusatkan perhatian pada Yohanes pasal 6, jika anda telusuri lebih jauh, anda akan temukan titik balik Yudas. Banyak dari antara para murid itu yang meninggalkan Yesus. Yudas tidak pergi, tetapi hatinya telah berpaling. Inilah sebabnya mengapa dalam beberapa ayat berikutnya, di Yohanes 6:70-71, Yesus membuat pernyataan yang mengejutkan. Setelah menanyakan kepada murid-murid yang lain apakah mereka ingin pergi juga, Yesus secara tiba-tiba berkata:

70  Yesus menjawab mereka, “Bukankah aku sendiri yang memilih kamu, dua belas orang ini? Meski demikian, salah satu dari kamu adalah setan.”
71  Yang ia maksud adalah Yudas, anak Simon Iskariot, sebab Yudas adalah salah satu dari kedua belas murid itu, tetapi ia akan mengkhianati Yesus.

Di sini, kita bisa melihat terjadinya titik balik di dalam riwayat kerohanian Yudas.


PERUBAHAN HATI YUDAS

Tentu saja, jika hati seseorang sudah berubah, jalan pikirannya akan ikut berubah juga. Selama dua tahun, dia telah mengikut Yesus, dan dia telah menjalaninya dengan cukup baik. Dia bahkan mengalami kuasa Allah di dalam hidupnya. Di Matius pasal 10, bersama dengan kesebelas rasul yang lain, dia diutus untuk mengusir setan. Yesus mengutus kedua belas orang itu, bukan hanya sebelas yang diutusnya; mereka semuanya berangkat! Mereka semua memberitakan Injil, mengusir setan, menyembuhkan orang sakit. Bahkan Yudas juga telah mengusir setan, hal yang semakin membuktikan bahwa Yudas memulai dengan sangat baik. Pada titik ini, Yudas jelaslah bukan setan. Jika tidak, anda tentunya akan menghadapi kasus di mana setan mengusir setan, dan hal itu adalah perkara yang mustahil, sebagaimana dijelaskan di Matius 12:26. Namun sekarang, setelah dua tahun berlalu, hatinya berubah, dan dengan demikian jalan pikirannya juga ikut berubah. Sejak saat itu, perilakunya menjadi lebih mudah diduga.

Hal apakah yang mulai diperbuatnya? Dia mulai mengambil uang dari kas umum dan memasukkannya ke kantong pribadi. Dia menjadi pencuri, hal ini bisa kita lihat di Yohanes 12:5-6. Dia mulai mementingkan dirinya sendiri. Dosa berawal dari hal-hal yang kecil. Dia mungkin membenarkan dirinya, setiap orang berdosa akan berupaya membenarkan tindakan mereka. Hal yang paling mengerikan ialah orang berdosa yang berusaha membenarkan dirinya. Yudas mungkin berkata pada dirinya sendiri, “Aku sudah meninggalkan segala-galanya untuk mengikut Yesus, bukankah begitu? Jadi, kalau aku mengambil sejumlah uang dari kas umum, tentunya aku berhak untuk itu.” Begitu dia mulai berpikir seperti ini, “Nah, aku sudah meninggalkan segala-galanya demi mengikut Yesus. Mengapa aku tidak bisa memperhatikan kepentinganku dengan uang milik gereja? Lagi pula, aku ini sedang melayani Tuhan”, dia mulai jatuh ke dalam pencobaan.

Memang ada banyak pendeta yang berbuat seperti ini, yang mengira bahwa karena mereka adalah pendeta, dengan demikian, tentunya dia ikut berhak atas dana milik gereja. “Lagi pula, aku telah meninggalkan…” – apapun yang telah mereka tinggalkan demi mengikut Tuhan. Begitu anda mulai berpikir seperti ini, berarti anda mulai jatuh ke dalam pencobaan. Anda masuk ke dalam jalur menuju kebinasaan rohani!

Dari langkah tersebut, satu langkah yang kecil saja yang akan membawa Yudas pada langkah berikutnya. “Ini semua gara-gara Yesus yang membuat aku kehilangan segala-galanya. Jadi, untuk menyeimbangkan semuanya itu, caranya adalah dengan menjual Yesus dan mendapatkan uang tiga puluh keping itu. Ini akan menjadi kompensasi yang memadai.” Anda bisa lihat perkembangan logikanya; semua berjalan secara natural. Seperti yang telah saya sampaikan, tindakannya menjadi lebih mudah untuk diduga. “Yesus telah membuatku jadi begini. Gara-gara ajarannyalah aku sampai meninggalkan segala-galanya. Aku menyesal telah melakukan semua ini, dan jalan untuk mendapatkan kembali apa yang telah hilang dariku adalah dengan menjual Yesus.” Hal yang sangat jelas, sangat logis. Anda lihat, begitu mulai terpeleset, sangatlah sukar untuk berhenti.


PENCOBAAN ADALAH SEBUAH JEBAKAN

Hal ini membawa saya kembali kepada poin mengenai pencobaan. Ketika Yesus mengajari kita untuk berdoa, “…janganlah membawa kami ke dalam pencobaan”, dia tidak bermaksud mengatakan bahwa kita bisa menghindari pencobaan di dunia ini. Pencobaan ada di sekitar kita. Semuanya akan datang untuk menjatuhkan kita secara rohani. Tak ada jalan untuk lolos, hal yang disampaikan oleh rasul Petrus sendiri di 1 Petrus 1:6 dan juga di Yakobus 1:2. Pencobaan-pencobaan itu harus dihadapi dengan teguh. Semua itu ialah pencobaan yang harus anda lawan. Anda tidak bisa melarikan diri dari pencobaan. Kita ada di tengah peperangan rohani. Kita harus teguh dan hadapi pencobaan. Tidak terkena pencobaan bukanlah hal yang dibahas di sini. Doa ini bukan supaya kita bisa luput dari pencobaan melainkan supaya kita tidak masuk ke dalam pencobaan. Perhatikan baik-baik perkataan Yesus: “Jangan masuk ke dalam pencobaan.” Hal ini berarti jangan jatuh ke dalamnya.

Pencobaan itu digambarkan sebagai jebakan, dan jebakan itu berisi umpan yang mengundang anda, “Ayo, ayo.” Seekor hewan tidak begitu saja masuk ke dalam jebakan. Ada umpan yang ditaruh di sana yang membuat jebakan itu menjadi sangat menarik — terlihat enak! Tak ada orang yang akan jatuh ke dalam dosa jika dosa itu terlihat buruk. Pokok yang penting mengenai dosa adalah bahwa dosa itu tampil memikat, sangat menarik. Ada umpan di dalamnya. Jika seseorang hendak menangkap macan tutul, dia memasang jebakan. Diikatnya seekor kambing di dalam jebakan sebagai umpan. Tak ada macan tutul yang mau begitu saja masuk ke dalam jebakan. Namun, ketika macan ini melihat ada kambing di sana, ah, nafsu makannya bangkit! Air liurnya mulai menetes. Macan tutul adalah hewan yang sangat cerdik. Dia mencium bekas jejak kaki di sana. Dia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Dia tahu tanah di sekitar situ menunjukkan bekas jejak-jejak kaki. Dia mengendus aroma di sekitar tempat itu; dia menatap ke sekeliling, lalu berkata kepada dirinya sendiri, “Ada yang tidak beres di sini.” Tiba-tiba saja, dia merasa seperti ada bahaya yang mengancam. Alasan mengapa saya memakai macan tutul sebagai contoh adalah karena hewan ini sangat cerdik dan waspada. Namun, pada akhirnya, umpan itu mengalahkan kesadarannya terhadap bahaya. Umpan itu mengalahkan kewaspadaan dan kesiagaannya. Macan tutul ini mulai ceroboh. Perhatikanlah, macan tutul ini tidak akan langsung menerjang umpannya. Ia akan berjalan mengitari umpan itu, menatap, memeriksa. Normalnya, jika berhadapan dengan kambing di alam liar, tak ada macan tutul yang mau menunggu sampai 2 detik. Alasan mengapa macan tutul ini ragu-ragu, sekalipun dia telah melihat kambing yang tidak terlindungi oleh apa-apa, ialah karena dia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Tujuan dari pemakaian umpan ialah untuk membuat jebakan itu menjadi sangat menarik, dengan kambing yang gelisah dan ribut ini, kewaspadaannya mulai ditenggelamkan. Dia menjadi ceroboh. Tujuan utama pencobaan adalah mendorong anda untuk mengambil resiko, ambillah resiko ini! Mungkin tidak ada masalah di baliknya. Demikianlah, macan ini melompat ke arah kambing tersebut dan, bang! Dia sudah terperangkap! Dia langsung terkurung. Dia sendiri yang masuk ke dalam pencobaan; dia melangkah masuk ke dalam jerat.

Eksposisi ini secara ketat dilandasi oleh Kitab Suci. Uraian ini bukanlah sesuatu yang saya karang sendiri dari khayalan saya. Sebenarnya, ini merupakan eksposisi dari Paulus di 1 Timotius 6:9 di mana dia membandingkan pencobaan dengan jerat, dengan jebakan.

Orang yang ingin menjadi kaya jatuh ke dalam pencobaan dan jebakan, serta berbagai nafsu yang bodoh dan membahayakan yang akan menenggelamkan orang-orang ke dalam kehancuran dan kebinasaan.

Demikianlah, dengan menyejajarkan jerat dan pencobaan, kita bisa melihat dengan tepat bagaimana pencobaan itu dibandingkan dengan jerat. Apakah umpan yang dibicarakan di 1 Timotius 6:9? Umpan yang dibahas di sini adalah uang. Begitu banyak orang Kristen, sungguh banyak dari antara mereka yang telah jatuh karena mau menyambar kesempatan memperoleh uang! Ya, uang bertanggung jawab atas kejatuhan, mungkin, mayoritas orang Kristen, di samping dosa-dosa lainnya seperti seks dan sebagainya. Hati-hatilah terhadap umpannya! Yesus berkata, “Jangan masuk.” Berdoalah supaya, oleh kasih karunia Allah, anda tidak masuk. Apakah yang disampaikan oleh Paulus di sisa uraian di 1 Timotius 6:9 itu? Karena mereka masuk ke dalam pencobaan, lalu apa yang terjadi? Mereka terjatuh ke dalam pencobaan. Itu adalah kata yang sama dengan kata ‘ke dalam’ pada doa Bapa Kami di dalam bahasa Yunani. Mereka tenggelam ke dalam kehancuran dan kebinasaan. Siapakah yang terjatuh ke dalam kehancuran dan kebinasaan? Paulus saat itu sedang berbicara kepada orang-orang Kristen!

Saya harap anda perhatikan satu hal lagi. Kata yang diterjemahkan dengan kata ‘kebinasaan’ (destruction) di sini adalah kata yang sama dengan kata ‘kebinasaan’ (perdition) di Yohanes 17:12 dalam ungkapan ‘anak kebinasaan’ (the son of perdition) yang merupakan sebutan bagi Yudas karena dia telah bertekad melangkah menuju kebinasaan. Ungkapan ini merupakan suatu istilah baku yang lazim dalam bahasa Ibrani untuk menyebutkan orang yang berada di dalam jalau menuju kebinasaan. Namun di sini, Paulus mengingatkan kita bahwa bukan hanya Yudas yang bisa berakhir dalam kebinasaan, melainkan semua orang yang masuk ke dalam pencobaan. Perhatikanlah kata: tenggelam ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Ini adalah gambaran yang tepat dari hewan yang jatuh ke dalam perangkap. Sekarang anda bisa mengerti mengapa Yesus berulang kali memperingatkan murid-muridnya untuk waspada dan berdoa agar mereka tidak masuk ke dalam pencobaan.

Kita bisa temukan peringatan yang berulang ini, misalnya, di Lukas 22:40, 46, dua kali di sini, dan juga di dalam perikop-perikop yang sejajar di dalam Injil-Injil lainnya. Perhatikan bahwa, ketika Yesus menyampaikan firman ini, dia meletakkan tanggung jawab itu di pundak kita, “Kamu berjaga-jaga dan berdoalah supaya kamu tidak jatuh ke dalam pencobaan.”

Bagaimana supaya kita tidak masuk ke jalur Yudas? Kita harus lakukan dua hal: Kita harus berjaga-jaga, tetap bangun; hal kedua adalah berdoa. Jika anda tanyakan, “Apa yang harus saya doakan?” Di Matius 6:13, Yesus memberitahu kita, “…janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” Poin dari kalimat itu adalah: “Pimpinlah kami supaya kami tidak jatuh ke dalam pencobaan.”


SETIAP KRISTEN DAPAT GAGAL SEPERTI YUDAS

Sekarang kita bisa melihat bahwa kegagalan Yudas bukanlah sejenis kegagalan yang khusus. Kegagalannya adalah jenis kegagalan yang juga bisa menimpa orang Kristen yang lainnya. Kegagalannya terletak dalam fakta bahwa dia tidak memasukkan ajaran Yesus ke dalam hatinya, dia tidak memasukkan karakter rohani dari ajaran itu ke dalam hatinya. Jalan pikirannya masih kedagingan, masih duniawi. Daging selalu bertentangan dengan roh. Namun, dia bukanlah satu-satunya murid yang berpikir seperti itu. Kita lihat bahwa Yakobus dan Yohanes juga memiliki jalan pikiran yang sama. Anda bisa lihat hal ini di Matius 20:20-28. Kita lihat bahwa Petrus juga memiilki jalan pikiran yang sama, tampak di Matius 16:23. Satu-satunya hal yang membedakan mereka dengan Yudas ialah mereka tetap berpaut kepada Yesus. Sekalipun mereka tak mampu memahami, mereka tetap setia, dan iman mereka terlihat dari kesetiaan tersebut. Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa seluruh beban tanggung jawab tetap berada di pundak Yudas atas tindakannya itu.


YESUS TIDAK MEMBERI JAMINAN KEPADA MURID-MURIDNYA

Saya harap anda juga mengamati satu hal yang lain, bahwa tak ada satu pun dari antara murid itu yang memiliki apa yang sekarang ini kita sebut sebagai jaminan keselamatan. Mungkin di sepanjang pembahasan ini anda bepikir, “Jika memang demikian halnya, lalu di mana letak jaminan keselamatan?” Renungkanlah hal ini baik-baik. Jika kita kilas balik, seperti yang bisa kita lihat di Yohanes 6:70-71, Yesus berkata, “Bukankah aku sendiri yang memilih kamu, dua belas orang ini? Meski demikian, salah satu dari kamu adalah setan.” Akan tetapi, dia tidak menyebutkan siapa yang satu itu. Coba anda bayangkan jika anda merupakan salah satu dari kedua belas rasul itu. Ketika Yesus berkata, “salah satu dari kamu adalah setan”, tetapi dia tidak berkata siapa orang itu, apakah dampak dari pernyataan itu bagi keyakinan keselamatan anda? Dapatkah anda melihat adanya ketidakpastian yang tertanam di benak mereka? Yesus berkata salah satu dari kita adalah setan, tetapi siapa orang yang satu ini? Apakah itu kamu? Atau aku?” Pertanyaan itu bertahan di benak mereka bahkan sampai pada akhirnya. Hal itu benar-benar membuat mereka gugup. Apakah anda pikir Yesus berniat memberi mereka jaminan dengan jalan memberitahu siapa yang satu orang itu? Tidak sama sekali! Sungguh bertolak-belakang dengan ajaran zaman sekarang, yang justru mengatakan kepada orang-orang, “Kalian akan baik-baik saja,” padahal tak satu pun dari mereka yang baik. Justru karena mereka merasa tidak pasti itulah sampai mereka berulang kali mencoba menyatakan kesetian mereka kepada Kristus secara terbuka. Mereka berkata, “Kami akan ikut mati bersamamu.” Sebagai contoh, di Yohanes 11:16, mereka menyatakan hal tersebut. Ketika mereka berkata satu sama lain, “Ya, kami akan ikut mati bersama dia,” sebenarnya mereka sedang mencoba untuk membuktikan kepada diri mereka sendiri dan juga kepada Yesus bahwa mereka setia.

Tentu saja, anda mestinya ingat pada kejadian di Perjamuan Terakhir. Yesus berkata lagi, “Salah satu dari antara kalian akan mengkhianatiku.” Kembali dia tidak menyebutkan siapa orang itu. Para murid bertanya-tanya, “Akukah itu? Akukah itu? Akukah itu?” Tak ada yang yakin. Malahan, akhirnya, hanya Yohanes dan Petrus yang tahu, ketika Yesus memberi mereka pertanda, “Orang itu adalah dia yang kepadanya aku memberikan potongan roti ini setelah aku mencelupkannya.” (Yoh 13:26). Namun, sebagaimana yang ditunjukkan oleh seorang ekspositor hebat, bahkan pertanda itu juga masih belum merupakan isyarat yang pasti karena adat istiadat saat itu memang mengarahkan bahwa roti itu akan dibagikan kepada setiap orang yang ada di perjamuan tersebut. Jadi, dia akan membagikan roti itu kepada setiap orang. Jadi, siapa yang satu orang itu? Dia tidak memberitahu mereka. Mereka dibiarkan dalam ketegangan sampai pada akhirnya!

Cara berpikir Yesus sangat berbeda dengan cara berpikir kebanyakan orang Kristen zaman sekarang, bukankah begitu? Para murid dibiarkan berada dalam keadaan takut dan gentar. Mereka tidak berkata, “Apakah itu kamu?” melainkan, “Apakah itu aku?” Mereka sama sekali merasa tidak yakin pada diri mereka. Saya tak henti-hentinya takjub melihat betapa gereja selalu saja melakukan sesuatu hal dengan cara yang berbeda dari Yesus. Jika ada seorang penginjil pada masa sekarang ini yang menentang doktrin ‘sekali selamat tetap selamat’, astaga, anda akan melihat begitu banyaknya orang bangkit melawan. Mereka akan berkata, “Lihat, anda telah membuat semua orang jadi merasa tidak yakin lagi.” Jika kita pelajari Injil, kita temukan hal yang justru kebalikannya. Yesus tidak ingin ada orang yang merasa yakin dengan dirinya, supaya mereka mengerjakan keselamatan mereka dengan takut dan gentar. Tak ada orang yang berani berpuas diri.

Apakah hal ini berarti orang Kristen tidak memiliki jaminan apa-apa sama sekali? Sudah tentu ada; kita memiliki jaminan yang besar. Jaminan itu adalah hal yang akan kita bahas minggu depan, jika Tuhan izinkan. Akan tetapi, kita harus membedakan antara jaminan yang asli dengan yang palsu. Kita harus mengakhiri apa yang disebut sebagai jaminan yang dibicarakan di gereja-gereja zaman sekarang, yang hanya menghasilkan generasi ‘Kristen’ yang kerdil dan biasa-biasa saja. Jaminan yang palsu hanya akan menghasilkan orang-orang Kristen yang mempermalukan nama Tuhan.


PENYESALAN YUDAS

Akhirnya, di Lukas 22:3, kita diberitahu bahwa Iblis memasuki hati Yudas, menghasutnya untuk mengkhianati Yesus. Kita bisa lihat hal itu di Yohanes 13:2. Semua ini terjadi menjelang tibanya Paskah. Poin ini sangatlah penting untuk kita camkan. Matius dan Markus memberitahu kita bahwa ide untuk mengkhianati Yesus ini mulai memuncak setelah peristiwa pengurapan Yesus di Betania (Mat 26:14; Mar 14:10-11). Saat itu ialah saat ketika seorang perempuan memecahkan sebuah buli-buli dan mencurahkan minyak di dalamnya untuk mengurapi Yesus. Peristiwa ini sama dengan yang tercatat di Yohanes 12:1. Yohanes 12:1 ialah peristiwa yang terjadi enam hari sebelum Paskah, sebelum Jumat Agung. Semua ini memberitahu kita satu hal yang penting: bahwa keputusan terakhir untuk mengkhianati Yesus masuk ke dalam benak Yudas dalam jangka waktu kurang dari enam hari sebelum dia benar-benar melaksanakannya. Inilah bukti bahwa dia tidak memikirkan rencana ini sejak jauh hari. Hal ini juga sekali lagi membuktikan, mengenai apa yang telah kami sampaikan sebelumnya, bahwa dia memulai langkahnya dengan baik, tetapi mengakhirinya dengan buruk. Hanya beberapa hari sebelum Paskah, keputusan terakhirnya tiba, bahwa dia akan mengkhianati Yesus. Malahan, ini bukan sekedar sebuah keputusan; pada saat itu dia juga sudah mulai bertindak. Poin yang sama ini diteguhkan oleh Yohanes 13:27, bahwa Iblis tidak masuk ke dalam hati Yudas sebelum saat-saat terakhir dalam perjamuan terakhir itu.

Selanjutnya, kita juga perlu mengamati satu poin lagi, yaitu bahwa Yudas memang tidak mengharapkan agar Yesus dihukum mati. Semua ini menjelaskan bahwa dia telah ditipu oleh Iblis untuk melaksanakan hal ini. Itulah sebabnya mengapa ketika dia mendapati bahwa Yesus dihukum mati (Mat 27:3), reaksinya menunjukkan bahwa dia tidak mengharapkan hasil seperti ini. Sebagai akibat dari semua ini, dia lalu membunuh diri.

Sungguh besar tragedi yang dihadapi oleh orang ini! Orang bisa saja terharu pada orang ini. Sungguh indah langkah awalnya — bukan sekedar menjadi murid, tetapi menjadi seorang rasul terpilih, dan dipilih langsung oleh Yesus sendiri! Menjalani dua tahun penuh kemuliaan melangkah bersama Yesus, kemudian mencapai titik balik, dan selanjutnya, meluncur turun. Sembilan bulan kemudian, dia mati. Semua terjadi begitu cepat, bukankah begitu?


TRAGEDI YUDAS YANG MENDUA HATI

Anda juga bisa saja bersimpati kepadanya karena anda bisa melihat bahwa dia bukanlah orang yang tanpa hati nurani. Dia tidak bisa mengingkari hati nuraninya yang menuduh bahwa dia telah mengkhianati  pribadi yang tidak bersalah. Dia bukanlah orang yang jahat. Orang yang jahat tidak akan melakukan bunuh diri semacam itu. Dia adalah orang yang sangat menyedihkan. Seperti yang diuraikan oleh seorang pakar dari Skotlandia, A.B. Bruce, dalam bukunya yang bagus, Training of the Twelve (Pelatihan Kedua Belas Orang), Bruce berkata, “Masalah yang menindih Yudas adalah karena dia mendua hati.”

Kita bisa baca tentang orang yang mendua hati di Yakobus 1:8. Ada sangat banyak orang Kristen yang mendua hati. Mereka merupakan pengidap skizofernia rohani (skizofernia = penyakit jiwa yang berupa terbelahnya kepribadian menjadi kepribadian ganda). Dengan hati yang satu, mereka ingin mengikut Yesus, dengan hati yang lainnya, mereka ingin mengikut dunia. Mereka tidak bisa membuat keputusan. Di satu sisi, mereka mengasihi Yesus; di sisi lain, mereka juga mengasihi dunia. Mereka menjadi kebingungan. Hidup mereka tidak pernah menjalani kehidupan Kristen yang berbahagia dan luar biasa, tetapi mereka juga tidak mampu menjalani kehidupan duniawi yang berbahagia. Saat mereka berbuat dosa, pikiran mereka tertekan; hati nurani mereka terusik. Mereka selalu dalam keadaan terbelah. Pertanyaan yang muncul adalah, mana yang akan menang dari kedua pikiran tersebut? Kehidupan rohani mereka menjadi tidak berarti. Seperti yang tertulis dalam Yakobus 1:8, orang yang mendua hati tidak akan mendapat apa-apa dari Tuhan. Jika dia berdoa, Allah tidak mendengarkannya. Orang-orang ini masih belum berkomitmen total, belum memiliki iman yang menyelamatkan. Allah hanya menerima iman yang berserah total, hal yang sudah sering saya uraikan kepada anda.

Jadi, tragedi yang dialami oleh Yudas adalah bahwa dia bukanlah monster, tetapi apa yang diperbuatnya sangatlah jahat. Sekalipun apa yang diperbuatnya itu sangat keji, tetapi dia melakukan itu di dalam kelemahan, kebingungan dan kebodohannya. Seorang pakar besar, Bruce, mengibaratkan Yudas seperti ini, “Dia cukup jahat sehingga mampu melakukan perbuatan yang keji (mengkhianati Yesus), tetapi dia juga cukup baik sehingga dia tidak sanggup menanggung rasa bersalahnya.” Inilah tragedi orang yang tidak cukup jahat, tetapi juga tidak cukup baik. Seperti yang dikatakan oleh Bruce, “Celakalah orang yang seperti ini! Lebih baik dia tidak pernah dilahirkan.” Jika dia benar-benar jahat dan tidak memiliki hati nurani, dia bisa saja menikmati setidaknya uang yang sejumlah 30 keping perak itu sampai dia meninggal. Setelah menerima uang yang 30 keping perak itu, dia bisa pergi membeli seekor kuda yang bagus, lalu menikmati hidupnya sampai mati. Namun, dia tidak sejahat itu. Dia tidak bisa menikmati uang yang 30 keping perak tersebut. Jadi, dibuangnya uang tersebut ke lantai Bait Allah dan pergi menggantung diri. Dia juga tidak cukup baik. Dia tidak cukup baik untuk tidak melakukan apa yang telah dia lakukan. Dia tidak cukup baik untuk menolak masuk ke dalam pencobaan. Akibatnya, Yudas binasa.

Saya yakin kalau saja Yudas datang ke kaki Yesus dan berkata, “Aku begitu bodoh. Aku sudah hancur. Aku telah melakukan hal yang paling buruk di dunia ini. Aku mohon pengampunanmu,” menurut anda, apakah yang akan Yesus katakan? Saya yakin bahwa Yesus akan berkata, “Kamu diampuni. Tidak apa-apa. Rencana Allah sudah digenapi. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi.” Akan tetapi, dia tidak sanggup menemui Yesus lagi. Dia tidak berani melakukan itu. Dia melangkah menuju kebinasaannya, setelah berpaling dari Tuan dan Juruselamatnya.

Dia ini bukanlah satu-satunya orang yang melakukan hal semacam itu. Mengenai perbuatannya itu, Kitab Suci memperingatkan kita bahwa kita juga bisa melakukannya.


YUDAS DIPILIH SEBAGAI PERINGATAN BAGI KITA

Namun, kita masih ada pertanyaan yang belum terjawab saat kita mengawali pembahasan ini. Mengingat Allah tahu bahwa Yudas pada akhirnya akan mengkhianati Yesus, lalu mengapa dia dipilih? Yesus menghabiskan waktu berdoa semalaman sebelum memilih kedua belas orang itu. Dia tidak sekedar berkata, “Baik, kamu, kamu dan kamu. Kalian akan menjadi dua belas rasul.” Sepanjang malam dia habiskan dalam percakapan dengan Bapanya; baru dia memilih yang kedua belas orang itu. Lalu, mengapa Yudas? Dapatkah anda memikirkan jawabannya? Jika anda katakan bahwa hal itu untuk menggenapi apa yang tertulis di dalam Kitab Suci, itu hanya akan mengatakan tentang rencana Allah sebelumnya. Kitab Suci sekedar menyatakan apa yang telah diketahui oleh Allah sebelumnya. Itu saja. Ini masih belum menjawab pertanyaan: Mengapa Dia memilih Yudas untuk menggenapi rencana Dia sebelumnya? Seperti yang telah kita lihat sebelumnya, bahkan jawaban ‘Untuk menggenapi apa yang tertulis dalam Kitab Suci,” bisa menjadi jawaban yang tidak tepat.

Lalu, mengapa dia dipilih? Saya telah merenungkan pertanyaan ini bolak-balik, dan saya tidak bisa menemukan adanya penjelasan selain yang ini. Jika anda bisa pikirkan tentang jawaban yang lainnya, dengan senang hati saya akan mendengarkannya. Belum ada pakar yang saya dengar punya penjelasan ang lebih jelas dari itu. Tentu saja, selalu ada pakar yang, jika mereka tidak bisa menjelaskan sesuatu, lalu mereka menyebut itu misteri. Ini benar! Akan tetapi, tentunya ada penjelasan yang bisa kita ambil dari Kitab Suci mengenai Yudas ini. Satu-satunya alasan yang masuk ke benak saya adalah ini, setelah meneliti semua penjelasan yang lainnya dengan seksama: Bukankah ini untuk memperingatkan kita? Bukankah untuk memperingatkan kita bahwa sekalipun orang yang terpilih oleh Yesus sendiri, sekalipun kita dipanggil dan dipilih oleh dia, kita seharusnya tidak boleh membayangkan bahwa dengan demikian kita boleh berpuas diri; bahwa dengan demikian, kita tidak perlu menguatirkan apa-apa; dengan demikian, kita boleh menjadi ceroboh; bahwa kita boleh menjadi tidak setia dan kita akan tetap selamat. Saat saya amati hikmat Allah yang menatap melampaui segala zaman, saya takjub melihat pesan yang datang dengan sangat jelas ini kepada kita. Mungkin masih ada jawaban yang lain, tetapi yang pasti, yang satu ini tidak terbantahkan, dan juga merupakan penjelasan yang sangat penting.

Bagi saya, tampaknya Allah sedang menatap zaman-zaman sejarah di dalam prapengetahuan-Nya dan melihat apa yang akan terjadi pada gereja, bahwa gereja akan menjadi sombong, bahwa gereja akan menjadi puas diri, bahwa gereja akan berkata, “Nah, tidak peduli jenis kehidupan macam apa yang kita jalani. Kita akan tetap selamat. Sekali kita selamat, maka kita akan tetap selamat. Sekali kita menjadi umat Allah, maka kita akan tetap menjadi umat Allah.” Itulah bencana yang menimpa bangsa Israel, tepat di poin ini. Di dalam pencobaan yang satu inilah umat Israel jatuh. Inilah karang yang mengkandaskan bahtera umat Israel. Mereka berkata, “Kami adalah umat Allah. Tak ada sesuatu hal pun yang bisa menimpa kami.” Kita dapati ternyata gereja juga berkata seperti itu, berbicara tentang jaminan keselamatan, padahal pada zaman sekarang ini, yang kita perlukan di dalam gereja bukanlah rasa aman melainkan air mata. Yang kita perlukan bukanlah rasa puas diri melainkan rasa takut dan gentar. Gereja penuh dengan nabi-nabi yang berkata, “Damai sejahtera! Damai sejahtera!” padahal tidak ada damai sejahtera.

Tampaknya Allah, dalam hikmat ilahi-Nya, telah melihat apa yang akan terjadi pada bangsa Israel dan jenis bencana macam apa yang telah mengkandaskan Israel, lalu memimpin Yesus memilih rasul-rasulnya, dalam jumlah yang dua belas, secara tepat melambangkan jumlah suku Israel, dan bertekad bahwa Israel yang baru tidak akan sama dengan Israel yang lama, dan menempatkan — sejak dari awal sejarah Israel yang baru — suatu peringatan yang abadi mengenai batu karang yang mengancam di depan, agar kita tidak mengkandaskan diri kita sendiri.

Anda lihat, takut dan gentar memang sangatlah baik bagi jiwa kita. Tak ada hal yang lebih berbahaya daripada hal yang disebut sebagai ‘jaminan keselamatan’, dan saya sudah muak melihat hal semacam ini. Tak ada orang yang tersesat melalui rasa takut dan gentar. Jika Yudas memiliki rasa takut dan gentar itu, dia tentu tidak akan tersesat. Masalahnya adalah dia terlambat merasa takut dan gentar. Orang-orang yang merasa aman itulah justru yang tersesat. Mari kita masukkan pelajaran dari Yudas ini ke dalam hati kita, supaya — dengan kasih karunia Allah — tak seorang pun dari kita yang akan melakukan kesalahan yang sama.

 

Berikan Komentar Anda: