Pastor Boo | Kematian Kristus (6a) |

Ini adalah bagian keenam dari seri khotbah tentang kehidupan dan kematian Yesus.

Sebelum saya masuk ke dalam pembahasan, saya ingin mengungkapkan satu hal, yakni perbandingan antara kematian Yesus di kayu salib dengan upacara persembahan korban dalam Perjanjian Lama. Pada dasarnya, tidak ada korespondensi yang tepat antara kematian Yesus di kayu salib dengan persembahan hewan korban dalam Perjanjian Lama. Alasannya adalah karena jika anda cermati ritual persembahan korban di dalam Perjanjian Lama, tak ada satupun ritual yang bisa disamakan dengan kematian Yesus di kayu salib. Yesus dengan tegas disebut sebagai anak domba, dan di dalam Perjanjian Lama anda akan melihat begitu banyak jenis hewan korban untuk persembahan. Ada anak lembu, kambing, domba jantan, burung-burung, dan jika anda sangat miskin sehingga tidak mampu mempersembahkan seekor burung, maka anda masih bisa mempersembahkan tepung terigu kepada Allah. Jadi, tidak ada korespondensi yang pasti.

Sebagai tambahan, anda tentu ingat tentang “darah perjanjian” dalam khotbah saya sebelumnya. Jika anda lihat di dalam kitab Keluaran, ketika Musa memercikkan darah anak lembu untuk Yahweh, dia berkata, “Inilah darah perjanjian.” Yang disebutkan sebagai darah perjanjian oleh Musa adalah darah anak lembu jantan. Sementara itu, di dalam salah satu ritual ekaristi yang penting, pada jamuan hari Paskah, Yesus berkata, “Inilah darah perjanjian.” Akan tetapi, pada saat itu, yang dia sebutkan adalah darah anak domba untuk hari Paskah (lihat 1 Korintus 5:7). Hal semacam ini tidak ada padanannya di dalam Perjanjian Lama. Darah perjanjian di dalam Perjanjian Lama adalah darah lembu jantan, bukan darah anak domba.

Banyak penginjil zaman sekarang yang menggambarkan kematian Yesus sebagai persembahan penghapusan dosa. Jika anda lihat di dalam Perjanjian Lama, anda akan dapati bahwa korban penghapusan dosa adalah lembu jantan, kambing, atau anak domba. Ada banyak jenis hewan korban yang akan anda temui. Terlebih lagi, di dalam Perjanjian Lama, korban penghapusan dosa ditujukan untuk dosa yang tidak diniatkan. Dengan kata lain, anda melakukannya bukan karena niat; anda tidak tahu, tetapi anda telah melakukannya. Untuk dosa semacam ini, ada hewan korban untuk persembahannya. Akan tetapi, jenisnya tidak terbatas pada anak domba. Ada berbagai jenis hewan korban yang bisa dipakai. Lalu, ada juga Hari Penghapusan Dosa di dalam Imamat 16, yang ditujukan untuk menguduskan tabernakel dan menghapus dosa jemaat. Pada hari ini, mereka tidak sekedar mempersembahkan satu hewan korban, melainkan dua. Akan ada dua ekor kambing yang dipakai. Yang satu dipakai untuk ritual penebusan, dan yang satunya lagi tidak disembelih. Kambing yang dilepaskan adalah kambing yang akan membawa dosa-dosa bangsa Israel ke padang gurun. Jadi, jika anda ingin membandingkan kematian Yesus dengan ritual penghapusan dosa, anda akan menghadapi masalah karena tak ada padanannya di dalam Perjanjian Lama. Dalam aspek manakah Yesus dapat dibandingkan dengan penghapusan dosa? Ini adalah teka-teki yang memusingkan banyak sarjana Alkitab zaman sekarang. Mereka tidak menemukan padanannya.


SIKAP HATI YANG BENAR HARUS MENGIRINGI RITUAL PERSEMBAHAN

Pokok yang ingin saya sampaikan adalah: di dalam ritual persembahan korban Perjanjian Lama, manakah yang lebih penting, ritualnya atau sikap hatinya? Dengan kata lain, ritual persembahan korban bukanlah pokok yang utama. Ada unsur lain yang lebih penting di sana. Sistem persembahan hanya merupakan ungkapan dari sikap hati yang benar, atau niat, di balik upacara tersebut. Setiap kali Yahweh mengutus nabinya untuk menegur orang Israel, tidak pernah ada teguran mengenai kurangnya persembahan. Jika anda cermati isi Perjanjian Lama, anda akan dapati bahwa orang Israel sangat cermat dalam menjalankan setiap ritual. Mereka sangat peduli akan kesempurnaan ritual. Mereka selalu berusaha memastikan bahwa setiap bagian dari upacara tidak terlewatkan. Akan tetapi, Allah tetap mengutus nabi-nabi-Nya untuk menegur mereka. Sebagaimana yang disampaikan oleh para nabi, upacara korban bukan hal yang paling penting.

Untuk itu, kita bisa melihat 1 Samuel 15:21-23

21 Tetapi rakyat mengambil dari jarahan itu kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dari yang dikhususkan untuk ditumpas itu, untuk mempersembahkan korban kepada YAHWEH, Allahmu, di Gilgal.”  22 Tetapi jawab Samuel: “Apakah YAHWEH  berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara YAHWEH? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan. 23 Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim. Karena engkau telah menolak firman YAHWEH, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja.”

Saul dan rakyat Israel mengambil jarahan, berbagai lembu, domba dan segala macam ternak, karena mereka ingin membuat upacara pengorbanan kepada Yahweh. Akan tetapi, perintah Allah kepada mereka sebenarnya adalah membinasakan segala sesuatu. Tak ada yang boleh diambil. Semua harus dibinasakan. Rakyat mengabaikan perintah ini. Mereka menjarah. Mereka beralasan bahwa mereka ingin mempersembahkan korban kepada Allah.

Ini adalah kecenderungan umum di kalangan umat Kristen. Zaman sekarang. Jika anda bertanya, “Mengapa anda membutuhkan begitu banyak uang?” Mereka akan menjawab bahwa itu bisa digunakan untuk pelayanan. Namun kenyataannya, semakin banyak uang yang mereka kumpulkan, semakin sedikit yang mau mereka persembahkan untuk Tuhan. Ini adalah hal yang sangat lazim terjadi dan kita sangat pandai menipu diri sendiri. Kita tahu cara untuk menciptakan alasan yang berkesan rohani untuk hasrat duniawi kita.

Nah, hal ini adalah penghinaan di mata Allah. Itu sebabnya Samuel berkata kepada Saul, “Allah lebih menyukai ketaatan, bukan persembahan.” Perintah-Nya adalah untuk membinasakan segalanya.

Apakah hal yang lebih disenangi oleh Allah dibandingkan persembahan? Ketaatan. Ketika Musa mendatangi bangsa Israel, jauh sebelum insiden raja Saul ini, ia berkata kepada umat, “Inilah Kitab Perjanjian itu.” Lalu apa jawab bangsa Israel? “Segala yang disampaikan oleh Yahweh akan kami jalankan.” Kemudian dia memercikkan darah hewan korban ke atas kitab itu dan juga kepada bangsa Israel. Perjanjian itu diteguhkan oleh ikrar ketaatan mereka kepada Allah. Hal itu lebih diutamakan daripada persembahan! Sama seperti bangsa Israel, jika anda memberikan persembahan, tetapi hati anda tidak sepenuhnya taat kepada Allah, anda masih mengejar keinginan pribadi, maka tentu saja Allah tidak berkenan menerimanya. Persembahan itu menjadi batal dan tidak ada artinya. Dengan kata lain, Allah tidak akan mengampuni anda sekalipun anda mempersembahkan korban penghapusan dosa kepada Allah.

Sekarang mari kita lihat Hosea 6:6. Di sini Allah berbicara kepada bangsa Israel, hal yang Dia sampaikan adalah,

Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.

Apakah anda perhatikan? Yang disenangi adalah kasih setia serta pengenalan akan Allah, dan bukan korban persembahan. Semua itu lebih penting daripada korban bakaran. Ada beberapa persyaratan rohani sebelum umat boleh menyampaikan persembahan yang berkenan bagi Allah.

Mari kita lihat Mikha 6:6-8. Di sini Mikha berkata,

6 “Dengan apakah aku akan pergi menghadap YAHWEH dan tunduk menyembah kepada Allah yang di tempat tinggi? Akan pergikah aku menghadap Dia dengan korban bakaran, dengan anak lembu berumur setahun?  7 Berkenankah YAHWEH kepada ribuan domba jantan, kepada puluhan ribu curahan minyak? Akan kupersembahkankah anak sulungku karena pelanggaranku dan buah kandunganku karena dosaku sendiri?”  8 “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut YAHWEH dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”

Hanya orang-orang tertentu saja yang persembahannya diterima oleh Allah. Orang lain tidak dikenal-Nya, sekalipun anda mentaati Hukum Taurat, dan memberikan korban persembahan yang benar. Persembahan yang benar belum tentu benar di hadapan-Nya. Semua itu bergantung pada isi hati kita, entah kita benar-benar taat kepada-Nya atau tidak, entah kita melangkah dalam kasih terhadap sesama manusia atau tidak. Sikap hati dalam hal kebaikan dan keadilan dalam menangani orang lain juga ikut menentukan. Dan juga disebutkan tentang apakah anda melangkah dalam kerendahan hati di hadapan Allah. Anda harus dekat dengan Allah. Anda harus melangkah dalam keterbukaan dan ketaatan. Melupakan keangkuhan dan kepentingan pribadi. Mendengarkan apa yang disampaikan oleh Yahweh kepada anda. Semua itu sudah disebutkan di dalam Perjanjian Lama. Para nabi sudah menegaskannya kepada kita. Hanya orang-orang tertentu yang boleh menyampaikan persembahan di dalam Perjanjian Lama.

Bangsa Israel sudah benar-benar kehilangan keseimbangan mereka di dalam hal ini. Mereka berusaha melakukan hal yang benar. Mereka lupa bahwa Allah ingin melihat kebenaran di dalam hati mereka, bukan saja di dalam perbuatan mereka. Akan tetapi, gereja zaman sekarang melakukan kesalahan yang sama. Kita berusaha melakukan apa yang benar di gereja. Kita menjangkau masyarakat. Kita berusaha mengajak orang ke gereja. Kita merasa perlu ke gereja. Jika tidak, mungkin Allah akan menghukum kita. Kita lakukan semua hal yang dipandang perlu untuk dilakukan oleh orang Kristen. Namun, apakah hati kita benar di hadapan Allah? Itulah pertanyaan yang paling penting. Anda bisa saja melakukan semua hal yang benar. Hal itulah yang disampaikan di dalam kitab Hikayat Raja-raja dan Samuel. Sang raja melakukan perbuatan yang benar, tetapi hatinya tidak setia; hatinya tidak sempurna di hadapan Allah. Demikianlah, Allah melihat isi hati kita. Dia ingin melihat apakah di sana terdapat sikap hati yang benar. Jika sikap hati kita dipandang tidak benar, maka semua tindakan kita tidak dipandang benar oleh-Nya. Memang baik anda semua bersemangat datang ke gereja. Akan tetapi, mari kita camkan hal ini, yang lebih penting adalah sikap hati yang benar terhadap Dia.


PERCAYALAH KEPADA INJIL

Nah, urusan merendahkan diri di hadapan Yahweh sangatlah penting. Saya harap kejadian di dunia sekarang ini mengajarkan kita kerendahan hati. Jika anda membayangkan sebuah virus, makhluk ini bahkan tidak merupakan satu sel yang utuh. Sebuah bakteri adalah satu sel yang utuh. Akan tetapi, virus lebih primitif daripada bakteri. Dan sebuah virus dapat menghancurkan bisnis di wilayah sebesar Wuhan. Semua aktifitas manusia terhenti oleh satu virus yang kecil. Sampai hari ini, satu jenis virus yang sederhana sudah bisa mengosongkan stadion, menghentikan pesta-pesta dan menghentikan semua acara pertunjukan. Pesta olahraga Olimpiade mungkin akan dibatalkan jika covid-19 masih berjangkit. Tampaknya seluruh dunia sudah dibuat bertekuk lutut oleh virus ini. Sekalipun virus ini mungkin masih belum sampai di tempat kita, terornya sudah terasa. Masyarakat sudah dilanda ketakutan akan virus ini, bukankah begitu? Saya tidak terkena covid-19, tetapi masyarakat di dalam angkutan umum sudah merasa takut akan keberadaan saya, mereka sudah mengira bahwa saya mungkin baru tiba dari China. Setiap orang merasa harus membuat persiapan, bukankah begitu? Kita ditekan untuk selalu waspada. Akan tetapi, kita tidak boleh dilumpuhkan secara rohani oleh virus ini, walaupun ia telah melumpuhkan masyarakat kita.

Lalu di mana fokus kita? Apakah kita lebih takut pada virus daripada Allah? Itulah sebabnya kita berani melakukan hal-hal yang tidak berkenan kepada Allah. Akan tetapi, berapa orang yang belum diteror oleh virus ini? Setiap kali kita menyaksikan berita, yang kita lihat adalah berita tentang Covid-19. Bahkan pasar modal mengalami keruntuhan oleh virus purba ini. Orang-orang mulai ketakutan melihat tikus, ini adalah hewan yang banyak membawa penyakit. Para ilmuwan sudah menyatakan bahwa virus ini berasal dari fenomena alam, dan kita sudah melihat potensi kerusakannya. Akan tetapi, di dalam hal berbuat dosa, di dalam hal mengejar kepentingan pribadi, kita tidak pernah merasa takut. Ada satu penyakit rohani yang tidak lagi ditakuti oleh masyarakat. Ini adalah masalah yang besar. Dan masalah ini juga sudah menjangkiti banyak umat Tuhan. Di dalam Perjanjian Lama, masyarakat saat itu mengira bahwa dengan menjalankan ritual yang benar, maka mereka sudah dipandang benar oleh Allah! Mereka memang melakukan hal yang benar, tetapi sikap hati mereka terhadap Allah sudah salah, itu sebabnya semua urusan menjadi salah. Para nabi datang dan menyerukan hal yang sama, “Bertobatlah! Bertobatlah! Bertobatlah! Kembalilah kepada Allah. Belajarlah ketaatan. Belajarlah kebaikan hati. Belajarlah untuk berjalan bersama Allah. Rendahkan dirimu di hadapan Allah.” Itu semua menjadi panggilan mereka yang tidak pernah berubah. Dan ketika sampai pada zaman Yesus, hal apa yang disampaikan oleh Yesus? Mari kita beralih ke Markus 1:15, dan kita memulainya dari ayat 14:

14 Sesudah Yohanes ditangkap datanglah Yesus ke Galilea memberitakan Injil Allah, 15 kata-Nya: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”

Jika kita cermati ayat ini, sepertinya tidak ada hal penting yang disampaikan kepada kita. Akan tetapi, begitu kita perhatikan kata ‘bertobat’, orang Yahudi tahu apa maknanya. Di dalam bahasa Ibrani, kata bertobat berarti kembali kepada Allah. Berhenti melakukan apa yang sedang anda perbuat dan kembali kepada Allah. Seperti yang kita baca dalam perumpamaan tentang anak yang hilang, semakin jauh anda pergi, semakin jauh pula jarak yang harus anda tempuh untuk kembali kepada Allah. Apapun rintangannya, anda harus memiliki tekad untuk kembali kepada Allah.

Bagian yang berikutnya adalah ‘percaya pada kabar baik’. Dan maknanya adalah menjalankan iman kepada Allah. Pada zaman Yesus, cara orang Farisi dan pemimpin agama yang lain dalam mengajarkan pertobatan adalah kebutuhan untuk menghentikan perilaku anda dan kembali kepada Allah. Pemahamannya sudah benar. Dan untuk bagian yang kedua (iman kepada Allah), mereka mengartikannya sebagai ketaatan pada ritual di Bait Allah. Demikianlah, jika ada seorang pengusaha yang menjalankan usahanya dengan cara yang curang, maka dia perlu menghentikan cara kerjanya, kemudian berusaha mengikuti semua ritual yang berlaku di dalam Bait Allah. Dia akan berhenti dari semua kelakuannya, dan berusaha untuk mengikuti semua hal yang diharapkan dari pandangan umum tentang seorang Yahudi yang alim. Itulah ajaran yang disampaikan oleh para pemimpin agama zaman itu. Seperti inilah iman kepada Allah diajarkan.

Akan tetapi, pesan yang disampaikan oleh Yesus sangat berbeda. Yesus menyatakan bahwa bertobat saja tidaklah cukup, kita harus mengimani Injil. Artinya, mulai sekarang anda harus mengikuti teladan Yesus. Anda jalankan apa yang dia sampaikan. Bagian yang ini membuat jarak tercipta antara Yesus dengan orang Farisi serta pemimpin agama yang lain. Menurut mereka, Yesus sedang mengejar kehormatan pribadi. Bukannya menarik orang datang kepada Allah, Yesus terlihat menarik orang kepada dirinya sendiri. Ada perbedaan besar di dalam dua hal ini. Bagi Yesus, jika anda bertobat, maka anda harus menuruti dia. Jalani perintahnya, ikuti teladannya. Mengikuti jejak langkahnya, dan anda akan mengenal Allah. Dia tidak mengajarkan apapun tentang Bait Allah. Inilah alasan mengapa orang Farisi sangat memusuhi dia, karena Yesus mengajar orang untuk mengikuti dia, dan dia dipandang mengabaikan arti penting Bait Allah dalam kehidupan orang Yahudi.


BERTOBAT KEPADA ALLAH DAN PERCAYA KEPADA YESUS KRISTUS

Di dalam Kisah 20:21, mari kita baca dari ayat 20

20 Sungguhpun demikian aku tidak pernah melalaikan apa yang berguna bagi kamu. Semua kuberitakan dan kuajarkan kepada kamu, baik di muka umum maupun dalam perkumpulan-perkumpulan di rumah kamu;  21 aku senantiasa bersaksi kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani, supaya mereka bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus.

Pertobatan kepada Allah, dan di sinilah perbedaannya: iman kepada Yesus Kristus. Paulus adalah seorang Farisi. Dia sangat paham akan ajaran di lingkungan orang Farisi. Akan tetapi, dalam hal iman, dia berbeda dengan orang Farisi. Paulus menegaskan, “Kalau kamu ingin menjalankan iman, berimanlah kepada Yesus Kristus.”

Berikan Komentar Anda: