Pastor Eric Chang | Matius 5:3 |

Yesus memulai Khotbah di Bukit di Maitus 5:3 dengan menyampaikan,

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.”


Orang Miskin Bersukacita pada Tahun Yobel 

Yesus juga berkhotbah di sinagoga di Nazaret (Lukas 4:18) mengutip kata-kata Yesaya 61:1 dan mengatakan hal yang kurang lebih sama:

“Roh Tuhan ada padaku, oleh sebab Ia telah mengurapi aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin. Ia telah mengutus aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang”.

Memberitakan tahun rahmat Tuhan artinya memberitakan Tahun Yobel, yaitu memberitakan pembebasan dari semua hutang. Di Tahun Yobel semua budak dibebaskan. Hal ini terjadi setiap 50  tahun di Israel. Tahun “rahmat” merupakan tahun yang indah yang hadir hanya sekali dalam kehidupan seseorang. Tahun yang penuh sukacita saat semua hutang secara otomatis terhapus.

Orang miskin yang tidak mampu membayar hutangnya dan terpaksa menjual dirinya menjadi budak, akan dibebaskan pada tahun itu. Tahun Yobel melambangkan kedatangan kerajaan Allah yang membebaskan orang miskin, para tahanan dan budak. Suatu tahun pemulihan, penyembuhan dari luka, pengembalian penglihatan kepada yang buta dan kemerdekaan bagi yang tertindas.

Siapakah yang terutamanya bahagia di Tahun Yobel? Tentu saja orang miskin! Orang kaya tidak mempunyai hutang dan mereka tidak terancam bahaya menjadi budak. Jadi orang kaya tidak terlalu suka dengan Tahun Yobel. Di bawah Hukum Israel, mereka harus membebaskan budak-budak mereka dan meniadakan hutang orang kepadanya. Jadi ini bukan merupakan tahun untuk bersukacita bagi orang kaya, akan tetapi merupakan tahun untuk bersukacita bagi orang miskin. Tahun Yobel merupakan kabar baik bagi orang miskin. Itulah intinya Kerajaan Allah.

Dengan melihat dari sudut ini, kita mulai mengerti tujuan kedatangan Yesus. Ia berkata, “Roh Tuhan ada padaku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin.” Apa arti kata-kata ini? Yesus membacakan ini di Nazaret, kota kelahirannya dan setelah itu dia menutup kitab itu dan memberikannya kembali kepada pejabat (Lukas 4: 20). Seperti kebiasaan pada zaman itu, Yesus membaca nas itu lalu berkata, “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” Kamu telah mendengar nas ini (Yes. 61:1 dan seterusnya) digenapkan. Kamu adalah saksi-saksi kegenapan wacana Mesianik ini, yang berkaitan dengan janji mengenai Raja yang akan datang, yang akan memberitakan Tahun Yobel. Sesungguhnya, Tahun Yobel yang telah lama sekali tidak dirayakan lagi di Israel, sekarang digenapkan dalam Mesias. Akan tetapi, kaumnya sendiri, penduduk Nazaret, tidak menerima dia.


“Seorang Nabi tidak dihormati oleh generasinya Sendiri”

Yesus berkata,

“Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya.” (Mat. 13:57)  

Mereka yang berwawasan lahiriah, memandang Yesus dan juga orang lain hanya dari sudut pandang kemanusiaan: “Bagaimana mungkin tukang kayu ini adalah Mesias? Kami kenal dia sejak dia masih kanak-kanak!” Mereka tidak dapat melepaskan diri dari pemikiran manusia dan berpikir bahwa karya keselamatan Allah dapat dilakukan seorang manusia, seorang tukang kayu. Terdapat suatu ‘mental block” untuk bisa menerima itu. Manusia jasmaniah menilai segala sesuatu berdasarkan jasmaniah, ia tidak mampu berpikir secara rohani. Ia berkata, “Itu orang yang saya kenal, bagaimana mungkin dia adalah Anak Allah?” Bagaimana jika orang yang Anda kenal itu adalah Anak Allah? Bagaimana Anda tahu bahwa dia bukan Anak Allah? Sulit sekali untuk menilai ukuran rohani seorang nabi selama kehidupannya.

Hal ini sering terjadi. Seorang seniman besar tidak pernah dihargai selama ia hidup. Lukisan-lukisan para pelukis akbar seringkali tidak pernah dihargai ketika pelukis itu masih hidup, contohnya Van Gogh. Bahkan Beethoven, Liszt serta semua musisi akbar itu tidak begitu dihargai ketika mereka masih hidup. Akan tetapi sekarang, generasi lain yang tidak mengenal mereka tetapi hanya dengan menilai karya mereka, mampu menilai kualitas dari manusia-manusia ini.

Nabi-nabi besar bangsa Israel tidak dihormati oleh generasi mereka sendiri. Sekarang mereka diakui sebagai nabi-nabi Allah, akan tetapi mereka tidak dihormati oleh generasi mereka sendiri. Yeremia lebih dari satu kali dituduh sebagai pengkhianat, dibuang ke dalam perigi dan nyaris mati jika tidak diselamatkan pada saat terakhir (Yer 38:6-13). Ia diseret oleh segerombolan manusia ke tanah Mesir (Yer. 43:6 dst) dan diperlakukan kejam dan dianiaya. Para nabi bangsa Israel, satu demi satu, dianiaya pada zaman mereka. Ketika Mikha bernubuat kepada Ahab bahwa ia akan mati, ia ditampar oleh orang lain yang menyebut dirinya nabi. Ia seorang diri melawan seluruh kelompok nabi (1 Raja-Raja 22:24). Dia adalah satu-satunya yang menubuatkan kebenaran; semua nabi lainnya menubuatkan suatu kebohongan. Namun, mereka semua mengaku sebagai nabi. Jadi, satu orang melawan demikian banyak orang lain, siapa yang benar? Pasti mayoritas itu yang benar? Mayoritas itu pasti salah! Itulah masalahnya di dunia rohani. Sejak dari dulu, minoritas hanya terbukti benar di kemudian hari. Akan tetapi pada zaman generasinya sendiri mereka tidak dihargai. Menurut Yesus, seorang nabi dihormati di mata Allah akan tetapi pada zamannya sendiri, di negerinya sendiri, ia tidak dihormati.

Hal itu terjadi pada setiap nabi dari Perjanjian Lama sepaerti Amos, Hosea dan lain-lain. Mereka tidak dimuliakan oleh generasinya sendiri. Malah mereka diperolok-olok, dikucilkan dan dibenci oleh masyarakat. Situasinya sangat parah sampai Yeremia nyaris putus asa dan dia tidak dapat melanjutkan jabatannya. Berkali-kali Yeremia berkata, “Aku tidak mau berkhotbah lagi. Aku telah muak dengan orang-orang ini. Jika mereka ingin binasa, biarkan mereka binasa. Aku telah cukup berbicara.” Namun begitu, ia tetap kembali berkata, “Api menyala-nyala dalam tulang-tulangku.” (Yer. 20:7-9 dll.) Kasihnya bagi Allah, kasihnya bagi bangsanya, tidak dapat ditekan. Ia tetap harus berkhotbah dan menanggung akibat-akibatnya, sekalipun dia dibenci oleh bangsa Israel. Siapa mendengar, “Jikalau engkau tidak bertobat engkau akan binasa”? Siapa suka kalau dikatakan, “Kamu adalah orang-orang berdosa yang akan dihapus oleh Allah melalui api pembinasaan”?

Yesus bukanlah suatu pengecualian. Dia dibenci terutama oleh para pemimpin agama Israel yang akhirnya berhasil memakunya pada kayu salib. Mereka tidak mau mendengar apa yang Yesus sampaikan. Satu-satunya manusia yang mau bersukacita pada tahun Yobel, pada saat kerajaan datang adalah orang miskin. Ini adalah satu-satunya kaum manusia yang terbuka secara rohani, yang mau dan dapat berwawasan rohani. Orang kaya, karena takut kehilangan tidak menyambut Injil. Mungkin Injil yang mereka bisa terima adalah Injil yang sudah dipoles. Akan tetapi, Yesus sama sekali tidak melakukan hal seperti itu.

Kata-kata Yesus juga berlaku bagi Elia. Elia tidak pergi kepada orang Israel tetapi kepada orang-orang asing, ke Sidon dan kepada seorang perempuan yang bukan orang Yahudi, karena orang-orang Israel tidak menerima nabi sebesar Elia. Mereka juga tidak menerima Elisa. Elia adalah nabi Perjanjian Lama yang paling besar kalau dihitung dari segi kekuasaan rohaninya, tetapi ia ditolak oleh generasinya. Tidak ada kemuliaan dalam melayani Tuhan pada zaman di generasi sendiri. Anda akan diburu dan dituntut karena Anda berusaha mengkhotbahkan kebenaran.


Perbandingan antara “Berbahagialah Orang yang Miskin” di Injil Matius dan Lukas

Kutipan yang sejajar dengan Matius 5:3 ada di Lukas 6:20 yang berbunyi

“Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.”

Jadi ada perbedaan antara Lukas dan Matius karena Lukas mengatakan ‘Berbahagialah hai kamu yang miskin’ dan Matius mengatakan ‘Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah”. Hal ini akan dibahas sebentar lagi.

Tulisan di Matius memakai kata ‘kerajaan sorga’ dan di Lukas, kata yang dipakai adalah ‘kerajaan Allah’. Tidak ada perbedaan di antara kalimat ‘kerajaan Allah’ dan ‘kerajaan Sorga’. Orang-orang Yahudi, yang enggan menggunakan kata ‘Allah’, selalu menggunakan uraian (atau istilah tidak langsung) untuk Allah. Mereka suka menyebut Allah sebagai ‘Yang Mulia’, atau jikalau mereka berbicara tentang Allah, mereka menyebut ‘Sorga’. Oleh karena itu, sama sekali tidak ada perbedaan dalam arti istilah ‘kerajaan Allah’ dan ‘kerajaan Sorga’.

Ada tiga bagian dalam ayat ini yang perlu diperhatikan. Pertama-tama, ‘berbahagialah’; kedua, ‘orang miskin’; dan ketiga, ‘kerajaan Allah’. Apakah artinya? Apakah artinya ‘berbahagia’? Apakah artinya orang ‘miskin’, atau ‘miskin di hadapan Allah’? Apakah itu ‘kerajaan Allah’?


“Berbahagialah …”

Pertama-tama ‘bahagia’. Bahagia itu mudah; kita semua tahu apa artinya bahagia. Kata ‘berbahagia’ artinya ‘bahagia’. “‘Berbahagialah’ orang yang…”. Kalimat ini merupakan awal Mazmur-Mazmur. Mzm. 1:1 dimulai dengan kata itu: “Berbahagialah orang…”. Orang seperti apa? Di sepanjang Kitab Suci, kebahagiaan dijanjikan kepada orang-orang tertentu. Mazmur 1:1 berbunyi:

“Berbahagailah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.”

Orang seperti apa yang bahagia? Orang yang bahagia adalah orang yang tidak berjalan menurut kefasikan, tetapi yang berjalan menurut kebenaran. Orang yang bahagia adalah orang yang kesukaannya ialah Allah dan Taurat-Nya dan yang merenungkan Firman Allah siang dan malam. Kebahagiaan rohani dalam Alkitab ditujukan kepada orang tertentu. Ucapan bahagia ini muncul 19 kali di dalam kitab Mazmur, dalam bentuk yang serupa dengan ucapan-ucapan bahagia yang disampaikan oleh Yesus. “Berbahagialah orang yang…”. Dengan kata lain, orang seperti ini bahagia karena Allah melimpahkan kebahagiaan kepadanya. Ia bahagia karena ia berbahagia di dalam Allah. Allah yang akan membuatnya berbahagia. Allah membawa keceriaan kepada orang tertentu. Jika Anda adalah orang seperti itu, maka Anda akan berbahagia. Anda akan mendapat berkat Tuhan yang  membuat Anda bahagia dan ceria. Namun, pertama-tama Anda harus menjadi orang seperti itu. Orang seperti apa yang diberkati oleh Allah di dalam Perjanjian Lama? Carilah kata ‘diberkati’ (atau berbahagia) di dalam Mazmur-Mazmur dan Anda akan temukan 19 jenis pemberkatan (atau kebahagiaan). Jika Anda menghapus bagian-bagian yang merupakan pengulangan, maka Anda tetap masih mempunyai 15 atau 16 kebahagiaan atau berkat dari ucapan bahagia yang berbeda, tetapi semuanya merujuk pada jenis manusia yang sama, yaitu yang benar dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh.


… Orang Miskin

Ini mengantar kita kepada pokok yang kedua. Siapakah orang-orang yang diberkati oleh Allah dengan kebahagiaan? Kata-katanya berbunyi ‘Berbahagialah orang-orang miskin.’ Hal ini sama sekali bertentangan dengan anggapan dunia. Semboyan dunia ialah: ‘Berbahagialah orang kaya.’ Di Hong Kong, ucapan berkat utama pada waktu Tahun Baru Tionghoa (Imlek) ialah ‘berbahagialah orang kaya’ — gong xi fa cai1. Mereka mengingat kepada berkat, atau ‘fook’ dalam bahasa Kanton. Akan tetapi ‘fook’ hanya untuk orang kaya! Mengapa? Apa itu ‘fook’? ‘Fook’ itu ialah kekayaan; harta; kemakmuran. Namun, Yesus menjungkirbalikkan segalanya dengan berkata, “Berbahagialah … orang miskin.”

1 Ini merupakan salaman tradisional pada Tahun Baru Cina, “semoga Anda makmur”, yaitu menjadi kaya..

Ini merupakan azas fundamental kerajaan Allah: semua nilai dunia ini dijungkirbalikkan. Inilah azas pertama yang perlu dimengerti. Terjadi perubahan fundamental dalam tatanan, atau penentuan nilai. Untuk memahami ‘berbahagialah orang miskin,’ pertama-tama Anda harus mengetahui, apakah Anda miskin atau tidak? Jikalau Anda tidak miskin, Anda tidak perlu mendengar ajaran Yesus ini karena tidak ada sangkut pautnya dengan Anda karena ajaran ini mengatakan, “Berbahagialah orang miskin.” Dan Anda berkata, “Aku tidak miskin.” Sayang sekali bagi Anda! Tidak ada gunanya melanjutkan pembahasan ayat ini karena ayat ini tidak berlaku untuk Anda. Ayat ini hanya berlaku untuk orang miskin. Jikalau Anda tidak miskin, lupakan saja. Semudah itu. Namun, siapakah orang miskin itu?


Apakah Anda Miskin?

Apakah kita miskin atau kaya? Adalah tragedi besar untuk orang yang miskin, tetapi berpikir bahwa mereka kaya. Hal ini sering terjadi di antara orang Kristen, terutama di generasi sekarang.

Banyak orang Kristen yang miskin tetapi berpikir bahwa mereka kaya. Akan tetapi karena mereka berpikir bahwa mereka itu kaya, mereka telah kehilangan berkat Tuhan. Karena Anda tidak saja harus miskin, tetapi Anda juga harus tahu bahwa Anda miskin. Ini penting sekali. Kalau tidak, maka Anda berpikir bahwa Anda kaya dan Anda tidak menggolongkan diri Anda di antara orang miskin. Wahyu 3:17 berbicara tentang jemaat di Laodikia. Wahyu 3:17:

“Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang.”

‘Tidak tahu’ artinya mereka berpikir bahwa mereka kaya dan tidak kekurangan apa-apa; tetapi mereka tidak tahu kemalangan dan kemelaratan mereka.

Tidak ada hal yang lebih malang daripada menjadi miskin dan tidak mengetahui bahwa Anda miskin, seperti menjadi sakit dan tidak mengetahui bahwa Anda sakit. Orang-orang Farisi di Yoh. 9:40-41, “Apakah itu berarti bahwa kami juga buta? Kami tidak buta.” Yesus berkata kepada mereka, “Karena kamu berkata bahwa kamu tidak buta sedangkan sebenarnya kamu buta, maka tetaplah dosamu.” Menjadi buta dan tidak mengetahui bahwa Anda buta; menjadi miskin dan tidak mengetahui bahwa Anda miskin, ini merupakan pembohongan diri sendiri. Hal ini sangat menyedihkan.

Ada orang yang berpikir bahwa mereka sehat sedangkan sebenarnya mereka sakit. Mungkin mereka merasa sehat, akan tetapi saat ini, di dalam diri beberapa orang, mungkin sudah ada benih kanker mematikan, tetapi mereka merasa sehat. Itulah yang terjadi terhadap ayah saya. Ia ke rumah sakit untuk pengecekan kesehatan rutin. Dia merasa sehat; tidak ada masalah apa-apa. Kata dokter, “Benjolan apa itu di leher Anda?” “Oh, benjolan itu? Tidak sakit. Tidak apa-apa. Saya merasa sehat.” Namun, kata dokter, “Ya, Anda merasa sehat tetapi saya tidak suka adanya benjolan ini.” Dua bulan kemudian ayah saya meninggal. Jadi, mungkin saja Anda sedang sakit tetapi tidak tahu bahwa Anda sedang membawa benih-benih kematian di dalam tubuh Anda.

Kadang-kadang orang yang sakit hidup lebih lama dari orang yang sehat. Ibu saya selalu sakit, selalu lemah. Beliau mempunyai masalah ini dan itu. Ayah saya selalu sehat dan kuat. Beliau melakukan latihan; bertinju; jalan-jalan pagi; dan minum vitamin. Beliau sangat memelihara kesehatannya. Ayah saya selalu sehat; ibu saya selalu sakit – minum obat sepanjang waktu. Tahukah Anda siapa yang berusia lebih panjang? Ibu saya. Orang sakit yang tahu bahwa dirinya sakit hidup lebih lama. Aneh!

Sering kali saya memikirkannya di dalam Kitab Suci, “Kemenangan perlombaan bukan untuk yang cepat, dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat.” [Pkh. 9:11] Tidak ada hal yang begitu menyedihkan. Tentu saja, dalam hal ayah saya, tidak mungkin ia mengetahui bahwa ia sekarat, bahwa penyakit kanker itu sudah ada di dalam tubuhnya. Namun, secara rohani kita bisa mengetahuinya, karena Roh Allah ada di sini untuk menunjukkan kepada kita penyakit pembawa maut yang ada di dalam jiwa kita.

Jadi, tahukah Anda apakah Anda miskin atau tidak? Mungkin Anda merasa bahwa Anda tidak miskin, dan karena Anda tidak merasa diri Anda miskin, maka Anda merasa bahwa kata-kata Yesus itu tidak berkenaan dengan Anda. “Berbahagialah orang miskin” dan Anda berkata, “Aku tidak miskin.” Jadi Anda bisa saja berpaling. Siapa perlu mendengar itu? Siapa perlu mendengar Khotbah di Bukit? Ini adalah pesan untuk orang miskin. Mengingat bahwa Anda kaya, atau Anda merasa Anda cukup berada, Anda tidak memerlukannya. Kalau begitu mari kita bahas apakah itu kemiskinan. Apakah artinya miskin itu?


Miskin di Hadapan Allah – Kemiskinan yang Mengakibatkan Kerendahan Rohani

Apa hubungan tulisan yang ada di Matius dan yang di Lukas. Matius mengatakan ‘miskin di hadapan Allah’ dan Lukas hanya mengatakan ‘miskin’. Ketika Yesus mengutip kata-kata dari Yes. 61:1 dalam Luk. 4:18, ia mengutip kata-kata ini: “Roh Tuhan ada pada-ku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin ”. Tidak ada kalimat ‘di hadapan Allah’.

Tentu saja kedua-duanya benar. Matius benar karena miskin secara finansial tidak merupakan syarat untuk kebahagiaan rohani. Kemiskinan finansial semata-mata bukanlah karcis masuk sorga. Harus ada lebih daripada kemiskinan material saja. Harus ada kemiskinan, yang mengantar kita juga kepada kemiskinan di bidang rohani. Dengan kata lain, Anda berbahagia sebagai orang miskin apabila kemiskinan itu juga mengantar Anda kepada kerendahan rohani. Hal ini penting sekali. Jikalau Anda miskin akan tetapi Anda berpura-pura kaya, yaitu Anda mencoba mengesankan orang dengan membual, maka Anda hanya menjadikan diri Anda bahan tertawaan saja.

Banyak orang yang hidup melebihi kemampuan keuangannya. Misalnya, seseorang tidak mampu membeli mobil, akan tetapi ia tetap membeli mobil hanya demi ‘gengsi’, sekalipun harus meminjam uang. Maka ia hidup melebihi kemampuan keuangannya. Sebagai akibatnya, ia semakin miskin karena hutangnya semakin menumpuk.

Hal ini sering terjadi apabila ada orang menikah di Hong Kong. Tentu saja untuk menjemput mempelai perempuan, mempelai laki-laki harus membawa mobil yang layak. Jadi ia mencari kawan yang kaya yang barangkali dapat meminjamkan mobil kepadanya. Namun, orang yang kaya adalah pihak yang paling kecil kemungkinannya untuk meminjamkan mobil mereka karena biasanya orang kaya adalah orang yang paling pelit. Lalu ia menyewa mobil – demi ‘gengsi’ dia menyewa mobil besar untuk satu hari, seperti Rolls Royce, meskipun harganya setinggi langit. Jika ia tidak mampu menyewa Rolls Royce, mungkin Mercedes Benz. Hanya untuk satu hari itu, dia mengeluarkan ratusan dolar untuk menyewa mobil sehingga ia bisa mengantar pengantinnya menggunakan kendaraan itu.

Semua itu demi ‘gengsi’. Anda tidak ingin orang melihat Anda miskin jadi Anda berpura-pura kaya. Oleh karena itu, menjadi miskin bukan karcis masuk surga. Orang yang berbahagia ialah orang miskin yang mengakui kemiskinannya sehingga menimbulkan sikap kerendahan terhadap Allah.

Harta Merupakan Halangan untuk Menjadi Murid

Di lihat dari sudut kebalikannya, maka harta material merupakan halangan terhadap kehidupan rohani Anda. Tidak ada kompromi apapun dalam hal ini. Menjadi miskin dapat menjadi berkat rohani jikalau hal ini mewujudkan sikap rohani yang tepat. Akan tetapi menjadi kaya tidak saja dapat menjadi, tetapi memang merupakan halangan positif terhadap kehidupan rohani Anda, kecuali jika Anda memperlakukan harta itu dengan cara rohani yang tepat. Yesus menyatakan hal ini dengan sangat jelas tanpa keraguan apapun. Harta merupakan halangan.

Kita melihat pokok yang sama, misalnya, di dalam kata-katanya kepada orang muda yang kaya. Yesus tidak mengizinkan orang muda yang kaya itu menjadi muridnya kecuali ia menjual segala miliknya, memberikannya kepada orang miskin. Ia tidak mengizinkan orang muda yang kaya itu mengikuti sebagaimana adanya. Kebanyakan orang di zaman sekarang akan bersedia mengizinkannya. Enak juga untuk dapat mengatakan, “Saya mempunyai murid yang seorang jutawan. Dia memiliki lima mobil Mercedes Benz; dia memiliki pabrik. Itulah murid saya.” Yesus mengatakan, “Tidak. Hanya ada satu syarat bagi Anda untuk menjadi murid saya.” Orang muda yang kaya itu dengan semangat berkata, “Ya, ya, apakah syarat itu? Bolehkah saya membayar seratus ribu dolar?” Yesus berkata, “Tidak. Jauh lebih banyak dari itu. Engkau harus menjual segala milikmu, memberikannya kepada orang-orang miskin, kemudian datanglah kemari dan ikutlah aku.” Sekiranya Yesus dapat membuat keadaan lebih mudah bagi orang muda yang kaya itu, pasti ia akan melakukannya. Bukankah begitu? Ia akan melakukannya karena Kitab Injil menceritakan kepada kita bahwa Yesus mengasihi orang itu. Dia tidak memberikan persyaratan itu karena Yesus membenci orang itu; Yesus mengatakan demikian justru karena dia mengasihinya. Yesus memberikan persyaratan itu karena kekayaan material merupakan halangan kepada kehidupan rohani kita.

Saat ini gereja berada terpuruk secara rohani karena gereja mulai berkompromi dalam sikap terhadap harta. Saya tidak jujur jika saya berusaha menutupi hal ini. Harta merupakan halangan. Itulah sebabnya Yakobus berkata di Yakobus 5:1:

“Hai kamu orang kaya, menangislah dan merataplah!”

Tidak ada penjelasan apapun. Menangislah kamu orang kaya! Berbahagialah orang miskin! Dan merataplah orang kaya! Injil tidak pernah merupakan kabar baik untuk kapitalis. Kaum kapitalis tidak akan pernah berhasil mengencerkan  ajaran Yesus agar dapat dicocokkan dengan kapitalisme. Anda menemukan hal yang sama di dalam setiap ajaran Yesus mengenai harta benda. Dia tidak mau berkompromi dengan orang kaya. Dia tidak membenarkan orang yang mengandalkan harta. Khotbah di Bukit mengatakan,

“Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Mat. 6:24).

Anda tidak dapat melakukan hal itu. Akan tetapi gereja ingin mengatakan, “Ya, kamu bisa. Kamu bisa mengabdi kepada Mamon, yaitu mengabdi kepada uang, dan juga mengabdi kepada Allah.” Yesus dengan jelas memberitahu kita, bahwa kita tidak dapat melakukan hal itu. Anda hidup untuk Allah, dan Mamon menjadi budak Anda. Itu berarti uang hanya merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan. Anda menggunakannya, tetapi Anda tidak bisa mengabdi kepadanya. Itulah yang membuat Injil begitu sulit bagi suatu masyarakat yang makmur; suatu masyarakat di mana kebanyakan orang mempunyai rekening bank yang cukup besar.

Anda berkata, “Nah, apakah Anda layak berkhotbah seperti itu? Anda memakai dasi yang bagus, kemeja putih. Jas Anda tidak terlalu jelek. Di sini Anda berkhotbah menentang orang kaya, sedangkan Anda mempunyai mobil di tempat parkir dan Anda berbicara mengenai ‘orang kaya’.”


Miskin, tetapi Tidak Kekurangan Apapun

Dengan Allah sebagai saksi saya, saya ingin mengatakan bahwa saya tidak kekurangan apapun. Allah menjadi saksi bahwa selama bertahun-tahun memberitakan Injil, saya tidak menabung satu sen pun. Tidak satu sen pun! Saya tidak menyimpan satu sen pun dari penghasilan berkhotbah saya. Allah adalah saksi saya untuk itu. Saya tidak mempunyai surplus. Saya tidak mempunyai apapun yang telah saya simpan atau cadangkan untuk tahun yang akan datang. Saya tidak pernah menghimpun kekayaan dari pelayanan saya. Akan tetapi saya tidak mengatakan hal ini supaya Anda kasihan terhadap saya. Mengapa? Karena saya tidak kekurangan apapun!  Saya dalam keadaan sangat baik. Akan tetapi saya mau mengatakan bahwa walaupun saya telah memberitakan Injil bertahun-tahun lamanya dan telah berbicara di berbagai konperensi (dan imbalan konperensi tinggi), kendati demikian saya tidak menyimpan satu sen pun dari penghasilan saya melalui pemberitaan Injil. “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi.” Saya tidak menjadi kaya karena memberitakan Injil.

Saya mengatakan hal ini karena adalah penting bagi seorang pengkhotbah, untuk tidak saja berucap tetapi melalui kehidupannya ia menjadi saksi dari apa yang dikhotbahkannya. Saya tidak berkhotbah hanya menggunakan otak saya, dan berdasarkan pelajaran teologi. Kalau saya tidak bisa mewujudkan kehidupan ini, maka saya tidak mau berkhotbah tentang itu. Yesus berkata, “Janganlah mengumpulkan bagimu…”. Saya katakan sekali lagi, dengan Allah sebagai saksi saya, saya tidak mengumpulkan apapun.


Kita dipanggil untuk Menjadi Miskin 

Kita dipanggil untuk menjadi miskin di hadapan Allah. Kemiskinan tidak berarti Anda tidak mempunyai makanan; kemiskinan hanya berarti bahwa Anda tidak mempunyai surplus, atau Anda tidak mengumpul atau menyimpan surplus. Di Khotbah di Bukit, kita dipanggil untuk percaya kepada Allah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita.

Bertahun-tahun lamanya saya telah mempraktikkan hal itu, tanpa gaji dan sumber penghasilan. Ketika saya masih menjadi mahasiswa, saya cukup memandang pada Allah; tidak ada yang dapat saya harapkan kecuali Allah. Dan Dia tidak pernah mengecewakan saya. “Berbahagialah orang miskin karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

Saya akrab dengan kemiskinan. Selama tiga tahun di Tiongkok, saya tahu apa artinya merasa lapar di perut. Namun, Tuhan tidak pernah mengecewakan saya. Dia berkata, ‘Carilah dulu Kerajaan-Nya maka semuanya itu akan ditambahkan juga kepadamu. Aku berjanji jikalau engkau mengikuti Aku tanpa syarat – engkau mencari kerajaan-Ku terlebih dahulu – maka Aku jamin bahwa engkau tidak akan kekurangan apapun.” Saya tidak pernah kekurangan apapun. Allah begitu baik. Walaupun saya tidak menyimpan apa-apa yang bisa digunakan bila perlu, saya tidak kekurangan apapun.

Jadi ada hubungan erat antara kemiskinan material dan kemiskinan rohani. Pokok ini perlu diperhatikan baik-baik. Sehubungan dengan orang muda yang kaya, Yesus tidak mengizinkannya untuk menjadi murid kecuali bila ia pergi dan menjual segalanya. Akan tetapi dewasa ini gereja melunakkan pesan itu; bagaimanapun juga kebanyakan gereja terdiri dari kalangan menengah ke atas. Kita memperlunak pesan itu. “Oh, tidak apa-apa. Jangan dipikirkan.” Benar, jangan dipikirkan, tetapi akibatnya ialah, Anda tidak miskin, dan karena itu Anda juga tidak miskin di hadapan Allah. Jika demikian halnya, apakah kerajaan surga menjadi milikmu?


Artinya “Miskin Di Hadapan Allah”

Namun, menjadi miskin bukanlah karcis untuk masuk ke surga. Anda tidak memenuhi syarat hanya dengan menjadi miskin, Anda perlu menjadi miskin di hadapan Allah. Apakah artinya miskin di hadapan Allah? Kata ‘miskin’ itu itu dalam bahasa Ibrani berarti ‘kerendahan hati’, ‘kelembutan hati’. Hal ini bisa dilihat misalnya di Ams. 16:19 yang menunjukkan bahwa kata Ibrani untuk ‘miskin’ di dalam konteks itu adalah ‘kelembutan hati’, atau ‘kerendahan hati’. Di Yes. 11:4, dikatakan bahwa bila Mesias datang, dia akan menghakimi orang–orang ‘miskin’ dengan keadilan. Di sini sekali lagi orang miskin artinya ‘orang lembut hati’, orang rendah hati’.

Dengan mencari kata ‘miskin’ yang dalam kamu bahasa Ibrani, atau kata anav itu, Anda akan menemukan bahwa kata itu berarti ‘miskin’, ‘rendah’, ‘lembut hati’, atau ‘sederhana’. Rangkaian arti-arti ini tidak dapat dipisahkan. Kata ‘miskin’ di Yes. 61:1 adalah kata yang sama yang sesungguhnya kembali berarti ‘lembut hati’ or ‘rendah hati’ maupun ‘miskin’. Hal ini tampak paling menonjol dalam Bil. 12:3.


Musa adalah seorang yang Sangat Lembut Hatinya, yaitu dia Sangat Miskin

Dengan membaca dari Bil. 12:3 tentang Musa akan menunjukkan kepada kita manusia seperti apa yang sedang dipikirkan oleh Yesus ketika ia berkata, “Berbahagialah orang miskin.” Ayat ini adalah tentang kejadian di mana Miryam and Harun (Miryam adalah kakak perempuan Musa dan Harun adalah kakak laki-laki Musa) berbicara menentang Musa. Harun berpikir, “Aku adalah kakak laki-laki kamu, jadi saya berhak…” Di sini sikap lahiriah dalam menilai sesuatu kembali terlihat. Berpikir dengan cara sama seperti orang-orang Yahudi yang memandang Yesus dan berkata: “Kamu dari Nazaret, kamu adalah kerabat kami di sini, dan kamu berkata kamu adalah manusia istimewa, Mesias, Anak Allah?”

Musa diangkat oleh Allah sebagai pemimpin, nabi di Israel, dan Miryam dan Harun memang punya alasan untuk merasa iri. Berdasarkan hubungan pribadi sebagai kakak laki-laki dan kakak perempuan, mereka juga mempunyai hak untuk berbicara. Hal ini sangat keliru. Jadi, mereka berbicara menentang Musa karena perempuan Kusy yang dinikahinya. Musa telah menikah dengan seseorang yang bukan berasal dari bangsa Israel, tetapi dari bangsa Kusy. Dan mereka berkata, “Sungguhkah TUHAN berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?” Dengan kata lain,  “Apakah kamu satu-satunya nabi di sini?”

Dan Tuhan mendengar hal itu. Hati-hati dengan perkataan Anda karena Tuhan mendengar apa yang Anda katakan. Hati-hati saat Anda menentang orang yang dipilih Tuhan. Di ayat 3. Musa tidak berkata, “Hai, hati-hati kamu. Akulah nabi Allah di sini.” Musa tidak menjawab mereka dengan sepatah kata pun. Ia tidak berdebat dengan mereka; ia tidak membantah. Sebaliknya ia bersujud di hadapan Allah. Begitulah orangnya.

Maka demikianlah ayat 3,

“Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang ada di atas muka bumi.”

Musa datang ke hadapan Allah dan Allah dengan tiba-tiba menjatuhkan penghakiman. “Lalu berfirmanlah Tuhan dengan tiba-tiba kepada Musa, Harun dan Miryam, ‘Keluarlah kamu bertiga.’” Waduh! Pasti mereka sangat kaget. “Mari bertemu dengan-Ku.” Harun dan Miryam dihakimi Allah.

Ayat 3 memberitahu kita, “Adapun Musa ialah seorang yang sangat ‘miskin’.” ‘Sangat miskin’ adalah kata yang diterjemahkan sebagai ‘lembut hati’. Kata Ibrani yang sama ditemukan di Yes. 61:1, “Kabar baik diberitakan kepada orang-orang miskin.” Ini adalah kata Ibrani yang sama yang di sini diterjemahkan dengan ‘lembut hati’. Ini sangat menarik, bukan? “Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang ada di atas muka bumi.” Tentu saja, di sini artinya ialah ‘miskin di hadapan Allah’. ‘Miskin di hadapan Allah’ dengan demikian berarti ‘lembut hati’, ‘rendah hati’. Itulah alasan saya berkata bahwa jika Anda miskin secara finansial, biarkanlah kemiskinan itu merembes ke dalam jiwa Anda. Janganlah biarkan dunia mengelabui Anda dan berpikir bahwa Anda perlu membual untuk mengesankan orang lain. Biarkan Allah Yang Maha Pengasih melihat dan Dia akan memperhatikan kemiskinan Anda. Dia akan meninggikan Anda. Anda tidak perlu menyombongkan diri atau membual dalam hidup Anda. Biarkan Allah menjadi kekuatan Anda. Biarkan Dia meninggikan Anda dan meletakkan kakimu di atas gunung batu.

Itulah artinya kata ‘miskin’. Kata Ibrani ‘miskin’ bisa berarti secara harfiah miskin atau miskin di hadapan Allah. Di Bil. 12:3 artinya adalah miskin di hadapan Allah, tidak saja miskin secara material.

Musa dibesarkan di istana pangeran, di dalam rumah tangga Firaun. Ia mampu mewarisi kedudukan seorang pangeran kerajaan. Namun, apa yang ia lakukan? Berbeda dengan orang muda yang kaya, ia memalingkan wajahnya dari dunia, dari kedudukan seorang pangeran di Mesir berikut semua kemuliaannya. Dikatakan di Ibr. 11, Musa lebih memilih menderita sengsara, kemiskinan dengan umat Allah daripada menikmati kekayaan di Mesir. Musa memilih untuk menjadi miskin secara harfiah dan ia juga miskin di hadapan Allah – hal yang bahkan lebih penting.

Kata Ibrani yang sama, kembali ditemukan di Yes. 29:18&19. Di ayat 18, dikatakan,

“Pada waktu itu… orang-orang yang sengsara akan tambah bersukaria di dalam Tuhan, dan orang-orang yang miskin di antara manusia akan bersorak-sorak di dalam Yang Mahakudus, Allah Israel.”

Sekali lagi, Injil akan diberitakan kepada orang miskin.

Di Amos 2:6&7, ‘orang miskin’ merupakan sinonim untuk ‘orang yang benar’. Orang yang benar dan orang miskin disebut bersama-sama sebagai sinonim. Miskin di hadapan Allah adalah inti kebenaran. Orang miskin tidak berdaya, mereka ditindas oleh orang kaya dan orang kuat sehingga mereka harus memandang kepada Allah sebagai tameng dan pembela mereka. Jika Anda kaya Anda mampu membela diri sendiri; Anda tidak perlu Allah untuk membela Anda. Akan tetapi orang miskin tidak mempunyai siapa-siapa untuk membela mereka; mereka harus membawa perkaranya ke hadapan Allah. Orang miskin tidak mempunyai harapan apa-apa di dunia ini. Mereka tidak bisa mengharapkan pensiun yang besar. Mereka tidak bisa berharap untuk memiliki speedboat di Sungai St. Lawrence atau rumah istirahat di tepi danau. Mereka tidak mempunyai sarana seperti itu. Mereka tidak mempunyai harapan apa-apa sepanjang berkaitan dengan dunia ini. Hanya Allah yang menjadi harapan mereka. Mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka. Allah yang memenuhi kebutuhan mereka. Mereka harus memandang kepada Allah hari demi hari.


Allah sebagai Pemelihara

Saya mengenal kehidupan seperti itu. Saya telah mengalaminya berkali-kali. Tiga tahun di Tiongkok, saya mengalaminya setiap hari, “Tuhan, aku tidak ada makanan. Tolong berikan kepadaku makanan hari ini. Berikanlah hari ini roti untuk hari ini.” Oh ya, saya harus berdoa seperti itu setiap hari. Saya bangun pagi-pagi dan perut saya keroncongan. Saya memasukkan tangan saya ke dalam kantong dan tidak ada satu sen pun di dalamnya. Saya akan berkata, “Bapa, Engkau adalah Bapa saya. Anak-Mu tidak mempunyai makanan. Tolong berikan makanan untuk hari ini.” Dan Dia melakukannya! Dia melakukannya hari demi hari selama tiga tahun.

Hal yang sama terjadi ketika saya pergi ke Inggris untuk kuliah. Saya seringkali tidak mempunyai apa-apa. Saya tidak tahu bagaimana harus membayar uang kuliah saya. Saya tidak punya uang. Namun, saya berkata, “Bapa, jika Bapa ingin aku belajar, Bapa sediakan sarananya.” Seringkali saya mendaftar untuk semester berikut dan saya tidak mempunyai uang 50 pound yang diperlukan untuk membayar uang semester. Saya hanya datang dan berkata, “Bapa, jika Bapa ingin aku belajar, Bapa sediakan sarananya. Jika Bapa tidak mau aku belajar, aku akan melupakan gelar ini dengan senang hati. Tidak ada artinya bagiku.” Apalah artinya suatu gelar? Allah yang penting. Akan tetapi Tuhan telah memenuhi kebutuhan saya, sedemikian rupa sehingga ketika saya tamat, ibu saya berkata, “Aku tidak mengerti. Allah kamu itu benar-benar Allah yang hidup. Aku tidak tahu bagaimana caranya tetapi benar-benar Allah kamu telah memenuhi semua kebutuhan kamu.”

Saya mempraktikkan hal-hal ini; saya tahu bahwa hal-hal itu benar. Tuhan tidak mempermalukan mereka yang percaya kepada-Nya. Itulah sebabnya jika Anda berkata, “Apakah orang ini bodoh karena dia tidak menyimpan uang; ia tidak memikirkan masa pensiunnya; atau bagaimana sekolah anaknya nanti, bagaimana anaknya bisa melanjutkan studi bila sudah dewasa nanti?” Allah saya akan mencukupi kebutuhan-kebutuhan saya! Jika Anda menganggap hal itu suatu kebodohan, maka itu merupakan kebodohan yang berbahagia! Karena Allah tidak pernah gagal. Dia tidak pernah gagal.

Betapa berbahagianya menjadi miskin dan di dalam kemiskinan itu mengenal Allah sebagai Allah yang tidak pernah gagal. Orang kaya tidak tahu apa yang hilang. Sesungguhnya mereka-lah yang miskin. Mereka tidak pernah mengalami apa yang Allah dapat lakukan bagi mereka. Apakah Anda telah mengalami pemeliharaan Allah? Bagaimana Anda bisa bersyukur di dalam Allah bila Anda tidak tahu seperti apa rasanya mempunyai Allah sebagai Pembela, Penopang Anda, Pemelihara Anda dan Kekuatan Anda?


Percaya kepada Allah sebagai Penopang

Pada waktu ini saya harus percaya kepada Allah dari segi lain – dari segi kekuatan fisik saya. Allah membawa kita melalui berbagai tahap latihan. Sekarang telah tiba pada tingkat di mana saya harus bergantung kepada-Nya untuk kekuatan fisik, hari demi hari. Secara fisik saya begitu lemah sehingga seringkali saya katakan kepada Helen [istri saya], “Aku tidak tahu bagaimana aku bisa bertahan menyelesaikan program pelatihan ini.” Seringkali saya pulang dan kepala saya berdenyut-denyut dan saya sama sekali kehabisan tenaga. Dan saya berpikir, “Dua hari lagi, akan diadakan program pelatihan yang berikut. Aku tidak tahu bagaimana aku dapat bertahan. Aku tidak tahu bagaimana aku akan menyelesaikan program ini.” Kadang-kadang, pada pagi hari, saya merasa begitu letih. Saya tidak mempunyai kekuatan untuk bangun. Akan tetapi Tuhan adalah kekuatanku. Sekarang saya harus bergantung kepada-Nya untuk kekuatan fisik.

Saya berpegang teguh kepada janji ini: “Selama umurmu kiranya kekuatanmu.” [Ul.33:25] Dengan kata lain, Allah tidak pernah akan memberi tugas kepada Anda tanpa memberi kekuatan untuk menyelesaikannya. Kadang-kadang karena lelah seluruh dada saya terasa sesak, saya hanya perlu berkata, “Tuhan, aku percaya bahwa Engkau dapat menolongku menyelesaikan program pelatihan ini. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa bertahan, tetapi jika aku harus mati pada akhirnya, paling tidak tolong aku menyelesaikannya sampai hari terakhir. Itulah yang akan menjadi pujian bagi-Mu dan kemuliaan-Mu.” Betapa indahnya bahwa Dia menolong kita sampai selesai.

Bagi saya yang dulu secara fisik sangat kuat dan sangat sehat, sulit sekali untuk mengakui bahwa saya telah tiba pada tahap di mana secara fisik, kekuatan saya sudah tidak ada sehingga saya harus bergantung kepada Dia. Jadi, saya ini miskin, dalam semua artinya; bahkan secara fisik. Dari segi kesehatan, terpujilah Allah. Saya begitu miskin – miskin secara fisik — sehingga setiap hari saya harus bergantung kepada kekuatan-Nya untuk memberitakan firman-Nya, melanjutkan tim pelatihan dan seribu seratus hal lainnya yang masih harus dilakukan: seperti memeriksa manuskrip, menulis surat dan melakukan kunjungan dan seterusnya


Percaya kepada Allah sebagai Pembela

Berbahagialah orang miskin.” Kemiskinan ini dapat ditemukan di sepanjang Khotbah di Bukit. Di Mat. 5:38 dan selanjutnya, kita menemukan kemiskinan orang yang tidak membalas kekerasan, yang bila ia ditampar – dalam kelembutan hatinya – dengan kerendahan hati hanya memberi pipinya yang lain. Oh, itulah kemiskinan. “Aku tidak membalas. Aku tidak menggunakan kemahiranku di bidang kung fu, yudo, tinju. Ya, aku menguasai yudo, aku menguasai tinju.” Namun, Tuhan berkata, “Tidak, Aku yang menjadi pembelamu. Bila mereka menampar kamu, Aku, Tuhan, akan membalas.” Saya menjadi miskin sampai Dia menjadi Pembela saya; saya bahkan tidak lagi membela diri saya sendiri. Saya tidak lagi menjadi menteri pertahanan untuk diri saya sendiri. Menteri pertahanan saya telah dipecat dari kabinet saya. Menteri keuangan saya juga dibatalkan. Semuanya sudah tidak ada lagi. Sekarang saya hanya mempunyai satu Raja. Dia adalah Raja. Dia adalah menteri luar negeri. Dia menteri kehakiman. Dia menteri pengadaan, menteri keuangan, segala sesuatunya. Saya sekarang harus bergantung kepada-Nya  untuk segala sesuatu.

Kecuali Anda bisa menerima pernyataan kunci yang memulai Khotbah di Bukit, Anda tidak bisa menerima apapun dari Khotbah di Bukit. Tidak ada sesuatu pun dalam Khotbah di Bukit yang bisa Anda terima, bukankah begitu? Jujurlah terhadap dirimu sendiri. Anda merasa jijik dengan itu. “Berilah juga pipi kirimu.” ? “Jangan begitu! Tahukah kamu ban yudo yang aku miliki? Orang brengsek yang berani memukul aku, akan aku bikin dia merasakan apa artinya mengganggu orang seperti aku. Tahukah kamu tentang tinju? Tahukah kamu upper cut yang bisa aku hujamkan? Coba saja hantam aku di sini dan akan aku tunjukkan seperti apa upper cut itu, kekuatan apa yang tersimpan di dalam kepalanku ini.” Tuhan berkata, “Tidak. Aku akan membalas. Percayalah kepada-Ku.” Bagi manusia yang alamiah hal itu tidak dapat diterima. Apakah Anda bisa terima?


Mempunyai ‘Iman’ dan Tidak Mengumpulkan Harta di Bumi

Hal yang sama dapat dilihat di Mat. 6:19, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi.” Anda berkata, “Jika aku tidak mengumpulkan harta, bagaimana aku hidup kalau aku tidak mempunyai pekerjaan, kalau aku pensiun, kalau aku sakit? Bagaimana aku akan hidup?” Yesus memberitahu kita, “Pandanglah pada Allah. Dia akan memenuhi kebutuhan-kebutuhanmu. Apakah kamu melihat burung di udara? Bapa di surga yang memberi mereka makan. Apakah kamu melihat bunga di ladang? Allah yang mendandaninya. Allah akan memberi terlebih daripada itu untuk kamu. Percayakah kamu kepada-Nya?”

Semuanya berkaitan dengan iman – iman untuk percaya kepada Allah untuk membela Anda, iman untuk percaya kepada Allah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan Anda. Bagaimana bila Anda diperlakukan tidak baik oleh orang lain? “Janganlah menghakimi.” Biarkan Allah untuk menghakimi. Anda difitnah, Anda diumpat, Anda diperlakukan tidak benar. Tidak apa. “Janganlah menghakimi”. Biarkan Dia yang menghakimi. Oh, panggilan menjadi murid – betapa agung panggilan itu!


Apa yang merupakan Keselamatan dan Apa yang Bukan?

Mari kita perhatikan satu hal: orang seperti apa yang bahagia? “Berbahagialah orang yang percaya bahwa…”? Tidak, bukan seperti itu. “Berbahagialah orang yang melakukan banyak amal untuk menyelamatkan dirinya?” Tidak, bukan begitu juga bunyinya. Yang dikatakan berbahagia adalah, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah..” Di sinilah letaknya jantung ajaran Yesus mengenai kehidupan Kristen, dan mengenai seluruh doktrin keselamatan. Anda diselamatkan bukan karena Anda mempercayai doktrin-doktrin yang tepat, bukan karena Anda melakukan banyak pekerjaan yang terpuji sehingga Anda bisa memperoleh keselamatan Anda sendiri, tetapi karena Anda adalah orang yang miskin di hadapan Allah. Ajaran Yesus sangat sempurna. Bukan apa yang Anda percaya, bukan apa yang Anda perbuat; namun, siapa Anda itu yang penting. Di situ letaknya kekuatan dan keindahan ajaran Yesus.

Janganlah membuat kesalahan seperti sebagian besar kaum Injili di masa ini yang berpikir mereka akan diselamatkan karena mereka percaya doktrin-doktrin yang tepat walaupun mereka adalah orang-orang yang menjijikkan yang berperilaku memalukan, yang kasar dan sombong, yang percaya akan kekayaan, yang membual karena kekayaan, yang tidak simpatik, yang suka mencela dan tanpa belas kasihan. Mereka pikir karena mereka percaya akan semua doktrin yang tepat, maka mereka akan diselamatkan. Ini merupakan kebodohan.

Atau ada pun orang-orang yang berpikir, “Aku melakukan banyak amal; aku memberi uang kepada orang miskin; aku membantu orang lain kalau aku ada waktu, walaupun tidak sering, tetapi bila aku ada waktu aku membantu mereka; dan aku lakukan ini dan aku lakukan itu. Dan karena itu aku adalah orang baik dan patut untuk diselamatkan. Aku layak memperoleh keselamatan aku sendiri.” Mereka pikir bahwa mereka dapat menyelamatkan diri sendiri melalui amal. Mereka juga orang bodoh.

Bukan apa yang Anda percaya saja maupun apa yang Anda lakukan. Siapa diri Anda itulah yang penting di dalam ajaran Kristus. Jangan keliru. Begitu banyak penginjil keliru bahwa cukup dengan percaya, mereka akan diselamatkan; dan juga kesalahan begitu banyak agama lain yang berpikir bahwa dengan amal mereka akan diselamatkan. Ini juga salah. Ajaran Yesus menekankan bahwa siapa Anda itu yang penting. Jadi persoalannya ialah: Anda harus menjadi miskin di hadapan Allah. Orang seperti apa yang miskin di hadapan Allah? Bagaimana kita menjadi miskin di hadapan Allah?


Bagaimana menjadi Miskin di Hadapan Allah?

Satu-satunya cara agar manusia dapat menjadi miskin di hadapan Allah adalah melalui pertobatan dan menjadi ciptaan baru. Pemazmur telah melukiskannya dengan sempurna dalam Mzm. 51. Keselamatan telah diajarkan dengan jelas di dalam Perjanjian Lama. Jika Anda bertanya bagaimana Anda bisa menjadi miskin di hadapan Allah, Anda harus mulai dengan Mzm. 51:1:

“Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu; hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku.”

Itulah pertobatan. Anda menjadi miskin di hadapan Allah dan mengakui kemiskinanmu di hadapan Allah bila Anda mengakui bahwa Anda adalah orang yang berdosa, dan Anda berkata, “Kasihanilah aku, ya Allah…. menurut rahmat-Mu yang besar, hapuskanlah dosaku.” Itulah pertobatan. Pertobatan dikenal baik di dalam Perjanjian Lama dan bukan merupakan penemuan baru di dalam Perjanjian Baru. Orang-orang saleh dari Perjanjian Lama juga diselamatkan dengan kemuliaan. Mereka bisa mengajar banyak hal kepada kita mengenai keselamatan.

Bagian berikut adalah menjadi manusia baru. “Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!” [Ps. 51:12] Suatu ciptaan baru! Ya, Pemazmur telah memahaminya dengan sempurna. Anda perlu bertobat; dan Anda perlu membiarkan Allah menjadikan Anda manusia baru. Saya ulangi sekali lagi: orang-orang saleh dari Perjanjian Lama, telah diselamatkan dengan kemuliaan. Mereka mengetahui apa artinya menjadi miskin di hadapan Allah. Itulah sebabnya bila Anda dijadikan baru, Anda menjadi manusia baru. Jadi bukan apa yang Anda percaya, bukan apa yang Anda lakukan; tetapi siapa Anda oleh kuasa Allah yang membuat Anda menjadi manusia baru. Kita tidak mungkin dapat mewarisi kerajaan Allah kecuali dengan menjadi manusia baru.

Inilah yang dimaksudkan oleh Yoh. 3:5, ayat yang terkenal itu: “Jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Ini merupakan ajaran yang sama hanya dikatakan dengan kata-kata yang berbeda supaya kita mengerti apa artinya iman. Iman artinya ‘percaya’. Kepercayaan sedemikian rupa sehingga Allah dapat menciptakan Anda kembali, supaya Anda lahir kembali dari air dan Roh. Bukan iman Anda yang menyelamatkan Anda; Allah yang menyelamatkan Anda dengan menjadikan Anda miskin di hadapan-Nya. Tidak ada apa-apa yang ajaib tentang iman. Allahlah Pelaku mukjizat, yang menciptakan manusia baru.


Mewarisi Kerajaan, Menyambut Yesus Sebagai Raja!

Di Yohanes 3, ‘mewarisi kerajaan’ berarti mewarisi hidup yang kekal. “Merekalah yang empunya kerajaan sorga”, yaitu, Allah akan memberikan kerajaan kepada mereka; Allah akan memberikan hidup yang kekal kepada mereka. Anda tidak memperoleh hidup yang kekal itu tanpa menerima sang raja yang diutus Allah. Kerajaan tidak ada artinya tanpa raja. Sewaktu Anda menerima kerajaan, Anda tidak akan menerima paket yang disebut ‘KERAJAAN’. Anda menerima raja dan menjadikan Kristus, Penguasa atas hidup Anda. Hidup yang kekal itu adalah memiliki hidup Kristus yang sudah dibangkitkan. Di luar Kristus, Anda tidak akan memperolehnya. Satu-satunya jalan untuk memperoleh hidup yang kekal ialah dengan menjadikan Yesus Tuan dan Penguasa Anda. Dialah raja di dalam hidup Anda. Hidup yang kekal merupakan konsekuensi (akibat) dari kedaulatan Yesus sebagai raja di dalam hidup Anda.

Orang kaya tidak suka mempunyai Yesus sebagai raja. Karena Yesus mungkin akan mengatakan kepada Anda, seperti yang dia katakan kepada orang muda yang kaya: “Juallah semua milikmu.” “Ah, aku tidak mau dengar ini! Aku tidak mau dengar! Aku suka apa yang dikatakan pendeta tempo hari, ‘Percaya saja kepada Yesus, dan kamu akan mempunyai hidup yang kekal. Tidak ada syarat-syarat.’ Namun, ‘Jual semua milikmu’? Tidak, tidak, tidak. Itu hanya berlaku untuk orang muda yang kaya itu. Itu tidak berlaku untuk aku. Satu hukum untuk orang muda yang kaya dan hukum yang lain untukku. Haleluya! Haleluya! Betapa baiknya Allah.” Jangan menipu diri sendiri. Prinsip yang sama yang berlaku terhadap orang muda yang kaya itu juga berlaku bagi kita semua. Orang muda yang kaya tidak termasuk kategori khusus tertentu. Apakah Anda berpikir bahwa dia lebih mencintai uang daripada Anda dan daripada saya? Janganlah kita menipu diri sendiri! Sama sekali tidak. Hanya ada satu hukum untuk semua orang. Tidak ada dua hukum untuk orang yang berbeda: satu hukum untuk orang muda yang kaya dan satu hukum untuk saya. Tidak begitu halnya.

Orang miskinlah yang menerima Yesus sebagai raja. Dengan menerima Yesus sebagai raja, Anda telah menerima kerajaan Allah. Karena Yesus adalah Jalan yang membawa kita kepada Allah. Kerajaan itu berarti kekuasaan dan pemerintahan sang Raja. Dengan menerima Yesus, Anda juga telah menerima kehidupan karena Allah melalui Yesus sudah memberikan Anda hidup itu. “Kekuasaannya tidak akan berkesudahan.” [Yes. 9:6] Dia membawa hidup yang kekal ke dalam jiwa Anda melalui Mesias yang diutus-Nya.

Renungkan pertanyaan ini sekali lagi: Apakah Anda miskin? Apakah Anda miskin di hadapan Allah? Tahukah Anda bahwa Anda miskin? Apakah Anda terbuka dan siap menerima kebenaran ini? Apakah Anda mempunyai iman untuk percaya kepada Allah untuk memenuhi kebutuhan rohani dan material Anda? Apakah Anda mempunyai iman untuk percaya kepada Allah sebagai Pembela Anda bila Anda ditindas? Apakah Anda mempunyai iman untuk percaya bahwa Allah akan selalu menolong Anda? Apakah Anda menerima Yesus yang sudah diutus Allah sebagai raja?

 

Berikan Komentar Anda: