Pastor Boo | Kematian Kristus (10) |
Hari ini saya akan membahas tentang orang yang tidak percaya. Jika anda melihat pada konteks kematian Yesus, maka para pemuka Yahudi, yakni para Imam Kepala, ahli Taurat dan orang Farisi, berkomplot melawan Yesus untuk menyalibkan dia. Yang menjatuhkan hukuman terhadap Yesus adalah pemerintah Romawi, akan tetapi pihak yang mendorong agar peristiwa itu terjadi adalah para pemimpin Yahudi. Anda bisa temukan satu hal menarik di dalam Kisah 2-4. Jika anda pelajari isi khotbah Petrus, anda akan sadari bahwa Petrus tidak menyebutkan bahwa Yesus telah mati bagi dosa mereka. Dengan kata lain, dia tidak memberitakan tentang pengorbanan Kristus dari pasal 2 sampai pasal 4.
Dalam konteks yang paling dekat terkait dengan kematian dan kebangkitan Yesus, isi khotbah Petrus tertuju langsung pada sasarannya. Ketika orang-orang Yahudi berkerumun di sekitarnya, dia berkata, “Kalian semua bersalah atas kematian Mesias.” Dia letakkan segenap kesalahan di pundak mereka. Tidak disebutkan tentang kasih Allah kepada mereka. Jadi, yang dia sampaikan adalah bahwa mereka semua bersalah, bahwa dia mati karena mereka, akan tetapi Allah membangkitkan dia dari kematian dan meninggikan dia sebagai Tuan dan Kristus. Itu sebabnya semua peristiwa itu terjadi dalam kaitannya dengan pencurahan Roh Allah. Fakta bahwa orang lumpuh itu disembuhkan di dalam nama Yesus adalah bukti bahwa Allah sudah meninggikan Kristus. Petrus melanjutkan khotbahnya dengan mengutip berbagai bagian dalam Kitab Suci, mengutip dari Daud, Musa, Abraham, para nabi dan mengakhiri khotbahnya dengan seruan bagi mereka untuk bertobat dan dibaptiskan di dalam nama Yesus. Anda dapat lihat bahwa di sini tidak dijelaskan mengapa Yesus mati. Dia hanya berkata bahwa mereka semua bersalah dan perlu bertobat, dan mengikut Yesus. Itu saja! Isi khotbah yang sangat aneh karena kebanyakan isi khotbah di zaman sekarang jauh berbeda dengan khotbah Petrus. Alasannya adalah masalah konteks.
Jika anda perhatikan konteksnya, anda akan segera melihat bahwa uusan ini terkait dengan persoalan bangsa Yahudi. Waktu Yesus mati, dia menanggung dosa-dosa bangsa Israel karena merekalah yang sudah menganiaya dia. Mengapa mereka menganiaya Yesus? Seharusnya mereka adalah umat pilihan Allah, dan tentunya paham akan Firman Allah. Mereka sangat paham akan isi Perjanjian Lama. Lalu, mengapa semua aktifitas religius, ketaatan pada Taurat, ketaatan pada doa dan persembahan harus berakhir dengan penolakan terhadap Mesias?
Saya ingin menyatakannya secara langsung, bahwa persoalan mereka adalah persoalan kita juga, dan itu sebabnya saya ingin membahas masalah ini. Jadi, kita tidak boleh sekedar menyalahkan orang Yahudi. Persoalan di dalam sejarah Gereja muncul karena banyaknya tokoh gereja zaman awal yang menyalahkan orang Yahudi, dan hasilnya adalah kebangkitan antisemitisme. Hal ini berlangsung sampai zaman Reformasi di abad ke-16 dan menyala lagi menjelang periode Perang Dunia II. Para pemimpin Yahudilah yang menganiaya Yesus, tidak semua rakyat ikut terlibat. Para tokoh yang berada di pucuk pimpinan adalah orang-orang yang memicu semua penolakan kepada Yesus. Itu sebabnya mengapa kita tidak boleh menyalahkan semua orang Yahudi, sama seperti kita tidak boleh menyalahkan semua orang China akibat penyebaran covid-19. Sebagian dari kita mengalami hal ini saat berada di tempat umum; ada orang-orang tertentu yang akan menyindir bahwa kita bertanggung jawab atas penyebaran penyakit ini. Kesimpulan semacam ini sangat tidak adil. Jadi, kita tidak boleh menyalahkan semua oang Yahudi. Daripada sibuk menuduh, mengapa kita tidak berusaha memahami penolakan mereka terhadap Yesus?
Hari ini saya hanya akan membahas dua pokok. Satu hal yang perlu kita pahami adalah bahwa hal ini terkait dengan hakekat karya Allah. Dengan kata lain, jika kita belajar untuk melangkah bersama Allah, maka kita akan dianiaya. Anda akan melihat hal itu di Matius 23:34-35
34 Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota,
35 supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah.
Tak ada hal yang baru dalam kedua ayat ini. Di sini Yesus menyatakan bahwa mulai dari masa Habel sampai dengan masa depan, “kamu akan membunuh dan menyalibkan,” dan hal itu (penyaliban) dimulai dari Yesus. Menurut tradisi gereja, Petrus disalibkan secara terbalik. Anda bisa melihat hal apa yang sudah dikerjakan oleh Yesus. Ayat itu menyatakan, “Aku mengutus para nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat.” Yesus sedang menyatakan hal yang terjadi pada masa lalu sampai ke masa depan, dan terus berlaku pada zaman sekarang ini. Jika ada nabi, ahli Taurat atau orang bijaksana yang sejati, mereka akan ditolak. Oleh siapa? Oleh jemaat yang telah murtad.
Sekarang anda bisa memahami betapa parah masalah ini. Ada beberapa prinsip rohani yang tidak ditaati, dan itu sebabnya mengapa semua itu terjadi. Mari kita lanjutkan ke Yohanes 15:18-21
18 “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.
19 Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.
20 Ingatlah apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu; jikalau mereka telah menuruti firman-Ku, mereka juga akan menuruti perkataanmu.
21 Tetapi semuanya itu akan mereka lakukan terhadap kamu karena nama-Ku, sebab mereka tidak mengenal Dia, yang telah mengutus Aku.
Di ayat 19 ada kata, “Dunia,” kata ini bukan berarti dunia secara harafiah; kita tidak akan berada di sini kalau makna itu yang dimaksudkan. Dalam pemahaman Yohanes, kata dunia terkait dengan watak manusia, manusia atau masyarakat dunia, cara mereka berpikir dan memahami segala sesuatu. “Kamu bukan dari dunia,” berarti bahwa mereka tidak berpikir dengan cara yang sama dengan orang duniawi. Ada perbedaan nilai; arah hidup mereka jauh berbeda. Yesus menyatakan bahwa karena anda berbeda dengan mereka, maka mereka akan menganiaya anda.
Anda juga akan melihat satu hal lagi, yakni di dalam ayat 21, Yesus menjelaskan alasannya: Itu karena mereka tidak mengenal Bapa! Ini adalah pernyataan yang mengejutkan. Tokoh-tokoh yang sedang kita amati adalah para pemimpin Yahudi, orang-orang yang bertanggung jawab menjalankan ibadah di Bait Allah, yan mengajarkan Taurat – hukum yang disampaikan melalui Musa, mengajarkan Fiman Allah, dari sumber yang sama dengan Firman Allah yang diajarkan melalui Yesus. Dengan demikian Yesus, para imam kepala, orang-orang Farisi, para ahli Taurat, semua membaca sumber naskah yang sama, akan tetapi mereka tidak mengenal Bapa. Masalah ini terkait dengan cara kita memahami Firman Allah. Jadi, renungkan hal ini baik-baik.
Kita bisa saja beribadah kepada Allah. Kita bahkan bisa juga mengajarkan Firman kepada orang lain. Mungkin ada banyak kegiatan doa yang sedang terjadi, tetapi tidak ada yang mengenal Allah. Ini adalah hal yang cukup menakutkan. Dengan segala kegiatan mereka yang religius itu, pada pembuktian yang terakhir, ternyata mereka tidak mengenal Bapa. Saya tidak tahu apakah hal yang sama juga berlaku atas diri kita. Kita tidak kekurangan pemahaman akan Firman Allah. Alkitab begitu mudah dicari di internet dan dapat di-download sebagai aplikasi gratis. Jika anda ingin mencari tafsiran tentang ayat-ayat tertentu dalam Alkitab, anda hanya perlu menelusuri internet, dan anda akan temukan semua ide yang terkait dengan ayat tersebut. Tak pernah ada kekurangan dalam hal pembahasan. Akan tetapi, persoalannya adalah apakah kita mengenal Bapa. Kata ‘mengenal’ ini terkait dengan pengenalan melalui pengalaman; aku mengenal Allah-ku. Itu berarti bahwa saya memiliki hubungan yang nyata dengan Dia. Ini adalah pokok yang sangat penting.
Nah, jika anda tidak mengenal Allah, anda bisa salah jalur dan bertindak menyerang orang yang diutus Allah! Tentu saja hal itu tidak harus berwujud pembunuhan. Kita bisa saja sekedar mengucapkan berbagai hal yang buruk tentang orang tersebut. Kita bahkan bisa saja merasa berhak untuk mencela dia. Dalam hal ini kita harus sangat berhati-hati, karena berbagai hal yang pernah menimpa para utusan Allah masih berulang sampai pada zaman sekarang. Mari kita lanjutkan membaca Yohanes pasal 15, dan kali ini yang kita baca adalah ayat 22-24.
22 Sekiranya Aku tidak datang dan tidak berkata-kata kepada mereka, mereka tentu tidak berdosa. Tetapi sekarang mereka tidak mempunyai dalih bagi dosa mereka!
23 Barangsiapa membenci Aku, ia membenci juga Bapa-Ku.
24 Sekiranya Aku tidak melakukan pekerjaan di tengah-tengah mereka seperti yang tidak pernah dilakukan orang lain, mereka tentu tidak berdosa. Tetapi sekarang walaupun mereka telah melihat semuanya itu, namun mereka membenci baik Aku maupun Bapa-Ku.
Ayat 22 menyatakan, aku berkata-kata kepada mereka, tetapi mereka menolak perkataanku. Kebencian mereka terhadapku sudah mencapai titik di mana mereka ingin membunuhku. Itu sebabnya Yesus berkata, “Firmanku adalah hal yang akan mengungkapkan dosa mereka.” Jelaslah bahwa terdapat hal yang salah dalam diri orang-orang yang mendengarnya. Yesus diutus oleh Bapa, di dalam Yohanes 3:16, untuk menyelamatkan dunia. Dalam uraian yang disampaikan di surat Galatia, “Untuk menebus mereka yang berada di dalam pagar hukum Taurat.” Namun, bukannya menikmati penebusan, mereka akhirnya justru membunuh sang utusan. Untuk hal-hal baik yang ditujukan buat mereka, ternyata sang utusan yang harus membayar harganya. Itu sebabnya walaupun melangkah bersama Allah dan melayani Dia itu adalah hal yang baik, tetapi kita harus menyadari bahwa untuk itu kita juga sedang menandatangani kontrak maut. Siapakah orang-orang yang akan menentang anda? Tidak harus berasal dari kalangan yang tidak percaya. Aniaya justru sering muncul dari lingkungan orang percaya. Ini adalah hal yang cukup mengejutkan. Anda berniat baik kepada orang lain, tetapi mereka tidak menghargainya. Dan mereka bukan sekedar mengabaikannya, ujung ceritanya bisa berarti maut buat anda. Dan itulah hal yang lazimnya terjadi.
Dalam berbagai berita terakhir dari AS, ada banyak protes yang muncul di sana. Mereka memprotes kebijakan pemerintah melakukan lockdown. Banyak orang berkumpul di sekitar gedung-gedung pemerintah sambil mengabaikan jarak aman di antara mereka. Saya memperhatikan berbagai tulisan dan spanduk yang mereka bentangkan. Salah satunya menyatakan, “My body my choice to work.” Hal ini memang perlu kita pahami, bersamaan dengan dilakukannya kebijakan lockdown, banyak orang yang tidak bisa bekerja lagi, dan mereka menghadapi kesulitan keuangan yang sangat parah. Akan tetapi, ada juga pandangan dari sisi lain jika kita memikirkan hal yang baik untuk masyarakat. Dan saya rasa dorongan yang lebih besar justru muncul dari sisi lain ini. Dalam kebanyakan kasus, keluhan yang muncul seringkali lebih karena mereka tidak bisa lagi berbuat sesuka hati mereka. Ada seorang wanita paruh baya yang mengeluh bahwa dia tak bisa lagi pergi ke salon untuk mengecat rambutnya. Bagi wanita ini, hal itu sudah merupakan masalah besar. Yang mereka pikirkan adalah kepentingan pribadi mereka, bukan kebaikan masyarakat. Itu sebabnya kebanyakan pihak pemerintah menjawab bahwa mereka tidak bisa mengikuti alasan dari berbagai protes tersebut. Akhirnya kita dihadapkan pada pilihan antara “no human right (tidak ada hak asasi manusia)” atau “no human left (tak ada manusia yang tersisa)”! Anda menuntut hak asasi anda, tetapi akibatnya mungkin tak ada lagi manusia yang tersisa akibat virus ini. Ada lagi pilihan antara “I see you (bertemu lagi)” atau “ICU (ruang gawat darurat)”. Anda pilih yang mana? Semua humor itu beredar di Facebook, bukan saya yang membuatnya.
Saya harap anda mengerti betapa keadaan yang sekarang ini justru menolong kita untuk memahami apa yang terbaik untuk kepentingan bersama, dan pelaksanaannya sering menuntut pengorbanan dari kepentingan pribadi. Di negara-negara yang sangat mengutamakan kebebasan individu, pelajaran ini sangat sukar dipahami dan diterapkan. Akan tetapi, dari sudut pandang Allah, hal yang terbaik bagi semua ciptaan adalah bahwa kita bisa mengenal Dia, dan diubah untuk menjadi serupa dengan Dia. Kita harus dimerdekakan dari keegoisan kita. Seperti yang sudah kita lihat dari khotbah yang sebelumnya, keegoisan kita adalah sumber masalah yang membuat tidak ada damai di dunia.
Nah, prinsip pertama yang perlu kita pahami adalah adanya penegasan terus menerus di dalam Injil tentang adanya kegagalan di dalam memahami ajaran. Mari kita lanjutkan ke Yohanes pasal 12:37-40.
37 Dan meskipun Yesus mengadakan begitu banyak mujizat di depan mata mereka, namun mereka tidak percaya kepada-Nya,
38 supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya: “Tuhan, siapakah yang percaya kepada pemberitaan kami? Dan kepada siapakah tangan kekuasaan Tuhan dinyatakan?”
39 Karena itu mereka tidak dapat percaya, sebab Yesaya telah berkata juga:
40 “Ia telah membutakan mata dan mendegilkan hati mereka, supaya mereka jangan melihat dengan mata, dan menanggap dengan hati, lalu berbalik, sehingga Aku menyembuhkan mereka.”
Nah, ayat ini disampaikan menjelang akhir masa pelayanan Yesus. Kutipan ini berasal dari Yesaya pasal 6. Kita juga mendapati uraian yang serupa di periode awal pelayanan Yesus, dalam Matius 13, 14 dan 15. Dalam kutipan di atas, perhatikan ayat 37, dengan semua hal yang sudah dilakukan dan disampaikan oleh Yesus, mereka tetap tidak percaya kepadanya. Nah, anda perlu pahami bagaimana makna suatu kata dalam pemikiran Yohanes. Kata ‘percaya’ dalam kutipan di atas bermakna ‘komitmen’, artinya berserah dan mengikut dia. Demikianlah, dalam kutipan ini dinyatakan bahwa ‘mereka tidak berserah’, dan di ayat 39 dinyatakan, ’karena mereka tidak dapat berserah’. Mengapa? Karena mata mereka telah dibutakan.
Di sepanjang masa pelayanan Yesus selalu ada catatan tentang Yesus menyembuhkan mata orang buta, bukan hanya satu atau dua orang buta saja, cukup banyak kasus kesembuhan orang buta yang disampaikan. Dalam beberapa kejadian, dalam berbagai kejadian, disebutkan bahwa orang-orang buta dapat melihat kembali. Pesan yang ditegaskan adalah mengenai persoalan kebutaan rohani. Itu sebabnya jika anda perhatikan Yohanes 6, maka anda dapat memahami hal yang disampaikan oleh Yesus. Mari kita lihat di ayat 44-45.
44 Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.
45 Ada tertulis dalam kitab nabi-nabi: Dan mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepada-Ku.
Yesus menyatakan, “Dan mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepada-Ku.” Alasannya sederhana. Itu karena Allah menyatakan kesaksian tentang Yesus. Jika kita punya telinga untuk mendengar dan sudah belajar dari Bapa, Allah kita, maka kita akan datang kepada Yesus. Inilah hal yang terjadi pada diri Kornelius dalam Kisah 10. Di sini anda dapati seorang asing, tetapi dia selalu berdoa kepada Allah, dan dia selalu berbuat baik kepada orang Yahudi. Dia sangat baik kepada mereka. Dan karena sikap hatinya kepada Allah, maka Allah mengutus Petrus untuk memberitakan Yesus kepadanya. Hal yang sama juga terjadi pada pejabat kebiri Etiopia. Dia sedang membaca Kitab Suci dan berusaha memahami bagian dari Yesaya 53. Di sini anda dapat melihat sikap hatinya kepada Allah. Itu sebabnya mengapa Allah mengutus Filipus untuk berbicara dengan pejabat dari Etiopia ini, dan selanjutnya dia menjadi pengikut Yesus. Bahkan dalam kasus diri saya sendiri, saya juga mengalaminya, dan itu juga sebabnya mengapa saya menjadi seorang Kristen. Ini karena saya berusaha keras mencari, berdoa kepada Allah, dan memohon Dia untuk menyatakan diri-Nya. Doa saya pada waktu itu adalah, “Nyatakanlah diri-Mu agar aku dapat mengenal-Mu.” Dan pada akhirnya Dia menyatakan diri-Nya; Dia menyatakan bahwa saya baru bisa mengenal-Nya melalui Yesus. Ketika saya datang kepada Yesus, saya mengalami terobosan dalam hubungan saya dengan Allah. Saat itu saya bahkan belum tahu apa-apa akan isi Alkitab, akan tetapi Allah berbicara kepada saya langsung dengan Firman-Nya. Belakangan, saya dapati bahwa firman itu terdapat di dalam 1 Petrus pasal 1, dan firman itu adalah, “Kuduslah kamu sebab Aku ini kudus.”
“Dan mereka semua akan diajar oleh Allah.” Saya harap kita semua selalu memiliki sikap hati yang demikian. Setiap kali anda menghadapi suatu persoalan, tanyakanlah hal ini kepada Yahweh, Allah kita, “Hal apa yang hendak Kau ajarkan kepadaku saat ini? Hal apa yang harus kupelajari dari-Mu saat ini?” Saat kita membuka Alkitab, kita perlu menanyakan kepada Yahweh tentang hal yang ingin Dia ajarkan kepada kita. Dan ketika anda mendengar suatu ajaran, anda perlu tanyakan kepada Yahweh, “Apakah ajaran ini berasal dari-Mu? Apakah ini kebenaran?” Hal ini sangat penting demi keselamatan rohani kita. Nah, jika kita tidak dapat mendengar Firman Allah, berarti kita tidak dapat mendengar Dia. Yang dimaksudkan di sini adalah masalah rohani, bukan urusan panca indera. Tanpa kemampuan itu, maka kita akan berada dalam masalah karena kita tidak bisa membedakan hal yang benar dan yang sesat. Malahan, anda bisa masuk dalam keadaan di mana anda menuduh hal yang benar sebagai kesesatan. Hal itulah yang terjadi pada diri para pemimpin Yahudi zaman itu. Di zaman sekarang, ada banyak kesesatan yang telah menyebar, tidak ada gunanya berusaha menetapkan ‘kebenaran’ secara dogmatis.dan tindakan itulah yang telah dilakukan oleh gereja modern. Ada begitu banyak doktrin yang mereka tuliskan. Dan semua itu ingin ditanamkan ke benak anda sebagai kebenaran. Tak ada seorangpun yang bertanya kepada Yahweh, apakah doktrin yang diajarkan itu benar atau salah. Itu sebabnya mengapa kita tidak memakai landasan dogma. Yang kita inginkan adalah hubungan yang akrab dengan Allah, untuk membiarkan Dia saja yang menyatakan apakah suatu ajaran itu – sekalipun disampaikan oleh penginjil terkenal – memang berasal dari Dia. Dan saya harap anda juga selalu menanyakan kepada Dia apakah hal-hal yang saya sampaikan ini memang berasal dari Dia atau tidak. Kita semua perlu selalu memupuk sikap hati-hati semacam ini. Hati kita harus selalu tertuju kepada Yahweh. Mari kita lihat Yohanes 7:16-18
16 Jawab Yesus kepada mereka: “Ajaran-Ku tidak berasal dari diri-Ku sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku.
17 Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri.
18 Barangsiapa berkata-kata dari dirinya sendiri, ia mencari hormat bagi dirinya sendiri, tetapi barangsiapa mencari hormat bagi Dia yang mengutusnya, ia benar dan tidak ada ketidakbenaran padanya.
Jika kehendak seseorang adalah menjalankan kehendak Allah, maka anda akan tahu bahwa ajarannya memang berasal dari Allah dan tidak bersumber dari dirinya sendiri. Anda harus memiliki kehendak semacam itu dulu. Jika anda tidak memilikinya, maka anda akan berada dalam masalah. Kita hidup di zaman akhir. Banyak orang yang mengajarkan banyak hal. Baru-baru ini saya membaca sebuah buku, sebenarnya itu adalah sebuah audiobook (rekaman buku yang dibacakan). Ada hal mengejutkan yang saya dengar di sana. Masalah ini terkait dengan gambaran tentang Allah di dalam Perjanjian Lama, dan si penulis berkeras menyatakan bahwa Allah tidak pernah bersikap keras, bahwa Dia tak ingin ada orang yang terbunuh. Jadi, ketika dia membahas isi Perjanjian Lama berdasarkan pandangan itu, dia harus mencari alasan mengapa Israel harus menjalani banyak peperangan. Di dalam bukunya itu, si penulis juga menyampaikan hal-hal yang berharga, tetapi masih ada bagian yang mengusik hati saya. Sebagai contoh, ketika Allah memerintahkan Musa untuk memerangi orang-orang Kanaan dan menyingkirkan semua bangsa itu dari tanah Kanaan. Menurut si penulis buku, saat itu Musa salah dengar perintah yang disampaikan. Dia menyatakan bahwa Musa telah salah dengar, seharusnya dia tidak pergi berperang. Musa, yang telah keliru mendengar perintah, lalu membawa rakyat Israel untuk berperang. Ketika saya mendengarkan uraian ini, saya sangat terkejut. Wow! Ini berarti bahwa Musa meneruskan kesalahannya dan bertindak melawan kehendak Allah. Kemudian, dia membahas nabi Elia. Nabi ini memanggil api dari langit, yang membakar semua prajurit yang diutus untuk memanggil dia. Menurut si penulis, nabi Elia telah menyalahgunakan kuasa atau kewenangan yang telah diberikan oleh Allah kepadanya. Ini adalah klaim yang cukup besar: Musa salah dengar; Elia menyalahgunakan kuasa. Saya heran, mengapa kedua orang ini kemudian muncul di puncak gunung bersama Yesus? Mereka bertiga sedang berkumpul dalam wujud yang cemerlang. Tokoh yang satu menyalahgunakan kewenangan sedangkan tokoh yang kedua menyalahartikan perintah. Akan tetapi, mereka berdua ternyata memiliki hubungan yang akrab dengan Yahweh dan Mesias-Nya. Lalu, bagaimana mungkin si penulis buku bisa sampai pada kesimpulan yang seperti itu? Saya bisa pastikan bahwa kesimpulan ini tidak berasal dari Allah. Seharusnya ada penjelasan yang lebih baik.
Demikianlah, kita semua harus belajar untuk berinteraksi dengan Yahweh. Waktu ibadah kita hampir habis, saya ingin menutupnya dengan Yohanes 15:12-15.
12 Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.
13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.
14 Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.
15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.
Anda dapat melihat hal yang disampaikan di sini. Apakah urusan saya melangkah bersama Allah itu merupakan persoalan pribadi? Apakah hal itu tidak ada kaitannya dengan orang lain? Dalam kutipan ini, Yesus sedang mengajari para murid. Kalau engkau melangkah sesuai dengan perintahku, maka kamu tidak akan sekedar mengasihi satu sama lain, tetapi kamu akan saling mengasihi seperti aku telah mengasihi kamu. Jika anda melangkah di dalam kasih Kristus, sampai ke titik mengorbankan nyawa bagi saudara-saudari seiman, jika kita memiliki sikap hati seperti ini, dan belajar menerapkannya, lalu apa yang akan dikatakan oleh Yesus? Kamu adalah sahabat-sahabatku. Dan karena kamu adalah sahabat-sahabatku, maka aku akan mengungkapan semua hal yang sudah diungkapkan oleh Bapa kepadaku.
Kita akan mendengar langsung dari Bapa, dan kita akan tahu tindakan benar yang harus dilakukan. Kita akan memahami hikmat rohani. Mengapa? Karena kita melangkah dalam kasih terhadap sesama manusia. Saat kita membaca tentang orang asing yang berpaling kepada Allah dalam Kisah Para Rasul, ternyata ada sebagian jemaat dari lingkungan Yahudi yang menuntut agar mereka disunat. Selanjutnya, para pemimpin jemaat lalu berkumpul membahas urusan ini. Anda bisa lihat bagaimana mereka bisa sampai pada satu keputusan. “Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami…”. Dengan kata lain, urusannya menjadi baik sesuai dengan kehendak Allah; Dia menyetujui keputusan ini. Allah memimpin mereka untuk sampai pada keputusan yang benar. Mengapa? Karena mereka bersatu-padu. Mereka saling mengasihi. Mereka tahu apa artinya hidup dalam kedamaian dengan sesamanya. Itu sebanya mengapa Roh Allah bisa mengungkapkan kepada mereka hal yang harus dilakukan dalam keadaan ini.
Jika kita melompat 300 tahun ke depan, ketika para pemimpin gereja berkumpul, yang mereka lakukan justru bertengkar. Pihak pemenang saat itu menghasilkan doktrin yang akhirnya kita pegang sampai sekarang. Doktrin ini muncul setelah terjadi pertikaian sengit antar berbagai pihak, pertikaian yang berlanjut sampai pada pertumpahan darah dan kehancuran banyak harta benda. Bagaimana mungkin Allah akan memimpin umat semacam ini? Sekarang kita memakai semua keputusan mereka sebagai doktin kita, hal-hal seperti kredo Nicene. Semua itu adalah produk dari konflik dan pertentangan. Lalu, di mana para hamba Allah sejati? Hal ini sungguh jauh berbeda dari apa yang sudah kita baca di dalam Kisah Para Rasul.
Jadi, pertanyaan yang harus kita hadapi adalah: Tahukah kita apa artinya dipimpin oleh Allah? Tahukah kita apa artinya mendengar Firman Allah? Mari kita kembali ke isi Perjanjian Lama. Mari kita condongkan hati dan telinga kita kepada Yahweh. Jika masih ada rintangan, tanyalah kepada Yahweh kesalahan apa yang masih ada dalam diri anda? Anda akan terkejut dengan hal-hal yang Dia ungkapkan pada anda. Allah bukanlah tipe yang memikirkan hal-hal negatif. Bersama dengan hal-hal yang negatif, Dia akan menunjukkan hal-hal yang positif sehingga anda tahu arah yang harus anda tempuh. Demikianlah, mari kita pusatkan perhatian kita kepada Yahweh, kemudian kepada Firman-Nya dan masuk ke dalam bimbingan Roh-Nya.