Pastor Eric Chang | Matius 6:24-34 |

Kita akan melanjutkan pelajaran tentang firman yang hidup, pengajaran yang indah dari Yesus di Matius 6:24-34.

“Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon. Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah khawatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah khawatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?

Siapakah di antara kamu yang karena kekhawatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu khawatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.

Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu khawatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”


Ancaman Kekhawatiran terhadap Iman dan Kehidupan

Di dalam pengajaran kali ini, Yesus berbicara tentang makna dan kualitas kehidupan. Sebagaimana yang selalu tampak dari pengajarannya, Yesus membahas langsung ke persoalan mendasar dari hidup ini. Di kutipan ini, ia mengajarkan kita tentang hal yang menjadi penghambat utama di dalam hidup ini, khususnya dalam kehidupan rohani. Persoalan pokok umat manusia adalah keterikatannya dengan kekhawatiran. Kekhawatiran tidak semestinya berkaitan dengan perasaan tertentu tetapi lebih merupakan suatu pola pikir yang selalu cemas terhadap apa yang akan terjadi nanti. Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah Yesus membandingkan kekhawatiran di satu sisi, dan iman di sisi yang lainnya. Jika Anda memiliki kekhawatiran, maka itu berarti Anda tidak memiliki iman. Jika Anda memiliki iman, maka berarti Anda tidak memiliki kekhawatiran. Kekhawatiran berarti menjadi khawatir, cemas, gelisah terhadap hal-hal yang akan datang. Kita khawatir tentang makanan, pakaian, maupun masa depan. “Apakah saya akan memiliki dana yang cukup untuk menyelesaikan pendidikan? Apakah ada uang untuk membayar dokter jika saya sakit? Apakah saya akan memiliki dana yang cukup jika pensiun nanti?” Dan begitulah seterusnya. Itulah kekhawatiran, kecemasan. Kecemasan bukan sekadar musuh bagi iman, namun sekaligus menjadi musuh bagi kehidupan kita seluruhnya. Jadi pokok pertama dari bagian ini adalah bahaya dari kekhawatiran. Kekhawatiran adalah ketidakpastian yang selalu mengancam Anda setiap saat. Kita sebagai manusia jelas tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Apakah Anda tahu apa yang akan terjadi besok? Atau bahkan malam ini? Anda tidak pernah tahu karena masa depan tidak dapat dipastikan. Jadi kita selalu dicengkeram oleh rasa ketidakpastian, dan ketidakpastian membawa rasa tidak aman, dan rasa tidak aman menimbulkan kekhawatiran.

Jangan berkata bahwa Anda tidak dicekam kekhawatiran. Pada saat-saat menjelang ujian saya mengamati ada banyak orang yang tidak hadir di gereja. Anda khawatir, Anda cemas. Mengapa Anda cemas? Anda cemas kalau-kalau tidak lulus nanti, Anda cemas pada kemungkinan terjadinya kegagalan. Kekhawatiran menggayuti Anda setiap saat. Pelajar atau mahasiswa yang paling pandai pun tidak yakin apakah ia akan lulus ujian. Ia tidak dapat memastikan. Saya pernah mengenal beberapa orang mahasiswa yang pandai, sangat cerdas, mahasiswa penerima beasiswa yang gagal dalam ujian. Seorang jenius pun dapat saja gagal dalam ujian. Dan ada beberapa orang yang tampaknya tidak banyak mempersiapkan diri, tetapi ternyata mereka lulus. Salah satu sahabat terdekat saya, seorang mahasiswa yang sangat cerdas dan sangat teliti dalam mempersiapkan segala sesuatunya. Ia mempersiapkan dirinya dengan sangat teratur dan tampaknya sudah siap menghadapi ujian jauh hari sebelumnya. Ketika sebagian besar dari kami masih sibuk mempelajari bahan-bahan pelajaran, ia sudah bersantai-santai satu minggu sebelum ujian. Orang ini membuat kami iri. Kami tidak dapat memahami bagaimana mungkin seseorang dapat siap menghadapi ujian satu minggu sebelumnya. Saya sendiri tidak pernah merasa siap bahkan pada hari ujian. Sepertinya selalu saja ada bahan yang harus dipelajari. Bagaimana seseorang dapat menghabiskan semua bahan pelajarannya sebelum masa ujian tiba? Pada saat hasil ujian diumumkan, mahasiswa penerima beasiswa di Cambridge (perguruan tinggi yang sangat terkenal di Inggris) dengan kecerdasan yang luar biasa ini ternyata gagal. Ia sangat terkejut menghadapi kegagalannya dalam ujian tersebut. Demikianlah, masa depan selalu berisi ketidakpastian, bukankah itu yang menjadi sebab kekhawatiran Anda?

Jika Anda memiliki kekhawatiran semacam ini, jika Anda khawatir terhadap hasil ujian Anda, jika Anda khawatir akan hidup Anda; hal itu menjadi satu bukti bagi Anda bahwa ada sesuatu yang kurang pada iman Anda. Iman Anda tidak mencukupi. Anda tidak perlu membela diri. Bukti yang ada jelas-jelas menunjukkan bahwa iman Anda tidak memadai karena Anda khawatir akan masa depan Anda. Orang Kristen memiliki satu keyakinan, ia tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan, namun ia tahu Siapa yang mengendalikan masa depan. Di sinilah akar persoalannya. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan diri saya esok hari, namun saya tahu Siapa yang mengendalikan masa depan. Dan hal inilah yang menimbulkan perbedaan! Jika Anda bukan orang Kristen, tentu saja Anda tidak dapat memiliki keyakinan seperti itu.


Masa Kini adalah Satu-Satunya Masa yang kita Yakini

Jika Anda bukan orang Kristen, saya dapat memahami kekhawatiran Anda. Anda memiliki alasan yang layak untuk khawatir karena Anda tidak memiliki kepastian dan ketidaktahuan merupakan berkah. Lebih baik kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Satu contoh sederhana: pada malam tahun baru, kami sedang mengadakan persekutuan doa yang sangat mengesankan, saat saya keluar saya mendapati bagian depan mobil milik gereja, tertabrak. Kerusakannya mencapai 300 dolar. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi nanti dan mungkin saja terjadi sesuatu saat Anda pulang nanti. Apakah Anda mulai merasa cemas? Apakah Anda tahu pada saat Anda sedang duduk di sini atau di tempat lain, rumah Anda sedang terbakar? Bagaimana Anda dapat tahu apa yang akan terjadi esok? Bagaimana Anda bisa tahu bahwa sesudah Anda keluar dari sini nanti, Anda tidak akan mendapat kecelakaan? Kita tidak tahu, itu kenyataannya! Anda tidak tahu!

Ada seorang penatua di sebuah gereja yang pernah menasihati seorang pemuda untuk menerima Yesus. Ia berkata, “Datanglah kepada Yesus hari ini!” Hari ini adalah satu-satunya hari yang Anda miliki. Saat yang Anda miliki sekarang adalah satu-satunya saat yang dapat Anda miliki dengan kepastian. Inilah saat yang benar-benar dapat Anda miliki dengan penuh kepastian. Apakah Anda dapat menikmati waktu satu jam lagi, Anda tidak tahu pasti. Apakah Anda akan dapat menikmati hari esok, Anda tidak tahu pasti; dan masa satu tahun mendatang memiliki ketidakpastian yang lebih tinggi lagi. Hanya saat inilah yang dapat dikatakan sebagai waktu yang Anda miliki dengan pasti. Inilah satu-satunya saat bagi Anda karena yang kemarin sudah berlalu dan tidak akan kembali lagi. Saat pagi tadi sudah berlalu, dan tidak akan kembali lagi. Apakah esok akan tiba, kita tidak tahu. Satu-satunya yang dapat Anda pastikan adalah saat sekarang, jadi manfaatkanlah saat ini! Rebutlah itu bagi Allah, inilah yang disebut saat penebusan, inilah waktunya, saat ini  yang merupakan milik Anda sepenuhnya dan manfaatkan itu bagi kepentingan Allah karena Anda mungkin tidak mendapat tambahan waktu lagi. Pemuda ini pergi meninggalkan gereja, berjalan kaki sekitar lima menit dan ia tewas pada saat itu. Sebuah mobil menabraknya. Ia tidak tahu bahwa segera sesudah meninggalkan gereja ia hanya memiliki tambahan waktu lima menit saja. Saya bukan mau menakutkan Anda, Anda mungkin saja tidak takut menghadapi kematian. Saya sendiri tidak takut menghadapi kematian, namun fakta yang perlu diperhatikan adalah bahwa hidup kita ini berisi ketidakpastian. Satu-satunya waktu yang kita miliki dengan pasti adalah saat sekarang ini, yang akan berlalu juga. Masa depan mengancam kita dengan ketidakpastian kecuali Anda mengenal Allah yang berkuasa atas masa depan.


Sia-Sianya Kekhawatiran

Hal kedua yang Yesus ajarkan kepada kita tentang kekhawatiran adalah sia-sianya kekhawatiran. Kita sudah melihat bahaya dari kekhawatiran, ancaman dari masa depan, namun kita juga harus melihat betapa sia-sianya kekhawatiran itu. Kekhawatiran, kata Yesus di pasal 6 ayat 7, tidak menghasilkan apa-apa. Tidak ada gunanya kita menjadi khawatir. Anda tidak tahu apa yang akan terjadi namun mencemaskan hal itu tidak membuat keadaan menjadi lebih baik. Ia berkata di ayat 27 bahwa itu semua merupakan pengetahuan umum yang sederhana. Kadang kala Yesus berbicara dengan cara yang amat sederhana dan masuk akal. Ia berkata, “Apakah kamu mengira bahwa dengan mencemaskan hal itu kamu dapat menambah beberapa hari umurmu?” Sebaliknya, semakin kamu cemas akan semakin pendek umurmu. Atau apakah kamu kira dengan mencemaskan hal itu kamu dapat menambah sehasta tinggimu?” Anda tak dapat menambah bahkan satu milimeter tinggi badan Anda, apalagi sampai sehasta. Sehasta merupakan ukuran yang hampir mencapai setengah meter; suatu tambahan yang luar biasa bagi tinggi badan seseorang. Jika mendapat tambahan sebanyak ini Anda mungkin akan memiliki tinggi badan mencapai dua meter lebih! Anda tidak dapat menambahnya apa-apa. Tentu saja ini merupakan bahasa gambaran. Yesus berkata bahwa dengan menjadi khawatir, mencemaskan sesuatu, Anda tidak menambah apa-apa dalam hidup Anda, tidak juga pada tinggi badan Anda. Kekhawatiran tidak menghasilkan manfaat apapun, dan sangat sia-sia. Ini membuktikan betapa iman adalah satu-satunya hal yang perlu dimiliki oleh seseorang. Jika kekhawatiran tidak memberi manfaat apapun, lalu apa gunanya seseorang menjadi khawatir? Yang lebih berguna adalah beriman kepada Allah, jika Anda mengenal Allah yang berkuasa atas masa depan. Namun hal yang aneh mengenai kekhawatiran adalah sekalipun Anda memahami bahwa hal itu sangat tidak berguna dan sia-sia, Anda tetap saja khawatir, bukankah demikian? Anda tetap khawatir.

Anda memiliki sebuah mobil yang bagus di luar, dan Anda tahu bahwa sia-sia mengkhawatirkan apakah akan ada orang yang menabrak mobil itu. Apa gunanya mengkhawatirkan hal itu? Orang yang menabrak akan tetap menabrak sekalipun Anda mengkhawatirkan hal itu sampai sakit. Namun Anda tetap khawatir. “Saya harap tidak ada orang yang menabrak mobil saya di luar saat ini. Jangan sampai terjadi sesuatu dengan mobil saya yang cantik!” Anda tetap saja khawatir sekalipun Anda tahu hal itu tidak ada gunanya. Suatu hal yang aneh, bukankah begitu? Tidakkah hal itu menunjukkan kelemahan nalar manusia? Tidakkah itu menunjukkan kelemahan dan ketidakyakinannya akan segala hal? Manusia begitu lemah, begitu rentan, begitu menyedihkan, begitu tidak memiliki pertahanan dalam segala hal. Masa depan selalu mengancamnya, dan ia memang patut dikasihani. Ia tidak berdaya.

Saya mengenal banyak orang bijak dan cerdas dalam berbagai bidang, namun berhubungan dengan tukang ramal karena mereka menguatirkan ketidakpastian masa depan. Mereka tahu bahwa kekhawatiran itu sia-sia namun jika peramal nasib dapat memberitahu mereka sesuatu dan memberi peringatan sebelumnya, mungkin mereka dapat mengambil tindakan yang dibutuhkan untuk bersiap-siap. Sayangnya, salah satu hal yang perlu diketahui tentang tukang ramal adalah mereka dapat memberitahu Anda tentang masa depan namun mereka tidak dapat memberi jalan keluar. Mereka tidak mengatakan kepada Anda bagaimana cara mengatasinya! Seperti pengalaman dari seorang pejabat tinggi yang diceritakan oleh ayah saya kepada saya. Si peramal berkata bahwa pada hari tertentu ia akan meninggal. Saya pikir, saat itu mungkin ia menyesal sudah mendatangi si peramal. Ia pasti akan dapat merasa lebih sejahtera jika tidak mendatangi peramal tersebut. Bagaimana menurut Anda, Anda membayar sejumlah uang hanya untuk mendapat kabar bahwa Anda akan mati dalam waktu dekat! Mungkin Anda akan berkata, “Kembalikan uang saya, saya datang bukan untuk mendengar hal seperti ini!” Sayangnya hal itu sudah terlambat. Si peramal mengamati ini dan itu, dan berkata, “Anda akan mati pada tanggal sekian.” Mengapa ia tidak memberitahu jalan keluarnya? Karena si peramal itu sendiri memang tidak tahu seperti apa jalan keluarnya. Jadi kekhawatiran yang ada justru semakin meningkat. Dan pejabat tinggi ini (saat itu sedang dalam masa perang, dan ia sedang bertugas di kota Chongqing) adalah rekan sekerja ayah saya. Chongqing adalah ibu kota China pada masa perang. Pejabat ini berkonsultasi ke tukang ramal segera sesudah perang berakhir. Saya tidak ingat tanggal yang disebutkan oleh si peramal, namun yang jelas ia menyebutkan satu tanggal yang pasti. Lalu pejabat ini memutuskan untuk mengubah nasibnya. Ia ingin mengalahkan takdir, apapun takdir itu. Ia ingin mencoba menghindari hal yang sudah dikatakan oleh si peramal itu. Jangan meremehkan tukang ramal. Beberapa di antara mereka memang penipu, namun ada juga yang sangat tangguh, yang bersekutu dengan kuasa kegelapan. Jadi jangan main-main dengan tukang ramal. Izinkan saya memperingatkan Anda saat ini. Ada juga orang Kristen yang sangat memalukan, yang main-main dengan urusan ini. Mereka menyebut dirinya Kristen akan tetapi mereka mendatangi peramal nasib. Saya beritahu Anda, jika Anda pergi ke tukang ramal, kutukan Tuhan akan menimpa diri Anda dan Anda akan menuai akibatnya. Saya mengenal beberapa orang Kristen yang berkonsultasi dengan peramal secara diam-diam, namun hal itu dinyatakan kepada saya. Jika Anda melakukan hal ini, seperti yang dilakukan oleh pejabat tersebut, apa yang ia lakukan? Ia memutuskan untuk mencoba lari dari nasib yang mengerikan itu. Ramalan si tukang ramal itu benar, dan ia berusaha untuk meloloskan diri. Ia merencanakan untuk pergi dari Chongqing beberapa hari sebelum tanggal yang disebutkan itu. Mungkin ia mengira bahwa penguasa-penguasa kerajaan roh akan mengambil nyawanya di dalam kota Chongqing, jadi ia menganggap dengan pergi meninggalkan Chongqing ia akan selamat. Lalu ia merencanakan untuk pergi ke Hong Kong dengan pesawat udara. Sayangnya, pesawat yang diharapkan sedang tertahan di Yunan, sebuah pesawat terbang yang berukuran kecil dan ia harus menunggu beberapa hari untuk dapat terbang dengan pesawat tersebut. Anda tentunya tahu kondisi penerbangan di masa perang. Tidak ada penerbangan yang terbang sesuai dengan jadwal, dan apa akibatnya? Ia harus menjalani penerbangan menuju Hong Kong itu pada hari yang disebutkan sebagai hari kematiannya. Bagaimana perasaan Anda jika mengalami hal itu? Dapatkah Anda membayangkan ia sedang duduk di dalam pesawat dengan sangat gugup dan berkata, “Saya akan mendarat di tempat yang teguh di luar jangkauan ramalan tersebut.” Anda tahu apa yang terjadi? Pesawatnya hancur. Ia menabrak sebuah gunung di Hong Kong, gunung yang sudah terkenal karena telah menimbulkan begitu banyak kecelakaan pesawat terbang sebelum jalur landasan di bandara mengalami penambahan panjang lintasan. Sampai saat inipun Anda masih akan merasa seolah-olah sedang meluncur ke arah gunung tersebut jika sedang mendarat di bandara Hong Kong, namun sekarang tentu saja landas pacunya sudah diperpanjang. Pada masa itu, landas pacunya belum diperpanjang dan pesawat yang ditumpangi oleh si pejabat tersebut meluncur deras ke arah gunung itu. Ia tewas tepat pada hari yang disebutkan oleh si tukang ramal. Mengagumkan! Jangan memandang enteng juru ramal. Mereka yang terlibat di dalam peperangan rohani pasti mengetahui bahwa kebanyakan dari para peramal adalah penipu yang sebenarnya tidak tahu apa-apa sama sekali dan sekadar mencari uang dengan mengelabui korbannya. Namun beberapa dari para peramal ada yang benar-benar memiliki keterlibatan yang mendalam dengan dunia roh. Dan saya mengetahui dengan pasti beberapa orang yang memang memiliki ketelibatan dengan dunia roh berdasarkan pengakuan mereka sendiri. Ketepatan ramalan mereka tentunya dapat kita pahami. Si pejabat ini terbunuh tepat di hari yang sudah disebutkan dan ia tidak tahu bagaimana cara meloloskan diri. Semakin ia berusaha untuk lolos semakin ia mendapati dirinya terdorong ke tengah jerat ramalan itu. Ia tidak akan dapat menang. Si peramal dapat memberitahu Anda apa yang akan terjadi namun tidak dapat memberitahu bagaimana harus bertindak. Inilah persoalannya. Dari sini kita dapat melihat satu lagi alasan mengapa kekhawatiran akan masa depan itu sia-sia. Percuma mengharap bahwa dengan mengetahui apa yang akan terjadi kita dapat membuat langkah persiapan untuk mengatasinya. Letakkan kepercayaan Anda kepada Dia yang dapat menyingkirkan segala kuasa yang sedang menjerat Anda.

Jika pejabat yang malang ini, yang mencoba untuk lari dari kematian, menempatkan dirinya di bawah kemurahan Allah, apakah Anda pikir Allah tidak dapat menyelamatkan dia? Tentu saja Allah sanggup. Allah adalah satu-satunya pribadi yang dapat menyelamatkannya dari kematian yang pasti. Namun ia justru berusaha dengan kekuatan sendiri, dan berakhir dalam bencana. Semakin Anda berusaha untuk menyelamatkan diri Anda dari ancaman masa depan, semakin ia membunuh Anda dan menghancurkan Anda. Pesan yang disampaikan oleh Injil mengatakan bahwa Anda tidak dapat menyelamatkan diri Anda sendiri. Jika Anda dapat melakukannya, Anda tidak membutuhkan Yesus. Anda tidak membutuhkan Allah. Yesus tidak perlu mati di atas kayu salib. Anda tidak dapat menyelamatkan diri Anda. Sia-sia mengkhawatirkan masa depan. Sia-sia berusaha lari dari masa depan. Menjadi Kristen bukanlah suatu pelarian. Melainkan suatu keberanian menghadapi masa depan dan berkata, “Baiklah, saya mengerti bahwa masa depan itu tidak pasti dan menakutkan; sebagaimana yang sudah disampaikan oleh saudara Clement tentang seorang hamba Allah yang terus menerus memperingatkan kita bahwa akhir zaman sudah dekat. Kita bukan saja diberitahu bahwa masa depan mengandung ketidakpastian, namun juga membawa segala macam ancaman. Kita diberitahu bahwa akhir dari segalanya adalah bencana bagi dunia. Namun apakah itu akan membuat kita khawatir, apakah seorang Kristen akan gemetar ketakutan menghadapi semua itu? Tidak sama sekali!! Itu semua justru memperkuat hasrat kita untuk berpaling kepada Allah dan berpegang kepada-Nya dengan meletakkan iman kita kepada Dia yang tidak pernah gagal! Injil bukan semacam candu rohani yang memabukkan kesadaran kita. Injil bukanlah candu yang dipakai untuk membuat kita melupakan sejenak ancaman masa depan. Tidak, Injil memberi kita kejelasan visi tentang masa depan. Injil membuat kita menatap langsung ke pusat persoalan dan berkata, “Saya tidak takut karena Allah yang akan membawa saya melalui semua ini, dengan kemenangan. Ia adalah Penyelamatku. Ia adalah Tuhanku.”


Bodohnya Kekhawatiran

Hal ketiga yang perlu kita lihat adalah bukan saja kekhawatiran itu tidak bermanfaat, kita juga harus memahami betapa bodohnya kekhawatiran itu. Bukan saja tidak berguna, menjadi khawatir itu sangatlah bodoh. Yesus sendiri yang menyatakan hal ini di bagian akhir dari pengajarannya tentang kekhawatiran, yaitu sangat bodoh jika kita memborong beban ganda. Anda sedang menghadapi persoalan hari ini dan seolah-olah itu saja masih belum cukup, lalu Anda menambahkannya dengan persoalan hari besok. Apakah satu beban saja tidak cukup lalu Anda memerlukan dua sekaligus? Yesus di sini berkata, “Bukankah kesusahan hari ini cukup? Tidakkah kesusahan yang kamu alami hari ini cukup sehingga kamu perlu menambahkan kesusahan hari besok?!” Di sini Anda dapat melihat betapa bodohnya jika kita coba berperang langsung di dua medan peperangan. Hitler sering berkata, “Jangan berperang di dua medan peperangan.” Orang yang bodoh melakukan hal yang tepat seperti apa yang dia larang. Di buku “Mein Kampf” yang ditulis oleh Hitler, ia mengatakan bahwa suatu bangsa tidak boleh memasuki dua medan perang sekaligus. Ada orang yang pandai mengajar tetapi tidak tahu bagaimana menjalankan ajarannya sendiri. Ucapannya sangatlah bijak, namun tindakannya justru mengkhianati petuah yang keluar dari mulutnya sendiri. Hitler tidak sekadar memasuki dua medan perang tetapi malahan di banyak sekali medan peperangan yang akhirnya menjadi sumber kehancurannya sendiri. Namun banyak sekali orang Kristen pada masa kini yang melakukan hal yang sama. Mereka memasuki medan perang hari ini, hari esok, dan bahkan hari yang sudah lalu. Kenangan akan masa lalu menghantui mereka, ketidakpastian masa depan meresahkan mereka dan persoalan hari ini menggempur mereka. Bagaimana Anda akan bertempur di medan perang macam ini? Tidak heran jika kita melihat orang Kristen yang tidak menunjukkan sukacita dan sangat terbebani. Mereka masih belum memperoleh pembebasan iman, mereka masih belum merdeka.

Demikianlah betapa bodohnya menjadi khawatir itu. Kebodohan itu juga diakibatkan karena Anda tidak dapat berbuat apapun terhadap hal-hal yang belum terjadi. Anda tidak akan dapat memadamkan kebakaran yang belum terjadi. Anda boleh berwaspada dan tentu saja kita semua harus memiliki kewaspadaan akan tetapi kekhawatiran bukanlah kewaspadaan. Kekhawatiran itu tidak menghasilkan apa-apa. Kebodohan lain yang tampak dalam kekhawatiran adalah Anda mungkin menguatirkan sesuatu yang sebenarnya tidak akan terjadi serta gagal mengkhawatirkan apa yang sebenarnya akan terjadi! Pernahkah Anda mengalami saat-saat ketika orang yang Anda kasihi datang terlambat? Aduh! Berbagai bayangan mulai menghantui Anda. Kecelakaan? Diculik? Semakin Anda memikirkannya semakin Anda jatuh dalam kekhawatiran dan sejam kemudian Anda mulai berkeringat dingin, Anda menjadi sangat gelisah. Lalu ia datang dengan senyum yang lebar, menatap ke arah Anda dan berkata, “Ada masalah apa?” Anda sedang gemetar karena kegelisahan yang mencekam, “Dari mana saja kamu? Apa kamu diculik?” “Diculik? Ada apa dengan kamu? Saya tidak mengalami apa-apa.” Begitu bodoh! Anda menyadari kemudian bahwa selama satu jam Anda sudah menyiksa diri sendiri dengan percuma. Satu jam tidak terlalu buruk. Ada orang yang menyiksa diri sampai hitungan hari, minggu dan bulan. Sebagai contoh, orang yang hilang di masa perang. Tentu saja ini merupakan satu tragedi. Mestinya kita menyerahkan persoalan ini kepada Allah dan berkata, “Tuhan, ini persoalan yang saya hadapi, apa yang harus saya lakukan dengan masalah ini? Engkau dapat mengatasinya. Engkau memiliki kuasa untuk mengendalikan keadaan. Saya tidak dapat melakukan apapun”, dan dengan demikian kita belajar untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah untuk percaya kepada Allah, namun kita tidak melakukan hal ini, bukankah begitu? Kita duduk terpaku sambil menggigit kuku, menjadi sangat gelisah dan ketika kita melihat orang yang datang terlambat itu datang dengan senyum lebar di wajahnya, hal itu justru membuat kita jadi jengkel. “Apa yang kamu tertawakan? Kamu sudah bikin saya cemas sampai satu jam!” Saya kira kita semua pernah mengalami hal yang seperti ini. Dan kita tahu bahwa hal itu memang bodoh, tidak ada gunanya, namun tetap saja kita lakukan. Kita masih belum dibebaskan. Apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang Kristen? Sudah semestinya ia membawa beban itu ke hadapan Tuhan dan berserah kepada-Nya. Ia satu-satunya pribadi yang dapat mengatasi perkara ini. Saya tidak dapat melakukan apapun. Saya khawatir, saya akan membawa kekhawatiran saya dalam doa. Saya mengubahnya menjadi kuasa doa. Perkara seperti ini jalan keluarnya sudah baku. Kekhawatiran seharusnya mendorong hati dan pikiran kita ke dalam doa yang penuh ketekunan kepada Allah. Segala kesukaran dan persoalan tidak boleh menekan kita, justru seharusnya malah mendorong kita untuk semakin dekat kepada Allah.

Sekarang kita dapat melihat bahwa iman yang sejati merupakan hal yang indah. Iman sejati menerima tantangan kekhawatiran dan persoalan; dan semakin besar tekanan yang dihadapi justru menjadikan iman semakin kuat. Itu jika Anda memiliki iman yang sejati. Persoalannya apakah Anda memiliki iman yang sejati. Banyak orang yang imannya runtuh akibat tekanan persoalan kecil tetapi mereka yang memiliki iman sejati justru menjadi semakin kuat dengan semakin bertambahnya tekanan yang dihadapi. Anda dapat melihat pokok ini di dalam Ibrani pasal 11, “Kekuatannya meningkat di dalam peperangan”, di dalam peperangan rohani iman bertumbuh semakin kuat. Mereka yang mengalami sedikit tekanan memiliki iman yang lemah.


Bahaya dari Kekhawatiran

Pokok keempat yang dapat kita lihat adalah bahaya dari kekhawatiran. Kita sudah melihat ancaman, kesia-siaan dan kebodohan dari kekhawatiran, dan kita juga perlu melihat bahaya dari kekhawatiran itu. Apa bahaya yang ditimbulkan oleh kekhawatiran? Bahayanya adalah ia akan mendorong Anda untuk memikirkan diri sendiri. Pernahkah Anda mengamati hal itu? Ia mendorong Anda untuk memikirkan persoalan Anda sendiri. Ada beberapa orang yang sangat melelahkan. Setiap kali Anda berbicara dengan mereka, maka yang mereka bicarakan hanyalah persoalan, kesulitan dan masalah pribadi mereka. Mereka tampaknya tidak pernah menyadari bahwa orang lain juga memiliki persoalan. Mereka tampaknya seperti orang yang paling tidak beruntung di dunia ini. Pernahkah Anda mengamati orang-orang seperti ini? Mereka akan selalu membebani Anda dan dari cara mereka berbicara, akan membuat Anda mengira bahwa ia tidak menyadari keberadaan orang lain atau kalaupun orang lain itu benar-benar ada, maka mereka tidak pernah punya persoalan. Hanya mereka saja di dunia ini yang menghadapi persoalan hidup. Tampaknya semua persoalan di dunia ini tertumpah ke atas jiwa-jiwa yang malang ini. Hal yang lucu adalah, kelihatannya memang begitu keadaannya! Semakin banyak mereka berkeluh kesah malahan semakin banyak persoalan yang menjerat mereka. Sangat aneh! Kesulitan tampaknya selalu memiliki jalan untuk menjangkau orang-orang yang selalu mengeluh, pernahkah Anda memperhatikan hal itu? Dan orang-orang yang terlihat bahagia sepertinya tidak pernah menghadapi persoalan. Kenyataannya mereka menghadapi persoalan sebanyak yang dihadapi oleh orang lain, tetapi mereka tidak pernah membiarkan dirinya ditekan oleh persoalan. Bukannya mereka tidak punya persoalan tetapi kenyataannya adalah mereka tetap bersukacita di tengah persoalan, yang membuat mereka terlihat seperti tidak punya persoalan. Sangat aneh! Sepertinya problem bergerak menjauh dari orang-orang tidak takut menghadapinya dan mengerubungi mereka yang gemar mengeluh. Jadi bahaya dari kekhawatiran adalah ia mendorong Anda untuk mementingkan diri sendiri, ia membuat Anda menjadi terfokus pada diri sendiri dan ini bertentangan dengan ajaran Tuhan yang menyuruh Anda untuk memandang keluar dari diri. Jika Anda ingin memiliki iman, langkah pertama adalah memandang keluar dari diri. Orang yang selalu memikirkan masalahnya sendiri adalah orang yang sedang menghancurkan dirinya sendiri, membebani orang lain dan menguras ketahanan orang lain serta dirinya sendiri.


Iman: Memandang Keluar dari Diri Anda

Iman adalah pembebasan dari diri, kemerdekaan dari diri sendiri. Lihatlah apa yang Yesus katakan. Kata kunci yang pertama adalah, “Pandanglah di sekitarmu! Dan lihat, perhatikan bunga bakung di padang” seperti yang tertera di ayat 28, atau di ayat 26, “Pandanglah burung-burung di langit.” Itu hal yang bagus untuk dilakukan. Jika Anda menghadapi masalah, pandanglah keluar dari diri Anda. Lihat di sekeliling Anda. Hal pertama yang mungkin Anda temukan adalah ini: saat Anda mulai mengamati sekitar Anda, Anda akan mendapati bahwa masih ada orang lain di bumi ini. Hal ini mungkin sedikit mengejutkan Anda, namun lihatlah orang lain juga memikul persoalan yang tidak ringan. Ada orang yang menghadapi persoalan yang lebih berat dari Anda. Jika Anda mencoba untuk mencari tahu apa persoalan mereka, Anda mungkin akan berkata, “Bagaimana mungkin kamu bisa punya banyak persoalan seperti itu?” Ketahuilah bahwa langkah pertama adalah memandang keluar. Anda mengalihkan pandangan dari diri kepada segala sesuatu yang sudah diciptakan oleh Allah.

Saya mengamati bahwa jika seseorang merasa lelah, lemah, dan lesu maka hal terbaik yang perlu ia lakukan adalah pergi berjalan-jalan keluar. Bagaimana Anda dapat mengamati burung-burung? Tidak di dalam ruangan ini. Begitu pula halnya dengan bunga bakung. Bangunan gereja ini bukan tempat yang cocok untuk melihat bunga bakung dan burung-burung. Untuk dapat melakukannya kita perlu pergi ke tempat terbuka. Jika Anda mengalami kekhawatiran dan persoalan, maka yang perlu Anda lakukan adalah pergi keluar di tempat terbuka. Saya menghabiskan banyak waktu di dalam kota dan Allah dalam hikmat-Nya lalu menempatkan saya di daerah pedesaan sekarang. Pertama kali dalam hidup saya bertempat tinggal di luar kota. Selama ini saya terbiasa dengan kehidupan kota. Betapa indahnya benar-benar dapat mengamati burung, bunga dan padang rumput, memandang keluar dari diri ini. Sangat menyegarkan perubahan yang ada ini dan memandang ke sekitar. Bukalah hati Anda kepada hal-hal yang ada di luar Anda. Berhenti menutup diri. Selama Anda belum melakukan itu, Anda tidak akan memiliki iman. Iman berarti memandang keluar dari diri Anda.

Pendeta William Yu, pada saat ia masih di sini, sering bepergian bersama dengan saya ke daerah pedesaan. Seringkali kami merebahkan diri di rerumputan, mengamati bunga-bunga padang yang indah, yang beberapa dari antara mereka sedemikian kecilnya sehingga harus dilihat dari jarak dekat untuk dapat diamati, bahkan membutuhkan kaca pembesar. Hati saya terpikat oleh kecantikan bunga-bunga yang sangat kecil yang dibicarakan oleh Yesus itu. Pernahkah Anda mengamati dengan seksama salah satu di antaranya? Jika belum, saatnya bagi Anda untuk melakukan hal itu. Pandanglah bunga-bunga mungil di padang. Sangat cantik, luar biasa, saya tidak menyadari sebelumnya bahwa mereka memiliki keindahan seperti itu. Kami berdua sering duduk-duduk mengagumi keindahan bunga-bunga itu cukup lama sehingga orang lain mungkin memandang kami dengan curiga, namun kami sedang terpikat oleh kecantikan warna dan bentuk bunga bakung itu. Begitu indahnya! Mereka mendorong kami untuk memuji dan memuliakan Allah. Jadi langkah pertama dari iman adalah memandang keluar dari diri Anda, mengamati hal-hal di sekitar Anda dan dari sana Anda dapat mengarahkan pandangan Anda kepada Allah. Jika Allah sedemikian rupa mendandani bunga bakung yang tumbuh liar di padang dengan kecantikan yang luar biasa, tidakkah Ia akan lebih lagi memperhatikan keadaanmu? Apakah Anda tidak lebih berarti dari bunga bakung di padang? Apakah Anda tidak memiliki iman? Tak dapatkah Anda mempercayai Allah yang sudah menciptakan perkara-perkara yang sedemikian indahnya?


Memberi Tempat Tertinggi bagi Allah di dalam Hidup kita

Dari semua ini, kita melihat kesia-siaan, ketiadaan-arti, kebodohan dan bahaya dari kekhawatiran. Selanjutnya apa yang harus kita lakukan? Kita harus mengalihkan pandangan dari segala kekhawatiran ini kepada iman. Apa itu iman? Iman berarti menempatkan Allah sebagai yang pertama, itulah artinya. Disebutkan di sini, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu“. Ketimbang berkutat dengan kekhawatiran tentang makanan, pakaian, masa depan dan keamanan, pusatkanlah perhatian Anda pada perkara-perkara yang datang dari Allah. Allah hanya berkenan berada di tempat pertama dalam hidup Anda, dan tidak di urutan yang lain. Perhatikan hal ini baik-baik. Apakah Ia berada di tempat yang pertama di dalam hidup Anda? Bagaimana Anda bisa menyebut diri sebagai orang Kristen namun Allah tidak menempati posisi puncak di dalam hidup Anda? Apakah Allah yang pertama kali Anda pikirkan setiap hari? Apakah saat Anda bangun pagi, yang pertama kali Anda pikirkan adalah Allah? Yang pertama kali muncul di dalam benak Anda mungkin, “Wah, sudah hampir terlambat ke kantor!” Tidak ada waktu lagi untuk bersaat teduh. Yang pertama kali terpikir adalah, “Tidak ada waktu lagi untuk berdoa.” Penempatan urutannya sangat terbalik. Jika saya sudah selesai dengan segala urusan pribadi saya, maka Allah boleh mendapatkan waktu luang saya. Allah berada di tempat terakhir di dalam hidup Anda. Ia hanya boleh mendapat waktu luang saja.

Kita dapati di gereja sekarang ini orang-orang Kristen yang sekadar memanggul nama Kristen, mengapa? Karena mereka bahkan nyaris tidak dapat menjadwalkan waktu bagi Allah dalam kegiatan mereka, apalagi menempatkan-Nya sebagai yang pertama. Mereka mengira bahwa mereka sudah melakukan hal yang baik bagi Allah dengan meluangkan waktu lima menit hari ini. Jika Anda orang Kristen yang seperti ini, tidak heran jika keberadaan Allah menjadi tidak nyata bagi Anda. Allah tidak akan pernah nyata bagi Anda. Anda memperlakukan-Nya sebagai “Allah part-time” dan lalu Anda berharap agar Dia menjadi Allah yang nyata bagi Anda? Anda mengira sudah menghargai-Nya secara pantas? Anda mengira sudah menunjukkan kemurahan kepada Dia? Ia tidak butuh kemurahan Anda. Allah harus menjadi Penguasa atas hidup Anda atau tidak sama sekali. Perhatikan bahwa di dalam Alkitab tidak pernah disebut “Penyelamat dan Penguasa” (Saviour and Lord) namun dalam urutan “Penguasa dan Penyelamat” (Lord and Saviour). Ia tidak akan pernah menjadi Penyelamat Anda jika Ia tidak terlebih dulu menjadi Penguasa atas hidup Anda. Jangan mengira bahwa Anda dapat menjadikan-Nya hanya sebagai Penyelamat saja. Ia tidak menyelamatkan siapapun yang tidak menjadikan-Nya sebagai Penguasa hidup mereka.

Jika Anda ingin tahu apakah Anda memiliki iman, Anda cuma perlu menanyakan kepada diri Anda pertanyaan yang sederhana ini: Pertama, apakah Anda memiliki kekhawatiran? Saya melihat banyak yang dijerat oleh kekhawatiran. Kedua, apakah Anda menjadikan Allah sebagai yang nomor satu? Saya melihat banyak yang urutannya terbalik. Allah menempati tempat terakhir. Bagaimana cara kita melihatnya? Apabila kita perlu menghadapi ujian, apakah Allah masih yang terutama? Allah hanya diutamakan setelah selesai ujian, bukan sebelum selesai ujian. Pada saat Anda menghadapi ujian, ujian yang didahulukan, yang lain dalam urutan yang kedua dan Allah entah urutan yang ke berapa. Anda berani berkata bahwa Anda memiliki iman? Saya tidak sedang memarahi Anda, saudara-saudara. Saya hadir di sini tidak untuk memarahi Anda, saya harap Anda memaklumi. Karena, apakah Anda akan datang ke gereja atau tidak, tidak ada kerugian bagi saya, demikian pula bagi Allah, Anda sendiri yang rugi. Saudara-saudara yang lain akan merasa kehilangan dengan tidak hadirnya Anda, namun itu bukan merupakan suatu kerugian secara rohani bagi mereka. Tujuan saya bukan untuk mengecam atau menegur Anda. Saya tidak berminat dengan itu.  Perhatian utama saya adalah menunjukkan kepada Anda Jalan Tuhan. Jika Anda mendahulukan apapun yang lain selain Allah, Anda belum mengerti apa artinya menjadi Kristen. Anda belum mengerti apa artinya percaya kepada Allah. Barangkali Anda berkata, “Yang wajar sajalah. Saya sedang menghadapi ujian, Allah bisa menunggu bukan? Ia selalu ada, Dia itu Allah yang kekal bukan? Ujian saya pada hari Senin besok, dan ujian tidak bisa menunggu saya, tapi Allah tentu bisa menunggu saya bukan?” Demikianlah cara kebanyakan kita berpikir. “Allah selalu ada, tetapi ujian saya hanya ada dalam satu kesempatan. Saya tidak mau mengulangi ujian yang sama semester depan.” Lalu kita membela diri sendiri. Namun akibatnya, Anda sendiri yang rugi. Anda rugi karena Anda tidak melihat apa yang mungkin akan Allah lakukan bagi Anda, jadi jangan mengeluh nanti sambil berkata, “Mengapa Allah tidak menolong saya?” Anda menempatkan-Nya di urutan terakhir tetapi Anda menghendaki agar Dia mengutamakan kepentingan Anda juga?

Tempatkan Allah di urutan pertama dan yang lain akan datang sesuai dengan gilirannya. Jika Anda menghadapi ujian, jangan lupa bahwa saya sendiri pernah mengalami hal yang sama selama enam tahun masa kuliah saya. Saya sudah melalui banyak ujian selama itu. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Saya tidak sekadar asal bicara. Saya berbicara berdasarkan pengalaman saya pribadi dan Tuhan tidak pernah gagal menolong saya. Saya mengalami hal itu setiap kali saya menempatkan Tuhan sebagai yang pertama; kadangkala saya harus memilih apakah harus memenuhi undangan berkhotbah (saya sudah mulai berkhotbah sejak masa kuliah) atau menghadiri ujian? Apa yang akan Anda lakukan? Saya pergi dan berkhotbah, dan mempertaruhkan masa depan akademis saya, namun Tuhan entah bagaimana selalu meloloskan saya. Bukan karena saya tidak mau belajar ataupun malas. Allah tidak pernah mendukung kemalasan, namun karena saya sudah bertekad bahwa Dia harus berada di tempat pertama sekalipun saya harus gagal dalam ujian. Apakah saya gagal? Tidak, saya tidak pernah gagal. Tuhan selalu meloloskan saya. Demikianlah hikmat dan kemurahan-Nya. Saya menekankan bahwa kita tidak boleh khawatir, namun itu bukan berarti bahwa kita tidak perlu berusaha. Orang Kristen adalah orang yang paling giat bekerja namun ia harus selalu menempatkan Allah di urutan pertama. Jadi definisi iman adalah menjadikan Allah sebagai yang nomor satu dalam hidup kita. Carilah dahulu Allah, kerajaan-Nya, dan kebenaran-Nya. Mungkin Anda akan bertanya tentang apa artinya mencari kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, hal ini akan kita bahas dalam bagian berikutnya.


Mencari Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya

Apa arti mencari kerajaan-Nya? Apa itu kerajaan? Kerajaan Allah adalah pemerintahan Allah. Allah memiliki pemerintahan yang sangat luas. Ia adalah Raja segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan. Kita harus mencari kerajaan-Nya. Lalu ke mana kita mencari kerajaan-Nya? Di dalam hidup kita sendiri, yaitu Allah bertakhta di dalam hidup kita. Itu sebabnya saya menyebutkan hal ini dari awal, Allah harus menjadi Raja di dalam hidup Anda, atau jika tidak, maka Ia tidak akan menjadi Penyelamat Anda. Jangan mengira bahwa Anda dapat memanfaatkan Allah hanya untuk keselamatan, sekadar menjamin Anda tidak masuk ke neraka. Tidak demikian halnya. Allah tidak akan menyelamatkan orang yang tidak hidup di bawah pemerintahan-Nya di masa hidup orang itu. Mencari kerajaan-Nya berarti melakukan beberapa hal yang dapat kita ringkas sebagai berikut: Pertama, kita harus ‘berjuang’ untuk masuk ke dalam kerajaan itu. Perhatikan kata ‘berjuang’. Yesus memakai kata ini di Lukas 13:24, itu berarti saya mengerahkan segenap tenaga, waktu, dan kekuatan untuk memasuki kerajaan Allah, untuk masuk ke dalam cara hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya. Itulah yang menjadi perhatian saya. Perhatian saya bukan kepada makanan, pakaian ataupun lain-lainnya. Saya memperhatikan apakah saya dapat hidup sesuai dengan apa yang menjadi panggilan Allah bagi saya. Saya berjuang untuk memasuki kerajaan-Nya, untuk hidup di bawah pemerintahan-Nya, untuk menjadi warga kerajaan-Nya.

Kewarganegaraan adalah hal yang luar biasa. Dan betapa luar biasa lagi menjadi warga kerajaan Allah! Di Hong Kong, menjadi warga Inggris pernah menjadi hal yang sangat diinginkan. Saya tidak tahu apakah hal itu masih menjadi kecenderungan masyarakat Hong Kong sekarang. Setiap Inggris berlomba untuk menjadi warga Inggris. Namun pada saat Anda sudah menjadi warga Inggris, hal itu ternyata tidak cukup bagi Anda karena sekarang adanya kewargaan UK yang sangat berbeda dengan kewargaan Inggris (British). Paspor warga British tidak banyak berharga. Anda tetap tidak mudah untuk bepergian ke Inggris. Jika Anda diizinkan untuk masuk, mereka tidak akan memberikan izin tinggal tetap bagi Anda. Mungkin Anda hanya akan diberi izin kunjungan selama satu atau dua minggu namun Anda tidak diizinkan untuk menetap di sana. Kemudian orang mulai mengidamkan untuk dapat memiliki paspor UK. Terasa istimewa, Anda berada satu tingkat di atas paspor Hong Kong. Kewarganegaraan sangatlah penting, jadi tentunya sangatlah luar biasa bisa berada di bawah pemerintahan Allah. Sebagaimana yang disebutkan oleh Paulus di surat Filipi, kewargaan kita ada di dalam surga. Paspor kita adalah yang terbaik di antara semua yang ada: warga kerajaan Allah.

Pertama-tama, kita harus berjuang untuk memasuki kerajaan Allah. Ketika Anda mencari kerajaan Allah itu berarti bahwa Anda harus pergi menuju ke sana, Anda harus pergi mencari untuk memasukinya. Hal yang kedua adalah bahwa, sekali Anda masuk ke dalam kerajaan-Nya, Anda menjadi manusia baru, jadi mencari kerajaan-Nya sekarang berarti, kita akan mengutamakan hal-hal yang menjadi kepentingan kerajaan itu. Ini berarti kita mulai peduli akan kesempatan orang lain untuk dapat memiliki hidup yang kekal juga. Dan ketiga, pemerintahan-Nya mulai berlaku, bukan sekedar di dalam hidup saya akan tetapi di dalam seluruh jemaat. Jika saya mencari kerajaan Allah di dalam gereja maka itu berarti bahwa saya mencari kedaulatan Allah di dalam hidup kita semua, bahwa Allah menjadi yang utama di dalam hidup kita semua. Apa yang saya lakukan sekarang adalah mencari kerajaan-Nya untuk mendirikan pemerintahan-Nya di tengah-tengah kita.

Kemudian disebutkan tentang mencari kebenaran-Nya. Apa artinya? Anda perlu tahu bahwa pemerintahan-Nya dinyatakan di dalam kebenaran-Nya. Tidak boleh ada dosa di dalam gereja. Jika ada dosa, maka tidak terdapat kebenaran. Di mana tidak terdapat kebenaran, maka di situ tidak ada iman. Dan kedua, mencari kebenaran-Nya berarti menjalani kehidupan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Ini juga berarti kita menanamkan kebenaran-Nya di dalam hidup orang lain untuk membawa keselamatan bagi orang lain. Apakah Anda melakukan semua ini? Jika Anda berkata bahwa Anda menempatkan Allah sebagai yang pertama, apa maksudnya itu? Itu berarti semua yang tersebut di atas. Itu berarti bahwa setiap hari Anda berpacu di dalam perlombaan rohani, setiap hari Anda hidup di bawah pemerintahan-Nya. Setiap hari Anda menjalani hidup yang penuh dengan kepastian bahwa Anda adalah anak Allah. Itu semua berarti bahwa di dalam hidup Anda, Anda menunjukkan kebenaran-Nya dan membawa orang lain kepada kebenaran tersebut. Dari semua ini, kita dapat melihat kekayaan pengajaran-Nya.


Allah sangat Memperhatikan Anak-Anak-Nya

Anda harus menempatkan Allah di atas segalanya dan itu perlu diperlihatkan melalui kepedulian Anda terhadap kerajaan-Nya dan terhadap setiap warga kerajaan-Nya. Kita dapat menutup pembahasan kali ini dengan pokok yang terakhir, yaitu Allah sangat memperhatikan kita. Saya akan menutup pembahasan dengan topik tersebut. Kita merasa sudah memperhatikan, namun mungkin kita tidak merasa bahwa Allah memperhatikan. Mengapa Anda begitu khawatir dengan ujian Anda? Karena Anda begitu mempedulikan ujian Anda, namun Anda mengira bahwa Allah tidak peduli dengan ujian Anda, bukankah begitu? Jujur saja, Anda tidak menganggap bahwa Allah peduli apakah Anda lulus atau tidak, bukankah demikian? Jika Anda menghadapi ujian lagi di masa berikutnya, tanyakanlah pada diri Anda, apakah Allah peduli tentang ujian Anda? Saya ingin tahu apa jawaban Anda. Lain waktu, pada saat Anda memasuki masa ujian lagi, saya akan menanyakan kepada Anda yang menghadapi ujian, “Apakah Anda percaya bahwa Allah peduli pada kelulusan Anda?” Saya ingin tahu berapa banyak dari antara kita yang dapat menjawab dengan sejujurnya, “Ya, Allah peduli.” Atau mungkin Anda pikir Allah tidak tertarik dengan urusan seperti ini; apakah saya akan lulus atau tidak, tidak menjadi masalah bagi Allah. Dan karena Anda tidak menganggap bahwa Ia peduli, maka Anda tidak berdoa untuk ujian ini, begitu? Apa gunanya berdoa kepada Allah, “Tolonglah saya agar dapat lulus ujian”, jika Ia  tidak peduli apakah Anda akan lulus atau tidak? Jadi karena Anda mengira Dia tidak peduli, maka Anda menjadi khawatir. Pesan yang perlu Anda dengarkan adalah Allah peduli. Allah mempedulikan Anda. Apakah Ia mempedulikan Anda ketika Anda tidak punya sesuatu untuk dimakan? Apakah Anda percaya bahwa Ia peduli pada Anda? Lalu mengapa Anda khawatir? Apakah Anda percaya bahwa Allah memperhatikan apakah Anda memiliki pakaian atau tidak? Atau mungkin Anda mengira bahwa Ia tidak peduli pada saat Anda harus menggigil kedinginan, Dia tidak peduli? Jelas Ia peduli. Namun jika Anda percaya bahwa Ia peduli, mengapa Anda khawatir?

Anak perempuan saya tidak khawatir apakah ia bisa menikmati makan malam atau tidak. Mengapa dia tidak gelisah dan mengeluh, “Saya tidak dapat pekerjaan, umur saya baru enam tahun, saya akan menganggur, saya akan kelaparan!”? Saya tidak melihat ia merasa cemas. Mengapa ia tidak khawatir? Seharusnya ia khawatir. Ia tidak khawatir karena ia tahu bahwa saya mempedulikannya, bahwa saya akan mengurus dia. Lalu mengapa ia tidak khawatir dengan cuaca dingin di Kanada, bahwa ia mungkin saja akan menggelandang kedinginan? Saya tidak melihat ia merasa khawatir. Mengapa ia tidak cemas? Karena ia tahu bahwa kami akan mengurus segala sesuatu bagi dia jika ia kedinginan, jadi ia tidak merasa perlu untuk khawatir.

Anda berkata bahwa Anda memiliki iman? Hal itu dapat dibuktikan. Dari perkara ujian, makanan, pakaian, pekerjaan dan masa depan. Jika Anda percaya bahwa Allah peduli, lalu mengapa Anda begitu takut untuk melayani Dia? Saya menemukan banyak orang yang tidak berani melayani Allah karena mereka pikir mereka tidak akan dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Masa depan bagi mereka sangat tidak pasti, mereka tidak tahu apakah akan mendapat pekerjaan. Banyak yang berkata, “Saya tidak tahu apakah saya akan dapat melayani Allah, saya tidak tahu pekerjaan apa yang akan saya dapatkan? Mungkin gereja nanti tidak mempekerjakan saya, mungkin nanti saya akan menganggur.” Gereja atau Allahkah yang peduli kepada Anda? Jika Allah peduli, mengapa Anda khawatir? Tidakkah Anda mengerti bahwa kekhawatiran Anda membuktikan bahwa Anda kekurangan iman? Betapa indahnya hidup di dunia ini sebagai anak-anak Allah di mana orang-orang non-Kristen dapat menatap ke arah kita dan berkata, “Mengapa Anda begitu tenteram? Apa yang membuat Anda bersukacita?” Dan Anda dapat menjawab, “Karena Ia peduli, Bapa mempedulikan saya.” Ia dapat mengatasi semua persoalan saya. Anak perempuan saya tidak khawatir pada persoalan hidup karena ia tahu bahwa saya selalu siap untuk mengatasi persoalannya. Ia menikmati hidup yang luar biasa. Ayah akan mengatasi persoalannya, ibu pun akan mengatasi persoalannya, jadi dia dapat menjalani hidupnya dengan penuh sukacita.

Ada beberapa orang Kristen yang mengalami rasa bersalah akibat menikmati sesuatu hal. Mereka belum pernah membaca firman di mana Paulus berkata bahwa “Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati.” Mengapa kita harus merasa bersalah karena sudah menikmati sesuatu? Anda jelas bersalah jika menikmati hal-hal yang tidak diberikan oleh Allah, tetapi Anda dapat menikmati segala yang diberikan Allah kepada Anda. Jadi kita dapati bahwa sangatlah indah menjalani kehidupan di dunia di dalam kepercayaan kepada Allah dan bagaimana Allah menyediakan apa yang kita butuhkan secara nyata, seperti yang sudah saya saksikan kepada Anda tadi. Saya tahu bahwa Allah peduli, saya sudah membuktikan hal itu. Bagaimana dengan Anda? Allah tidak akan pernah menjadi nyata bagi Anda sampai Anda dapat menguji kepedulian-Nya dan mendapati bahwa Ia benar-benar peduli. Sudahkah Anda membuktikan hal itu? Kadang-kadang ada orang yang datang dan bertanya bagaimana saya tahu bahwa Allah itu nyata? Bagaimana lagi? Dengan cara apalagi Anda dapat membuktikan bahwa Ia sangat nyata kecuali dengan menyerahkan hidup Anda kepada-Nya dan mengalami bahwa Ia tak pernah gagal. Kalau Anda sudah membuktikan sendiri bahwa Ia menopang Anda, maka Anda dapat hidup penuh sukacita di dalam Allah.

Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa Yesus telah mengungkapkan kelemahan hati kita. Jika kita tidak membereskannya di dalam hati kita sekarang juga, maka kita tidak akan pernah dapat menjadi orang Kristen yang memiliki kuasa. Perhatian terhadap hal-hal kebendaan adalah perkara yang menghalangi setiap orang untuk dapat menjadi insan yang penuh kuasa Allah di dalam generasi ini. Anda tidak berani melayani Allah karena Anda takut, Anda pengecut. Anda tidak berani melayani Allah karena Anda tidak yakin apakah segala kebutuhan Anda akan terpenuhi. Anda takut, sampai ada yang mengatakan bahwa melayani Allah secara part-time sudah sangat bagus, padahal alasan utamanya adalah mereka terlalu takut untuk melayani Allah secara full-time. Saya tidak menyuruh semua orang Kristen untuk melayani Allah secara full-time, asalkan alasan Anda tidak melayani full-time bukan karena mengkhawatirkan masalah kebutuhan hidup. Biarkan Allah menyelidiki hati kita untuk melihat apakah kehidupan rohani kita terhalang oleh rasa takut akan masa depan, pada keterikatan kita dengan dunia, seolah-olah dunia dapat menyelesaikan persoalan dengan lebih baik ketimbang Allah; seolah-olah Mamon dapat memelihara saya dengan lebih baik ketimbang Allah, maka saya akan melayani mamon. Kiranya Allah menunjukkan kepada kita bahwa Penyelamat kita adalah Dia yang mampu mengatasi segala persoalan.

 

Berikan Komentar Anda: