SC Chuah | Covid-19 |
Kita akan memulai dengan melihat Efesus 5:15-17,
15 Jadi, perhatikan dengan saksama bagaimana kamu hidup, jangan seperti orang bebal, jadilah bijak. 16 Pergunakanlah waktu yang ada dengan sebaik-baiknya karena hari-hari ini adalah jahat. 17 Karena itu, janganlah menjadi bodoh, tetapi mengertilah apa itu kehendak Tuhan.
Paulus di sini meminta kita untuk mempergunakan waktu yang ada dengan sebaik-baiknya. Dan lawan dari pergunakan waktu sebaik-baiknya tentu saja adalah membuang-buang waktu. Sangat disayangkan, banyak orang memperlakukan waktu yang ada seperti sampah. Kita biasanya hanya membuang barang-barang tidak berguna, tetapi pada kenyataannya banyak orang membuang-buang waktu yang begitu berharga yang telah Tuhan berikan.
Hal yang paling berharga yang ada pada seseorang adalah waktu. Waktu kalau dibuang, tidak mungkin kembali. Banyak orang berkata, “waktu adalah uang”, tetapi kalau uang hilang, kita mungkin bisa mendapatkannya kembali. Namun, kalau waktu dibuang, kita kehilangannya buat selama-lamanya. Ada pepatah yang berkata, “janganlah membunuh waktu, karena tidak akan ada kebangkitan”. Waktu yang hilang, akan lenyap untuk selama-lamanya.
JANGANLAH MENJADI BODOH
Perhatikan juga pentingnya ayat ini di dalam konteksnya. Kita dihimbau untuk mempergunakan waktu sebaik-baiknya karena hari-hari ini adalah jahat. Ayat 16 terjepit di antara dua ayat yang berbicara tentang orang-orang bodoh. “Jangan seperti orang bebal” (ay.15) atau orang bodoh, tetapi jadilah orang bijak. Di ayat 17, “janganlah menjadi bodoh, tetapi mengertilah apa itu kehendak Allah.” Alkitab sering mengkategorikan manusia menjadi dua kelompok dengan pelbagai cara dan kiasan. Salah satu pengelompokan yang utama ialah orang bodoh versus orang bijak. Contohnya, perumpamaan tentang gadis-gadis yang bijaksana dan gadis-gadis yang bodoh; kepada orang kaya yang menimbun hartanya, Allah menyapanya, “Hai engkau orang bodoh!”; demikian juga kepada jemaat di Korintus, Paulus memarahi mereka sebagai, “Hai orang bodoh!”. Kepada jemaat Galatia, Paulus lebih spesifik lagi, “Hai orang-orang Galatia yang bodoh!”
Janganlah sampai Allah menyebut kita bodoh. Janganlah sampai ada abdi Allah sejati yang menyebut kita bodoh. Biarlah seluruh dunia menertawakan kita; biarlah teman-teman kita menganggap kita bodoh, tetapi janganlah kita dianggap bodoh oleh Sang Pencipta kita. Marilah kita menjadi bijak! Akan tetapi, bagaimana caranya? Ayat 15 memberitahu kita, “Perhatikanlah dengan saksama bagaimana kamu hidup.” Lalu, di ayat 17, dikatakan, “hendaklah kamu mengerti kehendak Allah.” Dua hal inilah yang akan membawa transformasi dalam kehidupan kita dan menjadikan kita bijaksana.
Di satu sisi, kita diminta untuk dengan saksama memerhatikan cara hidup kita. Kita diminta untuk melakukan introspeksi diri. Namun introspeksi diri saja tidak cukup karena introspeksi diri yang berlebihan sering membawa kepada depresi. Di sisi yang lain, kita dihimbau untuk “mengertilah apa itu kehendak Allah.” Kita melihat ke dalam dan ke luar, melihat ke atas untuk memahami apa kehendak Allah bagi kita. Kehendak Allah mengarahkan bagaimana kita hidup. Dengan melakukan dua hal ini dengan seimbang, maka akan terjadi transformasi yang nyata di dalam kehidupan kita.
WAKTU SENDIRI TIDAK MENGUBAH APA PUN
Paulus berkata, “pergunakanlah waktumu dengan sebaik-baiknya.” Waktu itu sendiri tidak mengubah suatu apa pun. Banyak orang yang mempunyai konsep keliru seolah-olah waktu dapat mengubah segala sesuatu, seolah-olah waktu memiliki kuasa misterius untuk mengubah karakter orang. Saat berhadapan dengan pemuda yang bodoh, kita berkata waktu akan menjadikannya bijaksana. Waktu tidak dapat menjadikan orang bijak. Kita berkata, “Waktu akan menyembuhkan… waktu akan menjawab… waktu akan mengobati… waktu akan mengubah… waktu akan membuktikan…” Waktu tidak dapat melakukan semua itu! Waktu seperti ruang tidak dapat berbuat apa-apa bagi kita. Anehnya, kalimat-kalimat seperti ini diucapkan juga oleh orang percaya. Apakah pantas orang yang percaya kepada Allah menaruh pengharapannya pada waktu?
Perubahan atau transformasi terjadi hanya melalui tindakan dan perubahan sikap. Transformasi hanya terjadi melalui pertobatan. Saulus menjadi Paulus karena Allah yang mengubah dia, bukan waktu. Air menjadi anggur oleh karena Kristus. Baru-baru ini seorang saudara menjadi serius dengan Tuhan, dia mulai dengan serius mencari Tuhan. Lalu dia bertanya apakah hal ini terjadi karena faktor usia. Memang benar seseorang itu ada waktunya tetapi yang mengubah kita bukanlah waktu tetapi Allah. Sekali lagi, perhatikanlah dengan saksama bagaimana kamu hidup dan mengertilah kehendak Allah, itulah yang akan mendatangkan perubahan di dalam hidup kita.
Ayat yang terkenal di Yesaya 55:6-7,
6 Carilah YAHWEH selagi Ia berkenan untuk ditemui. Panggillah Dia selagi Ia dekat. 7 Biarlah orang fasik meninggalkan jalannya dan orang jahat pemikiran-pemikirannya. Biarlah ia kembali kepada YAHWEH, dan Ia akan berbelas kasihan kepadanya, dan kepada Allah kita karena Ia akan mengampuni dengan berlimpah.”
Terdapat tujuh kata tindakan dalam dua ayat di atas. Lima dari manusia dan dua dari Allah. Apakah tujuh kata tindakan itu? Carilah, panggillah, meninggalkan jalannya, meninggalkan pemikirannya, dan kembali kepada Yahweh. Allah pula akan berbelas kasihan dan mengampuni. Tindakan dan sikap kita dalam waktu yang ada itulah yang akan membawa perubahan, yang akan mendatangkan belas kasihan dan pengampunan dari Allah ke atas kita. Transformasi yang diajarkan dalam Alkitab merupakan sebuah kerjasama. Namun cepat atau lambatnya transformasi terjadi bergantung pada apa yang kita lakukan di dalam waktu itu.
Banyak yang suka berkata, “Bukankah kehidupan Kristen itu sebuah proses?” Memang benar itu sebuah proses, sama seperti membereskan tempat tidur kita. Itu juga satu proses, tapi ada membereskannya dalam waktu satu menit. Ada yang 5 menit, ada yang satu jam. Ada pula yang membiarkannya seharian sampai entah kapan. Demikian pula, seberapa cepat kita ditransformasi atau bertumbuh sepenuhnya tergantung pada tindakan dan sikap kita.
Dalam kenyataannya, tanpa tindakan waktu hanya menghasilkan pembusukan. Orang yang pahit akan menjadi makin pahit, pendendam akan makin dendam, orang yang suka menggerutu akan menemukan lebih banyak hal untuk digerutui.
SENIN SAMPAI SABTU, LEBIH PENTING DARIPADA MINGGU
Sudah lama kita tidak beribadah bersama dan kita tidak tahu kapan kita dapat berkumpul bersama lagi. Secara pribadi, saya tidak gelisah karena selama kita masih dapat bertemu secara online, saya menganggapnya inilah keinginan Allah untuk kita buat sementara ini. Dengan kata lain, untuk sementara waktu, Dia tidak menghendaki kita berkumpul bersama, Dia tidak menuntutnya dan Dia tidak membutuhkannya. Sepenting-pentingnya ibadah bersama pada hari Minggu, jauh lebih penting ialah kehidupan kita dari Senin sampai Sabtu. Saya tidak menyangkal bahwa bertemu untuk beribadah bersama pada hari Minggu sangatlah penting, tetapi sepenting-pentingnya hal ini di hadapan Tuhan, tetap tidak lebih penting daripada cara kita menjalani kehidupan kita dari hari Senin ke Sabtu. Dari Alkitab, dari firman Allah, bagaimana kita menjalani kehidupan kita dari Senin ke Sabtu, itu jauh lebih penting daripada hari Minggu itu sendiri. Kehidupan rohani sebuah jemaat sering dinilai dan terfokus pada ibadah Minggu dan kegiatan-kegiatan gereja. Itu sebuah kesalahan yang besar.
Itu berarti kalau dari Senin sampai Sabtu kita menjalani hidup dengan arif, bijak dan sesuai dengan kehendak Tuhan, dan pada hari Minggu saudara ke gereja dan menyanyi out of tune, menyanyi seperti kodok sekalipun, saya yakin di telinga Tuhan, itu sebuah melodi atau musik yang indah. Justru, kalau kehidupan kita dari Senin sampai Sabtu tidak benar, biasa-biasa saja seperti orang lain, suka marah-marah, bicara ketus-ketus dan sering bersungut-sungut tetapi pada hari Minggu kita datang dan menyanyi seperti malaikat, di telinga Tuhan, itu seperti nyanyian suara kodok. Seperti yang kita tahu, sungguh sebuah beban mendengarkan musik atau nyanyian yang out of tune. Bagaimana kita hidup setiap hari, itulah yang jauh lebih penting.
Ada seorang Rabi berkata seperti ini, “Kalau kamu datang ke sinagoga untuk mempelajari Taurat dan kamu pulang dan tidak menjadi suami yang lebih baik, untuk apa kamu datang? Kalau kamu ke sini belajar Taurat dan kamu tidak menjadi istri yang lebih baik, anak yang lebih baik, untuk apa kamu datang?” Semua pertemuan jemaat, semua kelas Alkitab, semua persekutuan doa, adalah sia-sia jika tidak mendatangkan kehidupan yang lebih baik di dalam keluarga dan di tempat kerja.
MEMBANGUN HUBUNGAN DENGAN KELUARGA
Marilah kita mempergunakan waktu dan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. Ini tidak berarti, kita hanya membaca Alkitab saja. Bagi beberapa orang, mungkin hal yang paling rohani yang dapat mereka lakukan ialah meluangkan waktu untuk bermain bersama anak-anak kita. Bermain dengan anak-anak? Di kitab Zakaria dikatakan bahwa di Yerusalem yang baru nanti, kakek-kakek dan nenek-nenek akan duduk di jalan-jalan dan jalan-jalan kota akan dipenuhi anak laki-laki dan anak perempuan yang bermain-main. Sifat anak-anak memang senang bermain-main. Ayah-ayah dapat mengambil waktu ini untuk menjalin hubungan dengan anak-anak dengan bermain-main dengan mereka. Ajak anak-anak bermain board games… Seorang ayah adalah seorang yang menginspirasi anak-anaknya.
Jadilah orangtua yang menginspirasi anak-anak. Ingat juga bahwa anugerah dan kado yang paling besar yang dapat saudara berikan kepada anak-anak saudara ialah hubungan yang menyatu antara kalian berdua. Banyak suami-istri yang tidak dekat dan tidak rukun, lalu mereka mencurahkan kasih sayang mereka masing-masing kepada anak-anak mereka. Itu hanya akan menghasilkan anak-anak yang bingung dan bengong. Ingatlah bahwa kita tidak diminta untuk menjadi satu dengan anak-anak kita. Dalam rencana penciptaan, Allah tidak bermaksud supaya kita menjadi satu dengan anak-anak kita. Setiap penyimpangan dari rencana tentu saja ada akibatnya.
Maleakhi 4:5-6 berbunyi,
5 Sesungguhnya, Aku akan mengutus kepadamu Nabi Elia menjelang datangnya Hari YAHWEH yang besar dan dahsyat itu. 6 Ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi hingga musnah.
Dua ayat ini, merupakan ayat-ayat yang terakhir dari Perjanjian Lama. Banyak yang sudah membuat pengamatan bahwa Perjanjian Lama berakhir dengan sebuah kata kutuk. Ayat ini berkata, “supaya jangan Aku datang memukul bumi hingga musnah”. Apa pelayanan nabi Elia? Pelayanannya Elia digambarkan sebagai mengembalikan hati bapa-bapa kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya. Hal inilah yang akan mencegah dan melindungi bumi ini dari dimusnahkan.
Setelah firman yang terakhir ini, Allah sepertinya membisu selama 400 tahun. Lalu, setelah 400 tahun di kitab Lukas, tiba-tiba secara mendadak Allah berbicara kembali melalui malaikatnya, memberitakan kelahiran Yohanes Pembaptis. Luar biasa sekali, Allah sepertinya menyambung percakapannya dari 400 tahun dahulu dan berkata,
Ia akan berjalan mendahului Tuhan dengan roh dan kuasa Elia, ‘untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anak mereka’…
Inilah pelayanan Yohanes Pembaptis. Roh dan kuasa Elia bukan untuk mengadakan mukjizat tetapi untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anak mereka! Kita tahu Yohanes Pembaptis tidak pernah mengadakan satu mukjizat pun sepanjang pelayanannya. Saya pertama kali mendengarkan kebenaran ini dari seorang hamba Tuhan kira-kira dua puluh tahun yang silam tetapi selama ini saya agak bingung dengan kedua ayat ini. Saya tidak melihat Yohanes Pembaptis punya pelayanan khusus tentang hal ini, seperti pelayanan kaum keluarga, pasutri dll. Khotbah-khotbahnya juga tidak secara khusus menyinggung hal itu. Kita juga tidak punya bukti Yohanes Pembaptis pernah bernikah atau punya anak sehingga dia memiliki kredensial untuk mengemban pelayanan ini.
Selama sekian tahun saya agak bingung bagaimana memahami hal ini. Baru kemarin, saat merenungkan ayat ini, tiba-tiba seolah-olah ada suara yang bertanya kepada saya, “Apa yang terjadi kepada kamu saat kamu pertama kali mengenal Aku?” Hati saya berbalik kepada orangtua saya, terutamanya bapa saya! Ortu saya yang begitu baik terhadap saya, tidak pernah saya hargai. Benar-benar anak yang tidak tahu berterima kasih. Namun hal yang pertama yang dilakukan kasih Allah ialah membalikkan hati saya. Roh Allah melakukan sebuah mukjizat dalam hati saya. Tiba-tiba saya mengerti. Tidak perlu pelayanan khusus sama sekali. Kasih Bapa surgawi itu sendiri akan membalikkan hati seorang anak kepada bapanya. Demikian pula, kasih Bapa surgawi yang menyentuh hati seorang bapa akan membalikkan hatinya kepada anak-anaknya. Bentuk sapaan yang paling utama dari Yesus kepada Allah ialah “Bapa”, dan Allah memperkenalkan Yesus sebagai “Anak-Ku yang kekasih”.
Di dunia ini, bapa-bapa sangat banyak, tetapi bapa-bapa yang hatinya dekat dengan anak-anaknya sangat sedikit. Banyak bapa yang bekerja keras di luar cari uang dan mereka pikir itu sudah cukup. Urusan lain mereka tidak mau tahu. Mereka pulang tidak mau diganggu, baca koran dan nonton TV. Jadi bapa bagi kebanyakan anak hanyalah sebuah mesin ATM, tidak lebih dari itu. Akan tetapi, kalau diperlakukan seperti mesin ATM, marah pulak!
JAHATNYA KEHIDUPAN YANG TERTUNDA
Oleh karena itu, marilah kita mempergunakan waktu yang ada, dan jangan menunda-nunda. Saya akan menunjukkan kepada saudara melalui sebuah contoh tentang jahatnya kehidupan yang tertunda.
24 Setelah beberapa hari, Feliks datang bersama istrinya, Drusila, yang adalah orang Yahudi dan menyuruh Paulus datang dan mendengarkan Paulus berbicara tentang imannya di dalam Yesus Kristus. 25 Lalu, sementara Paulus sedang bertukar pikiran tentang kebenaran, pengendalian diri, dan penghakiman yang akan datang, Feliks menjadi takut dan berkata, “Pergilah sekarang. Ketika aku mendapat kesempatan, aku akan memanggilmu.” 26 Pada saat yang sama, Feliks berharap bahwa Paulus akan memberinya uang. Karena itu, Feliks sering menyuruh Paulus datang dan berbicara dengannya. 27 Akan tetapi, setelah dua tahun berlalu, Perkius Festus menggantikan Feliks. Dan, karena ingin menyenangkan orang-orang Yahudi, Feliks membiarkan Paulus di dalam penjara.
Perhatikan bahwa Feliks adalah seorang simpatisan terhadap Jalan Tuhan. Di ayat 22, Feliks disebut tahu benar-benar akan Jalan Tuhan mungkin karena istrinya adalah orang Yahudi. Ia juga memberikan perlakuan khusus kepada Paulus. Namun setelah mendengarkan Paulus, Feliks menjadi takut dan berkata, “Pergilah sekarang. Ketika aku mendapat kesempatan, aku akan memanggilmu.” Setelah mendengarkan kebenaran, dia menunda responsnya. Dari Injil kita mendapat kesan bahwa panggilan Kristus itu begitu mendesak sehingga harus ditanggapi segera. Saudara tahu apa yang terjadi begitu saudara menunda-nunda panggilannya? Di akhir dua tahun, sampai dia digantikan, Paulus tetap di penjara dan Feliks tetap hilang. Ini merupakan kisah tragis “so near yet so far” (begitu dekat tetapi begitu jauh).
Di sini adalah sebuah peringatan. Panggilan Jalan Tuhan, begitu dimengerti dan begitu ditunda, kemungkinan untuk saudara meresponinya menjadi semakin tipis. Perhatikanlah kehidupan saudara dengan seksama. Apakah ada hal-hal yang saudara tahu harus saudara lakukan, tetapi saudara menunda-nunda? Besok saja… nanti aja… Mengingat sifat dari panggilan surgawi, kemungkinan untuk saudara melakukannya semakin sirna. Kita harus belajar dari Paulus yang berkata, “aku tidak pernah tidak taat” (Kisah 26:19). Ketaatan yang tertunda tidak akan pernah berujung dengan baik.
HARI-HARI INI ADALAH JAHAT
Kata “jahat” di Efesus 5:16 pertama kali dipakai dalam Alkitab di Kejadian 2 mengenai pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Berikutnya di Kejadian 3 yang mengisahkan bagaimana Adam dan Hawa memakan dari pohon pengetahuan itu. Sampai di Kejadian 6, kita melihat hasil dari pergumulan manusia dengan pengetahuan itu. Kita membaca pernyataan seperti,
Akan tetapi, YAHWEH melihat kejahatan manusia yang semakin besar di muka bumi, dan bahwa segala kecenderungan hati mereka selalu kepada hal-hal yang jahat.
Kita membaca bahwa hal itu memilukan hati Allah. Hanya hati yang penuh kasih yang dapat merasa pilu. Di Kejadian 6 kita membaca tentang “anak-anak Allah mengawini anak-anak perempuan manusia”. Terlepas dari bagaimana ayat ini ditafsirkan (ada yang aneh-aneh), kita dapat menyimpulkannya sebagai perkawinan yang tidak direstui Allah. Hal ini terjadi di sepanjang sejarah Israel dan membangkitkan penghakiman Allah.
Berikutnya kita membaca tentang kejahatan manusia di Sodom dan Gomora, yang berkaitan dengan perilaku seksual yang menyimpang dari maksud Allah. Jadi di PL, kita telah membaca tentang hari-hari jahat yang mendatangkan kemusnahan, yang berkaitan dengan perkawinan yang tidak direstui dan perilaku seksual yang menyimpang dari maksud Allah. Pada zaman modern ini, ada satu lagi perilaku seksual menyimpang yang mewabah di seluruh penjuru dunia, yaitu pornografi. Hari ini bahkan orang yang sudah bernikah pun terjerumus dan terjerat dalam perilaku ini, demikian juga yang sudah menjadi “bapa-bapa”.
Umat Yahweh, marilah kita mengandalkan anugerah dan kuasa Roh-Nya untuk melepaskan diri kita dari hal-hal semacam ini. Hal ini tidak dapat dilakukan dengan kekuatan diri sendiri. Sudah banyak pecandu narkoba yang bersaksi bahwa melepaskan diri dari kecanduan narkoba jauh lebih mudah dari pornografi. Itu karena efek samping dan kerusakan dari kecanduan narkoba itu sangat jelas. Akan tetapi kerusakan dari pornografi itu sangat tersembunyi dan tidak diketahui orang. Hanya orang yang memiliki kompas moral yang sangat kuat dalam batin yang akan berhasil.
Sekarang mari kita lihat komentar Yesus tentang hari-hari Nuh dan hari-hari Lot:
26 Dan, seperti yang telah terjadi pada hari-hari di zaman Nuh, demikianlah juga nanti pada hari-hari Anak Manusia. 27 Orang-orang makan dan minum, menikah dan dinikahkan sampai pada hari Nuh masuk ke dalam bahtera dan datanglah banjir besar lalu membunuh mereka semua. 28 Sama halnya yang terjadi pada zaman Lot, saat itu orang-orang makan, minum, membeli, menjual, menanam, dan membangun. 29 Namun, pada hari ketika Lot meninggalkan Kota Sodom, api dan belerang jatuh dari langit seperti hujan dan membunuh mereka semua.
Inilah hari-hari yang jahat yang membawa kemusnahan. Anehnya, Yesus tidak menyebutkan hal-hal yang disebutkan tadi. Yesus lebih menekankan keadaan masyarakat umum. Yesus menggambarkan hari-hari zaman Nuh dan hari-hari zaman Lot, sebagai orang makan minum, menikah dan dinikahkan, membeli, menjual, menanam dan membangun. Dengan kata lain, orang-orang akan begitu asyik dengan hal-hal duniawi dan mereka tidak sadar apa yang sedang datang. Mereka tidak tahu apa yang dalam perjalanan dan akan menimpa. Mereka tidak mengetahui apa-apa tentang apa yang sedang terjadi di alam rohani. Di akhir zaman, orang-orang akan menjadi semakin egois, acuh tak acuh terhadap perkara-perkara rohani, dan pikirannya semata-mata tertuju kepada perkara duniawi (Flp 3:19). Inilah hari-hari yang jahat menurut Yesus. Tuhan mereka ialah perut mereka.
MATA BARU MEMBACA 2 TIMOTIUS 3:1-5
Saya ingin mengajak saudara untuk membaca 2 Timotius 3:1-5 dengan mata yang baru, karena itulah caranya Paulus ingin kita membacanya.
1 Perhatikanlah bahwa pada hari-hari terakhir, masa-masa kesukaran akan datang. 2 Sebab, orang akan menjadi pencinta diri sendiri, pencinta uang, pembual, sombong, penghujat, tidak taat kepada orang tua, tidak tahu berterima kasih, tidak suci, 3 tidak tahu mengasihi, tidak suka berdamai, suka memfitnah, tidak bisa mengendalikan diri, kejam, tidak menyukai apa yang baik, 4 pengkhianat, ceroboh, angkuh, lebih mencintai hawa nafsu daripada mencintai Allah, 5 kelihatan saleh tetapi menyangkali kuasanya. Jauhilah orang-orang seperti ini.
Paulus di sini sedang bernubuat tentang hari-hari terakhir. Banyak orang berpikir Paulus sedang menggambarkan orang dunia dari ayat 2 sampai ayat 4. Namun pendapat ini mengabaikan ayat 5! Pengajaran Yesus dan Paulus tidak pernah meminta kita untuk menjauhi orang dunia (bdk. 1Kor 5:10-11). Lagi pula, orang dunia memang seperti itu dari dulu sampai sekarang. Mereka tidak pernah berubah. Orang dunia juga tidak merasa perlu untuk kelihatan saleh. Untuk memahami maksud Paulus yang sebenarnya, marilah kita membacanya seperti ini:
1 Perhatikanlah bahwa pada hari-hari terakhir, masa-masa kesukaran akan datang. 2 Sebab, orang akan menjadi pencinta diri sendiri (meski kelihatan saleh), pencinta uang (meski kelihatan saleh), pembual (meski kelihatan saleh), sombong (meski kelihatan saleh), penghujat (meski kelihatan saleh), tidak taat kepada orang tua (meski kelihatan saleh), tidak tahu berterima kasih (meski kelihatan saleh), tidak suci (meski kelihatan saleh), 3 tidak tahu mengasihi (meski kelihatan saleh), tidak suka berdamai (meski kelihatan saleh), suka memfitnah (meski kelihatan saleh), tidak bisa mengendalikan diri (meski kelihatan saleh), kejam (meski kelihatan saleh), tidak menyukai apa yang baik (meski kelihatan saleh), 4 pengkhianat (meski kelihatan saleh), ceroboh (meski kelihatan saleh), angkuh (meski kelihatan saleh), lebih mencintai hawa nafsu daripada mencintai Allah (meski kelihatan saleh), … Jauhilah orang-orang seperti ini.
Ayuh, orang-orang seperti ini lebih banyak ditemukan di mana? Jarang saya menemukan orang-orang seperti ini di dunia! Inilah masa-masa kesukaran bagi umat Allah. Menjadi saleh akan menjadi makin sulit justru karena banyaknya kepalsuan di dalam jemaat itu sendiri. Di sepanjang sejarah Alkitab dan sejarah gereja, kejahatan di dunia tidak pernah disebut sebagai masa-masa kesukaran tetapi justru menjadi kesempatan bagi gereja dan gereja semakin berkembang pesat.
BERJALAN DENGAN TEGAK
Namun bagi orang-orang percaya sejati, masa-masa kesukaran dalam bentuk apa pun ialah masa-masa penuh pengharapan. Itulah masa yang ditunggu-tunggu. Yesus berkata seperti ini di Matius 24:6: “Kamu akan mendengar peperangan dan kabar-kabar tentang perang. Perhatikanlah supaya kamu tidak takut karena hal-hal ini harus terjadi, tetapi ini belum kesudahannya.” Pastikan supaya kamu tidak takut. Janganlah kamu gelisah. Hal-hal ini harus terjadi. Demikian pula, suatu hari nanti jika di TV ada berita dunia tentang wabah yang akan membunuh sepertiga penduduk dunia, janganlah kamu gelisah, janganlah kamu takut. Itu sudah dinyatakan dalam kitab Wahyu. Orang percaya sejati tidak akan heran, tidak akan gelisah, tidak akan bingung karena hal-hal semacam ini sudah diberitahukan terlebih dulu. Yesaya 8:12-13 memberitahu kita bahwa jika takut akan Yahweh saja, kita tidak perlu takut terhadap apa pun yang ditakuti orang lain. Yesus pula menyampaikannya seperti ini,
7 Bangsa yang satu akan berperang melawan bangsa yang lain, dan negara yang satu akan menyerang negara yang lain. Di mana-mana akan terjadi bahaya kelaparan dan gempa bumi. 8 Semuanya itu baru permulaan saja, seperti sakit yang dialami seorang wanita pada waktu mau melahirkan. (Matius 24)
Yesus menggambarkan masa-masa kesukaran yang akan datang itu seperti sakit yang dialami seorang wanita pada waktu mau melahirkan. Nah, sakit mau melahirkan itu mengerikan atau tidak? Tentu saja ngeri. Menurut para wanita yang pernah melahirkan, itu sakit yang tidak ada bandingannya. Akan tetapi, bukankah itu juga sakit yang dinanti-nantikan? Bukankah itu sakit yang berakhir dengan sukacita yang lebih dari setimpal? Manusia pada umumnya sangat kuat menanggung penderitaan dan kesusahan yang memiliki tujuan. Penderitaan tanpa tujuan yang sulit ditanggung. Demikian juga dengan hidup tanpa tujuan merupakan sebuah siksaan.
Di Lukas 21:28 Yesus berkata, “Apabila hal-hal ini mulai terjadi, berdirilah dan angkatlah kepalamu karena waktu pembebasanmu sudah dekat.” Ketika kita melihat seluruh umat manusia berada dalam ketakutan, itulah waktunya kita berdiri dan mengangkat kepala kita. Tentu saja, bagi kita yang terlalu banyak kepentingan di dunia ini, kita akan mengalami kesulitan mengangkat kepala!
Wahai umat Yahweh! Carilah Yahweh selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat! Ambillah waktu dan kesempatan yang masih ada. Pandemi ini berpotensi menjadi masa-masa yang paling bermakna bagi kita semua. Terakhir saya akan membacakan kepada saudara dari Imamat 26:13,
Akulah YAHWEH, Allahmu, yang telah membawamu keluar dari negeri Mesir, supaya kamu tidak menjadi budak mereka. Aku telah mematahkan kuk yang kamu pikul dan membuatmu berjalan dengan tegak.