new-header-kesaksian

 

Bernard Khoo |

Setelah makan siang, seperti biasa saya menyetir untuk pulang ke rumah. Dalam perjalanan saya melihat seorang tua yang berjalan perlahan di tengah-tengah jalan dan kelihatannya ia bingung ia sedang berada di mana. Saya mengikutinya dan saya kira pasti dia akan minggir. Tapi ternyata tidak, ia terus saja menghadang jalan. Menurut perkiraan saya, umur kakek ini sekitar 80an tahun. Saya menghentikan mobil dan bertanya apakah ia sesat? Kakek tua itu berkata bahwa dia tinggal di perumahan itu tapi ia tidak dapat menemukan rumahnya. Saya memintanya masuk ke mobil dan harapan jika saya mengelilingi perumahan itu,  ia akan ingat yang mana satu rumahnya.

Sepanjang perjalanan, ia tidak berkata apa-apa tapi hanya meminta saya mematikan ac karena ia kedinginan. Setelah sekitar 20 menit, kakek tua itu masih belum bisa mengenali rumahnya. Saya sudah memutuskan bahwa saya akan mengetuk pintu dari rumah ke rumah untuk bertanya apakah ada yang tahu di mana rumah kakek tua ini.

Tapi sepertinya tidak perlu karena sebelum saya melakukan itu, saya melihat seorang pembantu bersama dua anak kecil berjalan ke arah saya. Pembantu itu kelihatannya agak cemas dan khawatir. Saat mereka mendekati mobil saya, salah satu anak kecil itu memanggil-manggil kakeknya. Saya menyuruh mereka semua masuk ke dalam mobil dan saya akan menghantar mereka pulang.

Sepanjang perjalanan pembantu itu terus menerus meminta saya untuk tidak memberitahu bosnya bahwa kakek itu ditemukan sesat di jalan. Kedua anak kecil itu, yang berumur delapan dan sepuluh tahun, juga meminta saya untuk tidak memberitahu orang tua mereka. Saya bertanya-tanya di benak saya, mengapa tidak?

Setelah tiba ke rumah, sepanjang hari saya bertanya-tanya, kira-kira apa alasan mereka tidak mau anak kakek itu tahu bahwa ia sesat dan tidak dapat menemukan jalan pulang? Saya diingatkan oleh satu artikel yang dikirm oleh teman saya yang berjudul “Mangkuk Kayu”.

Seorang kakek tua pergi tinggal bersama anak, menantu dan cucunya yang berumur empat tahun. Kakek tua ini, tangannya gemetaran, penglihatannya kabur, dan jalannya bertatih-tatih.

Keluarga ini makan bersama di meja. Tapi tangan kakek tua yang gemetaran dan matanya yang kabur membuatnya tidak dapat makan dengan baik. Makanan sering jatuh ke lantai dan saat ia coba minum, airnya tertumpah ke atas meja.

Anak dan menantunya menjadi jengkel karena kakek tua itu sering mengotori meja makan.

“Kita harus berbuat sesuatu tentang ayah,” katanya anaknya.

“Aku sudah tidak tahan lagi dengan air yang tumpah ke mana-mana, makanan di lantai dan cara makannya yang membuat orang tidak nyaman.”

Lalu, pasangan suami istri ini menyiapkan satu meja kecil di hujung ruangan. Di situ, kakek tua makan sendirian sementara keluarganya menikmati makan bersama di meja makan. Karena kakek tua sering memecahkan piring, makanannya disajikan di atas mangkuk-mangkuk kayu.

Saat keluarganya memandang ke arahnya yang sedang duduk makan sendirian, seringkali mereka melihat air mata di mata kakek. Namun, tetap saja, pasangan suami istri itu dengan keras menegur kakek ketika ia menjatuhkan senduk atau menumpahkan makanan.

Anak kecil berumur empat tahun itu memerhatikan semuanya

Suatu hari sebelum makan malam, sang ayah melihat anaknya bermain dengan serpihan kayu di lantai. Dengan hangat, ayahnya bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan?” Dengan penuh kasih anaknya menjawab, “Oh, saya sedang membuat mangkuk untuk papa dan mama makan setelah saya dewasa.” Dengan senyuman di bibir, anak itu melanjutkan apa yang sedang dilakukannya.

Kata-kata anak kecil itu membuat orang tuanya tersentak. Lalu air mata berlinangan di pipi mereka. Sekalipun mereka tidak berkata apa-apa, mereka tahu apa yang harus dilakukan.

Malam itu, sang suami memimpin tangan kakek dengan lembut dan membawanya ke meja makan keluarga. Di sisa hidupnya, kakek itu makan bersama keluarganya. Dan entah mengapa, anak atau menantunya, tidak lagi merasa terganggu saat kakek menjatuhkan senduk, menumpahkan air dan mengotori meja makan.

(Kisah ini pertama kali ditulis oleh Leo Tolstoy The old man and his grandson)

Apakah mungkin, ini merupakan alasan mengapa pembantu dan kedua cucu itu tidak mau keluarga kakek itu tahu tentang apa yang terjadi, untuk melindungi kakek itu?

(Dikutip dan diterjemah dari blog Zorro Unmasked)