Pastor Eric Chang | Matius 7:6 |

Hari ini kita melanjutkan pembahasan kita tentang Khotbah di Bukit di Matius 7:6. Di ayat ini kita membaca,

“Jangan memberikan barang yang kudus kepada anjing-anjing, jangan pula melempar mutiaramu ke hadapan babi supaya mereka tidak menginjak-injak itu dengan kakinya dan berbalik mencabik-cabik kamu.”

Kita perlu mencari tahu apa yang sedang disampaikan oleh Yesus di sini. Apa artinya ayat ini? Yesus berkata di bagian awal Matius 7 bahwa kita tidak boleh menghakimi saudara-saudara seiman. Kita tidak boleh mengutuk mereka. Namun, apakah itu lantas berarti kita hidup tanpa membedakan yang benar dari yang salah? Kita tidak boleh mengutuk, tetapi kita harus mengenali atau mengetahui siapa sesungguhnya mereka. Kita harus tahu siapa mereka itu sebenarnya.


Anjing dan Babi adalah Gambaran Watak Manusia yang Dikuasai Daging

Di sini Yesus berkata bahwa anda tentu tidak akan mengambil barang yang kudus dan memberikannya kepada anjing. Anda juga tidak akan melemparkan mutiara kepada babi. Tampaknya ucapan ini mengandung maksud bahwa ada sebagian orang yang sedang digambarkan sebagai anjing dan babi. Pemakaian ungkapan seperti ini tentunya terkesan tidak menyanjung. Kita pasti tidak suka disebut sebagai anjing atau babi. Dalam rangka memahami makna ucapan Yesus ini, kita harus jelas bahwa ia tidak sedang menghina orang lain ketika menyampaikan kalimat ini. Namun, tidak ada cara lain yang lebih tepat dalam memberikan gambaran tentang karakter dan sifat orang-orang tersebut selain dengan membandingkannya dengan anjing dan babi. Anda tentunya tahu, kebenaran tidak selalu menyenangkan untuk didengar. Kita cenderung enggan mendengarkan kebenaran. Jika ada orang yang cara hidupnya sangat jorok, anda mungkin akan berkata, “Wah, kamu hidup seperti babi.” Anda mungkin tidak bermaksud menghina dan menyakiti perasaan orang itu. Bahkan terhadap anak yang sangat anda kasihi sekalipun, kadang anda mungkin berkata, “Jorok sekali! Seperti babi saja!” Terkadang, terhadap orang yang sangat kita kasihi pun, kadang kala kita kesulitan dalam mencari padanan yang cocok untuk menggambarkan keadaannya, dan terpaksa memakai kata-kata seperti itu.

Pada saat anda mengetahui betapa kotornya kenajisan dan kejijikan dosa, anda akan menyadari bahwa ungkapan yang dipakai oleh Yesus bukanlah gambaran yang dibesar-besarkan mengenai keadaan orang yang tenggelam dalam dosa. Kenyataannya, kondisi mereka sebenarnya malah lebih jorok ketimbang anjing atau babi. Kadang kala, ungkapan perbandingan ini tampaknya akan lebih membangkitkan rasa tersinggung pada anjing dan babi ketimbang pada orang yang sedang berkubang dalam dosa. Mari kita bahas pernyataan yang baru saja saya sampaikan ini. Mari kita lihat satu contoh, orang-orang yang memasukkan jutaan orang Yahudi ke dalam kamar gas dan membunuh mereka, jika kita menyebut mereka sebagai babi, kemungkinan besar justru sang babilah yang akan tersinggung karena disamakan dengan mereka. Babi tidak akan berbuat seperti itu. Jika anda pikirkan, sebagai contoh lagi, beberapa orang di Hong Kong atau bahkan di Amerika atau di Inggris yang menyerang sembarang orang di jalanan (orang yang tidak tahu apa-apa) dan memukuli mereka sampai cedera parah atau bahkan mati. Tidak ada anjing yang melakukan hal semacam itu, kecuali anjing gila atau anjing galak. Anda lihat sendiri, binatang tidak melakukan kekejaman sebagaimana yang sering dilakukan oleh orang berdosa. Jika dikatakan bahwa hewan-hewan itu akan berbalik dan mengoyak anda, sesama manusia pun sering melakukan hal yang sama, tidak ada yang luar biasa dengan hal itu. Sekarang kita dapat memahami bahwa ketika Yesus berbicara tentang sifat orang-orang berdosa yang digambarkan seperti anjing dan babi, ia tidak membesar-besarkan masalah, karena sesudah kita bandingkan sendiri, ternyata ungkapan ini pun masih kurang kuat dalam menggambarkan permasalahan yang ada.


Mengabarkan Kebenaran Firman

Mari kita teruskan pertanyaan ini dan mencari tahu apa sebenarnya yang sedang Yesus katakan kepada kita melalui ucapan tersebut? Pertama-tama, mari kita amati anjing dan babi dan mencoba untuk mengerti apa yang sedang Yesus ajarkan kepada kita melalui gambaran ini. Dari sini kita akan segera mengerti bahwa dengan gambaran tentang anjing dan babi, ia sedang menguraikan watak manusia, watak kedagingan, watak orang yang terhilang dan terjerumus di dalam dosa. Kita akan mempelajari kesejajarannya tahap demi tahap, sampai kita dapat memahami keindahan dari ajaran Yesus dan kebenaran yang tercakup di dalamnya, sekalipun kebenaran itu mungkin tidak membuat kita merasa nyaman. Saya berharap agar orang-orang Kristen bertumbuh sebagai orang yang mengutamakan dan mencari kebenaran tanpa mempertimbangkan apakah hal itu akan membuat mereka merasa senang atau tidak.

Saya sangat menguatirkan orang-orang yang berkata mereka tidak nyaman dengan khotbah saya karena isinya terlalu keras. Mereka tidak senang dengan khotbah saya karena selalu mengingatkan orang akan dosa mereka. Mereka tidak senang karena isinya yang mengandung teguran keras. Saya tidak menguatirkan penilaian mereka terhadap saya. Apakah isinya terlalu menekan atau terlalu banyak teguran, bukan itu persoalannya. Kita tidak perlu menanyakan apakah isi khotbah akan menyenangkan atau tidak. Yang perlu kita tanyakan sesungguhnya adalah, “Apakah isi khotbah ini benar?” Jika ada orang yang berkata kepada saya, “Isi khotbah anda tidak benar”, sayalah yang perlu dikuatirkan. Akan tetapi, jika ada orang yang berkata, “Bukannya tidak benar, tetapi saya tidak suka isi khotbah anda”, orang semacam inilah yang perlu dikuatirkan. Pernahkah Yesus mengajar orang dengan berkata, “Engkau sangat luar biasa! Tidak ada lagi yang perlu disempurnakan dalam hidupmu”? Sebaliknya, ia berkata, sehubungan dengan watak manusia yang terpuruk dalam dosa, bahwa keadaan mereka seperti anjing dan babi. Anda tidak suka mendengarkannya, tidak masalah. Yesus datang bukan untuk mengejar popularitas, demikian pula saya. Jika seseorang mengutamakan kebenaran, ia akan menanyakan, “Apakah ini benar? Apakah watak manusia benar-benar seperti ini?” Saat ia melihat kebenaran ini, ia akan disadarkan dari dosanya dan bertobat dan kemudian kasih karunia Allah akan datang kepadanya.

Berkaitan dengan itu, ada beberapa hal yang perlu saya bagikan kepada anda.

Demi kedatangan-Nya dan demi kerajaan-Nya, dengan sungguh-sungguh, aku berpesan kepadamu di hadapan Allah dan Yesus Kristus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati: 2 Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya; tegurlah, nasihatilah, dan doronglah mereka dengan penuh kesabaran dan pengajaran. 3 Sebab, akan tiba saatnya ketika orang-orang tidak mau lagi menerima ajaran sehat. Sebaliknya, untuk memuaskan telinga, mereka akan mengumpulkan guru-guru bagi diri mereka sendiri yang sesuai dengan keinginan mereka. 4 Mereka akan memalingkan pendengaran mereka dari kebenaran dan berbalik kepada dongeng-dongeng.

Di 2 Timotius 4:1-4, Paulus berkata, “Di hadapan Allah” katanya kepada Timotius, “dan Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati, aku berpesan dengan sungguh-sungguh kepadamu demi penyataan-Nya dan demi Kerajaan-Nya”, dari sini kita dapat melihat bahwa pesan ini merupakan suatu perintah. Di ayat yang kedua, ia berkata, “Beritakanlah firman”. Tidak peduli apakah menurut anda waktunya tepat atau tidak, anda harus memberitakannya. Tidak masalah apakah keadaannya menyenangkan atau tidak, anda harus mengabarkan firman Allah. Lalu Paulus melanjutkan, “Nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran”, artinya kita harus terus melakukannya sekali pun reaksi yang muncul merupakan penentangan atau penolakan. Lakukan hal ini dengan segala kemampuan dan keahlian dalam pengajaran firman Allah. Hal pertama yang disebutkan adalah “menyatakan apa yang salah”. Kata ini merupakan kata yang sama dengan kata “menginsafkan” yang dipakai Yesus di Injil Yohanes, berkaitan dengan pekerjaan Roh Kudus (Yoh 16:8). Sesudah yang salah itu dinyatakan, maka datanglah “teguran”.

Paulus berkata kepada Timotius, “Tegurlah”. Dan akhirnya ia berkata, “Nasihatilah”. Nah, apakah Paulus menyuruh kita untuk selalu menepuk pundak orang? Dengan menuruti hal ini, anda memang tidak akan menjadi populer. Akan tetapi, memang itulah perintah Paulus kepada Timotius. Lalu, ia melanjutkan pada ayat yang ketiga, “Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat.” Perhatikanlah, mereka tidak mau mendengarkan ajaran yang sehat, firman Allah. Akan tetapi, telinga mereka gatal. Mereka mencari orang yang mau mengilik telinga yang gatal ini. Seperti orang yang menggaruk punggung yang gatal. Saya teringat pada sebuah perkakas orang Tionghua yang berbentuk seperti garpu yang panjang. Anda dapat menggaruk punggung anda sendiri dengan alat itu. Artinya, jika tidak ada orang lain yang bersedia menggaruk punggung anda, anda dapat melakukannya sendiri. Demikianlah kelakuan orang-orang yang tidak mau mendengarkan firman Allah ini. Mereka ingin agar orang berbicara tentang hal-hal yang menyenangkan hati mereka saja. Ini merupakan tanda akhir zaman. Akan tetapi, Paulus berkata kepada Timotius, “Jangan pernah melakukan hal seperti itu. Jangan mengikuti kesenangan orang. Beritakanlah firman Allah yang sejati!” Itu berarti memberikan teguran jika perlu. Menyatakan kesalahan jika dibutuhkan. Anda harus melakukan hal itu sekalipun orang akan membenci anda. Hal itu bukan masalah. Anda harus mengerti mengapa Paulus mengajarkan hal ini kepada muridnya, Timotius, karena memang beginilah cara Yesus memberitakan firman. Begitu pulalah cara yang harus kita pakai untuk memberitakan firman.


Ciri-ciri Anjing dan Babi

Kita kembali lagi ke persoalan semula. Yesus berkata, “Sifat yang penuh dosa, seperti apakah itu?” Suka atau tidak suka, ternyata gambarannya seperti anjing dan babi. Jika anda masih belum berubah, belum lahir baru dengan kuasa Allah, secara rohani anda akan tampak seperti anjjing dan babi. Tidak peduli seberapa hebat dandanan serta penampilan anda secara duniawi, Allah akan melihat ke dalam hati anda dan berkata, “Kamu sama seperti anjing. Sama seperti babi.”

Apa yang dapat kita pelajari sehubungan dengan anjing? Hal pertama yang perlu kita pahami adalah bahwa pada zaman itu, anjing hidup dalam kondisi setengah liar. Saat itu orang tidak memiliki hewan peliharaan atau jarang sekali ada orang yang menaruh hewan peliharaan di dalam rumah (hewan peliharaan berbeda dengan hewan ternak). Kenyataannya memang sangat sedikit orang yang memiliki hewan peliharaan. Di negara-negara yang tingkat pendapatan rata-rata penduduknya rendah, orang tidak sanggup untuk memelihara hewan peliharaan. Bagi anda yang pernah tinggal di China (zaman dulu), tentunya mengetahui bahwa penduduk sangat jarang yang memiliki hewan peliharaan. Kebiasaan ini terlalu mewah bagi mereka. Jadi, biasanya kehidupan anjing-anjing, ada banyak anjing di sekitar pemukiman, berada dalam kondisi liar atau setengah liar. Mirip seperti kehidupan anjing-anjing di pedesaan China. Saya tidak tahu apakah ada di antara anda yang pernah berkunjung ke daerah pedesaan di China, anjing hidup di jalanan dalam keadaan liar atau setengah liar. Beberapa di antaranya memang sangat galak. Jika kita baca keterangan di dalam Alkitab, misalnya di 2Raja-raja 9:10, anjing-anjing memakan daging orang yang sudah mati. Anjing-anjing yang kita baca dari Mazmur 22:17, ini tentunya anjing-anjing galak yang hidup dalam keadaan setengah liar. Ketika saya tinggal di Israel, saya terkejut melihat kehidupan kucing-kucing di sana yang liar, berbeda dengan di negara lainnya di mana kucing biasanya dijadikan binatang peliharaan. Kucing-kucing itu tinggal di sekitar tumpukan sampah dekat pemukiman. Jika anda dekati, mereka akan lari. Jika anda mendesaknya sampai tersudut, kucing itu akan menyerang anda. Mereka hidup dari sisa-sisa makanan yang dibuang oleh penduduk. Demikian pulalah kehidupan anjing pada zaman dulu. Mereka hidup dari sisa makanan yang dibuang oleh penduduk dan berkeliaran di jalanan.


Binatang-binatang yang Haram pada Masa Perjanjian Lama

Yesus berkata, “Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing”. Prinsip ini tetap berlaku sekalipun terhadap anjing peliharaan; jangan berikan barang yang kudus kepadanya. Apa artinya ini? Di bawah hukum Yahudi, hewan yang dipersembahkan di atas mezbah adalah barang yang suci. Imam boleh memakannya. Kadang-kadang, tergantung pada jenis persembahannya, orang yang memberikan persembahan itu dapat pula ikut memakan persembahan tersebut. Daging dan setiap bagian dari hewan kurban adalah barang suci. Hukum Taurat menegaskan bahwa anda tidak boleh memberikan sepotong pun bagian dari hewan kurban kepada anjing, meskipun itu hanya sepotong tulang. Dari Keluaran 22, kita melihat bahwa hanya daging yang haram, atau barang yang najis, yang boleh diberikan kepada hewan-hewan tersebut. Ini berarti daging yang tidak dipersembahkan dan dikhususkan bagi Allah.

Jadi, kita dapat menarik beberapa pelajaran dari kehidupan anjing dan babi. Namun, perlu saya beritahukan kepada anda bahwa anjing dan babi di dalam ayat ini menggambarkan hal yang sama. Jika anda mengira bahwa kedua ungkapan ini dimaksudkan untuk menjelaskan dua macam orang, anda sudah melakukan kesalahan mendasar. Di dalam memahami isi Alkitab, ada beberapa hal yang diungkapkan dengan berbagai cara, tetapi memiliki arti yang sama atau sejajar. Pemakaian gambaran anjing dan babi ini merupakan salah satu contoh dari kesejajaran tersebut. Ungkapan anjing dan babi ini memberitahukan hal yang sama. Artinya, anjing dan babi di dalam ayat ini menggambarkan keadaan orang yang sama.


Mengasihi Dosa dan Kejahatan

Kita dapat menarik beberapa pelajaran dari apa yang sudah disampaikan oleh Yesus tentang ciri-ciri orang yang dikuasai oleh daging dengan mengamati ciri-ciri anjing dan babi. Anda tentunya tahu bahwa babi menyukai tempat kotor dan berlumpur.

Mereka adalah gambaran dari peribahasa yang benar ini: “Anjing kembali kepada muntahannya sendiri” dan “Babi yang telah dibersihkan, kembali lagi berkubang di lumpur”. (2Ptr 2:22)

Demikianlah di 2 Petrus pasal 2, kita melihat gambaran tentang babi yang sudah dibersihkan, yang kembali lagi ke kubangannya. Ungkapan yang dipakai oleh rasul Petrus di sini sangatlah menarik. Karena di sana digambarkan tentang orang-orang, seperti babi yang sudah dibersihkan. Pikirkanlah itu! Anda memandikan babi. Apa gunanya memandikan babi? Anda gosok, anda bersihkan dan anda mandikan, sehingga babi itu tampak bersih dan cantik. Ya, selama dia tetap tinggal di dalam ruangan, tidak akan ada masalah. Walaupun saya tidak yakin apakah ada orang yang senang melihat babi di dalam ruangan. Akan tetapi, jika anda membiarkannya keluar, apa yang akan ia lakukan? Wah! Ia segera bergulingan di dalam lumpur. Jadi, sekali lagi kita melihat ungkapan yang sama, yang tidak mengenakkan, kali ini digunakan oleh rasul Petrus. Ia berkata tentang sebagian orang Kristen yang berperilaku seperti babi. Mereka sudah “dimandikan”, sudah dibaptis. Masalahnya adalah diri mereka sendiri masih belum diubah. Dibaptiskan tanpa diubah, tanpa dilahirkan kembali, apa gunanya? Diri anda masih sama dengan yang dulu. Selama anda berada di dalam gereja, wah! Anda berlaku seperti babi bersih yang manis. Masalahnya adalah, anda masih babi. Ketika anda pergi keluar dan melihat ada kubangan lumpur, dan ketika tidak ada orang lain yang melihat anda, “Aha, bagus sekali. Mari nikmati lumpur ini sejenak.” Demikianlah, rasul Petrus menyebut orang-orang seperti ini, orang Kristen KTP, yang telah kembali masuk ke dalam jerat dosa, mereka seperti babi yang kembali ke kubangannya.

Demikian pula halnya dengan anjing. Anjing merupakan binatang yang jorok juga. Setiap orang yang pernah memelihara anjing tahu betapa anjing itu harus sering dipukul agar tidak mengotori lantai. Di Shanghai, kami memelihara seekor anjing kecil. Kejorokan anjing ini benar-benar sangat luar biasa. Jika anda tidak mengawasinya sekejap saja, ia sudah kencing atau buang hajat sembarangan. Bukan hanya anjing itu, semua anjing seperti itu. Demikianlah, setiap anjing harus dilatih keras. Harus sering dipukul agar mengerti bahwa ia tidak boleh bertindak sembarangan. Hal ini tentu saja tidak boleh dilakukan terhadap manusia yang beradab. Ini adalah budaya anjing, bukan budaya manusia. Jadi, jika anda tinggal di antara manusia, anda tidak akan berperilaku seperti itu. Dan ayat 2 Petrus ini masih menceritakan satu kebiasaan anjing yang menjijikkan, yang sebenarnya tidak sopan untuk dibicarakan. Akan tetapi, Alkitab menyebutkan hal itu. Anjing memiliki kebiasaan untuk memakan kembali muntahannya. Setiap orang yang memiliki anjing akan tahu bahwa hal ini memang benar sekali, entah anda menyukainya atau tidak. Anjing dan babi, keduanya merupakan makhluk yang sangat jorok. Mereka harus didisiplin dengan keras. Setiap kali anda lengah, bahkan anjing yang sangat terlatih sekalipun masih tetap kembali ke muntahannya.

Jadi hal pertama yang dapat kita pelajari tentang ciri manusia yang dikuasai kedagingan, yang belum diubah oleh kuasa Allah, adalah kecintaan mereka terhadap dosa, kecintaan terhadap kotoran. Perhatikanlah, pada saat anda masih belum menjadi Kristen, ingatlah cara-cara berpikir anda yang dipenuhi oleh hasrat kedagingan, sangat nikmat bukan? Apakah dosa membangkitkan rasa jijik anda? Selama dosa belum menyakitkan, anda lebih suka untuk menikmatinya.


Tidak Setia

Hal kedua yang dapat kita amati dari kedua hewan ini adalah ketidaksetiaan mereka terhadap pasangannya. Anjing jantan dan yang betina, mereka sama-sama tidak setia terhadap satu pasangan. Babi pun demikian. Setiap anjing akan mengawini sembarang betina. Tidak ada rasa setia terhadap pasangan.

Sekarang ini banyak orang yang berbicara tentang moralitas baru. Moralitas baru adalah bahwa seks itu bebas. Anda boleh melakukan hubungan seks dengan setiap orang karena seks merupakan hal yang alami bagi manusia. Menurut moralitas baru, anda boleh tidur dengan siapa saja. “Ini hal yang nikmat! Mengapa harus dilarang?” Kita tidak butuh tradisi, hukum dan etika buatan manusia yang membatasi kita. Kita bebas untuk berhubungan seks dengan siapa saja. Itulah yang mereka sebut dengan moralitas baru. Kenyataannya, ini justru hal yang sangat akrab dengan kehidupan anjing. Dengan kata lain, manusia mempelajari hal ini dari kehidupan anjing. Menjiplak gaya hidup anjing dan menyebutkannya sebagai moralitas baru. Apanya yang baru? Ini sekadar evolusi dalam arah yang terbalik. Sesudah meniru perilaku anjing, mereka mempromosikannya sebagai moralitas baru. Padahal, ada beberapa hewan yang sangat setia terhadap pasangannya. Namun, bukan anjing atau babi. Di sini sekali lagi kita melihat watak manusia. Malah, di dalam Alkitab karakteristik seperti anjing ini sudah disebutkan di dalam Ulangan 23:18. Di situ orang-orang dengan cara hidup yang sangat sembrono ini memang sangat tepat digambarkan seperti anjing.


Agresif dan Galak

Hal ketiga yang dapat kita lihat dari watak anjing dan babi adalah bahwa mereka sangat agresif. Galaknya anjing sudah tidak perlu kita ragukan lagi. Akan tetapi, mungkin anda akan berkata, “Babi bukan binatang yang galak.” Anda berkata seperti ini karena anda belum mengetahui seperti apa galaknya babi. Mari saya beritahu anda, jika anda sempat berkunjung ke sebuah peternakan babi, jangan pernah acungkan tangan anda ke wajah babi. Kalau anda melakukan hal itu, besar kemungkinan anda akan kehilangan tangan anda. Pada bulan Juli 1970, saya sedang berada di Swiss dan saya menemukan berita yang menarik yang akan memberikan kita terang dalam memahami ayat ini. Saya memotong lembaran koran tersebut dan menyimpannya untuk keperluan ini. Berita itu tentang seorang peternak yang tinggal di Pulau Sisilia (Italia), di sebuah desa di sekitar kota Ragusa yang memelihara tujuh ekor babi. Tentunya, ia bukan seorang peternak yang kaya, karena hanya memiliki tujuh ekor babi. Suatu hari, ia pergi ke kandang babinya untuk memberi makan seperti biasa. Namun kali ini, tampaknya, babi-babi tersebut lebih berminat untuk memakan si peternak ini ketimbang makanan yang dibawanya. Lalu ketujuh ekor babi itu menyerangnya. Mereka mengerubuti dan menggigit sekujur tubuhnya. Pada saat istrinya tiba di tempat kejadian, ia sudah hampir mati. Ia segera dilarikan ke rumah sakit. Sayang sekali, ia mati di tengah perjalanan. Demikianlah, anda harus berhati-hati jika berurusan dengan babi. Saya tidak tahu mengapa babi-babi itu menyerangnya. Mungkin mereka sangat lapar. Mungkin peternak ini datang terlambat dan babi-babi yang pongah ini merasa tersinggung atas keterlambatan majikannya. Ketujuh ekor babi itu menggigit tangan yang selama ini memberi mereka makan. Dari sini jelaslah bahwa babi tidak memiliki rasa setia, baik terhadap pasangan maupun terhadap majikannya. Tentu saja, babi dapat dijinakkan seperti anjing. Akan tetapi, babi juga dapat menjadi sangat galak seperti anjing. Memang, ketika pertama kali saya membaca ayat ini, “jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu”, saya meragukan bagaimana mungkin babi akan mengoyak kita. Saya menganggap babi tidak akan menyerang manusia. Di China ada banyak sekali babi, dan mereka tampaknya sama sekali tidak berbahaya. Namun, sekarang kita tahu babi dapat juga menjadi sangat berbahaya.


Tak berguna bagi pekerjaan Allah

Hal keempat yang dapat kita pelajari adalah bahwa kedua jenis hewan ini dinyatakan sebagai hewan yang najis karena ciri-ciri mereka yang seperti itu. Apa artinya najis? Artinya mereka tidak berguna baik kepada manusia maupun Allah. Tidak berguna bagi Allah, karena mereka tidak dapat dipersembahkan kepada Allah. Tidak berguna bagi manusia karena manusia tidak dapat memakan dagingnya. Mereka tidak dapat menjadi sumber makanan bagi manusia.

Sekarang kita dapat melihat ciri-ciri alamiah manusia secara keseluruhan. Kecintaannya terhadap dosa dan kejahatan. Ketidak-setiaannya terhadap pasangan. Ciri yang kedua ini adalah dampak yang sangat nyata dari ciri pertama, kecintaan terhadap dosa – dalam hal berahi. Yang ketiga adalah keagresifan dan kegalakannya, hal yang sangat sering ditonjolkan oleh manusia. Seringkali kita melihat ciri-ciri tersebut di dalam hidup ini, bahkan dalam kehidupan orang yang menyebut dirinya Kristen. Jika anda mengatakan sesuatu yang tidak mereka senangi, mereka akan menyerang anda. Mereka akan memukul dan menggigit balik, persis sebagaimana yang dikatakan oleh Alkitab. Mereka akan berbalik, menyerang dan menggigit anda. Demikianlah ciri-ciri ini dapat dengan mudah kita temui dalam kehidupan manusia, dan – sayang sekali – di dalam diri orang yang tampaknya seperti seorang Kristen yang sejati. Anda coba memperbaiki kesalahannya. Lalu apa yang terjadi? Anda mengira anda sedang menolong orang itu. Dan apa yang mereka lakukan? Mereka berbalik dan menyerang anda. Kita dapat membacanya di Galatia 5:15, di mana Paulus sedang memperingatkan orang-orang Galatia, ia berkata,

“Jika kamu saling menggigit dan menelan, berhati-hatilah agar kamu jangan saling membinasakan.”

Kata-katanya memang sangat sinis. Maksud dari tegurannya itu adalah, “Kalian orang-orang Galatia, barhati-hatilah, jika kalian berperilaku seperti anjing dan babi, kalian akan segera saling menghancurkan.”

Kesimpulan apa yang dapat kita ambil dari ini semua? Dari sini kita dapat melihat bahwa anjing dan babi merupakan gambaran tentang ciri-ciri manusia dalam keadaannya yang terburuk. Jika kita mencintai kebenaran, dan jika jujur terhadap diri kita sesudah memahami keempat ciri ini, kita akan segera berkata, “Benar Tuhan, saya persis seperti apa yang sudah Engkau gambarkan itu. Tuhan, ampunilah saya, di dalam kedagingan saya, saya begitu mencintai dosa. Saya sangat agresif dan galak. Saya sangat kotor, karena itu saya tidak dapat datang ke hadirat-Mu.” Kita tahu bahwa Yesus menyampaikan kebenaran kepada kita. Itulah yang saya sebut dengan keindahan dan kebenaran dari pengajaran Yesus. Pada saat ada orang yang mengkritik kita, bukankah kita akan langsung menghantam balik? Kita sangat agresif dan galak. Demikianlah kita pada waktu itu. Kita pernah menjadi pelaku dan pemilik ciri-ciri itu.


Sifat yang Sama, tetapi dengan Tanggapan yang Berbeda

Anda mungkin berkata bahwa jika demikian halnya, kita semua adalah anjing dan babi, kita semua tidak layak menerima barang yang kudus. Dan jika memang demikian halnya, jika setiap orang adalah anjing dan babi, lalu bagaimana anda dapat memberikan barang yang kudus kepada orang lain? Nah! Ada satu perbedaan yang sangat penting. Ada dua macam manusia. Sekalipun mereka memiliki ciri-ciri yang sama, tetapi ada juga perbedaan yang besar di antara mereka. Jenis yang pertama adalah mereka yang begitu menyadari bahwa mereka memiliki ciri-ciri ini langsung menyesal karenanya. Mereka meratap, “Mengapa saya bisa seperti ini?” Ini merupakan jenis orang yang dibicarakan oleh Yesus pada bagian awal Khotbah di Bukit, mengenai orang yang berdukacita, mereka yang berdukacita atas dosa-dosanya. Mereka menyadari bahwa mereka jahat, bahwa mereka galak, dan mereka sedih karena hal itu. Mereka menyesalinya. Mereka berkata, “Tuhan, kebenaran-Mu sangatlah nyata. Saya sangat serupa dengan anjing dan babi. Kasihanilah saya. Saya ingin menjadi orang yang mencintai dan merindukan  kebenaran dan kebaikan. Keadaan saya sangat menyedihkan, Tuhan kasihanilah saya.”

Seperti apa watak orang-orang di dalam kelompok yang kedua? Mereka memiliki ciri-ciri yang sama, tetapi tidak menyesali hal itu. Jenis orang yang di dalam Alkitab digambarkan dengan ungkapan bahwa mereka bermegah di dalam aib mereka. Di Filipi 3:19, Paulus berkata, “Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka.” Sama seperti anjing dan babi, tuhan mereka ialah perut mereka. Mereka akan mematuhi siapa pun yang memberi mereka makanan. Mereka adalah jenis orang yang bukan saja tidak bertobat, tidak menyesal, mereka bahkan bermegah atas dosanya. Orang-orang ini akan berkata, “Tidak perlu lahir baru.” Berbeda dengan jenis yang sebelumnya, mereka rindu untuk diubahkan. Jenis yang kedua ini, mereka justru bangga dengan kehidupannya yang penuh dosa. “Hmm, tahukah kamu sudah berapa gadis yang kutaklukkan?” Mereka mengira hal ini akan menunjukkan kejantanan mereka. Saya yakin orang-orang seperti ini kurang sukses jika bersaing dengan anjing dalam hal ini. Mereka memang pesaing yang berimbang. Apakah mereka malu dengan keadaannya? Tidak, mereka sangat bangga dengan watak yang menyerupai anjing itu. Mereka sangat bangga dengan watak yang menyerupai babi itu.

Pada waktu saya berada di dalam kapal yang sedang dalam perjalanan dari Hong Kong menuju Eropa, saya berkenalan dengan seorang dokter di atas kapal itu. Dokter ini sangat bangga dengan dosa-dosanya. Dia benar-benar bermegah atas dosa-dosanya. Terdapat contoh lain dari watak yang sama. Inilah jenis orang yang dimaksudkan oleh Yesus ketika berbicara tentang anjing dan babi; Ia sedang berbicara kepada para muridnya yang sudah bertobat. Mereka dulunya juga memiliki sifat seperti itu, tapi mereka sudah bertobat. Mereka meratapi dosa-dosa mereka dan mereka telah diubahkan. Akan tetapi, jenis yang satunya lagi justru bermegah di dalam dosa dan aib mereka. Yesus berkata bahwa terhadap jenis yang seperti ini, jangan melemparkan mutiara ke arahnya, jangan beri dia barang yang kudus.


Mutiara: Gambaran dari Kekudusan

Mari kita pertimbangkan sejenak apa yang dimaksudkan oleh Yesus dengan “barang yang kudus” dan “mutiara”. Dengan memakai prinsip kesejajaran, anda akan melihat bahwa “mutiara” dan “barang yang kudus” itu saling menjelaskan satu dengan yang lainnya. Jadi mutiara menjelaskan seperti apa itu “barang yang kudus”. Gambaran apa yang bisa kita dapatkan tentang kekudusan dari ilustrasi mutiara ini?


Kemurnian dan kesempurnaan

Mari kita perhatikan mutiara. Anda semua pernah mengamati mutiara. Sebutir mutiara memiliki kemurnian dalam warna putihnya. Murni! Kekudusan selalu dinyatakan dalam kemurnian. Kebalikannya adalah dosa yang selalu dikaitkan dengan kekotoran. Sekarang anda dapat segera melihat pertentangan antara watak anjing dan babi, yang mencintai dosa dan kekotoran, dengan mutiara yang murni. Mereka saling bertentangan. Lalu, apa lagi hal yang dapat kita lihat dari mutiara? Setiap orang tahu bahwa mutiara itu bulat. Bulat merupakan ungkapan dari kesempurnaan, keutuhan. Demikianlah hal kekudusan itu. Kekudusan adalah kesempurnaan dan keutuhan. Apa yang kita maksudkan sebagai kesempurnaan? Kesempurnaan, dikaitkan dengan kekudusan, berarti keutuhan kasih dan pengabdian kita kepada Allah. Ketika Alkitab berkata bahwa kita harus sempurna, hal itu bukan berarti bahwa kita akan hidup tanpa berbuat dosa sama sekali. Namun, yang dimaksud adalah kita akan hidup dengan pengabdian yang sempurna kepada-Nya. Kesempurnaan itu terwujud dalam kasih yang 100% kepada Allah. Dalam hal ini kita dapat menjadi sempurna. Orang macam apa yang disebut kudus di dalam Alkitab? Orang-orang yang mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatannya. Orang yang mengasihi Allah dengan cara seperti ini tidak akan melakukan dosa secara sengaja.


Buah dari penderitaan

Hal apa lagi yang dapat kita simpulkan dari mutiara? Hal ketiga yang dapat kita perhatikan dari mutiara adalah, sebagaimana yang kita ketahui, ia terbentuk melalui proses penderitaan. Anda tentunya tahu bahwa mutiara mulai terbentuk ketika sebutir pasir masuk ke dalam cangkang kerang. Lalu, kerang itu, untuk mengatasi penderitaan akibat luka yang ditimbulkan oleh penyusupan pasir tersebut, mengeluarkan semacam zat yang akan membungkus pasir itu untuk mengurangi penderitaannya. Jadi, kita dapat melihat bahwa mutiara yang indah ini adalah hasil dari penderitaan. Kita juga dapat melihat bahwa kekudusan pun berasal dari penderitaan, penderitaan yang kita hadapi ketika kita membayar harga tinggi menjadi murid Yesus, penderitaan ketika kita menyatakan perpisahan dengan dunia. Ketika kita melakukan hal ini, ketika orang-orang yang kita kasihi menentang kita, tidak memahami tindakan kita, penderitaan itu terasa di setiap langkah di dalam kebajikan dan kebenaran. Pada saat kita dianiaya demi kebenaran, ketika kita dicemooh karena kebenaran dan karena kita menjadi murid Kristus. Saudara-saudara, terdapat kaitan yang akrab di antara kesempurnaan dan penderitaan. Bagi yang belum pernah mengalami penderitaan, akan segera terlihat bahwa sebagian besar dari mereka hanya memahami sedikit arti kekudusan. Mereka yang sudah mengalami penderitaan, akan segera mengetahui apa arti kekudusan itu. Rasul Petrus mempunyai suatu pernyataan yang menarik tentang hal ini. Ia berkata,

“orang yang telah mengalami penderitaan jasmani, telah berhenti berbuat dosa”

Mereka telah menjadi kudus. Jika anda masih belum mengalami penderitaan badani demi Kristus, anda tidak akan dapat memahami sepenuhnya makna kekudusan dalam hidup anda. Jika anda tidak mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, dan anda selalu siap untuk berkompromi dengan dunia, anda tidak akan pernah mengalami penderitaan apa pun. Tidak akan ada orang yang berminat untuk menganiaya anda. Jika anda mengira bahwa anda sangat mujur karena tidak mengalami aniaya, sebenarnya anda sangat merugi karena hal itu. Itu sebabnya di bagian awal Khotbah di Bukit, Yesus menyatakan, “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran. Bersukacitalah.” Mengapa harus bersukacita? Karena anda berada di jalur kekudusan. Karena anda berada di jalur yang sama dengan para nabi. Semua nabi mengalami aniaya. Mereka difitnah, diserang dan dianiaya. Setiap nabi mengalami perlakuan yang sama. Mengapa? Karena para nabi selalu menyatakan kebenaran. Mereka melakukan hal-hal yang persis sama dengan apa yang diajarkan oleh Paulus kepada Timotius – menyatakan yang salah, menegur dan mengajarkan kebenaran. Orang yang tidak mencintai kebenaran pastilah akan membenci para nabi. Itu sebabnya Alkitab mengatakan bahwa setiap orang yang ingin menjalani hidup yang kudus seperti Kristus Yesus akan menderita.


Diperoleh dengan Pengorbanan yang besar

Hal apa lagi yang dapat kita pelajari dari mutiara? Perhatikanlah hal ini, mutiara didapatkan dengan melalui bahaya yang besar. Mutiara tidak begitu saja jatuh ke dalam genggaman tangan anda. Anda harus menyelam ke dasar laut untuk mendapatkannya. Mutiara-mutiara di Israel pada zaman itu sebagian besar diperoleh dari perairan Teluk Persia dan Laut Merah. Setiap orang yang pernah datang ke Laut Merah tahu bahwa tempat itu dipenuhi oleh ikan hiu. Para penyelam harus menghadapi bahaya terbunuh oleh ikan hiu. Saya pernah mengunjungi Laut Merah, dan ketika melintasi laut itu, beberapa pelaut mencoba untuk bermain-main dengan ikan hiu. Mereka berkata, “Kami akan melemparkan beberapa potong daging, lihatlah apa yang akan terjadi.” Lalu mereka melemparkan beberapa potong daging yang besar ke laut. Dalam hitungan menit, tempat itu segera dipenuhi oleh ikan hiu, karena mereka mengendus bau darah dari daging tersebut. Jadi anda dapat memahami bahwa mutiara-mutiara itu diperoleh dengan melewati bahaya yang sangat besar.

Apa pelajaran yang dapat kita ambil berhubungan dengan masalah kekudusan? Dari sini kita dapat melihat besarnya ongkos pemuridan itu. Akan tetapi, hal ini juga mengingatkan saya akan Yesus yang telah mengambil dan memberikan kebenaran bagi kita, bukan saja ia telah mempertaruhkan jiwanya, tetapi ia mengorbankan nyawanya untuk itu.


Berharga karena Langka

Sekarang perhatikan poin yang terakhir ini. Mutiara sangatlah mahal. Itu sebabnya beberapa waktu yang lalu, kita melihat di dalam perumpamaan yang lain betapa seorang, untuk dapat memperoleh sebutir mutiara yang diinginkannya, harus menjual seluruh kepemilikannya untuk dapat melakukan hal itu. Di zaman sekarang ini, mutiara yang alami sangatlah mahal. Sekarang ini anda dapat saja memperoleh mutiara tiruan maupun mutiara hasil budi daya. Mutiara yang merupakan hasil budi daya juga mahal harganya. Mutiara yang berukuran besar sekarang ini sangat jarang didapat. Mengapa mereka sangat mahal? Bukan sekadar karena keindahannya, dan bukan sekadar akibat bahaya yang mengancam para penyelamnya, melainkan karena mutiara memang sangat langka. Kekudusan di zaman sekarang ini juga sangat langka. Ada banyak anjing dan babi pada zaman sekarang ini, dan mutiara sangatlah langka. Kekudusan sangat jarang terlihat. Setiap orang yang mencoba untuk hidup kudus sangat menyadari betapa mahalnya kekudusan itu. Mahal bagi Yesus yang mendapatkannya bagi kita. Mahal pula bagi kita yang menerimanya. Dunia selalu mencoba untuk merampas kekudusan kita, merampok kekudusan yang diberikan oleh Kristus di dalam hidup kita. Setan akan terus berupaya untuk menarik kita kembali ke dalam dosa dengan ancaman maupun dengan tipuan.


Mutiara dan Barang yang Kudus Merujuk kepada Injil

Sekarang kita mulai memahami apa arti kekudusan dan mengapa digambarkan dengan mutiara. Akan tetapi, apakah mutiara ini, kekudusan ini berharga bagi anda? Seberapa berharga kekudusan bagi anda? Apakah ia menjadi berharga karena anda sudah memahami nilainya? Apakah nilai yang anda pahami itu sebanding dengan apa yang dilihat oleh si pedagang mutiara yang menjual segala miliknya untuk memperoleh mutiara itu? Lalu, mengapa banyak orang yang tidak menyadari nilainya sedangkan pedagang ini dapat melihatnya? Dapatkah anda mengetahui besarnya nilai mutiara itu? Dapatkah anda memahami seberapa besar nilai injil? Mutiara mewakili barang yang kudus, dan barang yang kudus mewakili Injil, Injil dari Allah, yang diberikan kepada kita. Ia berasal dari Allah, dengan demikian ia adalah kudus. Bagaimana kita dapat menyimpulkan bahwa mutiara ini melambangkan Injil dan kekudusan yang ditawarkan oleh Allah kepada kita melalui Injil itu? Jika anda memahami Perjanjian Baru, anda akan dapat melihat alasannya. Dari segi tata bahasa, dari bahasa sumbernya, yaitu bahasa Yunani, kata “kudus” dan “Injil” masuk kategori neuter (bukan maskulin mau pun feminin). Dengan demikian, dapat dilakukan permainan kata-kata untuk membuat ungkapan perlambangan. Berdasarkan alasan inilah mereka menggunakan kata “kudus” untuk melambangkan Injil. Penjelasannya adalah kita tidak akan dapat memiliki kekudusan tanpa melalui Injil Kristus. Tidak ada jalan lain. Jika kita memahami semua ini, keseluruhan makna dari pengajaran Kristus dapat menjadi sangat jelas bagi kita.


Jangan Memaksakan Injil Kepada Orang yang tidak dapat Mengenali Nilainya

Apa makna dari ayat itu bagi kita? Maknanya adalah kita jangan membawa Injil dan memberikannya kepada orang yang bermegah atas aibnya seperti anjing. Jangan memberikan mutiara Injil yang berharga kepada orang yang mencintai dosa seperti babi. Mengapa jangan? Karena mereka tidak menghargai nilai Injil. Mereka memandang Injil sebagai kebodohan. Alkitab memberitahu kita di 1 Korintus 2:14 bahwa manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Allah.

Namun, manusia yang tidak rohani tidak menerima hal-hal yang berasal dari Roh Allah karena hal-hal itu merupakan kebodohan baginya. Ia tidak dapat memahaminya karena hal-hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.

Semua itu mereka anggap sebagai kebodohan. Bukan saja mereka tidak menghargainya, mereka malah berbalik dan menyerang anda yang mencoba untuk menyelamatkan mereka. Bukan saja mereka tidak tertolong, mereka malah menambah jumlah dosa mereka. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana anda dapat mengenali bahwa seseorang itu berwatak anjing atau babi? Tentu saja, Yesus tidak menyuruh kita untuk mengabaikan mereka dalam pekabaran Injil karena jika anda tidak mengabarkan Injil kepada mereka, anda tidak akan tahu apakah mereka mau menerima atau tidak. Injil harus dikabarkan kepada setiap orang. Akan tetapi, jika seseorang sudah mendengar Injil lalu menolaknya, Yesus memerintahkan kita untuk tidak ngotot memberitakan kepada orang ini. Jangan melemparkan mutiara kepadanya.

Dengan demikian, anda dapat melihat hubungan antara ayat ini dengan ayat selanjutnya dalam pengajaran Yesus, yang akan kita bahas minggu depan. Di situ Yesus berkata, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu.” Jika anda tidak meminta, anda tidak akan menerima. Ini adalah prinsip dari Allah. Inilah sebabnya mengapa Yakobus menulis dalam suratnya, “Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak meminta”. Di sini kita melihat penerapan dari prinsip Allah, Ia tidak pernah mengambil Injil serta menjejalkannya ke dalam kerongkongan kita, karena itu Yesus berkata, “Jangan kamu lakukan hal itu. Aku tidak memberi kamu wewenang untuk melakukan hal itu.” Ia menunjukkan Injil kepada anda. Disajikannya Injil di hadapan anda. Jika anda meminta, anda akan memperoleh Injil itu. Mengabarkan Injil adalah seperti menampilkan keselamatan di lemari pajangan, menampilkan mutiara untuk dilihat oleh orang. Jika anda menghendakinya, anda harus masuk ke dalam toko dan memintanya. Anda harus memperolehnya dengan iman anda. Allah tidak akan melemparkan Injil kepada anda. Jika seorang pekerja Kristen bukan sekadar mengambil dan memamerkan, tetapi melemparkan Injil ke hadapan orang lain, ia sudah menyalahgunakan Injil. Bagaimana si pedagang menemukan mutiara yang tak ternilai itu? Tentunya ia sudah pernah menyaksikan mutiara itu di dalam suatu kesempatan. Jika ia tidak pernah melihatnya, ia tidak akan mendapatkannya. Tidak disebutkan bahwa ia menggali tanah untuk mendapatkannya. Mutiara itu terpajang di suatu tempat yang sempat ia lalui, ia menatap mutiara tersebut dan berkata, “Wah, mutiara ini sangat berharga.” Lalu ia mengingininya, ia menawarnya. Ia membayar harga untuk memperoleh mutiara itu.

Demikianlah, Yesus memberi murid-muridmnya suatu prinsip yang sangat penting di dalam mengabarkan Injil. Ayat ini kurang dipahami oleh sangat banyak orang Kristen, akibatnya terjadi hal-hal yang sangat merugikan Injil. Terlalu sering terjadi di mana orang Kristen mencoba untuk menjejalkan Injil ke tenggorokan orang non-Kristen yang sebenarnya tidak mau menerimanya. Apa akibatnya? Orang-orang itu menjadi lebih sengit melawan Injil. Berapa banyak dari antara kita yang pernah bersekolah di lembaga pendidikan milik gereja? Saya bersekolah di sebuah sekolah milik yayasan Katholik. Ketika saya lulus dari sana, saya justru menjadi orang yang sangat anti Kekristenan. Sekolah itu terus saja menjejalkan Kekristenan ke diri saya. Selama bertahun-tahun sesudah itu, saya malah tidak ingin lagi mendengar sedikit pun tentang Kekristenan. Saya jemu mendengar hal-hal keagamaan. Mengapa? Karena mereka berusaha untuk menjejalkan agama mereka ke dalam diri saya. Anda lihat, hal ini seharusnya tidak kita lakukan. Beritakanlah firman dengan ucapan dan kehidupan anda. Yang lebih penting adalah dengan kehidupan anda ketimbang dengan mulut anda. Tampilkanlah kekudusan Allah di dalam hidup anda. Anda adalah lemari pajangan bagi mutiara Injil. Atau dengan kata lain, sebagaimana yang diucapkan oleh Paulus, anda adalah surat berisi Injil yang membawa firman kepada setiap orang untuk dibaca, firman hidup. Dengan demikian setiap orang dapat melihat Injil dan bagi yang menghendakinya, yang merindukan kekudusan, mengetahui nilai mutiara ini, mereka dapat datang kepada anda dan berkata, “Apa yang harus saya lakukan untuk dapat memiliki hal yang sama?”

Jadi, apa pun yang anda lakukan, saudara-saudara, ingatlah akan prinsip ini. Jangan menjejalkan Injil ke dalam kerongkongan orang lain. Injil sangat berharga. Jika anda melemparkannya kepada sembarang orang, mereka akan memandangnya tidak berharga. Anda sedang membuangnya ke sembarang arah. Di dalam gereja kami, sebagai contoh, kami tidak memberikan Alkitab sebagai hadiah, bahkan kepada mereka yang dibaptis. Watak manusia memang aneh, apa yang mereka dapatkan dengan mudah, akan mereka anggap tidak berharga. Apa pun yang anda sebarkan kepada mereka, maka mereka akan berpikir, “Saya tidak harus berkorban untuk mendapatkan ini. Barang ini tidak berharga.” Jika anda memberikan Alkitab kepada seorang non-Kristen, ini bisa saja merupakan hal yang menyenangkan baginya. Memberi kutipan-kutipan ayat Alkitab juga bisa menjadi hal yang baik. Akan tetapi, apa pun yang anda lakukan, janganlah memberi gratis tanpa sebab. Jika ia sangat menginginkan sebuah Alkitab untuk dirinya, anda dapat saja membelikan sebuah untuknya. Akan tetapi, hal terbaik yang mestinya anda lakukan adalah membiarkannya untuk membeli sendiri sebuah Alkitab baginya, dan itu akan menjadi barang yang sangat berharga bagi dia. “Harga buku ini cukup mahal.” Jadi ketika ada orang yang berlaku sembarangan terhadap Alkitab, ia akan berkata, “Hati-hati. Itu bukan barang gratisan.” Watak manusia memang sangat aneh. Bukannya saya hendak mengatakan bahwa semua orang seperti itu, tetapi sebagian besar seperti itu.


Berpaling dari mereka yang Menolak Injil 

Sekarang kita akan menyimpulkan dengan menanyakan sebuah pertanyaan: Apakah prinsip ini benar, yaitu bahwa Allah berpaling dari mereka yang menolak Injil? Saya akan menunjukkan kepada anda bahwa ini adalah prinsip yang sangat mendasar dalam Alkitab. Ketika Paulus mengabarkan injil kepada orang-orang Yahudi dan mereka menolaknya, apa yang diucapkan oleh Paulus di Kisah 13:46-51?

46 Lalu, Paulus dan Barnabas menjawabnya dengan berani dan berkata, “Hal ini penting bahwa firman Allah seharusnya dinyatakan kepadamu lebih dulu. Karena kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak pantas memiliki hidup yang kekal, lihatlah, kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain. 47 Sebab, beginilah Tuhan memberi perintah kepada kami: ‘Aku telah menjadikanmu terang bagi bangsa-bangsa lain supaya kamu dapat membawa keselamatan sampai ke ujung bumi.’” 48 Ketika orang-orang bukan Yahudi itu mendengar hal ini, mereka bersukacita dan memuliakan firman Tuhan. Dan, sebanyak yang telah ditentukan untuk hidup kekal, menjadi percaya. 49 Maka, firman Tuhan menyebar ke seluruh wilayah itu. 50 Akan tetapi, orang-orang Yahudi menghasut wanita-wanita saleh yang terhormat dan orang-orang penting di kota, dan membangkitkan penganiayaan terhadap Paulus dan Barnabas, serta mengusir keduanya ke luar dari daerah perbatasan mereka. 51 Namun, sambil mengebaskan debu dari kaki mereka terhadap orang-orang Yahudi di sana, Paulus dan Barnabas pergi ke Ikonium.

Ia berkata kepada mereka, “Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu, tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain.” Anda lihat, apa yang dilakukan oleh Paulus? Mereka tidak mau mendengarkan Injil, apakah Paulus berkata, “Aku akan mengabarkan Injil, dan kamu harus duduk dan mendengarkannya”? Tidak, Paulus tidak melakukan hal itu. Ia berkata, “Aku akan berpaling darimu.” Tentang tindakannya mengebaskan debu, itu memang merupakan hal yang diajarkan oleh Yesus. Ia berkata bahwa jika anda mengabarkan Injil di suatu tempat dan mereka menolak anda, anda harus pergi dari sana. Pergi dan mengebaskan debu dari kaki anda sebagai suatu kesaksian terhadap mereka. Kesaksian apa? Kesaksian bahwa mulai saat itu, anda tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan mereka, bahkan debu dari desa atau kota mereka pun tidak anda sentuh lagi. Sangat keras, bukankah demikian? Jadi ingatlah akan kemurahan Allah di satu sisi, dan di sisi yang lain, kekerasan-Nya terhadap mereka yang bersikap menolak. Akan tetapi, makna utama dari ayat ini bagi kita adalah: Mereka yang menolak Injil sepenuhnya akan berakhir di dalam kemusnahan sepenuhnya.

Namun, perhatikanlah mereka yang menerima sebagian saja, yang menerima secara terbatas, tidakkah mereka juga terputus dari harta yang tak ternilai, yaitu Injil Allah? Itu sebabnya mengapa sebagian orang menjalani kehidupan Kekristenan yang miskin secara rohani. Di dalam kerajaan Allah, akan ada orang Kristen yang sangat kaya dan yang sangat miskin. Akan ada orang Kristen yang memiliki setumpuk mutiara di dalam kerajaan Allah. Akan ada juga orang Kristen yang sekadar selamat masuk ke dalam Kerajaan tanpa memperoleh apa pun kecuali tubuhnya sendiri. Inilah gambaran yang diberikan oleh Paulus di 1 Korintus 3, “Mereka selamat, tetapi seperti keluar dari api.” Seperti orang yang selamat dari kebakaran. Mereka lolos, tetapi tidak memiliki apa-apa lagi. Jika anda masuk ke dalam kerajaan Allah nanti, saudara-saudara, akan seperti apa keadaan anda nanti? Apakah anda akan menjadi orang Kristen yang tidak memiliki apa-apa lagi atau menjadi salah satu dari antara mereka yang memiliki kekayaan rohani yang besar?

Di dalam kerajaan Allah, saudaraku, akan ada berbagai macam orang Kristen di sana, mulai dari yang paling miskin sampai yang paling kaya. Jika anda menimbun harta di bumi, apa yang akan anda dapatkan di dalam Kerajaan? Jika anda membiarkan watak anjing dan babi mengendalikan atau mendominasi kehidupan Kekristenan anda, anda akan menjadi warga melarat dalam kerajaan. Anda menjadi gembel di dalam kehidupan sekarang dan nanti. Akan tetapi, jika anda adalah orang yang mencintai kekudusan dan mampu mengenali nilai mutiara itu, anda akan menjadi orang Kristen dengan kehidupan yang berkelimpahan, kehidupan rohani yang kaya sekarang ini dan di dalam kerajaan Allah nanti. Itulah hikmat! Sudahkah anda mengumpulkan harta di surga? Apa gunanya memiliki kekayaan yang melimpah di bumi kalau pada saat anda mati nanti tidak ada satu sen pun yang dapat anda bawa ke sana. Anda harus meninggalkan semuanya itu, sobat. Pada hari itu, anda akan menyadari sepenuhnya bahwa harta di surga sajalah yang masuk hitungan.

Jadi, saudara-saudaraku, kita semua memiliki watak anjing dan babi secara alami. Oleh karena itu, kita tidak boleh menyombongkan diri di hadapan para pendosa. Setiap kali anda melihat seorang pendosa, ingatlah bahwa anda juga seorang pendosa. Saya pun seorang pendosa yang telah diselamatkan oleh kasih karunia Allah. Tanpa kasih karunia Allah, maka saya akan sama persis dengan anjing dan babi. Tidak ada satu alasan pun yang dapat saya gunakan untuk bermegah di hadapan orang lain atau makhluk lain. Ketika saya melihat ada orang yang bermegah karena dosa-dosanya, hati saya menjadi sedih akan keadaan orang itu. Saya tidak menganggap diri saya lebih baik dan berbangga di atas orang tersebut. Alkitab memerintahkan saya untuk berpaling dari mereka, jika mereka menolak Injil, dan itulah yang saya lakukan dengan sedih hati.

Mungkin dengan berpalingnya saya justru membuat mereka malah datang kepada Kristus. Jadi jangan menganggap diri anda lebih bijak ketimbang Yesus. Jangan berpikir bahwa anda lebih tahu bagaimana mengatasi situasi ketimbang Yesus. Jangan berpikir bahwa anda lebih baik ketimbang Yesus. Ketika seseorang menolak berita Injil, walaupun sedih, anda harus dengan tegas berpaling darinya. Kenyataan bahwa anda telah berpaling darinya mungkin merupakan kesempatan terakhir baginya untuk bertobat karena tindakan kita mungkin saja mendadak menyadarkan dia dan ia akan berpikir, “Mungkin memang hal itu yang saya butuhkan.” Seringkali sesuatu yang sudah ditawarkan dan tidak ditawarkan kembali, tiba-tiba menjadi sangat berharga. Pelajarilah hal ini dari pengalaman menangani anak-anak. Ketika anda memberikan makanan kepadanya, “Ini enak, ayo dimakan! Ayo ditelan.” Semakin dirayu, mereka semakin menolak. Lalu anda berkata, “Kalau tidak mau, saya simpan saja.” Dan mendadak ia berseru, “Saya mau! Jangan disimpan!” Jadi jangan mengira bahwa anda lebih pandai atau lebih baik daripada Yesus. Ini memang satu kesalahan besar yang banyak dilakukan oleh orang Kristen. Saya sudah sering melihat orang yang berpaling dan bertobat, yang pada awalnya tidak mau mendengarkan injil. Namun, ketika saya berhenti membicarakan Injil dengan mereka, mereka malah mulai mencari tahu lebih banyak lagi. Marilah kita hidup di dalam hikmat Allah.

Sekarang anda dapat melihat hal yang tampaknya seperti sebuah pernyataan yang sederhana dari Yesus, ternyata mengandung kekayaan makna sedalam itu. Kekayaan makna yang menjelaskan bagaimana kita dapat bertumbuh di dalam kehidupan Kristen kita jika kita menyingkirkan watak anjing dan babi di dalam diri kita. Selanjutnya kita dapat memperoleh mutiara yang berharga itu. Kita juga mendapat pelajaran bagaimana membagikan mutiara kehidupan ini kepada orang lain. Biarkan hati anda terbuka untuk diselidiki oleh Allah untuk melihat apakah kita sudah diubahkan sepenuhnya, apakah kita sudah semakin dekat dan mendekat lagi kepada Allah setiap hari di dalam kekudusan.

 

Berikan Komentar Anda: