Pastor Boo | Kematian Kristus (6b) |

Hari ini kita akan berbicara tentang “Iman Yesus Kristus”, sebuah istilah yang kurang akrab di telinga banyak orang Kristen. Kita mulai dengan membaca Roma 3:21-22

21 Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi, 22 yaitu kebenaran Allah [melalui iman Yesus Kristus] bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan.

Perhatikan ayat 22, bagaimana kebenaran Allah dinyatakan? Kebenaran Allah dinyatakan melalui iman Kristus Yesus bagi semua orang yang percaya. Beberapa versi terjemahan bahasa Inggris memakai ungkapan “…faith in Jesus Christ for all who believe (iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang percaya).” Dalam kasus ini, iman orang percaya disebut sampai dua kali, dan kali yang kedua sepertinya berlebihan. Akan tetapi, jika diartikan secara harafiah, maka terjemahannya adalah “iman Yesus Kristus”, yaitu iman yang dijalankan oleh Yesus sendiri. Jadi, kebenaran Allah dinyatakan melalui iman yang dijalankan oleh Yesus Kristus.  


KESETIAAN KRISTUS KEPADA ALLAH DAN KEPADA KITA

Di dalam bahasa Yunani, kata ‘iman’ dapat juga diterjemahkan sebagai “kesetiaan”. Jadi, bagaimana kebenaran Allah dinyatakan bagi anda dan saya? Jawabannya adalah melalui kesetiaan Yesus, yakni kehidupannya. Jika anda perhatikan makna iman atau kesetiaan Yesus Kristus, terdapat dua cara untuk memahaminya. Yang pertama adalah mengenai kesetiaan Yesus kepada kita. Ketika Paulus berkata di Galatia 2:20 bahwa dia hidup berdasarkan kesetiaan Yesus, maksudnya adalah dia mengalami kesetiaan Yesus dalam keseharian hidupnya. Anda perlu ingat bahwa Yesus adalah mediator antara Allah dengan kita. Dia harus setia kepada rumah Allah. Hal ini dijelaskan di dalam Ibrani 3:2. Nah, jika anda memikirkan kesetiaan Yesus kepada anda, pertanyaan selanjutnya adalah, apakah anda sudah mengalami kesetiaan Yesus kepada anda? Jika kesetiaannya ditujukan kepada diri anda, sudah tentu anda pasti akan mengalami bukti kesetiaannya kepada anda, sama seperti bukti kesetiaan seorang suami kepada istrinya. Tentu saja, sang istri akan mengalami semua bukti kesetiaan suami, oleh karenanya, sang istri pasti bisa menyatakan bahwa suaminya sudah setia kepadanya. Hal ini juga berlaku di dalam Perjanjian Baru karena Yesus bertindak sebagai suami bagi istrinya, jemaat Allah. Demikianlah, kesetiaan Yesus bisa kita alami setiap hari. Dia menjadi penengah bagi kita, dan dia bekerja bersama dengan Allah bagi keselamatan kita.

Cara kedua untuk memahami kesetiaan Yesus Kristus adalah dengan melihat kesetiaannya kepada Allah. Jadi ada dua ekspresi kesetiaan Kristus di sini, yang satu untuk kita dan yang satunya lagi untuk Allah. Sangat teguh kesetiaan itu dia jalankan sampai dengan kematiannya di kayu salib (“dalam darah-Nya”, Roma 3:25). Akan tetapi, Kitab Suci tidak mengizinkan kita menjadi pasif. Jika anda berbicara tentang keselamatan, tema ini mengacu pada tindakan yang aktif. Keselamatan tak pernah bersifat pasif. Dalam kesetiaannya kepada Allah, dia menjalankan karya penebusan. Itulah cara Allah menunjukkan kebenaran-Nya. Roma 3:25 menguraikan isi ayat 22, dan keduanya menekankan pada wujud (ayat 22) atau pengungkapan (ayat 25) dari kebenaran Allah. Allah menunjukkan hal itu melalui kesetiaan (ayat 25) atau kesetiaan Yesus Kristus (ayat 22). Yesus hidup di dalam ketaatan dan tidak pernah goyah; dia tetap setia sampai saat kematiannya di kayu salib (“dalam iman, dalam darahnya”, ayat 25). Demikianlah, kita ditebus dan diselamatkan oleh kesetiaan Yesus kepada Allah.


BERPARTISIPASI DALAM KESETIAAN YESUS KRISTUS

Dengan pemahaman semacam ini, maka pandangan kita tentang iman dalam Kristus akan berbeda. Kita harus mengikuti kesetiaannya kepada Allah. Di dalam Roma 3:26, kembali Allah menyatakan kebenaran-Nya dengan cara membenarkan orang yang memiliki iman Yesus Kristus! (silakan periksa terjemahan bahasa Inggris versi Darby, Young’s Literal, atau Duoay-Rheims Catholic Bible). Saat kita pahami kehidupan dan kesetiaannya kepada Allah, maka kita dapat meniru, mengikuti dan berpartisipasi dengan cara yang sama. Seperti yang disampaikan di 1 Yohanes 2:6, mereka yang tinggal di dalam dia harus hidup seperti dia hidup. Itu sebabnya mengapa kita membahas kesetiaan Yesus sebagai contoh hidup yang nyata. Dia adalah model utama, contoh utama, model yang paling sempurna dari kesetiaan kepada Allah.

Dua anak saya mengajak saya membahas tentang covid-19. Mereka menguatirkan diri saya. Pertama-tama, usia saya sudah 60 tahun. Jika saya terjangkit corona, maka peluang mati bagi saya sangatlah tinggi. Tentu saja, jika anda berusia 70, 80 atau 90 tahunan, maka peluang itu menjadi semakin tinggi. Bukan hanya berusia 60 tahun, saya juga seorang pria. Data yang ada cenderung menunjukkan jumlah korban lebih banyak di kalangan pria. Dan itu berarti saya masuk ke dalam kategori resiko tinggi. Masih ada satu masalah lagi, saya mengidap diabetes, dan ini membuat resiko saya semakin tinggi. Putra saya, Benjamin, menganjurkan saya untuk rajin berolah raga untuk menguatkan daya tahan tubuh saya. Dengan rajin berolah raga, maka saya tidak mudah ditundukkan oleh virus ini.

Namun, pokok yang penting bagi kita adalah: kebanyakan orang sekarang berbicara tentang kedatangan Yesus. Nah, kita tidak perlu menguatirkan hal itu karena maut sudah di depan pintu kita. Jika saya terjangkit Covid-19, maka peluang mati bagi saya sangatlah tinggi. Sebagian dari anda mungkin bisa ikut merasakannya. Apakah kita harus menunggu sampai Yesus datang untuk membuktikan kesetiaan kita? Bukankah kesetiaan kita kepada Allah sudah dituntut di sepanjang hidup kita? Sekalipun saya nanti mungkin terjangkit dan meninggal, saya berharap Yesus akan berkata kepada saya, “Mari sini, hambaku yang baik dan setia.” Mengapa disebut baik dan setia? Karena anda mengikuti jejak langkahnya. Iman kita di dalam Kristus selalu ditunjukkan oleh langkah kita dalam mengikuti jejaknya. Nah, inilah pokok yang penting. Kita tidak bisa menghindari tuntutan untuk menjadi serupa dengan Kristus. Sejak awal mula, Allah sudah merencanakan untuk menjadikan kita serupa dengan Kristus Yesus (Roma 8:29). Yesus adalah model rohaninya. Allah, melalui kuasa Roh Kudus-Nya, akan mewujudkan hal itu di dalam hidup kita. Proses ini disebut dengan pembenaran (justification). Dia menjadikan kita orang benar. Sama seperti wujud kebenaran yang Dia tunjukkan melalui putra-Nya, Yesus, sekarang Dia juga akan menunjukkan kebenaran-Nya melalui kita yang mengambil bagian dalam kesetiaan putra-Nya, Yesus.

Itu sebabnya saat kita membahas tentang pengorbanan kematian Yesus, perlu kita tanyakan, “Bagaimana supaya teladan Yesus ini bisa muncul sempurna di dalam hidup saya?”. Ini bukan sekedar masalah pertobatan. Tentu saja, kita perlu bertobat, tetapi urusannya lebih besar dari itu. Persoalannya adalah komitmen dalam mengikuti jejak langkah Yesus. Saya senang dengan isi buku dari dua orang penulis yang membahas tentang pokok ini. Yang satu berbicara tentang komitmen kepada Allah tanpa peduli apapun pengorbanannya, seperti yang sudah dijalankan oleh Yesus. Penulis yang satunya lagi memakai istilah ‘penyaliban’. Makna istilah ini adalah mengikuti jejak langkah Yesus menuju salib. Anda bisa saja percaya bahwa Yesus telah mati disalibkan, hal itu masih merupakan penerimaan nalar, masih belum disebut sebagai iman yang alkitabiah. Untuk masuk ke sisi rohaninya, maka kita perlu merenungkan kematian Yesus dari sisi subyektifnya. Dan itu berarti bahwa kita perlu mengikuti jejak langkahnya, setia sampai mati. Hal ini melibatkan keikutsertaan dari kita.

Bagian yang ini sudah hilang dari pemberitaan Injil zaman modern. Kita belum memanggil orang untuk mengikuti jejak Yesus di jalan salib. Kita hanya berseru bahwa Yesus sudah mati bagi semua orang dan mereka tinggal datang dan ikut menikmati manfaatnya. Itu saja! Kita tidak menyerukan kepada mereka untuk mengikuti jejak langkah Yesus di dalam penderitaan dan kematiannya. Bukankah Yesus sendiri sudah berkata, “Barangsiapa ingin mengikut aku, dia harus menyangkal dirinya, memikul salib dan mengikut aku”? Dia menyebutkan hal ini dalam tiga atau empat kesempatan, tetapi gereja zaman sekarang menghapus bagian ini dalam penginjilan mereka. Perintah Yesus tentang pemuridan memang sangat berat. Kita tidak akan kesulitan untuk ‘percaya’, dalam arti sekedar menerima kebenaran suatu peristiwa, yakni bahwa Yesus telah mati bagi anda. Siapa yang tidak ingin menikmati pengampunan dan keselamatan? Kita punya mata tetapi tidak melihat, kita punya telinga tetapi tidak mendengar. Ada yang curiga bahwa pengabaian ini memang disengaja karena hanya sedikit orang yang mau mengikut Yesus, hal yang akan membuat gereja hanya akan mendapatkan sedikit jemaat. Zaman sekarang, banyak gereja berpandangan bahwa jumlah jemaat lebih penting daripada kualitasnya.


APAKAH SAUDARA SIAP MENGHADAPNYA?

Saya harap anda mulai mengerti. Hal yang penting bagi saya sekarang ini adalah apakah saya setia kepada Tuhan atau tidak? Apakah saya menaati perintahnya? Apakah saya menuju arah yang benar? Apakah jalur yang saya pilih ternyata sama dengan orang dunia? Jika covid-19 memang harus memberi dampak bagi kehidupan rohani kita, seharusnya dampak itu berwujud kesadaran kita di hadapan Allah. Setidaknya, virus ini harus membantu kita memahami apakah hidup kita sudah setia kepada Allah atau belum. Demikianlah, kita punya semua alasan untuk takut karena mungkin kita ternyata tidak siap menghadap kepada-Nya. Saat orang memikirkan tentang kedatangan Yesus yang kedua, yang mereka bayangkan adalah peristiwa yang mungkin masih jauh di depan. Akibatnya, kebanyakan orang tidak berbuat apa-apa. Mungkin ketika maut menjadi sangat nyata, atau ketika anda menyaksikan kematian orang yang anda kasihi, barulah anda mulai berlutut di hadapan Allah dan berseru kepada-Nya. Seharusnya kita selalu berada dalam keadaan siap menghadap kepada-Nya, dan tidak menghadapi peristiwa itu dalam keadaan tidak siap. Covid-19 hanya sebuah kejadian, akan selalu ada kejadian yang berikutnya. Mengapa kita harus menunggu terjadinya hal-hal semacam ini? Mengapa tidak segera datang kepada Allah dan belajar untuk menjalin hubungan dengan-Nya?

Saya pernah menyaksikan rekaman sebuah kecelakaan di Singapore, lokasinya di dekat Rumah Sakit Queen Elizabeth. Ada sekumpulan pejalan kaki yang sedang berjalan dengan santai di atas trotoar. Mendadak saja ada sebuah mobil dengan kecepatan tinggi tampak kehilangan kendali lalu naik ke trotoar, dan menabrak banyak pejalan kaki di sana. Ada yang tergilas oleh mobil tersebut. Mobil itu akhirnya berhenti karena menabrak kendaraan lain dari arah depan. Akhirnya pengemudi mobil itu merangkak keluar lewat jendela, dan pergi begitu saja! Para pejalan kaki ini tidak tahu apa yang terjadi pada diri mereka. Sebagian dari mereka mendadak tewas di tempat. Demikianlah, dalam satu kejadian, mendadak anda melihat tubuh anda sendiri tergeletak kaku di pinggir jalan. Paling sedikit ada satu pria dan dua wanita yang tewas di tempat. Pejalan kaki yang lain tidak tertabrak langsung. Mereka ikut terjatuh, tetapi kemudian mereka bangkit berdiri lagi dan melanjutkan perjalanan mereka. Dari apa yang saya tonton, hal yang mengejutkan adalah tak ada yang peduli untuk menolong para korban! Semua bergegas melanjutkan perjalanan mereka. Hal ini menunjukkan seperti apa kondisi rohani di sebuah kota yang sangat makmur.

Di Hong Kong, ada seorang saudara seiman yang baru saja bertobat. Dia sedang berdiri di halte bus, menunggu bus. Sementara itu, ada sebuah kendaraan yang dikemudikan oleh seorang perampok. Perampok ini sedang melarikan diri dari kejaran polisi. Para perampok ini kehilangan kendali atas mobil mereka, dan mobil mereka meluncur tepat ke arah halte bus. Saudara ini tewas di tempat. Demikianlah, kita tidak boleh mengandalkan apapun. Saya tidak ingin menakut-nakuti anda dengan berbagai peristiwa ini. Akan tetapi, kita memang harus benar-benar merenungkan apakah kita sekarang ini sudah setia kepada Allah? Apakah kita sudah belajar apa artinya melangkah dalam kerendahan hati kepada Allah?

Saya ingin sampaikan pada hari ini, belajarlah pada kesetiaan Kristus. Para penulis buku itu sangat benar dalam penilaian mereka. Saya membaca buku mereka dalam perjalanan saya dari Toronto ke Montreal. Saat saya membacanya, saya berdoa, “Tuhan, apakah saya sudah setia kepada-Mu? Apakah saya sudah menjalani hidup seperti ini?” Yesus berkata, “Ketika aku berbicara kepada mereka, mereka ingin membunuhku!” Sungguh mengejutkan! Dia sangat akrab dengan Allah. Apakah anda pikir orang lain akan berkata, “Wow! Kamu sangat akrab dengan Allah! Aku ingin akrab denganmu juga!” Tidak! Setiap kali Yesus menyampaikan ucapannya, yang dia sampaikan adalah firman Allah. Dan setiap kali dia berbicara, hal itu justru membuat orang lain ingin membunuh dia. Itu sebabnya dia berakhir di kayu salib.

Jadi ingatlah hal ini: apakah anda ingin mengalami kematian mendadak lalu menyadari bahwa anda tidak pernah setia kepada Allah? Hal ini jelas sangat terlambat. Bukankah lebih baik anda tetapkan untuk setia kepada Allah dari mulai sekarang, daripada anda harus menyadari bahwa ternyata anda tidak pernah setia kepada Allah? Dan jika anda harus menghadap kepada-Nya dalam cara yang mendadak, anda akan dapati bahwa anda dinilai setia oleh-Nya. Hal itu akan menjadi persembahan yang benar, bukankah demikian? Jadi saya harap anda memahami bahwa apa yang saya sampaikan di sini berkenaan dengan kesetian Yesus Kristus. Paulus menyatakan di sini bahwa jika anda melangkah di dalam jalur ini, maka kebenaran Allah akan dinyatakan di dalam hidup anda. Orang akan melihat hidup Yahweh diperlihatkan dalam kehidupan anda. Mereka akan kagum. Sesudah itu mereka akan menghadapi dua pilihan. Mereka harus bertobat dan mengikuti jejak langkah Yesus, atau mereka akan menolak anda dan mungkin akan berpikir untuk mencelakai anda. Injil bukanlah berita untuk orang yang lemah. Injil adalah untuk mereka yang bersedia mengorbankan nyawa demi Yahweh karena mereka sudah merasakan kasih kebaikan Yahweh di dalam hidup mereka. Kita menyanyikan Shema: “Dengarlah hai bangsa Israel, Yahweh Allah kita adalah esa!” dan Shema ini selalu dinyanyikan oleh orang Yahudi, bahkan saat menghadapi kematian. Kita harus mendekati Yahweh dengan sikap hati yang seperti ini.

Berikan Komentar Anda: