Pastor Eric Chang | Matius 8:5-13 |
Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya: “Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita.” Yesus berkata kepadanya: “Aku akan datang menyembuhkannya.” Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.” Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel. Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga, sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.” Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya.” Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya.
Ayat-ayat yang paralel dapat dibaca di Lukas 7:1-10
Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum. Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati. Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya. Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: “Ia layak Engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami.” Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: “Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.” Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!” Dan setelah orang-orang yang disuruh itu kembali ke rumah, didapatinyalah hamba itu telah sehat kembali.
Makna penting dari Iman Perwira Roma
Ayat-ayat ini berisi beberapa ajaran dari Yesus yang sangat penting untuk mengungkapkan makna iman serta pribadi Yesus. Sangatlah penting untuk kita memahami dengan tepat apa arti “iman”, dan juga memahami dengan lebih mendalam siapa itu Yesus di dalam kemuliaan dan kuasanya. Ajaran tentang iman dan pribadi Yesus adalah ajaran yang sama dan tunggal. Keduanya tidak dapat dipisahkan.
Hal yang dicatat di ayat-ayat ini terjadi di sebuah tempat di Israel yang disebut Kapernaum, di bagian utara Danau Galilea. Kita diberitahu tentang seorang perwira Roma yang memimpin 100 prajurit (centurion yang berarti komandan 100 prajurit, pent.). Perwira atau centurion adalah orang yang sangat penting di dalam angkatan perang Roma; mereka adalah tulang punggung pasukan Roma. Dan kita menemukan ada beberapa centurion yang tercatat di dalam Perjanjian Baru.
Hal yang menarik adalah semua, atau sekitar lima atau enam centurion yang tercatat di Perjanjian Baru adalah orang-orang yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas angkatan perang Roma sebagian besar dilandasi oleh kualitas para perwiranya. Mereka memiliki standar yang sangat ketat bagi perwira atau centurion mereka. Semakin saya pelajari centurion ini, semakin saya melihat bahwa dia adalah orang dengan karakter yang sangat luar biasa. Dari dia, kita dapat belajar banyak tentang bagaimana seharusnya menjadi seorang Kristen. Satu lagi alasan mengapa dia unik adalah dia merupakan satu-satunya pria di dalam Perjanjian Baru yang mendapat komentar, “Iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel“.
Jadi pertanyaannya adalah, ada apa dengan imannya sehingga Yesus sampai mengeluarkan ucapan seperti itu? Dia memiliki iman untuk percaya bahwa Yesus dapat menyembuhkan pelayannya. Nah, ada banyak orang yang telah disembuhkan, jadi terdapat banyak orang yang mempunyai iman semacam itu. Tampaknya, kepercayaannya bahwa Yesus mampu menyembuhkan pelayannya bukanlah sesuatu yang luar biasa. Banyak orang yang membawa orang sakit kepada Yesus. Tentu saja mereka juga percaya bahwa Yesus mampu menyembuhkan si sakit. Jadi apa yang istimewa dari imannya?
Perwira itu berkata, “Katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.” Ya, memang ada ungkapan iman yang sangat nyata di sini. Akan tetapi bukan dia saja yang percaya bahwa Yesus dapat menyembuhkan dengan kata-kata. Lalu, mengapa sampai Yesus berkata bahwa imannya tidak pernah ditemukannya, sekalipun di antara orang Israel?
Mengapa Yesus berkata, “Sekalipun di antara orang Israel“? Orang Israel diajarkan tentang firman Allah sejak masa kanak-kanak mereka, dan ini sudah berlaku dari generasi ke generasi. Jika Anda ingin menemukan iman, tentunya Anda berharap untuk menemukannya di tengah bangsa Israel. Anda tidak berharap untuk menemukannya di tengah bangsa asing yang tidak pernah diajarkan tentang Allah. Akan tetapi, Yesus mendapati di dalam diri orang asing yang satu ini, jenis iman yang tidak dia temui di tengah kalangan orang Israel. Jadi, sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui iman semacam apa yang dimiliki orang ini. Ini akan membantu kita untuk melihat apakah kita juga memiliki iman semacam ini. Apakah Yesus dapat berkata tentang Anda, “Kamu punya iman yang sejati.”
Kita akan melihat tiga hal: apakah obyek iman itu, apakah hakekat iman itu dan apakah akibat dari memiliki dan tidak memiliki iman. Mari kita mulai dengan melihat apakah obyek iman. Apa yang membuat imannya luar biasa?
Perwira Roma itu sangat mengasihi hambanya
Pertama, perwira Roma ini adalah seorang asing, namun hal yang luar biasa tentang dirinya adalah ia sangat peduli dengan hambanya. Budak bukanlah orang yang istimewa di zaman itu. Jika Anda punya uang maka Anda bisa membeli budak seperti membeli mobil. Tentu saja jika Anda memiliki mobil yang bagus, maka Anda akan menyayanginya dan setelah Anda memakainya selama beberapa tahun, bisa saja Anda sangat menyukainya sehingga Anda sangat peduli padanya, akan tetapi tetap saja Anda tidak akan sampai khawatir seperti perwira Roma ini.
Menurut keterangan dari peraturan-peraturan hukum Romawi, seorang budak dipandang sama saja dengan barang kepunyaan, jika mereka bagus, Anda boleh memeliharanya; jika tidak bagus, boleh Anda buang. Sangat jarang ada orang yang sangat peduli pada budak. Orang memelihara budak seperti memelihara barang saja, bukan sebagai manusia. Anda merawatnya sama seperti Anda merawat benda-benda yang lainnya, seperti mobil Anda. Ada beberapa orang yang bahkan memukuli budaknya sampai mati. Perbudakan adalah sistem yang sangat buruk di mana manusia tidak diperlakukan sebagai manusia melainkan sebagai barang. Akan tetapi kembali kita melihat bahwa perwira ini sangat menyayangi budaknya. Dari sini kita sudah melihat ada sesuatu di dalam kepribadiannya. Dia adalah orang yang sangat pengasih.
Mengasihi orang Yahudi yang sangat sulit untuk dikasihi
Kasihnya kepada orang Yahudi juga dapat dikatakan sebagai hal yang tidak lazim. Sangat susah bagi Anda untuk menemukan di dalam sejarah, orang Roma yang mengasihi orang Yahudi. Orang Yahudi selalu saja menyusahkan orang Roma yang mereka anggap sebagai kaum penjajah dan penindas. Di tahun 70 pecah pemberontakan yang menimbulkan banyak korban jiwa bagi pihak Roma. Orang Roma pada umumnya membenci, merendahkan dan muak terhadap orang Yahudi. Kadang kala mereka bersikap ramah dan diplomatis, dalam rangka memberikan toleransi pada orang Yahudi. Akan tetapi jelas tidak terpikirkan oleh mereka untuk mengasihi.
Dan ternyata orang Yahudi juga bukanlah orang yang mudah untuk dikasihi. Saya pernah belajar selama beberapa waktu di Israel, dan saya berkesempatan untuk mengenal orang Yahudi secara langsung di negeri mereka. Dan saya sering kali membatin, “Astaga! Mereka susah sekali untuk dikasihi!” Mereka sepertinya dipenuhi oleh berbagai persoalan batin yang rumit. Pada umumnya karakter mereka tergolong yang sangat suka berbantahan. Sangatlah mudah untuk terjebak dalam debat kusir dengan seorang Yahudi.
Suatu hari, saya berkunjung ke salah satu kawan Yahudi saya, seorang dokter, dan kemudian datanglah teman dokter ini. Orang ini, seorang insinyur, masuk ke rumah tidak sampai dua menit, dan mereka berdua lalu berdebat. Mereka berdebat sampai sekitar satu jam dan kelihatannya keduanya sudah mulai sama-sama panas padahal mereka itu sahabat baik dan bukannya musuh. Mungkin karena pikiran mereka sangat aktif, maka mereka sangat gemar berdebat.
Kejadian lain yang tidak mudah saya lupakan adalah ketika saya sedang berjalan kaki di Yerusalem, dan ada sekelompok perempuan sedang mengobrol di salah satu sisi jalan dan mereka memenuhi bagian trotoar tersebut. Tidak terlintas di pikiran mereka untuk berdiri agak ke tepi supaya tidak menutupi jalan bagi orang lain. Jadi mereka bergerombol sampai menutupi jalan. Pilihan saya adalah tetap di jalur atau mengalah turun ke jalan raya dan mengambil resiko ditabrak kendaraan oleh yang lewat. Atau saya bisa juga memakai gaya Yahudi yaitu menyerobot lewat tengah-tengah mereka sambil mendorong ke kiri dan ke kanan. Karena saya baru tiba dari Inggris dan belum sempat belajar cara ‘berenang di tengah kerumunan manusia ini’, maka saya yang terbiasa dengan sopan santun gaya Inggris berkata, “Permisi, boleh saya lewat?” Pada saat itu, salah satu dari perempuan yang bertubuh gemuk, melangkah mundur dan menginjak kaki saya. Biasanya, jika Anda terinjak kaki seseorang, maka Anda akan berkata, “Oh! Maaf, saya tidak sengaja.” Akan tetapi perempuan ini, dengan tenangnya tetap menginjak kaki saya. Sampai saya harus berkata, “Maaf! Maukah Anda beranjak dari kaki saya?” Lalu dia berbalik dengan wajah keheranan, seolah berkata, “Mengapa kamu menaruh kakimu di sana?” Jadi, kalau kaki Anda sampai terinjak oleh orang lain, maka itu salah Anda sendiri, bukan kesalahan dia.
Sama juga halnya, jika sedang naik bus umum, tidak ada antrian yang rapi seperti yang dilakukan oleh orang Inggris. Jika Anda mengantri, mungkin lebih baik Anda lupakan saja niat Anda untuk naik bus umum. Saat bus datang, maka Anda harus berlomba naik ke dalamnya. Aturannya adalah “kesempatan bagi yang terkuat.” Dan jika Anda kira bahwa yang terkuat pastilah kaum pria, maka Anda keliru. Yang paling ganas saat berebut tempat di bus umum adalah para perempuannya! Mereka menyerobot di antara orang-orang dan Anda akan terdorong ke belakang. Dan saat itu, saya membatin, “Astaga! Bagaimana bisa mengasihi orang-orang semacam ini? Mereka benar-benar keterlaluan!”
Akan tetapi, perwira Roma ini bisa mengasihi orang Yahudi. Nah, jika Anda mengerti seperti apa itu orang Yahudi, maka perwira Roma ini benar-benar luar biasa. Jika Anda pelajari sejarah orang Yahudi pada zaman itu, Anda akan benar-benar kagum bagaimana ia bisa orang mengasihi orang Yahudi. Pada saat pengepungan Yerusalem, orang Yahudi tidak saja memerangi pasukan Roma. Di balik tembok kota mereka juga sedang saling bunuh, hal ini bukanlah hal yang baru bagi mereka. Itu sebabnya mengapa Paulus berkata, “Sebelum kita diubah, kita penuh dengan kebencian dan saling membenci.” Dulu saya bingung dengan ucapan seperti ini. Saya tidak akan berpikir bahwa ada bangsa lain yang seperti ini, yang penuh dengan kebencian dan saling membenci sebelum mereka menjadi Kristen. Akan tetapi, jika Anda mengenal orang Yahudi, maka Anda akan mengerti apa yang dikatakan oleh rasul Paulus.
Perwira Roma ini mengasihi orang Yahudi tidak sekadar dalam artian, “baiklah, kita akan mentoleransi mereka, dan bahkan berusaha untuk menyukai mereka,” akan tetapi dia bahkan membangun rumah ibadah bagi mereka, yang tentunya berbiaya sangat mahal. Ini juga hal yang luar biasa karena orang asing sering kali sangat membenci orang Yahudi, karena orang Yahudi memandang diri mereka sebagai orang-orang yang unggul dalam hal kerohanian dan keagamaan dibandingkan dengan umat lain. Dengan kata lain, jauh lebih mudah mengasihi orang Yahudi yang tidak religius ketimbang yang religius. Dalam pengalaman saya, saya mendapati bahwa orang Yahudi yang tidak religius lebih mudah untuk dikasihi. Mereka berpikiran ‘liberal’ dalam arti memiliki pandangan yang terbuka luas dan sangat terpelajar; mereka tidak memiliki ‘pandangan religius yang picik’.
Hakekat Iman
Seringkali saya melihat hal yang sama juga berlaku pada orang Kristen di zaman ini. Terdapat banyak orang Kristen yang berpandangan sempit, picik, egois dan sombong, sehingga mengasihi orang Kristen justru menjadi sulit. Orang-orang Kristen seringkali tidak menunjukkan kebesaran kasih Allah.
Saya katakan kepada Anda, saudaraku, jika agama Anda membuat Anda menjadi keras kepala, sombong, picik dan berpandangan sempit, maka Anda tidak termasuk orang Kristen yang dikehendaki oleh Allah. Banyak orang Kristen yang sangat ekslusif, karena mereka hanya mau bergaul dengan sesama mereka sendiri. Hal yang sama terjadi di dalam agama Yahudi.
Banyak orang Kristen yang berpandangan sempit karena mereka merasa sangat tidak aman dan terancam. Mereka takut berbaur dengan orang non-Kristen karena mereka takut kehilangan iman mungil yang mereka miliki. Inilah hal yang mau saya bicarakan, yaitu tentang hakekat iman. Jika iman Anda sangat lemah sehingga Anda merasa tidak aman berada di tengah orang-orang non-Kristen, pasti ada yang salah dengan iman Anda.
Ada banyak orang Kristen yang merasa tidak aman jika mereka masuk ke tempat di mana terdapat banyak orang non-Kristen. Mendadak, mereka merasa imannya terancam! “Aku tak bisa berada di sini, aku bisa kehilangan imanku!” Pernahkah Anda merasa terancam seperti ini? Sebagai contoh, perusahaan atau kampus Anda mengadakan pesta, dan Anda mendapati bahwa mereka minum-minum dan berdansa, lalu seseorang datang dan berkata, “Ayo bergabung! Minumlah sedikit.” Segera saja Anda merasa tidak aman, Anda ketakutan dan berpikir, “Astaga! Baru melihat orang-orang berdansa saja imanku sudah mulai goyah.” Anda ingin melarikan diri. Saat Anda melihat gelas anggur lewat di depan Anda, seolah-olah Anda sedang memandang pada cawan maut.
Banyak orang Kristen yang merasa sangat tidak nyaman di antara orang-orang Kristen karena takut iman mereka terancam. Itulah mentalitas yang melingkupi orang-orang Yahudi, rasa tidak aman membuat mereka menjadi angkuh, agresif dan tidak tenang. Kombinasi masalah yang sama ada di antara banyak orang Kristen. Arogansi adalah mekanisme perlindungan. Anda akan berkata, “Aku orang terpilih! Keselamatanku terjamin!” Sangatlah ironis jika Anda harus bersikap angkuh untuk mempertahankan iman mungil Anda agar tidak runtuh.
Anda bisa memiliki iman yang berakar pada Allah di mana orang non-Kristen yang sedang berdansa dengan iringan musik keras yang memekakkan telinga itu tidak akan mempengaruhi Anda. Anda tidak perlu merasa tidak nyaman di tengah orang-orang berdosa. Jika Anda merasa terganggu itu berarti bahwa Anda belum masuk pada kedalaman dan kekuatan iman yang dimiliki oleh perwira itu. Dengan kasih karunia Allah, saya tidak merasa terancam jika berada di tengah pesta dansa ataupun minum. Saya tidak merasa terancam sama sekali. Saya bisa berada di sana dan membawa terang Allah. Hal tersebut tidak meresahkan saya.
Anda mungkin berkata, “Ya, saat Anda bukan orang Kristen, Anda menikmati acara pesta dansa dan sebagainya, jadi Anda pasti terbiasa bergaul dengan orang-orang semacam itu. Saya tidak terbiasa bergaul dengan orang-orang itu. Saya dibesarkan di dalam keluarga Kristen.” Jadi, apakah karena Anda berasal dari keluarga Kristen maka iman Anda sedemikian lemahnya sehingga Anda tidak berani berada di antara orang-orang berdosa? Saya menekankan hal ini karena saya sering menyaksikan betapa banyak orang Kristen yang gelisah saat berada di tengah-tengah orang non-Kristen. Jika Anda memiliki iman seperti perwira ini, maka Anda tidak akan merasa resah seperti itu.
Untuk bertahan saat berada di antara orang non-Kristen, banyak orang Kristen yang seolah-olah berganti kulit. Saat berada di gereja, mereka sangat alim; mereka hafal semua basa-basi orang Kristen. Ketika berada di tengah-tengah orang non-Kristen, secara mendadak mereka berubah menjadi salah satu dari orang non-Kristen itu. Mereka menyimpan kekristenan mereka di kantong, untuk dikeluarkan lagi jika sudah kembali ke gereja. Jadi mereka berganti warna kulit seperti bunglon. Saat berada di kantor, kekristenan mereka tidak begitu kelihatan. Mereka membaur sedemikian rupa agar mereka tidak terlihat berbeda.
Ketika Anda bertemu dengan orang non-Kristen, dan tiba-tiba saja mereka bertanya, “Apakah kamu orang Kristen?” Apakah Anda termasuk orang yang berkata, “Yah, aku memang pergi ke gereja setiap minggu. Tapi aku bukan orang Kristen yang fanatik. Sama sekali tidak! Aku masih cukup waras, aku orang Kristen yang sangat seimbang.” Dan mendadak saja Anda mengubah bahan pembicaraan.
Apa obyek dari iman perwira itu?
Alasan mengapa Anda memiliki iman yang diliputi oleh ketakutan itu adalah karena Anda belum melihat kemuliaan Kristus sebagaimana yang telah dilihat oleh perwira itu. Tidak banyak orang Yahudi yang mempercayai Yesus, akan tetapi orang asing ini tidak takut untuk mengakui kepercayaannya pada Yesus di depan orang Yahudi. Dia meminta teman-teman Yahudinya yang kebanyakannya mungkin tidak percaya pada Yesus, dan berkata, “Tolong! Maukah kalian pergi kepada Yesus mewakiliku, dan mengatakan padanya bahwa hambaku sedang sakit? Aku percaya bahwa Yesus memiliki kuasa untuk menyembuhkan hambaku.” (Luk 7:3). Kira-kiranya berapa dari antara orang-orang Yahudi itu yang menjadi percaya karena diminta perwira ini untuk pergi berbicara dengan Yesus mewakili dia?
Mengapa perwira ini tidak datang sendiri? Dia berkata, “Aku tidak layak untuk memanggilmu datang.” Apa maksudnya tidak layak? Padahal dia adalah seorang perwira yang kedudukannya cukup tinggi. Apa sebabnya rumahnya tidak layak untuk didatangi oleh seorang Yahudi? Orang Yahudi macam apa yang membuatnya merasa tidak layak untuk dikunjungi? Setiap orang Yahudi adalah jajahan dari orang Roma. Dia adalah orang Roma dan orang-orang Yahudi itu adalah bangsa jajahan. Jadi, hal apakah yang dilihat oleh perwira ini di dalam diri Yesus sehingga dia berkata, “Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku“?
Lalu terjadilah percakapan yang luar biasa ini. Dia menjelaskan apa yang telah disaksikannya di dalam diri Yesus. Dia berkata, “Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya..” Perwira ini adalah orang yang terbiasa berurusan dengan kewenangan dan sangat terbiasa memberi perintah.
Di London, saya berkenalan dengan seorang yang pernah menjadi seorang jendral pada masa pemerintahan kaum nasionalis di China. Anda bisa lihat, bahwa sekalipun dia sudah tidak memiliki pasukan dan kekuasaan lagi, tetapi karena dia sudah menjadi seorang jendral untuk waktu yang lama maka dia masih berperilaku seperti seorang jendral. Dia terbiasa duduk di dalam kendaraannya dalam keadaan seolah-olah dia sedang duduk di dalam kendaraan komando militer. Dia duduk tegak seolah-olah semua orang di sekitarnya adalah para perwiranya. Dia sudah menjalani kehidupan semacam itu untuk waktu yang sangat lama sehingga hal itu sudah menjadi pola perilakunya.
Demikianlah, saya mendapati bahwa ini justru luar biasa, ketika orang yang sudah terbiasa memerintah pasukan di medan perang sampai berkata kepada Yesus, “Aku tidak layak untuk menerima kunjunganmu.” Apa yang telah dilihatnya? Dia telah melihat kualitas seorang atasan di dalam diri Yesus. Dia telah melihat bahwa sama halnya dengan cara memerintah di dalam pasukan di mana para prajurit pasti akan taat pada perintah, Yesus hanya perlu mengeluarkan perintah dan segala sesuatu akan taat padanya.
Perhatikanlah hal ini. Ini jelas sesuatu yang butuh pemahaman mendalam! Dia berkata, “Aku memberi perintah kepada bawahanku dan mereka taat padaku. Engkau cukup memberi perintah dan segala sesuatu, bahkan penyakit dan maut akan taat! Aku hanya memerintah pasukan, sedangkan engkau memerintah seluruh alam semesta! Engkau tinggal berkata dan perkataanmu akan terlaksana.”
Dari manakah orang ini mendapat iman semacam itu? “Aku percaya bahwa engkau bisa berkata kepada maut, ‘Mundur! Bangkitlah dari maut!’ dan hal itu akan terlaksana.” Adakah Yesus menemukan iman semacam itu di tengah kalangan orang Israel?
Akankah Yesus menemukan iman semacam itu di tengah Gereja? Apakah Anda memiliki iman semacam itu? Apakah Anda memiliki iman yang memampukan Anda untuk berkata, “Hari ini, Yesus dapat mengucapkan sesuatu dan kehendaknya pasti terlaksana”? Ketika maut hampir merenggut nyawa hambanya, sang perwira itu berkata, “Yesus, berikan saja perintah untuk mengusir dan maut akan pergi meninggalkan korban ini!” Punyakah Anda iman semacam itu pada Yesus?
Siapakah Yesus itu bagi Anda?
Yesus adalah obyek dari iman perwira ini. Tetapi perhatikan konsepnya tentang Yesus. Banyak orang yang memiliki konsep tentang Yesus yang berbeda dengan yang dimiliki oleh perwira ini. Pada masa awal abad 20, Albert Schweitzer, seorang dokter yang menjadi misionaris di Afrika, menulis sebuah buku yang mengungkapkan bagaimana orang banyak memiliki pemahaman mereka sendiri-sendiri tentang Yesus. Dia berkata, “Setiap orang membangun idenya sendiri tentang Yesus. Mereka menulis buku tentang Yesus, dan mereka membayangkan Yesus yang ideal sesuai dengan khayalan mereka sendiri.” Pertanyaannya adalah apakah kita memiliki iman yang berdasarkan khayalan kita atau yang berdasarkan Yesus yang diungkapkan oleh Alkitab. Sang perwira berhasil melihat siapa Yesus itu sebenarnya.
Tahukah Anda siapa Yesus itu? Apakah yang menjadi obyek iman Anda? Apakah Yesus yang Anda bayangkan itu adalah Yesus yang mampu menyelamatkan Anda? Atau dia sekadar Yesus yang telah Anda rekayasa untuk memenuhi selera Anda? Jika demikian, ini berarti bahwa iman Anda tidak lebih dari pemberhalaan.
Kalimat terakhir dari 1 Yohanes 5:21 adalah, “Anak-anakku, waspadalah terhadap segala berhala.” Rasul Yohanes saat itu sedang berbicara kepada orang-orang Kristen. Mungkin Anda berkata, “Orang Kristen tidak percaya pada berhala-berhala! Lalu apa gunanya dia menulis kepada orang-orang Kristen, waspadalah terhadap segala berhala?” Hal itu ditulis karena kita bisa menciptakan berhala lewat pemikiran kita, sama seperti ketika Anda mengidolakan seseorang, bintang film misalnya. Anda sangat sayang dan tergila-gila pada bintang film yang Anda berhalakan di dalam pikiran Anda itu. Akan tetapi apa yang Anda bayangkan itu tidak nyata. Karena orang yang Anda idolakan di dalam benak Anda itu tidaklah sama dengan yang aslinya. Itulah yang disebut dengan menyembah berhala, menyembah sesuatu yang tidak nyata.
Perhatikan apa yang dikatakan oleh perwira ini, “Aku memberi perintah kepada prajuritku dan mereka taat pada perintahku, sekalipun itu berarti kematian bagi mereka. Jika aku berkata, ‘Serbu!’ maka mereka akan menyerbu, sekalipun itu berarti mereka harus mati.” Nyawa semua anak buahnya berada di tangannya. Dia berkuasa atas hidup dan mati setiap prajuritnya; dia bisa memerintahkan orang untuk mati. Dapat Anda katakan bahwa kekuasaan seorang perwira atas anak buahnya dalam sebuah pertempuran adalah mutlak. Pada dasarnya dia berada dalam posisi sebagai Tuan atas anak buahnya karena dia bisa mengirim mereka pada kematian, dan mereka segera maju dan mati. Nah, dapatkah Anda memahami perbandingan yang dibuat oleh perwira itu terhadap Yesus? Dia berkata kepada Yesus, “Kewenanganmu di alam semesta ini bersifat mutlak. Engkau tinggal mengucapkan perintah, dan hal itu pasti terlaksana.”
Perwira melihat bahwa Yesus memiliki kewenangan mutlak atas segala sesuatu
Dikatakan bahwa di lingkungan bangsa Israel iman semacam itu tidak ditemukan, dan saya kira bahkan di Gereja sekalipun sekarang, akan sulit menemukan iman semacam itu. Anda mungkin akan berkata, “Wah, itu tidak adil. Saya percaya bahwa Yesus memiliki kewenangan mutlak.” Memang, banyak orang Kristen mempercayai hal itu secara nalar. Tetapi iman yang nyata, jelas sangat berbeda dengan iman yang sekadar bersifat teori.
Perhatikan hakekat dari iman perwira itu. Imannya sangat nyata, dia tidak sekadar percaya bahwa suatu hari nanti Yesus dapat menyelamatkan jiwanya, tetapi ia percaya bahwa Yesus memiliki kewenangan di sini dan sekarang, atas segala sesuatu di dunia nyata dan dunia rohani. Dia begitu yakin hingga dapat berkata kepada Yesus, “Yesus, engkau bahkan tidak perlu menyentuh orang itu, ucapkan saja dan hal itu pasti terlaksana.” Sama halnya dengan perwira itu, dia cukup berkata, “Pergilah!” dan anak buahnya akan pergi.
Apakah Anda memiliki iman semacam ini?
Banyak orang berkata bahwa mereka ingin melayani Tuhan, akan tetapi mereka tidak punya iman yang nyata untuk melakukannya. Secara teori, ya, mereka percaya bahwa Yesus memegang segala kekuasaan di bumi dan di surga. Lalu mengapa mereka tidak melayani Tuhan? Mereka berkata, “Yah, aku masih harus mengurusi istriku, anak-anakku, bagaimana aku bisa melayani Tuhan? Bagaimana aku bisa bertahan hidup dan memberi makan anak-istriku dan juga diriku sendiri? Aku tidak bisa. Penghasilanku sekarang ini 20 juta, tetapi kalau aku memberitakan Injil, aku hanya mendapat 2 juta. Bagaimana aku bisa melayani Tuhan?” Jadi dia khawatir. Dia khawatir dia tidak dapat mempertahankan standar kehidupannya. Dia takut kalau-kalau anaknya tak bisa bersekolah. Anda memiliki iman yang nyata, bukankah begitu? Jika demikian, percayakah Anda bahwa Yesus dapat berkata, “Aku bisa membiayai kuliah anakmu. Apakah menurutmu Aku tak mampu melakukannya?”
Mungkin Anda berkata, “Iman adalah perkara rohani, tidak ada kaitannya dengan uang. Sejak kapan Allah mengurusi uang sekolah anak-anakku?” Itulah gejala paling jelas dari iman yang tidak nyata. Iman Anda yang tidak nyata itu memandang bahwa Allah bisa menyelamatkan jiwa, tetapi apakah Allah bisa menyelamatkan raga?
Jika Anda tidak percaya bahwa Yesus bisa menyelamatkan Anda secara jasmani, bukti apa yang bisa Anda pegang bahwa dia mampu menyelamatkan Anda secara rohani? Atau dengan kata lain, jika Yesus tidak bisa menyelamatkan Anda di bumi ini, bagaimana dia bisa menyelamatkan Anda di Surga nanti? Atau, apakah iman Anda itu sekadar harapan kosong belaka? “Aku tidak percaya bahwa Yesus bisa menyelamatkan-ku di bumi, tetapi mungkin dia punya peluang yang lebih bagus di Surga.” Jika demikian iman Anda sangatlah berbeda dengan iman pewira ini.
Perhatikan betapa nyata iman perwira ini. “Memang benar bahwa hambaku sekarang ini sedang sekarat, dia sudah menjelang ajal. Namun aku percaya penuh pada engaku. Engkau cukup mengucapnya dan dia akan bangkit.”
Iman yang dimiliki oleh perwira ini sangatlah berbeda. Dia percaya bahwa Yesus adalah Raja di sini dan sekarang juga! Hari ini juga! Dia tidak sekadar percaya bahwa suatu hari nanti Yesus akan menjadi Raja segala raja. Mungkin Anda berpikir, “Suatu hari nanti, ya, suatu hari nanti Yesus akan menjadi Raja segala raja. Sekarang ini, dia tidak memiliki banyak kewenangan, kecuali atas diriku.” Akan tetapi perwira itu percaya bahwa Yesus adalah Raja dan Penguasa pada hari ini! Yesus dapat melakukan segala sesuatu sekarang juga! Dia dapat menyelamatkan Anda secara jasmani dan rohani pada hari ini juga.
Bagi saya ini adalah satu-satunya jenis iman yang masuk akal karena jika saya tidak bisa percaya bahwa Yesus dapat menyelamatkan saya secara nyata di saat saya membutuhkannya, buat apa saya percaya bahwa dia bisa menyelamatkan saya pada suatu hari nanti? Jika Yesus tidak bisa menyelamatkan Anda dari kuasa maut sekarang ini, di mana jaminan Anda bahwa dia memiliki kuasa untuk menyelamatkan Anda dari maut di masa mendatang? Bukankah itu sesuatu hal yang logis?
Iman yang menyelamatkan adalah iman yang nyata
Saya tak pernah lupa pada kakek saya, seorang pendeta yang memiliki iman yang nyata kepada Allah. Dia melayani di Fujian dan pada waktu itu terdapat banyak harimau di wilayah pegunungan Fujian. Akan tetapi dia melintasi sepanjang pegunungan dan memberitakan Injil kepada penduduk pedesaan sendirian tanpa berbekal senjata apapun. Orang-orang berkata padanya, “Belakangan ini harimau-harimau semakin kelaparan dan sudah banyak orang yang dibunuh oleh mereka.” Namun dia tetap pergi melintasi pegunungan dengan sukacita dan sepenuh hati. Dia tidak takut pada harimau.
Anda mungkin berkata, “Ha…ha…Dungu sekali! Sangat berbahaya. Jika aku pergi, aku akan berangkat dengan senapan yang besar. Aku memang percaya kepada Allah, tetapi aku juga percaya pada senapanku – dan seringkali aku lebih percaya pada senapanku. Allah dapat menyelamatkanku di surga, akan tetapi aku harus menyelamatkan diriku sendiri di bumi ini.”
Tak heran jika orang non-Kristen menatap ke arah orang Kristen dan berkata, “Orang-orang bodoh!” Karena bagi mereka jika Allah tak mampu menyelamatkan Anda di bumi ini, bagaimana mungkin Dia bisa menyelamatkan Anda di surga nanti? Lagi pula, Dia bukan sekadar menciptakan langit, tetapi juga menciptakan bumi, sebagaimana yang tertulis di Alkitabmu.” Jadi, akhirnya kita menipu diri sendiri, bukankah begitu?
Saya merasa malu berhadapan dengan orang non-Kristen karena begitu banyak orang Kristen yang terjebak dalam pandangan bodoh semacam itu. Jadi, apakah Anda ingin berkata, “Allah menolong mereka yang berjuang bagi dirinya sendiri”? Dengan kata lain, “Jika Anda membantu diri Anda maka Allah akan menolong Anda”? Akan tetapi ada satu pertanyaan yang tidak Anda perhatikan, “Buat apa Allah menolong saya kalau saya sudah menolong diri saya sendiri?” Dengan kata lain, jika saya pergi ke tengah hutan dengan senapan yang besar, jaket anti peluru dan sepasukan tentara, apa perlu Allah menolong saya lagi?
Jadi kita bisa melihat betapa perlunya kita mengajukan pertanyaan, “Apakah iman Anda nyata atau tidak?” Mungkin Anda akan berkata, “Hati-hati! Anda sedang membesar-besarkan persoalan. Memiliki iman itu bagus, akan tetapi bukan iman yang nyata dalam pengertian seperti itu. Itu namanya mencobai Allah karena jika Anda bisa berangkat dengan senapan besar, tetapi Anda tidak membawanya, berarti Anda sedang mencobai.
Izinkan saya bertanya, “Apakah alasan Anda sesungguhnya? Apakah karena Anda takut mencobai Allah atau justru karena Anda belum memiliki iman yang membuat Anda percaya bahwa Allah mampu menyelamatkan Anda? Saat Anda pergi melayani Allah, menjalankan pekerjaan-Nya, beranikah Anda mempercayakan keselamatan Anda pada-Nya? Punyakah Anda keyakinan bahwa jika Anda harus melintasi hutan yang banyak harimau dan ularnya, maka hewan-hewan itu tak akan menyentuh Anda di dalam perjalanan Anda memberitakan Injil? Apakah Anda memiliki iman yang nyata atau tidak?” Inilah persoalannya.
Kembali kepada kakek saya. Seringkali, dia melihat harimau, dan kadang kala dalam jarak yang cukup dekat. Akan tetapi dia tak pernah diserang oleh harimau. Lalu Anda mungkin bertanya, “Bagaimana mungkin Allah menyelamatkan dia padahal dia sedang mencobai Allah?” Allah melindunginya karena dia tidak pernah mencobai Allah; dia melakukan apa yang memang seharusnya dia lakukan.
Dapatkah Anda membayangkan dia memberitakan Injil sambil memanggul senapan besar di pundaknya? Saya tidak tahu apa yang akan dipikirkan oleh orang-orang non-Kristen di sana jika dia datang dengan senapan besarnya itu. Jika Anda mendengarkan Injil dan si pengkhotbahnya berkata, “Yesus yang saya beritakan ini adalah Raja semesta alam. Segala sesuatu tunduk padanya, kecuali para harimau.” Dengan kata lain, apa yang kita sampaikan pada mereka adalah, “Allahku lewat Yesus sanggup menyelamatkan kamu dari dosa, tetapi Dia tak dapat menyelamatkan kamu dari harimau.” Dengan kata lain, harimau lebih berbahaya daripada dosa. Jadi apa gunanya mengkhawatirkan dosa kalau harimau lebih berbahaya daripada dosa?
Di dalam Alkitab, kita mendapatkan orang-orang yang berangkat memberitakan Injil tanpa takut pada apapun, bahkan terhadap ular berbisa. Saat Paulus dipagut ular berbisa, dia kibaskan saja ular itu. Sekarang ini, kita benar-benar dicekam ketakutan dan sering berteriak, “Tolong! Aku digigit ular! Mana serum anti racun?” Tentu saja, kita harus membuat langkah persiapan yang normal dan masuk akal. Jika Anda digigit ular, tak mungkin Anda sekadar melihatnya saja. Jelas Anda perlu mengambil tindakan medis yang memadai. Paulus bahkan tidak mengambil langkah yang biasa, yang terdengar normal dan sederhana, misalnya berkonsultasi dengan Lukas si tabib yang saat itu duduk bersamanya. Apakah itu berarti bahwa kita tidak boleh pergi ke dokter? Bukan itu maksudnya.
Akan tetapi yang dimaksudkan adalah: perhatikanlah sikap mental dari Paulus. Dia memang digigit oleh ular berbisa, dan tidak disebutkan bahwa Lukas merawat luka gigitan ular itu. Lukas hanya diam dan tenang saja. Racun itu akan menewaskan Paulus dalam waktu sekitar satu menit. Tetapi tidak ada yang panik. Paulus tetap melanjutkan kegiatannya.
Dapatkah Anda melihat apa itu iman yang nyata? Yang saya bahas adalah iman yang nyata yang terdapat di dalam Alkitab. Inilah iman yang menyelamatkan. Apakah Anda percaya bahwa Yesus adalah Raja saat ini dan di sini juga? Apakah Anda yakin bahwa Yesus dapat menyelamatkan Anda dari persoalan jasmani dan rohani?
Iman yang nyata berani mempertaruhkan hidup Anda pada Tuhan
Tentu saja, kita perlu memperhatikan satu atau dua catatan tentang iman yang nyata ini. Karena kita memiliki iman yang nyata, tidak berarti kita boleh bersikap ceroboh dan tidak bertanggung jawab. Hanya karena saya telah mengenal Tuhan sebagai yang dapat melindungi saya secara jasmani, bukan berarti saya boleh secara sembrono mencari penyakit. Kita menerapkan iman yang nyata ini dalam rangka menjalankan tugas kita, di dalam pelayanan kita kepada Tuhan, bukan sekadar untuk melihat apakah Tuhan dapat melindungi kita atau tidak.
Sundar Singh memberitakan Injil di India, dan dia juga memberitakan Injil di Tibet. Hampir seluruh hidupnya dihabiskan di wilayah hutan-hutan India, yang tentunya dipenuhi oleh harimau, macan tutul dan ular. Di India, ribuan orang mati digigit ular berbisa setiap tahunnya. Dan ratusan orang mati digigit harimau serta macan tutul. Akan tetapi, Sundar Singh selalu melintasi hutan-hutan tanpa membawa senjata dan dia juga sering tidur di tengah hutan. Dia tidak pernah dilukai oleh binatang liar. Apakah dia sedang mencobai Allah? Tentu saja tidak. Dia memiliki iman yang nyata seperti iman perwira itu. Dia tahu bahwa saat dia melayani Tuhan, saat dia hidup untuk Allah, tidak ada seekor binatang, ular atau apapun yang dapat melukainya.
Apakah Anda memiliki iman yang nyata seperti ini? Apakah Anda memiliki kepercayaan bahwa Tuhan juga berkuasa penuh atas kebutuhan keuangan Anda? Saat Anda berani mempertaruhkan nyawa Anda bagi Dia, itulah iman yang nyata. Itulah jenis iman yang menyelamatkan.
Iman yang nyata adalah kesaksian yang penuh kuasa
Hanya jenis iman seperti ini yang merupakan iman yang akan menimbulkan kesan bagi dunia di mana orang-orang non-Kristen akan berkata, “Yah, jika imanmu seperti itu, aku tahu bahwa Allahmu itu nyata.”
Saudara-saudaraku, saya bisa saja berkhotbah pada ibu saya sampai mulut saya kering, akan tetapi ibu saya tidak akan pernah mau percaya kepada Allah. Dia adalah orang yang menolak Injil habis-habisan karena dia adalah orang yang sangat skeptis. Jika Anda memiliki ibu atau ayah atau anak yang tidak percaya kepada Injil, Anda bisa saja berkhotbah sampai mulut Anda kering tetapi mereka tetap tidak mau percaya. Satu-satunya hal yang bisa membuat ibu saya mau datang kepada Allah adalah karena dia telah melihat apa yang Allah kerjakan di dalam hidup saya. Dia melihat tahun demi tahun, dan memang membutuhkan waktu beberapa tahun sampai dia berkata, “Wah! Allah yang kamu percayai ini memang benar-benar sejati, aku bisa menyaksikan sendiri bahwa Allahmu ini adalah Allah yang benar-benar ada.” Kesaksian hidup sayalah yang membawa dia kepada Allah.
Di sepanjang hidupnya, dia hanya mendengarkan saya memberitakan Injil sekali saja. Dia tak pernah ikut duduk di antara jemaat untuk mendengarkan khotbah saya. Dan sebelum dia menjadi Kristen, dia tak pernah mendengarkan khotbah saya entah melalui kaset atau secara langsung. Hal ini menunjukkan kepada Anda bahwa dia tidak menjadi Kristen karena apa yang saya ucapkan. Ketika pertama kali saya bersaksi padanya, dia sangat menentang Injil dan saya tidak membicarakannya lagi. Saya tidak mau memaksakan Injil kepadanya. Saya mengetahui titik balik di dalam hidupnya datang ketika dia menyurati saya setelah saya lulus kuliah. Di surat itu dia berkata, “Setelah mengamati selama sekian tahun, bukan tentang apa yang kau ucapkan melainkan apa yang telah Allah kerjakan di dalam hidupmu, dan itu tepat seperti apa yang Dia nyatakan akan dikerjakan-Nya, aku bisa melihat bahwa Allahmu itu nyata.”
Dia tahu persis kehidupan saya. Dia tahu bahwa saya tidak punya uang. Bagaimana mungkin orang yang tidak punya uang bisa kuliah sampai enam tahun? Dia tahu bahwa saya tidak punya ijin kerja di Inggris jadi saya tidak bisa bekerja di sana. Dia tahu bahwa Inggris kelebihan pendatang sehingga siapapun yang ingin mencari kerja di sana, akan disuruh pergi. Setiap kali dia bertanya, “Bagaimana cara kamu hidup di sana?” Saya menjawab, “Dialah yang memenuhi segala kebutuhanku. Dia memeliharaku seperti anak-Nya.” Tahun demi tahun, dia menanyakan, “Bagaimana cara kamu hidup di sana?” Dan saya menjawab, “Allahku, Dia yang menghidupiku.” Dan dia melihat hasilnya dan berkata, “Aku tak tahu bagaimana caranya, tetapi Allahmu itu nyata! Dia benar-benar ada!” Selanjutnya, dia paham bahwa Allah yang bisa menyelamatkan Anda secara jasmani, pasti bisa menyelamatkan Anda secara rohani. Memang Allah bisa. Jadi secara perlahan, hatinya berubah sampai pada suatu hari dia berlutut bersama saya, dan air mata mengalir di wajahnya, dan dia menyerahkan hidupnya kepada Tuhan.
Itulah iman yang nyata. Iman yang memiliki obyek yang jelas. Anda kenal siapa Yesus itu. Anda tahu bahwa dia adalah Raja segala raja, dan kepada dialah segala kuasa di langit dan di bumi telah Allah Bapa serahkan. Apakah Anda percaya? Bukan hanya di surga, tetapi juga di bumi ini. “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi” demikian kata Yesus di dalam Matius 28:18. Saudara-saudara, tahukah Anda bahwa Yesus memegang kendali atas hidup Anda setiap hari? Seperti itukah iman Anda?
Iman yang nyata akan mengubah Anda
Perhatikan juga kualitas dan hasil dari iman ini. Saya katakan sejak awal bahwa perwira ini adalah orang yang mengasihi. Inilah hasil dari iman yang nyata. Iman yang nyata adalah iman yang mengubah watak Anda. Ia mengubah Anda.
Tidakkah Anda heran mengapa begitu banyak orang Kristen di gereja yang tidak ada bedanya dengan ketika mereka masih non-Kristen? Mereka yang sekarang ternyata sama saja dengan yang dulu. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa tadinya mereka tidak berlabel “Kristen” tetapi sekarang mereka memiliki label itu. Hanya itu saja bedanya. Jika Anda amati, hidup mereka sebelum dan sesudah menjadi “Kristen” sama saja.
“Iman” yang semacam ini tidak ada kuasanya, tidak mengerjakan apa-apa. Akan tetapi jika Anda memiliki iman yang nyata di dalam Yesus, kuasanya sangat besar. Yesus and Bapa di surga akan datang ke dalam hidup Anda jika Anda memiliki iman yang nyata dan Anda akan menjadi orang yang berbeda. Itu sebabnya mengapa hanya iman yang nyata yang merupakan iman yang menyelamatkan, yaitu yang membuat seseorang menjadi ciptaan baru. Allah mengerjakan hal itu hanya melalui iman jenis ini.
Jika Anda sekarang ini mengaku sebagai ciptaan baru di dalam Kristus, tetapi ternyata hidup Anda tidak menunjukkan itu, lelucon macam apakah itu? Benar-benar lelucon yang sangat buruk. Sebelum Anda menjadi orang Kristen, Anda sering bertengkar dengan istri atau suami Anda, setelah menjadi “Kristen”, ternyata Anda masih sering bertengkar juga. Lalu apa bedanya antara Anda yang “Kristen” dengan yang belum Kristen? Orang Kristen macam apakah Anda jika perilaku dan watak Anda belum berubah? Jika Anda memiliki iman yang nyata pada Juruselamat Anda, akan ada banyak perubahan. Saya tidak bermaksud menyatakan bahwa Anda akan menjadi sempurna dalam semalam, akan tetapi Anda akan tahu bahwa perubahan sedang berlangsung, “Aku sudah berbeda sekarang. Sesuatu telah terjadi dalam hidupku.” Itulah efek dari iman tersebut.
Iman yang tidak nyata akan menjerumuskan Anda ke neraka
Terakhir, apa yang akan terjadi jika Anda tidak memiliki iman yang nyata ini? Jika Anda mengira, “Baiklah, aku bukan orang Kristen super. Aku sudah cukup puas menjadi sekadar “Kristen” dari pada bukan Kristen sama sekali.” Anda keliru! Yesus berkata di Matius 8:12, “Kalau kamu tidak memiliki iman yang nyata ini, harinya akan tiba ketika anak-anak Kerajaan dicampakkan keluar pada kegelapan yang paling kelam. Di sana akan ada ratap tangis dan kertakan gigi.” Anak-anak akan dicampakkan keluar!
Anda mungkin saja seorang anak. Anda mungkin “orang Kristen,” akan tetapi ada anak-anak yang akan dicampakkan keluar. Bukan saya yang mengatakannya. Yesus yang mengatakan itu di ayat 12, “Sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap.” Di dalam Alkitab, “kegelapan yang paling gelap” adalah istilah lain untuk neraka. Demikianlah, saya tidak peduli doktrin apa yang Anda pegang. Saya berdiri di sini bukan untuk mempertahankan doktrin. Saya berada di sini untuk menguraikan Alkitab. Di sini, Alkitab menulis dengan sangat gamblang dan saya minta Anda untuk menentukan sendiri apakah ini memang benar-benar ajaran Tuhan.
Anak-anak Kerajaan Allah bisa tidak jadi menerima warisan karena mereka harus terbukti layak untuk menjadi anak, jika dia ingin tetap menjadi anak. Itulah aspek lain dari pengajaran Yesus yang akan kita bahas berikutnya. Pada masa sekarang ini kita sedang berada di dalam masa uji kelayakan untuk menjadi anak, kita masih belum menjadi anak seutuhnya.
Rasul Paulus berkata di dalam Roma 8:23, “Segenap makhluk menunggu saat pengangkatan kita sebagai anak.” Jadi, kita memang sudah disiapkan untuk menjadi anak-anak, dan kedudukan sebagai anak itu nanti akan digenapkan. Matius 8:12 mungkin akan membuat Anda merasa sangat tidak nyaman dan tidak aman, akan tetapi jika Anda tidak memiliki iman yang nyata, tentunya Anda akan merasa tidak aman. Lebih baik merasa tidak aman ketimbang menipu diri sendiri.
Punyakah Anda iman yang nyata itu?
Sebelum ditutup, saya ingin menanyakan sekali lagi, apakah obyek dari iman Anda sudah benar? Yesus yang Anda percayai, apakah dia itu Yesus yang adalah Penguasa atas langit dan bumi? Apakah iman Anda berani mempercayakan kepada Yesus segala sesuatu di dalam kehidupan Anda setiap harinya? Atau apakah Anda mulai khawatir jika kesehatan Anda agak memburuk? Atau apakah Anda mulai khawatir jika keuangan Anda memburuk? Jika Anda khawatir, hal itu menunjukkan kepada Anda bahwa Anda tidak memiliki iman yang nyata. Apakah watak Anda telah diubahkan sejak Anda menjadi Kristen? Apakah Anda sudah semakin mengasihi? Bagaimana hubungan Anda dengan suami atau istri dan anak-anak? Jika Anda tidak semakin mengasihi, jika Anda belum diubah, maka iman Anda bukanlah iman yang nyata.
Dan terakhir, ingatlah hal ini, bahkan sekalipun Anda mengklaim sebagai anak sekarang ini, pada Hari itu ketika Allah mendapati bahwa Anda belum memiliki iman yang nyata, Matius 8:12 menyebutkan, “Sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap.” Camkanlah hal ini baik-baik. Yesus menyampaikan hal yang sejujurnya, tak peduli apakah hal itu menyenangkan hati kita atau tidak. Dia menyampaikan kebenaran. Namun jika Anda masih belum memiliki iman yang nyata, maka berdoalah, “Tuhan, berilah aku iman yang menyelamatkan, yang sangat kubutuhkan ini. Ubahlah iman dangkal yang kumiliki ini menjadi iman yang sejati.”