Pastor Eric Chang | Matius 8:18-22 | Lukas 9:57-62 |

Kita melanjutkan pembahasan ajaran Yesus di Lukas 9:57-62. Ini adalah bacaan yang sangat penting:

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: “Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.” Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Lalu Ia berkata kepada seorang lain: “Ikutlah Aku!” Tetapi orang itu berkata: “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.” Dan seorang lain lagi berkata: “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.” Tetapi Yesus berkata: “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”

Perikop yang sejajar ada di Matius 8:19-22

Lalu datanglah seorang ahli Taurat dan berkata kepada-Nya: “Guru, aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.” Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: “Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.”

Kita akan membahas dari perikop di Lukas karena bacaan di Lukas lebih terperinci.

Apa sebenarnya yang sedang disampaikan oleh Yesus di sini?


Perhitungkan biaya sebelum mengikutinya

Yesus sedang berjalan bersama murid-muridnya dan seseorang datang dan berkata, “Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.” Jelaslah bahwa orang ini sangat terkesan dengan kehidupan dan pengajaran Yesus yang mendorongnya untuk mengungkapkan komitmen yang luar biasa ini, “Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi”.

Seperti perwira yang di pesan yang lalu, orang ini telah mulai melihat kemuliaan Kristus. Dia telah melihat banyaknya perkara ajaib yang dikerjakan oleh Yesus, dan dia berkata, “Tuhan, kemanapun engkau pergi, aku akan mengikut engkau.” Tetapi jawaban Yesus tampaknya seolah-olah disampaikan untuk mematahkan keinginannya yang berapi-api itu.

Hari ini, jika ada seseorang yang berkata, “Aku akan mengikut Yesus,” maka Anda akan bersorak, “Hore! Puji Tuhan! Halleluyah!” Khususnya jika dia berkata, “Aku akan mengikut Tuhan ke mana saja.” Akan tetapi Yesus tampaknya malah mengguyurkan seember air dingin ke atas kepalanya, seolah-olah berkata, “Tenang dulu.” Mungkin Anda akan berpikir, “Oh? Ini bukan psikologi yang bagus. Ada orang yang berkata, ‘Aku mau ikut,’ tetapi jawabannya malah, ‘Tidak, dengarkan aku dulu.'”

Yesus berkata kepada ahli kitab itu, “Biar kuberitahu kamu sesuatu. Serigala punya liang. Dan apakah kau melihat burung-burung di udara? Mereka semua punya sarang. Tetapi aku, Anak Manusia, aku tidak punya tempat bahkan untuk menaruh kepalaku.” Dengan kata lain, Yesus sedang menyatakan kepada orang ini, “Sebelum kamu berkata mau ikut aku kemanapun Aku pergi, pertama-tama kamu harus pertimbangkan dulu tentang apa saja yang berkaitan dengan hal menjadi muridku.”

Yesus tidak pernah memanfaatkan perasaan seseorang. Dia tidak mencoba untuk memacu emosi orang-orang dan dalam luapan emosi itu, mereka lalu berkata, “Bagaimana kalau kita mengikut Yesus?” Lalu yang lainnya terpancing dan berkata, “Ya! Kita akan mengikut Yesus!” Yesus tidak pernah memompa semangat Anda lalu mengambil keuntungan dari luapan semangat Anda. Anda tidak akan pernah menemukan Yesus menginjil dengan cara ibadah massal diiringi paduan suara ribuan orang untuk membakar semangat orang banyak. Tidak pernah!

Musik dan jumlah himpunan massa memiliki dampak yang luar biasa pada manusia. Cara itulah yang dipakai secara efektif oleh Hitler. Jika Anda menyaksikan film tentang Perang Dunia II, Anda akan melihat betapa mengesankan cara Hitler berpidato diiringi dengan parade bendera-bendera merah dengan lambang swastika dan iringan musik militer yang sangat menaikkan semangat. Semuanya diatur dengan tujuan untuk membangkit emosi orang banyak!

Namun perhatikan bahwa Yesus tidak pernah memakai cara-cara seperti itu. Dia malah mengguyur orang itu dengan air dingin. Sering kali, ketika orang-orang yang berkata bahwa mereka mau ikut Tuhan, saya akan berkata, “Tahukah Anda tentang kesukaran yang terkait dengan hal menjadi orang Kristen? Tahukah Anda ongkos untuk menjadi orang Kristen?” Mengapa Yesus berlaku seperti ini? Karena dia ingin agar setiap orang memperhitungkan dulu ongkosnya sebelum membuat komitmen.

Di tahun 1952, ketika saya masih di China selama masa Perang Korea, para perwira militer datang ke sekolah kami dalam rangka propaganda perang untuk merekrut prajurit atau yang mereka sebut “sukarelawan”. Dan ada banyak anak yang menggunakan berbagai cara untuk membangkitkan emosi sesamanya. Mereka berpidato sambil menangis-nangis, “Negeri kita dalam bahaya! Bangkitlah, marilah kita mempertahankan negara kita yang tercinta!” Dan ada satu orang di kelas kami yang bernama Zhang yang terpancing emosinya sampai dia menangis dan menjerit paling keras. Awalnya tak seorangpun yang mau jadi sukarelawan di kelas kami, dan karena tak ada yang mau mengajukan diri, tangisannya semakin menjadi-jadi. Setelah menangis, akhirnya dia berkata, “Aku akan pergi ke Korea dan memerangi orang Amerika.” Setelah dia menyatakan hal tersebut, seorang kawan lain bernama Sun, yang tidak tahan mendengar tangisannya, lalu mengajukan diri sebagai sukarelawan. Namun ternyata pada hari pendaftaran, Zhang tidak maju ke depan. Dia hanya duduk diam di satu sudut. Jadi sekalipun begitu emosional pada awalnya, Zhang ternyata tidak ikut pergi ke garis depan. Dia telah mengerjai kawan yang malang ini dengan membangkitkan emosinya! Hal yang tak pernah bisa saya lupakan adalah tatapan mata Sun yang malang ini. Sebenarnya dia sama sekali tidak mau pergi tetapi dia memberi tanggapan hanya karena emosinya tergugah.

Nah, saya ingin bertanya, apakah orang yang bergabung karena luapan emosi sesaat itu akan menjadi tentara yang tangguh? Jika saya menjadi komandan, saya akan memecat setiap orang yang tidak punya niat untuk berangkat. Saya akan berkata, “Misi ini sangat berbahaya dan sukar, orang yang tidak punya keberanian dan tidak memperhitungkan pengorbanan yang dibutuhkan untuk berangkat, lebih baik mundur sekarang juga.” Hanya prajurit yang tetap mau ikut berjuang sekalipun ia tahu jalannya sangat sukar yang akan bertahan.

Adalah suatu kesalahan yang sangat besar jika Anda menjangkau orang-orang untuk masuk ke dalam Kerajaan dengan mempermainkan emosi mereka. Hanya mereka yang telah memperhitungkan ongkosnya dengan saksama yang akan menjadi prajurit yang paling tangguh. Luapan emosi sesaat tidak akan memampukan Anda bertahan lama di dalam peperangan rohani. Itu sebabnya mengapa ada begitu banyak orang yang mengacungkan tangan di KKR untuk menjadi orang Kristen tidak mampu bertahan lama. Itulah sebabnya mengapa Yesus mengguyurkan air dingin di kepala orang itu, suatu tindakan yang memang perlu dilakukan.


Apakah kelayakan untuk mengikut Yesus?

Apakah makna yang sesungguhnya dari ucapan Yesus itu? Dia berkata kepada orang itu, “Aku tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-ku.” Apa itu artinya? Anda tentu akan selalu bisa menemukan tempat untuk meletakkan kepala, bahkan di taman-taman umum sekalipun. Selalu ada tempat untuk meletakkan kepala, saya pernah mengalami masa ketika saya harus tidur di bangku taman umum. Yesus bisa saja pergi ke padang gurun dan berbaring di sembarang tempat. Bukan itu maksudnya. Maksud dari perkataan Yesus adalah, “Jika kamu mau ikut aku, maka dunia ini tidak bisa menjadi rumah-mu.”


Bersikap tegas dalam hubungan dengan dunia

Inilah poin yang pertama: Jika Anda ingin menjadi murid yang sejati Kristus, Anda harus jelas bagaimana Anda akan berhubungan dengan dunia.

Banyak orang Kristen yang tidak memiliki sikap yang satu ini. Mereka tidak menyadari bahwa mereka hanyalah orang yang lewat saja. Mereka merasa bahwa dunia ini adalah rumah mereka. Jika demikian halnya, maka Anda tidak akan dapat menjadi murid Kristus. Ibrani pasal 11 berkata bahwa Abraham, bapa orang-orang beriman, memandang dirinya hanya sebagai perantau yang sedang melintasi negeri asing. Dan jika kita ingin menjadi murid yang baik, maka kita harus menegaskan apa sikap kita terhadap dunia ini. Jika Anda mengasihi dunia, maka Anda tidak akan dapat menjadi murid Yesus.

Pada saat berbicara tentang dunia, yang dimaksudkan bukanlah gunung-gunung, hewan-hewan ataupun burung-burung. Kata ‘dunia’ di dalam Alkitab mengacu pada sistem yang ada di dunia ini, sistem buatan manusia yang tidak mematuhi Allah. Jadi kita harus jelas. Jika kita mengasihi dunia, sebagaimana yang dikatakan di 1 Yohanes 2:15,

Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu.

Anda tidak bisa melayani Allah dan uang di saat yang bersamaan. Anda harus menegaskan sikap Anda. Dan karena banyak orang Kristen yang tidak memastikan sikap mereka terhadap dunia, maka mereka tidak bisa bertahan lama sebagai orang Kristen. Mereka selalu menginginkan yang terbaik dari kedua sisi. Mereka ingin memperoleh uang dari dunia sekaligus memperoleh Kerajaan Allah juga. Memiliki uang bukanlah suatu dosa. Sikap Anda terhadap uang itulah yang sangat menentukan. Cinta akan uang adalah hal yang akan menghancurkan kita.


Bersiaplah untuk melewati kesukaran dan penderitaan 

Tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala sebagaimana yang diucapkan oleh Yesus juga berarti bahwa Anda harus menderita. Yesus sedang berkata, “Kamu tidak akan dapat mengikut aku kalau kamu tidak bersedia menanggung kesukaran.” Menjadi orang Kristen bisa berarti Anda akan menanggung banyak kesukaran. Anda harus siap. Dan Yesus ingin agar Anda memahami hal ini dengan baik. Alkitab berbicara banyak tentang kesukaran, dan ini bukan karena Tuhan mau menyengsarakan Anda melainkan karena Anda memang akan menderita di jalur pemuridan ini.

Di China dulu, kami tahu bahwa jika kami menjadi orang Kristen, maka kami akan menanggung kesukaran. Kami tak perlu diceramahi tentang hal itu. Jika saya tinggal di China, saya tak akan pernah memperoleh pendidikan; saya tak akan bisa masuk universitas karena saya tak akan diizinkan masuk universitas sebagai orang Kristen. Jadi, sebagai orang Kristen di China, maka saya harus siap untuk menerima kesukaran – yaitu kesukaran dalam bentuk selamanya menjadi buruh. Saya tak akan bisa lebih dari itu. Maksudnya, bahkan sekalipun saya memiliki ijazah sekolah menengah, mereka akan tetap memasukkan saya ke pekerjaan sebagai buruh. Nah, menjadi buruh bukanlah hal yang memalukan. Menjadi buruh juga bagus. Akan tetapi itu berarti bahwa sumbangan saya akan dibatasi hanya dalam bidang itu saja. Saya tidak akan diizinkan untuk mengerjakan hal yang lain. Akan tetapi itu baru kesukaran kecil saja jika dibandingkan dengan kenyataan bahwa saya akan berada di bawah pengawasan pemerintah di sepanjang hidup saya. Saya akan selalu diinterogasi untuk setiap kegiatan saya, hal yang sudah pernah saya alami. Jadi, sebagai orang Kristen, kita harus siap menerima kesukaran.


Belajar disiplin diri

Akan tetapi di dunia yang serba makmur sekarang, saya mendapati bahwa orang-orang Kristen menjadi lembek. Anda harus tetap tangguh. Walaupun lingkungan kita sekarang ini sangat nyaman, tetapi kita perlu belajar banyak tentang disiplin pribadi. Kita tidak perlu mengambil pilihan yang gampang sekalipun pilihan itu tersedia. Sekiranya mungkin, saya ingin agar setiap orang Kristen memiliki semacam disiplin fisik, misalnya dengan berolah raga atau kegiatan lain yang dapat menguatkan jasmani Anda. Displin fisik adalah hal yang bagus untuk tubuh dan jiwa Anda.

Banyak sekali para pelayan dan hamba Tuhan yang terlalu tidak mempunyai disiplin diri. Mereka membiarkan tubuh mereka menjadi tidak sehat karena tidak ada penguasaan diri dalam hal makanan dan olahraga. Hal ini sungguh bukan suatu kesaksian yang baik. Setiap orang Kristen perlu untuk belajar mendisiplin diri sendiri.

Salah satu cara sederhana kita dapat mendisiplin diri kita adalah dengan tidak selalu menikmati hidangan yang lezat. Lewat makanan, kita dapat belajar tentang disiplin pribadi. Sekalipun kita mampu membeli makanan mewah setiap harinya, kita bisa belajar untuk makan hidangan yang lebih sederhana. Biarlah setiap orang Kristen menjadi prajurit yang baik dan berdisiplin. Inilah hal yang dikatakan oleh Paulus kepada Timotius di dalam 2 Tim 2:3. Dia berkata kepada Timotius,

“Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus.”

Begitu juga dengan para orang tua, Anda harus mengajarkan disiplin kepada anak-anak Anda. Ajak mereka berlari atau berolah-raga. Jadikan mereka anak-anak yang tangguh, bukannya anak-anak yang lemah dan gendut. Lihatlah di sekeliling Anda, para murid yang sejati adalah orang-orang yang tangguh dan berdisiplin. Mereka tahu apa arti pengendalian diri. Orang yang manja hanya akan menjadi orang Kristen yang manja. Beberapa orang telah membinasakan anak-anak mereka karena terlalu memanjakan anak-anak mereka. Jadikanlah anak-anak Anda pribadi yang tangguh. Kita harus mengasihi mereka tetapi kita juga perlu bersikap tegas. Disiplin adalah hal yang baik. Mereka akan lebih mengasihi Anda karena Anda cukup mengasihi mereka hingga mau berusaha untuk mendisiplin mereka.

Saya berlatih lari selama kondisi tubuh saya memungkinkan. Dan saya tahu bahwa Billy Graham dulu juga melakukan lari pagi setiap harinya. Itulah tepatnya hal yang dikatakan oleh rasul Paulus mengenai apa yang dia kerjakan buat dirinya di 1 Korintus 9:27, “Aku mendisiplin diriku. Aku bahkan sampai mengendalikannya secara ketat.” Itu adalah ungkapan untuk menunjukkan bahwa dia mendisiplin dirinya sendiri. Orang yang punya disiplin diri tahu bagaimana mengendalikan dirinya dalam hubungannya dengan hal-hal keduniawian. Doa saya adalah agar gereja-gereja kita nanti membangkitkan generasi Kristen yang merupakan laskar Yesus Kristus sejati.


Bersikap tegas terhadap kewajiban-kewajiban duniawi

Hal kedua yang dikatakan oleh Yesus di Lukas 9:59-60 adalah hal yang lebih sulit untuk dipahami.

Lalu Ia berkata kepada seorang lain: “Ikutlah Aku!” Tetapi orang itu berkata: “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.”

Pokok pertama tadi adalah tentang hubungan di antara diri kita dengan dunia. Dalam pemuridan, Anda harus memiliki sikap yang tegas dalam hubungan Anda dengan dunia. Akan tetapi ini bukanlah hal yang mudah apalagi jika hal itu berkaitan dengan masalah kewajiban. Hal inilah yang ditangani di sini.

Yesus berkata, “Ikutlah Aku.” Tetapi orang itu menjawab, “Yah, tapi izinkan aku menguburkan ayahku dulu. Aku punya kewajiban terhadap ayahku. Ayahku sudah meninggal, dan aku harus menguburkannya.” (Orang Yahudi mempunyai kebiasaan mengadakan upacara penguburan selama 7 hari. Dalam beberapa kasus, masa berkabung itu bisa mencapai 70 hari.) Jawaban Yesus terhadap orang ini sungguh mengejutkan, “Ikutlah Aku… Biarlah orang mati menguburkan orang mati.”

Tetapi bukankah kita harus menghormati orang tua kita? Ajaran Yesus di bagian manapun juga menyuruh Anda untuk menghormati orang tua Anda. Malahan di Markus 7:11-12, dia menegur keras orang-orang Farisi karena tidak menghormati ayah dan ibu mereka. Namun di sini, tanggapan Yesus sangat mengejutkan, “Biarlah orang mati menguburkan orang mati.” Sikapnya seolah-olah bertolak belakang dengan apa yang pernah dia nyatakan kepada orang-orang Farisi sebelumnya. Bagaimana cara kita untuk memahaminya?

Kita benar-benar terkejut melihat tanggapan semacam itu karena perintah yang kelima menuntut kita untuk menghormati orang tua kita. Dan Yesus memang sangat mendukung hal itu. Dia berkata, “Aku datang untuk menggenapi Hukum Taurat, bukan untuk meniadakannya.” Jadi bagaimana kita bisa memahami jawabannya yang mengejutkan di ayat  60 itu?


Kasihilah orang tuamu, tetapi kasihilah Tuhan lebih daripada yang lain

Untuk memahaminya, kita harus meninjau bagaimana kita menangani kewajiban-kewajiban kita di dunia. Poinnya adalah: kita tentu saja harus mengasihi ayah dan ibu kita, akan tetapi ada keadaan di mana kita harus membuat pilihan, di mana kita tidak dapat melakukan keduanya. Kita harus memilih satu atau yang lain. Dan itulah hal yang terjadi di dalam bacaan ini.

Pada bagian yang lain, di Matius 10:37, Yesus berkata,

“Barangsiapa mengasihi ayah, ibu, istri, anak laki-laki atau anak perempuannya lebih daripadaku, ia tidak layak bagiku.”

Bagaimana cara kita menerapkannya? Tentu saja kita harus mengasihi ayah, ibu, istri dan anak-anak kita, dan juga orang-orang yang dekat dengan kita. Akan tetapi ketika kita dihadapkan dengan suatu pilihan, maka kita harus mengasihi Tuhan lebih daripada semua yang lainnya. Inilah poin yang sedang dinyatakan oleh Yesus.

Apa pilihan yang terlihat di sini? Setelah perikop ini, di awal Lukas pasal 10, Yesus mengutus para murid untuk pergi memberitakan Injil ke seluruh Israel. Mereka sedang bersiap untuk berangkat. Mereka tak bisa menunggu sampai 7 hari. Mereka tak bisa menunggu satu orang ini menyelesaikan 7 hari upacara penguburan. Pekerjaan Kerajaan sangatlah penting. Hidup kekal bagi banyak orang tergantung padanya. Para murid sedang bersiap untuk pergi memberitakan Injil. Ada berapa banyak orang di Israel yang meninggal dalam seminggu? Jika tradisi ini dipegang terus, maka mereka tidak akan pernah mendengar pesan dari Kerajaan. Mereka tidak boleh menunda pekerjaan selama ada orang yang mengadakan upacara penguburan. Jika Anda bersiap untuk pergi memberitakan Injil dan ayah Anda yang terkasih meninggal, apakah pilihan Anda? Menyelesaikan upacara penguburan atau berangkat memberitakan Injil? Suatu pilihan yang sukar. Tentu saja kita sangat mengasihi ayah kita. Akan tetapi kita mengemban tanggung jawab untuk memberitakan Injil. Manakah yang akan Anda pilih? Para murid harus memilih untuk memberitakan Injil.

Coba pikirkan persoalan orang ini. Dia bisa saja berkata, “Lihat, jika aku tidak menguburkan ayahku, lalu bagaimana aku menunjukkan hormatku kepadanya? Bagaimana kerabatku akan menilai aku sebagai orang Kristen? Kalau aku harus memilih memberitakan Injil pada saat ini karena misi ini lebih penting dan kemudian pergi menguburkan ayahku, apa kata para kerabatku nanti?” Apa yang akan dilakukan oleh kebanyakan orang Kristen di zaman ini. Mereka akan berkata, “Maafkan saya, saya tidak bisa berangkat. Saya harus menguburkan ayah saya.” Bisa saya katakan bahwa bukan hanya 99% yang akan melakukan hal itu, tetapi mungkin sampai 99,9% akan melakukan hal itu. Kebanyakan orang Kristen akan berkata, “Jika aku tidak pergi menguburkan ayahku, maka aku akan mempermalukan Tuhan.” Itulah jawaban berbau rohani yang akan mereka berikan. Setidaknya masih berupa jawaban yang terdengar rohani. Akan tetapi apakah itu rohani?

Akan tetapi dengarkanlah ajaran Tuhan sekalipun hal itu membuat Anda merasa tidak nyaman. Ajaran Yesus memang sangat menusuk. Dia berkata, “Jika kamu berhadapan dengan pilihan ini, lalu apakah pilihanmu? Pilihanmu adalah berangkat memberitakan Injil kalau kamu mau menjadi muridku. Akan tetapi jika pilihanmu adalah menguburkan ayahmu, maka kamu hanya mengerjakan sesuatu yang bisa dikerjakan oleh orang mati. Kamu tidak membutuhkan hidup untuk mengerjakan itu.”

Ada satu prinsip rohani yang sangat penting yang muncul di sini: Anda tidak perlu mengerjakan apa yang bisa dikerjakan oleh orang yang mati secara rohani. Dengan kata lain, ayah Anda meninggal, dan memang bagus kalau Anda mengasihinya. Akan tetapi jika Anda memang mengasihinya, kasihilah dia selagi dia masih hidup. Jika dia sudah meninggal, tak banyak lagi hal yang bisa Anda lakukan buat dia.

Jika ayah atau ibu Anda masih hidup, kasihilah mereka sekarang juga. Ingatlah, mereka tidak akan selalu ada bersama dengan Anda. Suatu hari nanti, mereka akan pergi, sama halnya dengan orang tua saya yang sudah meninggal. Saya juga sangat mengasihi mereka. Jika saya tidak mengasihi mereka di saat mereka masih hidup, maka semuanya akan terlambat kalau mereka sudah meninggal. Akan ada saatnya di mana orang tua Anda akan meninggal. Kasihilah mereka sekarang. Sekaranglah saatnya untuk mengasihi mereka. Sekaranglah saatnya menunjukkan kepada mereka betapa besar kasih Allah kepada mereka melalui Anda.

Akan tetapi ada juga orang yang sangat aneh. Di sepanjang hidup mereka, mereka tidak begitu peduli pada orang tua mereka; mereka tidak menyukai orang tua mereka. Dan ketika orang tua mereka meninggal, mereka membeli peti mati yang terindah buat orang tua mereka. Mereka memborong segunung kembang. Mereka mencari tempat yang terbaik untuk penguburan. Tetapi bagi orang tua Anda, apakah ada bedanya jika peti mati mereka terbuat dari perunggu atau dari kayu? Tak ada manfaatnya buat mereka. Dan mereka juga tidak bisa menikmati segunung kembang yang Anda borong. Alasan mengapa mereka melakukan hal ini adalah karena hati nurani mereka terusik. Mereka berpikir, “Di sepanjang hidupku, aku tidak mengasihi orang tuaku. Sekaranglah saatnya untuk melunasi semua itu. Aku akan membelikan peti mati yang bagus buat mereka.” Jadi hal yang diajarkan oleh Yesus adalah ini: Jika mereka sudah meninggal, tak banyak lagi hal yang bisa Anda kerjakan buat mereka. Jika Anda bisa hadir di saat penguburannya, baguslah. Silakan melakukan yang terbaik bagi mereka.”

Akan tetapi jika Anda dihadapkan dengan pilihan antara melakukan penguburan atau pergi memberitakan Injil, maka setiap murid akan berkata, “Aku harus pergi memberitakan Injil.” Saya menemukan bahwa ada begitu banyak hal yang sedang dikerjakan oleh orang-orang Kristen yang seharusnya bisa mereka tinggalkan saja untuk dikerjakan oleh mereka yang non-Kristen. Tetapi memberitakan Injil adalah perkara yang tidak dapat dikerjakan oleh orang non-Kristen. Akan tetapi orang non-Kristen bisa menguburkan orang mati. Anda tidak perlu mengerjakan hal itu. Itu sebabnya, jika Anda harus memilih, maka pilihlah perkara yang bisa Anda kerjakan tetapi tidak bisa mereka kerjakan. Di dalam banyak bidang pekerjaan, hal yang sama berlaku juga.

Jika Anda memiliki karunia dan panggilan untuk memberitakan Injil, maka itu adalah sesuatu yang bisa Anda kerjakan tetapi tidak bisa dilakukan oleh orang non-Kristen. Jadi pengajaran yang terdapat di sini tepat sama dengan yang diajarkan oleh Yesus di Matius 10:37. Yaitu bahwa, bagaimanapun juga Anda harus mengasihi ayah dan ibu Anda. Akan tetapi jika Anda berhadapan dengan pilihan, maka Anda harus mengasihi Yesus lebih dari mereka.

Sama halnya dengan itu, saya ingin agar istri saya mengasihi saya. Dia harus mengasihi saya dan saya ingin agar dia mengasihi saya. Akan tetapi saya ingin agar dia mengasihi Tuhan lebih daripada saya. Sangatlah penting baginya untuk mengasihi Yesus lebih daripada saya karena inilah hal yang dituntut oleh Yesus. Yesus jauh lebih besar daripada saya, oleh karena itu sangatlah penting agar dia lebih dikasihi daripada saya.

Sesuatu yang indah muncul dari sini. Saat seseorang mengasihi Yesus lebih daripada Anda, maka kasihnya pada Anda tidak akan berkurang, bahkan bertambah. Jadi bagi Anda yang akan menikah: pastikanlah bahwa suami atau istri Anda mengasihi Tuhan lebih daripada Anda. Semakin dia mengasihi Tuhan dia akan semakin mengasihi Anda juga. Inilah hal yang ajaib. Akan tetapi, semakin Anda membawa dia untuk lebih mengasihi diri Anda ketimbang Tuhan, maka kasih mereka kepada Anda juga akan semakin berkurang seiring dengan waktu. Ini adalah hal yang sangat mengejutkan. Saya sendiri masih belum bisa menguraikannya. Akan tetapi ini adalah hal yang benar. 

Jika Anda adalah orang tua, jangan pernah melakukan kesalahan dengan berkata, “Kamu harus mengasihi ayah dan ibumu. Dan setelah itu barulah kamu mengasihi Yesus.” Pada akhirnya Anda akan mendapati bahwa, mereka tidak mengasihi Yesus, dan terlebih lagi, mereka sangat tidak mengasihi Anda. Akan tetapi jika Anda katakan pada mereka, “Kasihilah Yesus lebih daripada ayah dan ibumu. Yesus selalu yang pertama,” maka akan terjadi perkara yang mengagetkan. Mereka akan mengasihi Yesus dan juga semakin mengasihi Anda. Mereka akan mengasihi Anda lebih dari yang biasanya. Ini adalah perkara yang sangat ajaib.

Prinsip yang sama juga terjadi dalam hal mencari dahulu Kerajaan Allah dan segala sesuatu akan ditambahkan pada Anda. Mungkin rahasianya terletak pada saat mereka lebih mengasihi Allah, maka Allah menaruh kasih di dalam hati mereka untuk mengasihi Anda. Jadi semakin suami Anda mengasihi Tuhan, maka semakin dia mengasihi Anda dengan kasih yang lebih murni dan kuat. Semakin istri Anda mengasihi Tuhan, maka semakin dia mengasihi Anda dengan kasih yang murni dan kuat. Jadi tidak ada yang perlu khawatir mengenai ajaran Tuhan ini.

Sangatlah besar kasih Yesus pada ibunya! Dia selalu menempatkan Kerajaan sebagai yang terutama, akan tetapi sangatlah besar kasihnya kepada ibunya. Saya rasa tidak ada seorang anakpun yang mengasihi ibunya lebih dari kasih Yesus. Sekalipun dia sedang tergantung di kayu salib dalam kesakitan dan menjelang ajal, dia masih punya waktu untuk ibunya. Dan di kayu salib itu dia menetapkan rencana buat ibunya, Yesus mengatur agar muridnya yang terkasih akan merawat ibunya. Dan kita juga bisa melihat bahwa ibunya tahu betapa besar kasih Yesus padanya. Dia ikut kemanapun Yesus pergi. Ada berapa banyak ibu yang mengikut anaknya sebagai seorang murid? Sedemikian besar kasihnya kepada anaknya sehingga sampai di kayu salib pun, dia ada di sana.

Jadi, yang Yesus ajarkan adalah di saat menghadapi pilihan, kasihilah orang tua Anda, akan tetapi kasihilah Tuhan lebih dari yang lainnya. Ketika ibu saya meninggal, saya sedang memberitakan Injil di Ontario. Saat telegram yang memberitakan kematian ibu saya tiba, apakah Anda pikir saya langsung menghentikan khotbah saya dan bergegas menuju penguburan ibu saya? Saya sangat mengasihi ibu saya bahkan sampai ke saat ini. Akan tetapi jika saya harus memilih antara memberitakan Injil dan menguburkan ibu saya, saya pilih untuk tetap di tempat dan memberitakan Injil sekalipun hal itu sangat menyedihkan bagi saya. Inilah pilihan yang harus selalu dipegang oleh setiap murid. Saat Anda harus memilih, selalu tempatkan Tuhan di pilihan pertama. Jadi poin yang kedua ini berkaitan dengan kewajiban-kewajiban kita di dunia ini.


Bersikap tegas dengan hal-hal yang telah kita tinggalkan

Dan poin yang ketiga sekaligus menjadi poin penutupnya. Di sini ada orang yang mengatakan hal yang sama kepada Tuhan, “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan.” Lalu dia melanjutkan, “Tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku. (But first, let me say farewell to those at my home, KJV?)” Kelihatannya ini adalah hal yang sangat masuk akal. Setidaknya saya boleh berpamitan. “Tentunya, engkau akan mengizinkan untuk pulang berpamitan. Karena jika tidak, itu berarti aku akan langsung menghilang dari mereka?” Tentu saja, bagian ini tidak memberitahu kita di manakah rumah orang tersebut. Dan mungkin saja rumahnya cukup jauh. Mungkin butuh waktu dua hari perjalanan pulang-pergi.

Akan tetapi itu bukan hal yang dipersoalkan di sini. Yang menjadi persoalan adalah : But first, let me say farewell (tetapi pertama-tama, ijinkanlah aku pamitan. Kata first/pertama-tama tidak terdapat dalam terjemahan LAI tetapi ada di dalam naskah sumber, pent.). “Pertama-tama” ada sesuatu hal yang akan kukerjakan dahulu sebelum aku bisa memberitakan Injil. Yesus segera melihat ada sesuatu yang salah dengan pemikiran orang ini. Di dalam Kerajaan Allah, tidak ada hal yang diutamakan melebihi Tuhan. Kata “pertama-tama (first)” adalah kata yang penting di sini. Jika dia berkata, “Izinkanlah aku pulang berpamitan.” Maka tidak akan timbul masalah. Akan tetapi kata “first/pertama-tama” memiliki makna sangat penting. Jika Anda perhatikan kalimatnya, sepertinya bisa diucapkan dengan kalimat, “Izinkanlah aku pulang berpamitan.” Dan kalimat yang ini tentu saja tidak ada masalahnya. Itulah kalimat yang diucapkan oleh Elisa kepada Elia: “Izinkanlah aku berpamitan dengan orang tuaku.” Dan Elia berkata, “Baik, pergilah.” Akan tetapi di sini, ada kata penting “first/pertama-tama”.

Anda tidak boleh menaruh hal lain di tempat pertama melebihi Allah  Yahweh dan pekerjaan-Nya. Yesus segera melihat ke dalam hatinya dan mengerti apa yang dipikirkannya. Kemudian keluarlah tanggapan dari Yesus. Dia berkata,

“Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”


Jangan terus menerus menoleh ke belakang

Di sini, sangatlah penting untuk melihat dan memahami penekanan dari bentuk kalimat present continuous tense (bentuk waktu sekarang yang berkelanjutan) dalam tata bahasa Yunani, dan penekanan tersebut tidak terungkapkan dengan baik di dalam terjemahan bahasa Inggris (juga dalam bahasa Indonesia). Di dalam tata bahasa Indonesia, kata “menoleh ke belakang” bisa berarti sekadar menoleh satu kali. Akan tetapi di dalam tata bahasa Yunani, sebenarnya hal tersebut harus diterjemahkan “terus menerus menoleh ke belakang”. Artinya, dia terus saja menoleh ke belakang. Coba bayangkan bahwa Anda sedang membajak dengan kepala yang terus saja menoleh ke belakang. Bagaimana Anda bisa membajak sawah?

Dengan kata lain, poin yang terakhir ini berkaitan dengan daya tarik dunia, terhadap hal-hal yang terus saja membuat kita menoleh ke belakang, ke arah dunia. Jika Anda ingin menjadi murid tetapi Anda terus saja menoleh ke arah dunia, dan belum lepas dari ikatan Anda dengan dunia, maka lupakan saja keinginan Anda untuk menjadi murid! Anda tidak akan pernah menjadi murid. Hal ini terlihat di dalam sikap banyak orang Kristen yang tidak mau mematahkan ikatan mereka dengan dunia. Mereka terus saja menoleh ke belakang.

Sebagai contoh, misalnya saya telah meninggalkan pekerjaan saya untuk melayani Tuhan tetapi saya terus saja menoleh ke belakang sambil berkata, “Seandainya saja aku bisa kembali pada pekerjaanku.” Jika demikian halnya, mungkin lebih baik saya tidak pernah memulai pelayanan sama sekali. Menjadi seorang Kristen adalah perkara “menghancurkan periuk Anda”, atau “menenggelamkan kapal Anda”. Tak ada jalan kembali. Ibarat “membakar jembatan pulang”. Hanya ada jalan maju, tidak ada jalan kembali. Pepatah ini berasal dari peristiwa yang terkenal di masa lalu. Seorang jenderal membawa pasukannya menyeberangi sungai dan kemudian ia memerintahkan semua kapal-kapal ditenggelamkan. Dia berkata kepada pasukannya, “Di belakangmu sekarang ini hanya ada sungai. Tidak ada kapal bagi kalian untuk kembali. Kalian akan berperang di sini, dan pilihannya adalah menang atau mati.” Dan tidak sekadar menenggelamkan kapal, dia juga menghancurkan periuk-periuk untuk masak. Dia berkata, “Jika kalian tidak menang, maka kalian tidak bisa mendapatkan makanan lagi.”

Jadi, kita bisa melihat bahwa sikap inilah tepatnya yang diminta oleh Yesus dari murid-muridnya. Majulah ke depan, jangan menoleh terus ke belakang. Sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus, “Melupakan hal-hal yang ada di belakang, kita berlari terus ke depan menuju garis akhir.” Maksudnya adalah, “Bagiku, tak ada jalan mundur. Aku sudah membuat keputusan. Aku akan maju terus ke depan mulai sekarang.” Jika Anda berniat untuk maju melayani Tuhan, janganlah selalu berkata, “Aku akan membuka sedikit celah buatku untuk kembali jika sewaktu-waktu situasi menjadi panas.” Anda tidak akan pernah menjadi murid.


Apakah Anda bersedia menghadapi kesukaran untuk memberitakan Injil?

Kita perlu merangkum ketiga poin tersebut. Menjadi seorang Kristen berarti pertama-tama kita harus menegaskan sikap kita kepada dunia. Kita harus bersedia menanggung kesukaran dan disiplin. Dan orang yang tidak siap untuk menjalankan hal ini tak akan pernah melayani Tuhan. Banyak orang yang berkata kepada saya, “Aku akan melayani Tuhan dan juga menjalani pekerjaanku di saat yang sama.” Tentu saja, akan tetapi apakah yang menjadi alasan yang sebenarnya di balik itu? Memang benar bahwa tidak semua orang mendapat panggilan untuk memberitakan Injil. Akan tetapi ada beberapa orang yang dipanggil untuk itu, dan mereka menolak karena mereka tak sanggup menanggung kesukarannya. Jika Anda berpenghasilan Rp10 juta saat ini, apakah Anda bersedia menerima Rp 1 juta untuk menjadi penginjil? Bersediakah Anda menerima penghasilan yang tinggal 10 persen? Bersediakah Anda menerima standar kehidupan yang terpotong sedemikian rendah? Banyak orang menolak untuk memberitakan Injil karena mereka tak dapat menghadapi kesukarannya. Jadi mereka lalu membuat alasan dengan berkata, “Yah, saya masih bisa melayani Tuhan di gereja.” Tentu saja Anda bisa, tidak ada yang akan berkata bahwa Anda tidak boleh. Akan tetapi apakah itu merupakan alasan yang sebenarnya tentang mengapa Anda tidak melayani Tuhan secara full time?

Di dalam aspek lain dari kehidupan Kristen, misalnya Anda ternyata tidak memberi untuk pekerjaan Tuhan sebanyak yang seharusnya Anda mampu berikan. Jika kita bersedia untuk sedikit mengambil bagian dalam kesukaran, saya yakin bahwa hampir semua orang seharusnya berperan lebih banyak lagi bagi pekerjaan Tuhan di gereja atau di bidang yang lain dalam pekerjaan Tuhan. Dengan demikian, kita mestinya bisa menimbun lebih banyak lagi harta di surga. Kita bisa melakukan lebih banyak hal bagi Tuhan jika kita bersedia memberi lebih banyak bagi Tuhan. Banyak orang berkata, “Bagaimana saya bisa melayani Tuhan?” Nah, inilah bidang pelayanan yang bisa Anda kerjakan – memberi bagi pekerjaan Tuhan. Inilah hal yang bisa dilakukan oleh setiap orang Kristen, bahkan oleh mereka yang masih bersekolah. Daripada membeli es krim lebih banyak, Anda bisa berikan uang itu bagi pekerjaan Tuhan. Namun ketika kita harus memilih antara coca cola atau air putih, kita cenderung memilih coca cola dengan membayar sekian ribu rupiah untuk itu. Sebenarnya, harganya cukup mahal dan berakibat buruk buat gigi Anda karena mengandung terlalu banyak gula. Juga berakibat buruk bagi tubuh Anda. Hanya sekadar terasa enak. Padahal, dokter sudah memberitahu Anda bahwa kandungan gulanya buruk buat kesehatan Anda. Minuman ini juga mengandung sakarin. Jika Anda seorang pria dan Anda mengkonsumsi terlalu banyak sakarin, maka Anda menghadapi resiko terkena kanker kandung kemih. Jadi, Anda bayar sekian ribu untuk merusak gigi Anda, mendapatkan penyakit jantung, dan mengambil resiko kanker kandung kemih, padahal uang tersebut bisa Anda gunakan untuk pekerjaan Tuhan. Aneh, bukankah demikian? Cukup layak untuk dipikirkan.


Apakah saya harus keluar memberitakan Injil atau tinggal demi orang-orang yang saya kasihi?

Lalu yang kedua, kita perlu menegaskan hubungan kita dengan berbagai kewajiban kita di dunia ini, bahkan terhadap mereka yang sangat kita kasihi. Di sanalah tepatnya persoalan kita berawal. Karena kita sangat mengasihi mereka sehingga kasih itu menjadi penghambat. Jika saya harus memberitakan Injil, kadang kala saya harus berada jauh dari rumah untuk waktu sekitar seminggu atau lebih. Suatu hal yang berat bagi orang-orang yang saya kasihi. Berat bagi istri dan anak saya. Apakah saya harus berkata bahwa saya tidak akan pergi memberitakan Injil karena istri saya akan kesepian, bahwa dia akan kesulitan transportasi, dan dia akan menghadapi bahaya karena tinggal sendirian, dan dengan demikian saya tidak akan pergi memberitakan Injil? Saya mau tinggal di rumah saja! Tidak, kita harus menegaskan hubungan kita dengan segala macam kewajiban itu, bahkan kewajiban terhadap orang-orang yang kita kasihi.

Dan terakhir, setiap murid yang sejati bersikap tegas terhadap segala minatnya pada dunia. Dia bersiap untuk membakar jembatan di belakangnya, untuk melayani Tuhan tanpa menoleh terus menerus ke arah belakang.

Di mana kedudukan Anda di dalam gambaran dari ajaran Tuhan ini? Kita berkata bahwa kita mengasihi Yesus. Apakah pernyataan itu tahan menghadapi ujian ini? Jika kita benar-benar mengasihi Yesus, apakah kita memandang ajarannya sebagai hal yang sulit? Biarlah Firman Tuhan menguji hati kita untuk melihat apakah kita ini benar-benar murid yang sejati.

 

Berikan Komentar Anda: