Pastor Eric Chang | Matius 23:23, 22:41-46

Kitab Suci memberitahu kita bahwa kemunafikan akan berakibat pada kematian rohani. Dengan tegas Yesus berkata bahwa tempat bagi orang-orang munafik adalah di neraka. Di Matius 23 Yesus berkata, “Bagaimana mungkin kamu bisa luput dari hukuman neraka?” (ay.33) Kemunafikan adalah penyakit yang fatal. Lalu bagaimana supaya kita bisa menghindari penyakit ini? Bagaimana kita bisa terbebas dari penyakit ini?


Akar dari kemunafikan adalah keegoisan

Pada dasarnya apakah kemunafikan itu? Bisakah kita merangkum arti kemunafikan itu supaya kita bisa memahami dengan jelas hakekat dari kemunafikan itu? Kemunafikan dalam bahasa aslinya tidak bisa begitu saja diartikan sebagai berpura-pura.

Ada sebuah kisah tentang seorang perempuan yang hendak menyeberangi sebuah jembatan. Jembatan ini sudah tua dan goyah, terlihat sangat tidak aman, akan tetapi dia harus menyeberanginya. Jadi, sambil menyeberang, dia berdoa kepada Allah dan berkata, “Tuhan, jika Engkau berkenan menyeberangkanku dengan selamat melewati jembatan ini, aku akan memasukkan $5 ke dalam kotak persembahan.” Lalu dia mulai melangkah melewati jembatan ini, dan jembatan itu terlihat tidak goyah sampai titik itu.

Demikianlah, ketika dia sudah hampir setengah jalan, dia mendapati bahwa mungkin saja dia bisa melewati jembatan itu tanpa meminta pertolongan ilahi, lalu dia menyesali janjinya untuk memberi persembahan $5 itu. Karena dia bukan orang yang cukup kaya, dia memutuskan untuk menurunkan nilai janjinya. Lalu dia berkata, “Tuhan, Engkau tahu bahwa aku bukanlah orang kaya dan lagi pula, jembatan ini tampaknya tidak begitu rapuh, kurasa Engkau tidak akan keberatan kalau aku hanya akan mempersembahkan $3.”

Lalu ketika dia melangkah lagi, jembatan itu mulai bergoyang dan menjadi miring. Perempuan ini menjadi ketakutan dan berkata, “Tuhan, ya Tuhan, aku hanya bercanda. Janganlah marah padaku. Aku akan mempersembahkan $5 jika Engkau berkenan menyeberangkanku dengan aman.”

Apa yang ditunjukkan oleh kisah ini mengenai watak manusia? Perilaku manusia yang sangat munafik. Di satu saat dia berkata, “Aku akan mempersembahkan $5,” dalam saat berikutnya turun menjadi $3, lalu kembali ke $5 lagi, bergantung pada situasinya. Dia seperti sedang tawar-menawar dengan Allah. Seringkali saya mendapati orang-orang melakukan hal yang semacam ini terhadap Allah. Kita sering berlaku seperti ini. Menurut orang itu, seberapa besarkah nilai nyawanya? Apakah nyawanya hanya berharga $5? Kalau jembatan itu runtuh, mungkin Allah hanya akan merugi sebesar $5. Ini bukan suatu kerugian yang besar bagi Allah, namun perempuan ini akan kehilangan segalanya. Apa artinya ini? Artinya kita ingin mendapatkan yang terbaik dari Allah sementara kita hanya mau memberi sesedikit mungkin buatNya, bukankah artinya seperti itu? Sikap kita terhadap Allah selalu seperti ini: bagaimana supaya saya bisa mendapat yang terbaik dari Allah dan memberi sesedikit mungkin kepadaNya? Hal ini sudah tertanam kuat di dalam mentalitas mausia. Kisah ini juga memberitahu kita tentang akar dari kemunafikan, yakni keegoisan, sikap mengutamakan diri sendiri.

Jadi apakah kemunafikan itu? Kemunafikan itu sebenarnya, jika diartikan secara sederhana, adalah unsur dasar watak manusia. Ini adalah pokok yang penting untuk dipegang. Kemunafikan menurut Kitab Suci tak lebih dan tak kurang dari watak manusia dalam keadaannya yang alami. Jika kita sudah mencamkan hal ini, maka kita tidak akan melakukan kesalahan besar dalam arti menganggap hanya orang Farisi saja yang munafik, seolah-olah hanya orang Farisi saja yang memiliki watak alami manusia. Watak manusia memang seperti itu. Mungkin kita akan mentertawai perempuan ini, akan tetapi sesungguhnya, jika kita teliti cara hidup kita, seringkali kita juga berperilaku di hadapan Allah. Bukankah demikian?

Perhatikan ketika Anda menghadapi masa ujian, tiba-tiba saja Anda menjadi sangat religius. Tiba-tiba saja Anda menjadi sangat alim. Namun ketika ujian atau masa kritis sudah dilewati, kehidupan yang alim tampaknya sudah tidak diperlukan lagi. Jadi apa bedanya kita dengan perempuan ini? Tidak ada bedanya. Jika disampaikan lewat kisah semacam ini, mungkin akan terlihat seperti lelucon saja. Namun sesungguhnya, kita juga berperilaku seperti itu. Saya yakin bahwa Anda tentunya memperhatikan bahwa perilaku Anda berulangkali seperti itu. Inilah natur manusia; sikap munafik ini adalah natur manusia. Manusia dalam hubungannya dengan Allah seringkali berperilaku seperti itu.


Watak alami manusia ada di dalam ketujuh ‘celaka’ di Matius 23

Jika Anda cermati ketujuh hal berkenaan dengan orang-orang Farisi yang disampaikan oleh Yesus di Matius 23, apakah sebenarnya ketujuh ‘celaka’ itu? Jika Anda cermati lagi, semuanya itu tidak lain adalah unsur-unsur dari watak alami manusia.

Di dalam celaka yang pertama, hal apakah yang diungkapkan di sini? Kita tidak ingin ada orang lain yang melakukan hal-hal yang tidak mau kita kerjakan. Ini sangatlah alami. Jika kita tidak bisa meraihnya, maka kita juga tidak ingin ada orang lain yang meraihnya. Seorang anak kecil yang tidak mendapatkan manisan tidak akan mau melihat ada orang lain yang mendapat manisan. “Aku tidak bisa mendapatkannya, kamu juga tidak boleh mendapatkannya.” Ini adalah watak alami manusia.

Jika kita melihat pada daftarnya, itulah watak manusia. Kita selalu mempedulikan hal yang eksternal. Kita kurang memperhatikan hal yang di dalam. Kita khawatir akan bagaimana penilaian orang lain terhadap kita, apakah mereka akan berpandangan baik tentang kita atau tidak. Itulah hal yang disampaikan oleh Yesus. Kita membersihkan bagian luar dari cawan dan kita tidak begitu peduli akan kebersihan bagian dalamnya. Itulah watak manusia. Orang lain tidak bisa melihat kekotoran yang ada di dalam dan oleh karenanya hal itu tidak jadi masalah. Hal yang bisa dilihat oleh orang lain itulah yang kita pandang penting. Dan hal-hal semacam inilah yang selalu kita pikirkan.

Keluarga-keluarga yang sebenarnya tidak mampu hidup mewah akan berusaha untuk tampil mewah untuk membuat tetangga mereka terkesan, padahal mereka justru terbeban berat oleh hutang. Akan tetapi mereka ingin agar orang lain percaya bahwa mereka sangat kaya sehingga mereka bisa berdiri sejajar dengan mereka yang berpenghasilan besar. Itulah watak manusia.

Marilah kita bersikap jujur saat kita menelusuri daftar kecaman Yesus terhadap orang-orang Farisi. Apakah kita juga memiliki perilaku yang sama? Saya melihat hal ini terjadi setiap saat di kalangan orang Kristen. Kita mengabaikan perkara yang besar, yang mendalam dan prinsip yang penting di dalam hidup ini, tetapi kita begitu cermat akan hal-hal yang tidak begitu penting.

Seperti yang pernah saya gambarkan sebelumnya, kita mudah tersinggung akan hal-hal yang sangat remeh. “Aku tidak suka dengan cara orang ini mencuci piring. Kurasa dia tidak begitu bersih mencuci piring. Caraku mencuci piring lebih bersih. Jadi, kalau dia yang mencuci piring, aku harus menanggung resiko terkena penyakit.” Demikianlah, kita selalu terusik dengan cara orang lain melakukan ini dan itu. Mengapa orang ini meletakkan sandalnya di sini, bukannya di sana? Kita sering terusik oleh hal-hal kecil. Jika Anda tanyakan suatu keluarga, seringkali ketersinggungan antara suami dan istri atau antara orang tua dengan anak, berpangkal pada masalah-masalah kecil. Sedikit masalah di sini dan di sana, yang diperbesar sampai melampaui takaran.

Jika kita cocokkan dengan perikop ini, semua hal itulah yang sedang disampaikan oleh Yesus. Semua ini dibawa ke dalam kehidupan rohani. Kita mudah tersinggung akan hal-hal yang remeh. Kita abaikan perkara-perkara yang besar. Kita begitu cermat meneliti urusan remeh tentang hal yang boleh dan tidak boleh kita kerjakan. Dan kita mengabaikan prinsip mendalam seperti keadilan, kemurahan hati dan iman.


Kemunafikan dapat dihindari dengan menangani keegoisan

Ini berarti bahwa tanpa mengatasi masalah watak manusiawi kita yang egois, maka kita tidak akan bisa menghindari masalah kemunafikan. Kita akan ditundukkan oleh kemunafikan selama kita membiarkan watak manusiawi kita di dalam keadaan aslinya mengendalikan hidup kita. Kita tidak akan menjadi lebih baik bahkan setitikpun daripada orang-orang Farisi. Dan jika kita mengira diri kita lebih baik daripada orang-orang Farisi, maka kita hanya akan menipu diri kita sendiri.


Fakta 1: Menyadari akan bahaya kemunafikan saja tidak akan menyelamatkan kita

Mari kita camkan dua dasar pengamatan. Yang pertama adalah sekalipun kita sadar akan bahaya kemunafikan, hal itu tidak akan menyelamatkan kita dari kemunafikan. Itulah pernyataan faktual pertama yang ingin saya sampaikan. Mengetahui bahaya-bahayanya tidak menghindarkan kita dari jerat kemunafikan. Orang-orang Farisi sendiri sangat menyadari bahaya dari kemunafikan ini. Jadi, masalahnya bukanlah bahwa kita tahu akan bahayanya sedangkan orang-orang Farisi ini tidak tahu.

Jika kita berpikir seperti itu, berarti kita belum pernah meneliti isi Talmud. Talmud, yakni kitab kumpulan ajaran orang-orang Yahudi, berulangkali menekankan akan bahayanya kemunafikan. Mereka sangat menyadarinya. Mereka bukanlah orang-orang bodoh. Malahan, Talmud dari Babilon dan Talmud dari Yerusalem membuat daftar 7 macam orang Farisi, sangat sejajar dengan ajaran Yesus sendiri. Dan mereka juga membuat gambaran yang berupa lelucon, mirip dengan cara Yesus menyampaikannya.

Misalnya gambaran tentang orang Farisi yang membenturkan mukanya ke dinding sampai berdarah. Mengapa? Karena dia takut melihat perempuan. Dia takut melihat perempuan karena bisa membangkitkan berahinya, dan membuat dia berdosa. Akibatnya, orang Farisi dari jenis yang ini terus saja membenturkan kepalanya ke dinding. Dia lebih suka melihat tembok daripada tergoda saat melihat perempuan. Hal yang disampaikan mirip dengan apa yang dikatakan oleh Yesus.

Ada lagi jenis orang Farisi lainnya yang begitu ingin terlihat rendah hati sehingga dia terus saja membungkuk dan terlihat seperti batu yang dipakai untuk menumbuk di lesung. Sebagian orang Farisi menjadi orang Farisi karena rasa takut. Mereka begitu ketakutan pada Allah sehingga memilih untuk menjadi orang Farisi. Demikianlah seterusnya. Jenis lainnya lagi adalah mereka yang menjadi Farisi karena niat yang salah. Jadi, orang-orang Farisi sendiri sangatlah sadar akan bahaya kemunafikan.

Untuk menegaskan hal ini, saya akan membacakan satu kutipan dari Talmud:

“Setiap orang yang munafik membawa murka (Allah) kepada dunia. Doanya tidak akan pernah didengar dan dia bahkan dikutuk oleh janin di dalam rahim ibunya (karena kemunafikannya akan mempengaruhi generasi-generasi yang berikutnya, sehingga bahkan janin di dalam rahim ibunya akan mengutuknya, mengutuk si orang munafik ini.) Dan orang ini akan masuk ke dalan neraka. Masyarakat yang terikat pada kemunafikan adalah kejijikan bagi Allah, sama halnya dengan sesuatu yang najis dan yang akan dikucilkan.”

Tidak ada pernyataan yang lebih keras daripada itu.

Untuk bisa dibebaskan dari kemunafikan, maka Anda harus dibebaskan dari watak dasar Anda yang egois. Kita tidak bisa menyembuhkan diri kita sendiri. Inilah letak kesalahan orang-orang Farisi itu. Mereka berusaha mencari sendiri obatnya!

Para rabi Yahudi sendiri tahu betapa berbahayanya dosa kemunafikan ini akan tetapi pengetahuan ini tidak mencegah mereka dari jatuh ke dalam kemunafikan. Dan kita sering mengira bahwa selama kita tahu akan adanya bahaya di sana, maka kita tidak akan melakukannya. Tidak demikian halnya. Mengapa tidak selalu demikian? Karena seperti yang telah kita lihat, kemunafikan itu adalah watak manusia pada tingkat yang paling dasar. Dan untuk bisa dibebaskan dari kemunafikan, Anda harus dibebaskan dari watak alamiah Anda yang egois.

Tapi apakah kita punya kemampuan untuk menyelamatkan diri sendiri? Apakah kita dapat mengangkat diri kita dan menyembuhkan diri kita dari penyakit ini dengan usaha sendiri? Kita tidak akan bisa melakukannya. Di sinilah kekeliruan orang-orang Farisi. Mereka ingin mencari sendiri obatnya! Saya harap Anda benar-benar memahami secara mendalam persoalan kemunafikan ini, bahwa kemunafikan ini bukanlah semacam penyakit misterius yang aneh yang bisa disembuhkan sendiri oleh mereka yang mengidapnya. Ini adalah penyakit yang menjangkiti setiap orang yang membiarkan watak dasar kita yang egois, sang ego, untuk mendominasi pemikiran kita entah sebagai seorang Krsiten atau sebagai orang beragama. Ini adalah pokok yang sangat penting.


Fakta 2: Tidak ada perbedaan yang mendasar antara ajaran Yesus dengan
ajaran orang-orang Farisi

Sebenarnya tidak ada perbedaan mendasar antara ajaran Yesus dengan yang diajarkan oleh orang-orang Farisi. Ini sangatlah penting untuk dicamkan. Tidak ada perbedaan mendasar. Orang-orang Farisi percaya pada satu Allah, Yesus juga mengajarkan tentang satu Allah. Orang-orang Farisi percaya akan kedatangan Mesias. Yesus juga mengajarkan akan hal ini. Mereka tidak menerima Yesus sebagai Mesias, padahal mereka juga percaya akan adanya Mesias. Mereka percaya akan adanya malaikat; mereka percaya akan adanya surga dan neraka; mereka percaya akan semua hal yang pada dasarnya juga diajarkan oleh Yesus. Tidak ada perbedaan yang mendasar pada tingkat doktrin.

Namun kita bisa katakan bahwa ada satu perbedaan mendasar yakni bahwa mereka tidak menerima Yesus sebagai Kristus atau sebagai Mesias. Mereka memang percaya akan adanya Mesias atau Kristus (Mesias itu dari bahasa Ibrani sedangkan Kristus itu dari bahasa Yunani. Keduanya memiliki arti yang sama) akan tetapi mereka tidak percaya bahwa Yesus itu Mesias. Itulah perbedaannya.


Bagaimana kita sembuh dari kemunafikan?

Bagaimana kita bisa sembuh dari kemunafikan? Apakah kita dipulihkan dari kemunafikan karena kita percaya pada beberapa unsur dari sebuah doktrin? Itukah obat mujarab yang bisa kita pakai untuk memunahkan kemunafikan? Pemikiran kita tentunya sangatlah dangkal jika kita mengira bahwa kepercayaan terhadap doktrin yang benar bisa memunahkan kemunafikan! Anda tahu bahwa urusannya tidak seperti itu. Jika kita berbicara tentang bagaimana cara mengatasi kemunafikan, maka kita sedang berbicara tentang masalah pokok keselamatan. Keselamatan itulah yang sedang kita pertaruhkan. Di dalam perikop ini, keselamatan orang-orang Farisi itu sedang dipertaruhkan. Mereka sedang menuju ke neraka karena mereka belum mengatasi masalah kemunafikan. Anda dan saya juga sedang menuju ke neraka kecuali jika kita mengatasi persoalan kemunafikan yang melibatkan masalah watak dasar manusiawi. Manusia, di dalam watak dasarnya yang alami, tidak bisa berharap untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Dan kemunafikan itu sebenarnya adalah manusia di dalam keadaan alamiahnya. Dia itu mementingkan diri sendiri, egois, berpikiran sempit, materialistis. Seperti itulah manusia pada dasarnya. Jadi persoalan kemunafikan ini adalah persoalan keselamatan. Bagaimana menanganinya?


Mengapa identitas Mesias
dibahas tepat sebelum berbicara tentang kemunafikan?

Mari kita mundur ke Matius 22:41 untuk mencari jawaban atas masalah kemunafikan ini. Perhatikan bagaimana urutan pembahasan ini ditata di dalam Kitab Suci. Matius 22:41-46 berbicara tentang siapa itu Mesias:

Ketika orang-orang Farisi sedang berkumpul, Yesus bertanya kepada mereka, kata-Nya: “Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak siapakah Dia?” Kata mereka kepada-Nya: “Anak Daud.” Kata-Nya kepada mereka: “Jika demikian, bagaimanakah Daud oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia Tuannya, ketika ia berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu. Jadi jika Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?” Tidak ada seorangpun yang dapat menjawab-Nya, dan sejak hari itu tidak ada seorangpun juga yang berani menanyakan sesuatu kepada-Nya.

Apakah tujuan perikop ini muncul tepat sebelum pembahasan tentang kemunafikan? Ada satu pengaturan urutan peristiwa yang penting di dalam Matius. Semua peristiwa itu tidak disajikan secara acak. Ada perkembangan urutan dan pemikiran di sana. Dan di sini identitas dari Sang Juruselamat (Mesias adalah Raja Juruselamat) dibahas tepat sebelum pembahasan masalah kemunafikan. Apakah tujuan dari pembahasan hal ini?

Yesus, sebelum mengecam kemunafikan orang-orang Farisi, mengajukan satu pertanyaan kepada mereka, “Apa pendapatmu tentang Juruselamat, Mesias? Anak siapakah dia? Siapakah dia?” Itu adalah pertanyaan penting.

Mereka menjawab, “Dia adalah Anak Daud.” Dan Daud, seperti yang Anda ketahui, adalah raja terbesar bangsa Israel. Daud adalah orang yang dikenang dengan penuh sukacita oleh segenap bangsa Israel! Masa pemerintahan Raja Daud adalah masa paling berjaya dalam sejarah Israel. Oh! Saat-saat itu adalah masa yang indah, masa jaya ketika Israel di dalam sejarahnya berdiri tegak, suatu hal yang jarang terjadi di dalam sejarah Israel. Saat itu Israel bisa memiliki kemerdekaan, sebuah bangsa yang merdeka dengan kepala yang terangkat tinggi. Israel banyak ditakluk oleh bangsa-bangsa lain. Kadang dijajah oleh Babel, kadang oleh Asyur, dan kadang oleh Mesir. Ia selalu berada dalam penjajahan, dan terakhir kalinya ia berada di bawah penjajahan Romawi. Israel terlalu kecil untuk bisa menjadi bangsa merdeka. Mimpi mereka akan kemerdekaan hampir mustahil bisa terlaksana. Akan tetapi, di dalam masa singkat pemerintahan Daud, mereka benar-benar menjadi bangsa merdeka. Tidak ada bangsa lain yang bisa mengalahkan Israel dalam peperangan kala itu. Pada masa pemerintahan Daud, raja terbesar mereka, tak ada bangsa yang menjajah Israel, suatu zaman yang mereka kenang dengan penuh sukacita dan kebanggaan!

Raja yang mereka banggakan itu memanggil Sang Mesias sebagai “Tuan”, padahal dia berhak menyebut Mesias dengan panggilan anak karena dia adalah bapa menurut garis keturunan, akan tetapi dia menyadari bahwa anaknya ini lebih agung daripada dia sendiri. Yesus lebih besar daripada Salomo. Dia juga lebih besar daripada Daud. Dia lebih besar daripada raja terbesar dari Israel.


Daud, raja terbesar Israel, merendahkan dirinya ketika menyadari kebesaran Mesias, Tuannya

Allah berkata kepada Daud bahwa raja-raja yang akan bertakhta di Israel akan selalu berasal dari keturunan Daud. Sang Mesias akan muncul dari garis keturunan Daud. Itulah poinnya. Bangsa Israel menantikan Juruselamat yang akan datang dari garis keturunan Daud. Jadi Mesias itu akan disebut anak siapa? Dari keturunan siapakah Pembebas itu akan berasal? Dari garis keturunan Raja Daud. Namun muncul satu masalah besar. Kalau Juruselamat itu berasal dari keturunan Daud, bagaimana mungkin Daud menyebutnya, “Tuan”? Pernahkah Anda mendengar seorang bapa memanggil anaknya dengan sebutan “Tuan”?

“Nah,” kata Yesus kepada orang-orang Farisi, “Aku akan memberimu pertanyaan. Jawablah pertanyaan ini. Pernahkah kamu memanggil anakmu dengan sebutan, ‘Tuan’?” Tak terbayangkan bahwa Anda akan memanggil anak Anda dengan sebutan ‘Tuanku’. Lalu bagaimana bisa Daud memanggilnya, ‘Tuan’? Orang-orang Farisi bingung akan pertanyaan ini. Ayat ini memberitahu kita bahwa mereka tidak mampu menjawabnya. Mereka bungkam. Lalu ayat ini dilanjutkan dengan kalimat, “Sejak hari itu tidak ada seorangpun juga yang berani menanyakan sesuatu kepada-Nya,” karena sebenarnya merekalah yang ingin menjebaknya, akan tetapi Yesus justru membalikkan keadaan. Mereka tidak bisa mengajukan jawaban. Mengapa? Karena mereka gagal melihat kemuliaan Mesias, bahwa dia bukan sekadar anak Daud, melainkan juga anak Allah. Hal ini gagal mereka lihat.

Namun apa tujuan dari mengungkapkan kebesaran Mesias ini? Tujuan praktisnya adalah bahwa raja yang mereka banggakan itu, dia sendiri memanggil Sang Mesias sebagai “Tuan”, padahal dia berhak menyebut Mesias dengan panggilan anak karena dia adalah bapa menurut garis keturunan, akan tetapi dia menyadari bahwa anaknya ini lebih agung daripada dia sendiri. Yesus lebih besar daripada Salomo. Dia juga lebih besar daripada Daud. Dia lebih besar daripada raja terbesar dari Israel. Dan hal yang membuat Daud besar adalah justru kerendahan hatinya dalam menyadari kebesaran Mesias, kebesaran Juruselamat.


Akar dari kemunafikan: penolakan terhadap ketuanan Kristus

Di sini Anda bisa melihat maksud yang ingin disampaikan oleh Yesus kepada orang-orang Farisi adalah: akar dari kemunafikan itu terletak pada penolakan pada kedaulatan Kristus. Jika ada orang yang berhak mengajukan alasan untuk menolak kedaulatan Kristus, mestinya Daudlah orang tersebut, karena dia bisa saja mengklaim kedudukannya sebagai leluhur. Akan tetapi Daud tidak melakukan itu, sekalipun dia punya dasar ini – di tingkatan manusia – untuk mengajukan keberatan atas kedaulatan Kristus, dia tidak melakukannya. Sebaliknya, dia mengakui Yesus sebagai Tuan; dia mengakui Kristus sebagai Tuannya. Inilah makna penting ayat ini secara rohani.

Lalu Yesus berkata kepada orang-orang Yahudi, “Kalau Daud bersedia memanggil Mesias sebagai ‘Tuan’, sekalipun Mesias adalah anaknya, namun dia mengakui bahwa kebesaran Mesias itu jauh melebihi kebesarannya, seberapa besar pula Anda seharusnya mengakui Mesias sebagai Tuan (Lord)? Akan tetapi Anda belum melakukannya. Dan karena Anda belum mengakui Mesias sebagai Tuan atas kehidupan Anda, maka Anda tidak memiliki Juruselamat. Dan karena Anda tidak memiliki Juruselamat, maka Anda pasti jatuh ke dalam kemunafikan. Tak ada orang yang bisa menyelamatkan Anda. Kalau Anda bisa menyelamatkan diri Anda sendiri, berarti Anda tidak memerlukan Mesias. Akan tetapi Anda sendiri menantikan kedatangan Mesias. Sekalipun Anda menantikan Mesias, namun Anda tidak mau tunduk kepada dia. Anda hanya ingin memanfaatkan dia, suatu hal yang tidak dilakukan oleh Daud.”


Dua Pillihan – Akuilah Yesus sebagai Penguasa atau hidup sebagai orang munafik

Apakah Anda mengakui Yesus, Sang Mesias, sebagai Tuan atas kehidupan Anda sebagaimana yang dilakukan oleh Daud?

Prinsipnya cukup sederhana. Pada dasarnya, pertanyaannya adalah: Apakah Anda benar-benar mengakui Kristus atau Mesias sebagai Penguasa atas kehidupan Anda? Daud jelas melakukannya di Mazmur 110, hal ini ditunjukkan oleh Yesus, sebab – jika bukan Mesias – siapa lagi yang akan dia sebut sebagai Tuannya? Siapa lagi yang dibicarakan oleh Daud di sana? Daud adalah raja. Siapa yang disebut sebagai ‘Tuan’ oleh raja ini? “TUHAN (Yahweh) berkata kepada Tuanku.” “Allah berkata kepada Tuanku.” Siapa yang bisa menjadi Tuan dari seorang raja? Bahkan orang-orang Yahudi itu tahu bahwa Daud sedang berbicara tentang Mesias. Akan tetapi, mereka juga mengakui bahwa Mesias itu adalah anak Daud. Demikianlah, mereka terjebak di dalam pemikiran, omongan, mereka sendiri.

Persoalan selanjutnya menjadi sederhana: Entah Anda akan mengakui Yesus sebagai Mesias, sebagai Tuan atas kehidupan Anda, atau Anda akan menjalani kehidupan orang munafik. Tidak ada pilihan lain. Tak ada jalan tengah di antara keduanya. Entah Yesus akan benar-benar menjadi Tuan atas kehidupan kita, atau kita harus menjalani kehidupan sebagai manusia alami, mengandalkan kekuatan sendiri, dan sebagai akibatnya kita tenggelam dalam kemunafikan. Agama hanya akan menjadi ibadah lahiriah. Kita hanya bisa mengandalkan ibadah lahiriah saja. Kita akan berjalan kesana kemari dengan membawa Alkitab dan beribadah ke gereja dua atau tiga kali seminggu. Kita akan menyampaikan doa-doa seperti mesin dan memiliki penampilan yang dari luar terlihat religius. Inilah agama yang hanya merupakan ibadat lahiriah saja, di dalamnya terjadi pembusukan, kuburan yang dilabur putih – dari luarnya terlihat putih bersih, di dalamnya penuh dengan tulang belulang orang mati. Itulah hal yang terjadi jika Anda menerima agama tanpa menerima sang Mesias atau Yesus sebagai Penguasa (Lord) atas hati Anda.

Bagi yang ingin dibaptis ingin saya sampaikan bahwa janganlah menjadi orang yang religius dari sisi luarnya akan tetapi tidak mengalami perubahan di bagian dalamnya. Anda masih saja mementingkan diri sendiri, egois, materialistis dan serakah seperti dulunya. Jika demikian berarti pada saat baptisan Anda hanya mengenakan jubah agama pada diri Anda. Ini adalah bencana besar! Karena yang terjadi adalah kita hanya akan menambah jumlah ‘orang Farisi’ ke dunia. Tidak terjadi perubahan di dalam hati.

Anda harus mengerti bahwa di saat Anda menjadi Kristen, Anda perlu mengakui Yesus sebagai Penguasa atas hidup Anda, bukan hanya di mulut melainkan di dalam hati Anda, bahwa mulai saat ini, Yesus adalah Raja di dalam hati Anda, Juruselamat di dalam hati Anda. Jika tidak Anda hanya akan menjadi orang Farisi yang baru. Itulah pilihan yang sedang Anda hadapi saat ini.


Bagaimana menghindari bahaya kemunafikan?

Bagaimana menghindari bahaya kemunafikan? Kita kembali ke Matius 23. Yesus memberikan kunci jawaban atas persoalan ini di ayat 23. Mari kita baca lagi Matius 23:23

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.


(1) Kedaulatan Kristus – kesadaran bahwa Anda harus mempertanggungjawabkan hidup Anda

Ada beberapa hal yang perlu kita teliti. Hal yang membuat mereka menjadi munafik adalah karena mereka begitu cerewet akan perkara-perkara kecil namun mereka mengabaikan keadilan, kemurahan dan iman. Justru ketiga hal itulah yang perlu kita perhatikan karena ketiga hal itu berkaitan erat dan tidak terpisahkan dari kedaulatan Kristus.

Kata yang pertama diterjemahkan dengan keadilan, dan bahasa Yunaninya adalah krisis yang pada dasarnya berarti penghakiman. Kata ini muncul 12 kali di dalam Matius. Pada kemunculannya di bagian-bagian lain, kata ini secara konsisten diterjemahkan dengan kata penghakiman. Misalnya, Hari Penghakiman.  Sangat jarang kata ini diartikan sebagai keadilan; memang ia bisa berarti keadilan akan tetapi sangat jarang makna keadilan ini dipakai. Pihak penerjemah Alkitab memutuskan untuk memakai makna keadilan di dalam ayat ini. Saya sendiri lebih cenderung memakai makna penghakiman. Mengapa? Karena kalau kita sadar akan penghakiman, maka kita juga akan sadar akan adanya keadilan. Jika kita sadar akan adanya penghakiman dan kita harus bertanggung jawab pada hari itu, maka kita akan berhati-hati menangani masalah keadilan. Kita tidak akan berani bersikap tidak adil karena kita tahu bahwa kita akan menghadapi penghakiman. Jadi, keadilan adalah hal yang sekunder dan merupakan makna turunan; diturunkan dari pemahaman akan penghakiman. Ini berarti bahwa seorang Kristen sejati yang mengakui kedaulatan Kristus akan menjalani hidupnya dengan kesadaran akan adanya Hari Penghakiman. Dia akan berhati-hati menjalani hidupnya karena dia sadar bahwa penghakiman akan tiba. Kedaulatan Kristus dinyatakan dalam Penghakiman.

Hal inilah yang disampaikan oleh para rasul, ketika mereka memberitakan bahwa Allah telah menetapkan Hakim (di Kisah Para Rasul). Dia telah menetapkan hari ketika kita semua harus berdiri di hadapan takhta untuk dihakimi. Dan Allah telah menyerahkan seluruh otoritas kepada Yesus. Dan kalau kita sadar akan kedaulatan Kristus, maka kita akan sadar bahwa kedaulatannya itu akan dinyatakan pada Hari Penghakiman, bahwa kita semua harus bertanggung jawab di hadapan takhta penghakiman Kristus. Dan jika memang demikian halnya, maka kita tentu akan berhati-hati menjalani hidup kita.

Masalahnya adalah banyak orang Kristen di zaman sekarang ini yang diajari bahwa tidak ada penghakiman; bahwa kita tidak perlu khawatir akan penghakiman, sangat bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh rasul Paulus. Kita semua harus berdiri di hadapan takhta penghakiman Kristus, dan Paulus berkata, “Kita akan dihakimi olehnya.” Dan oleh karena itu, Paulus sendiri sangat berhati-hati di dalam menjaga perilakunya.

Salah satu kekeliruan terbesar di dalam penginjilan zaman sekarang ini adalah bahwa orang Kristen tidak perlu khawatir lagi akan penghakiman, penghakiman adalah persoalan masa lalu, bahwa orang Kristen tidak akan dihakimi. Lalu apa maksud Paulus dengan mengatakan bahwa kita semua harus berdiri di hadapan takhta penghakiman Kristus? Mereka menjawab, “Hanya untuk menerima imbalan.” Itukah urusannya? Pemikiran semacam ini tidak sejalan dengan Kitab Suci. Seorang Krsiten yang tidak peduli akan penghakiman akan menjadi sangat ceroboh menjalani hidupnya. Saya bisa menunjukkan bahwa banyak sekali rujukan di dalam Kitab Suci yang menyatakan bahwa penghakiman itu dimulai dari dalam rumah Allah. Penghakiman yang sama akan dimulai dari dalam rumah Allah.

Jadi, masalah yang terkait dengan orang-orang Farisi ini sangat jelas, mereka tidak peduli akan penghakiman, sama seperti orang Kristen zaman sekarang yang tidak peduli akan penghakiman, akibatnya kualitas standar kehidupan Kristen menjadi sangat rendah. Kualitas standar kehidupan Kristen tidak akan meningkat sebelum orang Kristen menyadari bahwa mereka harus bertanggungjawab di hadapan Allah atas kehidupan yang telah kita jalani, bahwa kita akan dihakimi lebih berat daripada orang non-Kristen karena kepada mereka yang diberikan lebih banyak, akan dituntut lebih banyak pula.

Sebenarnya, kata ‘penghakiman’ yang di dalam ayat ini diterjemahkan dengan kata ‘keadilan’ adalah kata yang muncul juga di dalam ayat 33. Ayat 33 berbunyi sebagai berikut:

Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka?

Kata yang diterjemahkan dengan kata hukuman itu adalah kata yang sama dengan yang diterjemahkan dengan keadilan di ayat 23 ini.


(2) Kedaulatan Kristus membuat Anda peka pada pengampunan

Mari kita melanjutkan dengan hal yang kedua: kemurahan. Di dalam banyak rujukan, misalnya di Matius 9:13,

“Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan.”

Kedaulatan Kristus terungkap lewat aturan yang dia tetapkan, yakni perintah untuk mengasihi. Dan belas kasihan itu adalah ungkapan dari kasih.

Kemurahan juga terungkap di Matius 18:33, dalam makna pengampunan.

“Kalau aku bermurah hati kepadamu, bukankah seharusnya kamu juga bermurah hati kepada sesama hamba yang lain?”

Kemurahan itu berarti mengampuni orang yang telah melukai kita. Orang-orang selalu saja saling mencelakai di dalam rumah Allah, bukankah begitu? Dan berbicara tentang kasih padahal kita tidak mengampuni adalah suatu kemunafikan. Itulah kemunafikan yang murni. Saya harus selalu mengampuni orang yang menyerang saya kalau saya benar-benar mengasihi mereka. Dan kita sendiri penuh dengan kesalahan. Dan kita akan segera jatuh jika kita tidak saling bermurah hati dan saling mengampuni.

Demikianlah, kedaulatan Kristus terlihat dari kesiapan kita untuk saling bermurah hati. Jika Anda mengklaim Mesias sebagai Tuan ke atas kehidupan Anda, apakah Anda selalu mengampuni? Jika Anda tidak mengampuni, maka Anda tidak hidup di bawah kedaulatan Yesus. Sesederhana itulah urusannya, karena Anda tidak mentaati Firmannya dan Anda hanya berkata, “Tuhan, Tuhan,” dengan bibir Anda akan tetapi Anda menyangkal dia di dalam kehidupan Anda.

Saya harus selalu mengampuni. Saya tidak boleh memendam kejengkelan terhadap orang lain yang menyinggung saya. Tidak boleh ada kejengkelan, tidak boleh ada kepahitan. Dan saya harus sering memeriksa isi hati saya, mengajukan pertanyaan, “Apakah saya benar-benar tidak memendam kepahitan?” Saya harus bisa dengan jujur berkata di hadapan Allah, “Aku tidak memendam kepahitan terhadap mereka yang menyakitiku.” Dan saya seringkali harus memeriksa isi hati saya setiap kali saya bertemu dengan orang tersebut, apakah saya benar-benar bermurah hati? Dan saya, dengan kasih karunia Allah, harus bisa berkata, “ya, aku telah bermurah hati. Aku tidak akan memendam kepahitan. Aku akan mengampuni.” Dapatkah Anda mengatakan hal tersebut? Itulah ujian singkatnya, suatu ujian langsung akan kedaulatan Kristus. Jika tidak demikian halnya, maka kita menjadi munafik lagi ketika berkata, “Tuhan, Tuhan,” dengan bibir kita padahal di dalam hidup kita, terdapat kepahitan, ada gerutuan, ada keluhan, ada omelan dan tidak ada kasih.


(3) Kedaulatan Kristus di dalam hidup Anda berarti tidak ada yang mustahil dalam hidup Anda

Mari kita masuk ke pokok yang terakhir: iman, dan pokok ini sangatlah penting. Kita selalu saja mengalami kesulitan di dalam mengartikan iman dalam kaitannya dengan kedaulatan Kristus. Apakah iman itu? Ada sangat banyak tesis yang disusun tentang iman, jumlahnya sangat luar biasa. Begitu banyak orang yang meraih gelar Doktor di bidang teologi dengan menyusun studi tentang iman. Sungguh mengejutkan, karena jumlah tesis yang membahas iman tak terhitung banyaknya. Lalu bagaimana cara kita memahami iman? Banyaknya disertasi doktoral mengenai iman ini karena orang Kristen menemukan bahwa mereka tidak mengerti apa arti iman.

Jika kita perhatikan kata ‘iman’ ini, jumlah kemunculannya di dalam Matius hanya 8 kali. Kata ini tidak banyak muncul di dalam Matius. Dan di dalam kedelapan kali kemunculannya itu, kata ini terucap dari bibir Yesus. Jadi, ini adalah kata yang cukup langka di dalam Matius. Di dalam Markus bahkan lebih jarang lagi. Kata ini hanya muncul sebanyak 5 kali di dalam Markus. Di dalam Lukas, kata ini muncul 11 kali.

Namun kata iman ini adalah kata favorit bagi Paulus. Paulus memakainya sebanyak 142 kali. 142 kali pemakaian oleh Paulus dibandingkan dengan hanya 8 kali kemunculan di dalam Matius. Masalahnya adalah sekalipun Paulus memakainya sampai 142 kali, orang-orang masih juga belum mengerti apa yang dimaksudkan oleh Paulus dengan ‘iman’ ini. Dan itulah sebabnya mengapa Anda menemukan begitu banyak disertasi doktoral yang membahas tentang iman. Malahan, saya sendiri dulu akan mengajukan disertasi doktoral mengenai iman. Saya sudah menyusun tulisannya, namun tidak jadi saya ajukan. Saya masih menyimpan tulisan setebal sekitar 300 halaman mengenai makna ‘iman’ menurut Kitab Suci. Saya menyampaikan hal ini agar Anda bisa melihat betapa besar persoalan mengenai makna yang tepat dari iman.


Delapan kemunculan kata iman di dalam Injil Matius

Mari kita coba menelusuri Injil Matius untuk memahami hal iman ini.


1. Matius 23:33

Kata ‘iman’ muncul sebanyak 8 kali di dalam Matius. Dan kemunculan yang kedelapan ada di dalam Matius 23:23 ini yang sudah kita lihat tadi.

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.

Kita akan menelaah ketujuh pemunculan lain kata ini untuk mendapatkan pemahaman yang jernih tentang arti iman, dan mudah-mudahan, Anda akan tahu apa yang sedang Anda perbuat ketika Anda menjalankan iman karena yang kita bicarakan ini adalah hidup yang kekal. Kita sedang berbicara tentang keselamatan. Kita peduli pada persoalan apakah Anda memiliki iman atau tidak. Dan jika Anda bahkan tidak tahu apakah arti iman itu, maka Anda juga tidak akan tahu apakah Anda memiliki iman.


2. Matius 21:21

Di dalam Matius 21:21, kita temukan salah satu dari ketujuh pemunculan lain dari kata iman ini:

Yesus menjawab mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu, tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! hal itu akan terjadi.

Perikop ini memberitahu kita tentang kuasa iman. Iman di sini dikontraskan dengan keraguan. “Jika kamu percaya dan tidak bimbang.” Jika Anda yakin sepenuhnya bahwa Allah bisa dan mau mengerjakannya, maka hal itu akan terjadi bagi Anda.


3. Matius 17:20

Kita melanjutkan ke Matius 17:20. Ayat ini berbunyi sebagai berikut:

“Ia berkata kepada mereka: ‘Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.'”

Kembali di sini disebutkan tentang kuasa iman. Kuasa iman untuk mengubah, untuk memindahkan gunung, untuk mengubah keadaan;  kuasa iman yang memberi perubahan.


4. Matius 15:28

Sejauh ini yang kita lihat adalah mengenai kuasa iman. Mari kita mundur lebih jauh lagi ke Matius 15:28.

Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” Dan seketika itu juga anaknya sembuh.

Di sini Anda lihat kuasa iman di dalam kejadian khusus dan orang tersebut segera saja terbebas dari kuasa setan. Di sini terlihat kuasa penyembuhan dari iman.


5. Matius 9:29

Di Matius 9:29 ini terlihat kuasa Allah di dalam menyembuhkan orang buta melalui iman. Dua orang buta itu berseru kepada Yesus, memohon dia untuk menyembuhkan mereka. Dan inilah jawaban Yesus di dalam ayat 29.

Lalu Yesus menjamah mata mereka sambil berkata: “Jadilah kepadamu menurut imanmu.”

Dan segera saja mata mereka menjadi sembuh, penglihatan mereka dipulihkan. Kuasa penyembuhan yang memberi perubahan oleh iman.


6. Matius 9:22

Di ayat 22, di sini kita membaca tentang seorang perempuan yang mengidap pendarahan dan mengalami kesembuhan yang serta merta.

Tetapi Yesus berpaling dan memandang dia serta berkata: “Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Maka sejak saat itu sembuhlah perempuan itu.

Pendarahannya segera berhenti; dia segera disembuhkan oleh Yesus melalui iman.


7. Matius 9:2

Di dalam pasal ini, kita menemukan kejadian tentang orang lumpuh di Matius 9:2.

Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.”

Lalu Yesus melanjutkan dengan menyembuhkan orang tersebut secara jasmani, hal yang juga merupakan dampak dari iman.


8. Matius 8:10

Dan rujukan yang terakhir terdapat di Matius 8:10. Di sini kita membaca tentang seorang perwira pasukan yang hambanya disembuhkan karena iman perwira tersebut.

Setelah Yesus mendengar hal itu (halyang disampaikan oleh perwira itu), heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel.


Iman – berarti datang kepada Yesus yang dapat menyembuhkan kita

Jadi, pelajaran apa yang bisa kita dapatkan dari ketujuh contoh itu mengenai makna iman? Anda akan lihat bahwa 5 di antaranya berkenaan dengan kesembuhan jasmani. Ini adalah hal yang penting bagi pemahaman kita akan iman. Hubungan antara kesembuhan jasmani dan kesembuhan rohani di dalam Injil sangatlah erat. Jarak antara kesembuhan jasmani dan rohani sangat sedikit di dalam pelaksanaan iman yang dicontohkan oleh Yesus.

Alasannya adalah karena dosa itu dipandang sebagai penyakit rohani. Dan penyakit rohani serta penyakit jasmani sangat dekat kaitannya di dalam Kitab Suci. Kesembuhan di sisi rohani itu sejajar, dan bisa diikuti oleh kesembuhan sisi jasmani, seperti yang terlihat dalam kasus kelumpuhan ini. Seperti yang dikatakan oleh Yesus kepada mereka yang membawa orang lumpuh ini, “Mana yang lebih mudah? Mengatakan, ‘Dosamu sudah diampuni,’ atau, ‘Bangunlah dan berjalanlah,’?” Jawabannya adalah sama saja. Jika Anda bisa mengatakan yang satunya, maka Anda juga bisa mengatakan hal yang berikutnya. Kuasa Allah sama saja di dalam kedua hal itu. Di dalam menyembuhkan penyakit rohani, maupun penyakit jasmani, tidak banyak perbedaan dari keduanya karena dosa adalah penyakit.

Jika ada dosa di dalam hidup Anda, maka Anda sakit secara rohani. Saya bacakan kepada Anda apa yang ada di Yesaya 1:4-6 untuk menggambarkan hal ini:

Celakalah bangsa yang berdosa, kaum yang sarat dengan kesalahan, keturunan yang jahat-jahat, anak-anak yang berlaku buruk! Mereka meninggalkan TUHAN, menista Yang Mahakudus, Allah Israel, dan berpaling membelakangi Dia Dan sekarang kita lihat gambarannya di dalam ayat 5: Di mana kamu mau dipukul lagi, kamu yang bertambah murtad? Seluruh kepala sakit dan seluruh hati lemah lesu. Dari telapak kaki sampai kepala tidak ada yang sehat: bengkak dan bilur dan luka baru, tidak dipijit dan tidak dibalut dan tidak ditaruh minyak.

Anda dapat melihat bahwa gambaran dari dosa adalah gambaran tentang penyakit. Orang yang hidup di dalam dosa adalah orang yang sakit. Dari atas kepala sampai ujung kakinya, tidak ada bagian yang sehat dalam diri orang berdosa. Itulah sebabnya mengapa di Yesaya 53:5 dikatakan bahwa oleh bilur-bilurnya, oleh hukuman yang ditanggung oleh Yesus bagi kita, kita disembuhkan. Kesembuhan kita berasal dari pengorbanan Kristus, yang diterapkan ke dalam hidup kita karena dosa adalah penyakit.

Jadi, saat Anda menjalankan iman, sebenarnya apakah yang sedang Anda kerjakan? Iman itu mudah untuk dipahami seperti ini: sebagai orang yang sakit secara rohani, Anda datang kepada Yesus dan menaruh kepercayaan kepadanya, percaya bahwa dia bisa menyembuhkan Anda dari penyakit rohani Anda. Itulah iman. Sama seperti orang buta, dia tidak bisa melihat, jadi dia datang kepada Yesus dan berkata, “Kumohon kepadamu, sembuhkanlah aku.” Dan Yesus berkata, “Apakah menurutmu aku bisa menyembuhkanmu?” Dan orang buta ini menjawab, “ya, engkau bisa.” Dan Yesus berkata, “jadilah padamu seperti yang kau percayai. Karena engkau memiliki iman, maka matamu akan terbuka.”

Jadi, ketika Anda menjalankan iman, apakah yang sedang Anda kerjakan? Anda datang kepada Kristus sama seperti orang buta, orang lumpuh, perempuan yang mengalami pendarahan, perwira yang hambanya jatuh sakit, seperti mereka semua itu, apakah yang Anda kerjakan? Anda datang kepadanya dan berkata, “Tuhan, aku mengalami penyakit rohani. Tak ada bagian yang sehat dari atas kepala sampai ke ujung kaki.  Aku sakit secara rohani dalam keseluruhannya.” Dan Anda harus memberi jawab pada pertanyaan, “Apakah kamu percaya bahwa aku bisa menyembuhkanmu? Apakah kamu percaya bahwa aku bisa memulihkanmu secara rohani?” Dan Anda menjawab, “Ya, Tuhan, aku percaya bahwa engkau bisa. Engkau memiliki kuasa itu. Hanya engkau yang bisa mengubahku. Engkau bisa menyembuhkan penyakit rohaniku.” Dan Tuhan akan berkata kepada Anda, “Jadilah kepadamu seperti yang engkau percayai.”

Itu dia. Itulah iman. Iman adalah keyakinan bahwa Allah bisa melakukan apa yang tidak bisa Anda kerjakan sendiri. Iman adalah keyakinan bahwa Yesus bisa mengubah Anda, bahwa Yesus bisa membebaskan Anda dari keegoisan, kedangkalan, kekerasan hati, kebiasaan marah maupun kebiasaan mementingkan diri sendiri yang secara alami ada di dalam diri Anda. Dia bisa melakukannya. Itulah makna iman. Itulah iman yang menyelamatkan: iman yang datang kepada Tuhan di dalam keyakinan bahwa Dia mau menerima Anda apa adanya dan menjadikan Anda pulih, menjadikan Anda sehat secara rohani, menjadikan Anda bersinar lagi secara rohani. Itulah iman. Jika kita sudah memahami kesejajaran antara kesembuhan jasmani dan rohani, maka makna iman menjadi jelas bagi kita. Iman adalah keyakinan bahwa Allah bisa melakukan hal yang tidak bisa kita kerjakan sendiri.


Janganlah berputus asa

Ada lagi hal yang indah di sini. Sebagaimana yang terdapat di dalam kasus orang lumpuh, di mana orang lumpuh ini tidak datang sendiri kepada Yesus. Dia harus diangkat oleh beberapa temannya yang membawa dia kepada Yesus. Dan di sana terdapat suatu pernyataan yang indah bahwa ketika Yesus melihat iman mereka, bukan sekadar iman orang lumpuh ini, melainkan iman mereka yang membawa dia kepada Yesus, dia berkata kepada orang lumpuh ini, “Dosamu sudah diampuni. ” Dan dia juga berkata, “bangunlah dan berjalanlah.”

Hal yang membuat saya merasa bahagia adalah kadang kala kita melihat orang lain dan kita merasakan keputusasaan: kapan mereka bisa menjadi yang sebagaimana mestinya di dalam Kristus? Kapan mereka bisa menjalani kehidupan Kristen yang sejati? Kita tidak perlu putus asa. Kita bisa bertindak seperti kawan-kawan orang lumpuh ini, kita membawa dia di dalam doa. Kita dapat mengangkat dia di dalam doa. Kita akan berkata, “Baiklah, saudara ini memiliki kesalahan-kesalahan tersebut, dan kita akan bersama-sama membawa dia kepada Tuhan.” “Tuhan, kami bawakan saudara ini kepadaMu di dalam banyak kesalahannya. Dia masih hidup di dalam watak manusiawinya. Tuhan, kasihanilah dia.”Anda bisa membawa dia kepada Tuhan. Tuhan akan mengubah hidupnya.


Tuhan mampu menyembuhkan segala penyakit rohani kita

Jadi datanglah kepada Allah dan berkata, “Tuhan, aku tahu seperti apa diriku ini. Aku tahu betapa egoisnya diriku, betapa berdosanya aku, namun aku percaya bahwa Engkau akan menyembuhkanku, menjadikanku manusia baru, dan menjadikanku sehat kembali. Aku percaya kepada-Mu. Aku tahu bahwa Engkau bisa melakukan itu. Aku berterima kasih akan hal itu.” Itulah iman. Jika Anda jalankan iman tersebut, maka Anda telah dibebaskan oleh kuasa Allah dari kemunafikan yang merupakan penyakit dosa.

 

Berikan Komentar Anda: