Pastor Eric Chang | Matius 5:9 |

Hari ini kita melanjutkan penelitian akan Firman Allah dari bagian ajaran Yesus yang disebut Ucapan Bahagia. Ucapan bahagia adalah ucapan-ucapan berkat, khususnya bagian yang berbunyi: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah”, “Berbahagialah orang yang berdukacita”, “Berbahagialah orang yang lemah lembut”, “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran”, “Berbahagialah orang yang murah hatinya”, “Berbahagialah orang yang suci hatinya”  (yang telah kita pelajari di siaran yang lalu) dan hari ini kita akan melihat Matius 5:9,

“Berbahagialah orang yang membawa damai.”

Sebelum itu, marilah kita menyimpulkan apa yang telah kita pelajari dari pesan yang lalu. Yesus mengatakan, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka” – bukan orang yang  lain – “akan melihat Allah“. Hanya mereka yang suci hatinya diberi janji penglihatan akan Allah, atau janji hidup yang kekal. Ini menuntun kita kepada satu pertanyaan: apa artinya suci di dalam hati? Untuk menyimpulkan apa yang telah kita pelajari dari siaran yang lalu, hati yang suci adalah hati yang telah dibersihkan dari daging, dari sifat keakuan. Kata tersebut dalam bahasa Yunani secara harfiah berarti ‘bersih di dalam hati’, bersih dari dosa dan sifat mementingkan diri, dan kita telah dibersihkan sedemikian rupa sehingga kita dapat memusatkan seluruh keberadaan kita untuk mengasihi Allah. Mengasihi Allah! Jadi orang-orang yang telah disunat di hati – orang-orang yang telah dibersihkan dari dosa dan dari daging – ialah mereka yang mengasihi Allah dengan seluruh keberadaan mereka.  Dan karena pengabdian dan dedikasi yang tidak terbagi-bagi ini,  mereka melakukan perintah-Nya, dan mereka melakukan kehendak-Nya. Hati yang suci adalah hati yang tidak terbagi-bagi melakukan kehendak-Nya. Karena itu, orang yang suci hatinya adalah orang yang mengasihi Allah dengan segenap hatinya dan melakukan kehendak-Nya. Namun apakah kehendak-Nya supaya dapat kita lakukan? Jawabannya terdapat di sini. Kehendak-Nya ialah supaya kita menjadi orang yang membawa damai. “Berbahagialah orang yang membawa damai.

Kita dapat melihat satu perkembangan dalam pemikiran, satu perkembangan secara bertahap-tahap dari satu ucapan ke satu ucapan yang lain. Terdapat sesuatu yang sangat indah tentang urutan ucapan-ucapan bahagia tersebut. Kelihatannya terdapat sembilan ucapan bahagia yang berbeda, namun terdapat dupliksi-dupliksi yang menguranginya  menjadi tujuh. Tetapi, dalam bentuk, terdapat sembilan ucapan. Jika kita menganggap dua ucapan yang terakhir (yang berhubungan dengan penganiayaan) sebagai dua ucapan yang sama, kita tinggal delapan ucapan yang seterusnya dapat dikurangi lagi menjadi tujuh. Sampai di sini, anda mungkin sedikit bingung dan bertanya, “Apa maksud anda?” Maksud saya adalah: di dalam manuskrip-manuskrip tertentu, kalimat “berbahagialah orang yang lemah lembut” mengikuti “berbahagialah orang yang miskin” karena, tentu saja, orang yang lemah-lembut dan yang miskin merupakan orang yang sama. Sebenarnya, kita sudah melihat bahwa dalam bahasa Ibrani [sebagaimana telah dijelaskan di dalam khotbah yang pertama dari seri ini], kedua kata tersebut adalah dua bentuk dari kata yang sama: miskin dan lemah-lembut. Kata Ibrani tersebut dapat diterjemahkan sebagai “miskin” atau sebagai “lemah-lembut”; kedua-duanya mempunyai arti yang sama. Itulah sebabnya mengapa di dalam banyak manuskrip yang penting, kita mendapati “berbahagialah orang yang miskin” diikuti langsung oleh “berbahagialah orang yang lemah lembut”. Mereka saling menerangkan yang lain. Dua ucapan bahagia yang terakhir juga merupakan satu duplikat: “berbahagialah orang yang dianiaya” dan “berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya”, kedua-duanya menyatakan hal yang sama. Jadi, dua ucapan yang pertama adalah satu duplikat dan dua yang terakhir juga adalah satu duplikat. Ini berarti, meskipun terdapat sembilan ucapan bahagia, pada intinya hanya terdapat tujuh.

Kemudian anda juga mendapati bahwa terdapat satu perkembangan, atau satu gerakan yang tertentu – satu gerakan dari apa yang di dalam menuju ke luar. Ia dimulai dengan “berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah” – ini  menggambarkan sesuatu di dalam; di dalam roh anda miskin. Dan sementara kita mendekati bagian terakhir dari seri khotbah ini, anda akan perhatikan bahwa ia berangsur-angsur bergerak keluar. Seseorang yang giat membawa damai kepada orang lain akan juga selalu dianiaya orang lain. Kita sedang bergerak dari yang di dalam menuju ke luar. Terdapat satu hubungan yang menarik di antara yang di dalam, yakni hubungan kita dengan Allah, dan yang di luar, hubungan kita dengan sesama manusia. “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah”, ketika kita berdiri di hadapan Allah — sesuatu yang di dalam. Tetapi kita juga berdukacita karena dosa yang terdapat di dunia dan dalam hubungan antara sesama manusia. Terdapat satu hubungan vertikal dan satu hubungan horizontal. Hubungan vertikal dan horizontal tersebut bersilih-ganti dan kita dapat melihat pola tersebut. Dan marilah kita melihat yang berikutnya, “Berbahagialah orang yang lemah lembut” dalam hubungan dengan Allah, dan kemudian satu kehausan dan kelaparan untuk melihat kebenaran dinyatakan di dalam kehidupan kita dan di dalam dunia. Dan kemudian “Berbahagialah orang yang suci hatinya”, sekali lagi suci di dalam hati dalam hubungan dengan Allah, dan setelah itu membawa damai dalam hubungan dengan manusia.

Kita akan melihat semua ini dengan lebih mendalam, dan bagaimanapun kita dapat melihat satu corak yang tertentu sementara kita melanjutkan. Yang paling penting, kita dapat melihat gerakan dari dalam menuju ke luar ini. Dengan kata lain, seorang Kristen, atau seorang murid, bukanlah seorang yang terfokus pada dirinya sendiri – terlalu memperhatikan kekudusan dan kebenaran dirinya sendiri – sehingga dia melupakan dunia di sekelilingnya. Kekudusan bukanlah semata-mata sesuatu yang di dalam seolah-olah kita dapat hidup terpisah dari orang lain, dan mengunci diri dan menjadi kudus dalam diri kita sendiri. Yesus memberitahu kita bahwa kekudusan dan kebenaran yang dimaksudkan-Nya  bukanlah kekudusan yang dicapai dengan cara memisahkan diri kita dari orang lain dan tidak bergaul dengan mereka. Ia bukan suatu kekudusan yang dapat dicapai di dalam biara.  Ia adalah suatu kekudusan yang bergerak ke luar sama seperti terang menembus ke dalam kegelapan. Ia bergerak keluar seperti garam dan menguasai kerusakan di sekelilingnya. Yesus tidak pernah berbicara mengenai semacam kekudusan yang enggan bergaul dengan sesama manusia dalam bentuk apapun, semacam kekudusan yang hanya dapat dipertahankan dengan mengurung diri dan memisahkan diri dari orang lain. Jadi kita melihat perkembangan tersebut, yang bergerak dari dalam – kemiskinan dalam roh – dan bergerak ke luar, menjadikan orang lain kudus. Kita dapat melihat corak ini dengan jelas.


Bukan damai secara politik atau sosial

Marilah kita melanjutkan untuk melihat apa artinya membawa damai. Damai yang bagaimana yang dimaksudkan oleh Yesus di sini? Nah, kita harus terlebih dulu mengerti apa yang tidak dimaksudkan, agar kita tidak menjadi keliru. Ketika Yesus berbicara tentang membawa damai, Ia tidak bermaksud membawa damai dalam pengertian politik atau sosial. Hal ini sangat penting untuk diketahui. Apa maksud saya? Andaikata terdapat dua pihak yang sedang berperang, atau dua angkatan tentara sedang berhadapan muka, apa yang dilakukan oleh pembawa damai? Ia serbu ke depan di tengah-tengah mereka dan berteriak, “Damai! Damai! Janganlah kita saling menembak. Janganlah kita saling melawan.” Nah, anda mungkin berkata, “Itulah artinya membawa damai.” Benar? Jika begitu, apa yang harus kita lakukan sekarang? Kapan-kapan akan terjadinya perkelahian dan peperangan, apakah kita tergesa-gesa pergi ke situ dan membawa damai? Menurut kita, inilah artinya membawa damai. Namun, ini bukanlah membawa damai yang dimaksudkan oleh Yesus karena ini bukan caranya Yesus ingin kita membawa damai. Membawa damai kelihatannya sangat sederhana, akan tetapi kita harus melihat dengan lebih mendalam. Bagaimana kalau karyawan-karyawan perusahaan di mana anda bekerja mulai mogok menentang pimpinan? Pemogokan mungkin melibatkan tindakan kekerasan, seperti memecahkan jendela dan hal-hal seperti itu. Belakangan ini terjadi pemogokan di sini dan mereka mengacaukan lalu-lintas dan hal-hal seperti itu, yang sebenarnya agak merbahaya. Jadi, apa yang akan anda lakukan jika perusahaan tersebut kebetulan adalah perusahaan tempat anda bekerja? Jadi anda pergi kepada mereka dan berkata, “Tidak, tidak. Kita harus berdamai. Janganlah mogok. Kita harus lebih ramah terhadap sesama. Kita harus memberikan senyuman kepada sesama. Kita semua harus berjabat tangan dan menjadi sahabat.” Dan anda berkata, “Lihatlah, aku adalah seorang pembawa damai. Aku tidak setuju dengan kekerasan, kekacauan, pemogokan dan hal-hal seperti ini.”

Nah, ketika Yesus berbicara tentang membawa damai, Tuhan tidak membayangkan gereja yang keluar dan menghadapi  para demonstran dan semua menjadi penganut pasifisme. Pernyataan Yesus tidak berarti anda tidak boleh menjadi anggota tentara, anda tidak boleh menembak orang dengan senapan dan sebagainya; singkatnya, dalam kasus ini, anda semata-mata terlibat dalam kegiatan politik dan sosial.  Jadi anda mungkin berpikir, “Berbahagialah orang yang membawa damai” merujuk kepada orang-orang yang berada di situ ketika angkatan tentara maju ke  medan perang, orang-orang yang berbaring di tengah jalan sambil berteriak, “Kamu harus melangkahi mayatku dulu karena aku adalah pembawa damai. Kamu tidak harus pergi berperang karena aku adalah seorang pencinta damai.” Itukah yang dimaksudkan oleh Yesus?

Nah, anda dapat melihat sendiri bahwa, firman Tuhan seringkali ditafsirkan dengan cara ini oleh orang-orang yang ingin menggunakan Alkitab untuk kepentingan politik dan sosial. Apakah Yesus menghendaki murid-murid-Nya melakukan hal-hal seperti ini? Apakah murid-murid Tuhan berbaring di hadapan tentara Romawi yang sedang bergerak menuju Yerusalem, sambil berseru, “Damai! Damai! Jangan lakukan ini! Janganlah menyerang Yerusalem; kita harus berdamai.” Oh tidak! Siapa saja yang berpikir dan berbicara tentang membawa damai di dunia ini di tingkat politik masih belum mengerti apakah amanat kita di generasi ini. Damai tidak dapat dicapai dengan sarana seperti ini. Jika anda membaca Perjanjian Baru, anda akan menyadari bahwa gereja tidak pernah terlibat dalam persoalan-persoalan politik atau masalah-masalah sosial dan hal-hal seperti itu. Namun jika tidak demikian, bagaimana caranya kita membawa damai? Damai yang bagaimana yang sedang kita bicarakan ini? Jika anda mempelajari ajaran Yesus, anda akan segera mengerti bahwa Ia sedang berbicara tentang damai, terutamanya di tingkat apa? Tentu saja, di tingkat rohani! Mungkin anda akan bertanya, “Nah, apakah orang Kristen tidak peduli akan persoalan-persoalan politik? Tidak pedulikah orang Kristen akan persoalan-persoalan sosial?”

Sekarang ini sedang berlangsung perdebatan yang tidak kunjung-usai tentang Quebec, apakah ‘Ya’ atau ‘Tidak’ – apakah Quebec harus merdeka atau tidak. Bagaimana kita membawa damai dalam situasi begini? Apakah seorang Kristen menarik diri dan berkata, “Tidak. Kita hanya membicarakan damai di tingkat rohani”? Bagaimana kita menanggapi pertanyaan-pertanyaan dan persoalan-persoalan seperti ini? Beberapa hari yang lalu saya bercakap-cakap dengan seorang saudara perempuan dan dia bertanya kepada saya, “Sebagai orang Kristen, tidak haruskah kita melibatkan diri dalam persoalan sosial dan politik, mengingat bahwa terdapat begitu banyak orang Kristen di dunia ini? Jika semua orang Kristen sepakat untuk membawa damai dan menangani masalah sosial dan politik, kita mempunyai suara yang besar di dunia ini.” Memang benar, akan tetapi bukan itu yang dimaksudkan oleh Yesus. Saya menjelaskan kepadanya dengan cara ini: anda bisa menangani masalah di tingkat politik dan sosial, akan tetapi anda hanya menangani gejala-gejalanya. Hari ini, terdapat begitu banyak obat yang hanya mengobati gejala. Jika anda merasa sakit di sini, anda mengobati gejala tersebut; anda tidak mengobati penyebab kepada rasa sakit tersebut, tetapi hanya mengobati gejalanya. Jika anda mengalami sakit kepala, anda minum obat aspirin. Ini merupakan pengobatan gejala. Anda tidak bertanya, atau, anda tidak tahu mengapa anda mengalami sakit kepala dari semula. Jadi daripada mengobati penyakit tersebut pada akarnya, anda hanya mengobati gejala kepada penyakit tersebut. Anda semata-mata merawat gelajanya, dan bukan penyakit yang menyebabkan rasa sakit itu.


Membawa damai yang benar menangani akar permasalahan

Kekacauan politik dan sosial, masalah-masalah politik dan sosial, adalah gejala dari sesuatu yang jauh lebih mendalam. Oleh karena itu berbaring di tengah jalan untuk menghalang kemajuan pasukan tentara tidak akan memecahkan masalah apapun karena pokok permasalahannya tidak terletak pada kemajuan pasukan tentara ini atau itu, tetapi pada penyebab kepada peperangan tersebut. Di sini kita harus melihat ke dalam hati manusia untuk mencari penyebabnya. Karena itu, seorang Kristen yang mempunyai pengertian akan menangani masalah tersebut di tingkat hati. “Berbahagialah orang yang suci hatinya.” Hanya Yesus yang menangani masalah pada akarnya. Tidak ada gunanya kita berusaha untuk mendamaikan pemogokan, dan sementara anda sedang mendamaikan yang ini, tiba-tiba muncul satu lagi di sana, dan kemudian satu lagi di situ — tidak ada kesudahannya. Anda tidak dapat menyelesaikan masalah dengan mengobati gelaja-gejala tersebut. Jika kita ingin menangani masalah, kita harus langsung menangani akar permasalahan, yaitu hati manusia yang telah rusak. Jika hati manusia telah disembuhkan dari penyakitnya, maka tentu saja, semua gejala akan hilang. Ini jelas. firman Tuhan bermaksud untuk memecahkan masalah-masalah sosial, namun bukan di tingkat sosial, tetapi di tingkat rohani dari mana munculnya semua masalah-masalah tersebut. Oleh karena itu memang patut dipuji jika kita mempunyai kesadaran sosial dan kesadaran politik, namun untuk menangani masalah di tingkat ini berarti kita telah gagal untuk memahami bahwa semua permasalahan manusia berasal dari tingkat rohani. Anda sesungguhnya menangani masalah-masalah tersebut dengan benar hanya apabila anda menanganinya di tingkat rohani.

Umpamanya, di zaman Paulus, anda akan perhatikan bahwa terdapat masalah perbudakan. Apakah yang dikatakan oleh Paulus? Apakah Paulus pergi dan mengatakan kepada semua, “Kita harus berdamai. Kita tidak boleh menindas. Kita harus mengubah keadaan sosial kita. Kita jangan membiarkan manusia menindas manusia yang lain. Kita harus menghapuskan perbudakan.”? Kita tidak mendengar Paulus mengatakan hal tersebut. Dan kita menjadi heran! Nah, jika anda memahami strategi rohani, anda akan menyadari bahwa Paulus akan menghapuskan perbudakan bukan dengan jalan mengibarkan sepanduk tentang menghapuskan perbudakan, tetapi dengan jalan memberitakan injil sehingga hati manusia diubahkan. Dan karena hati anda telah diubahkan, anda akan segera menyadari bahwa anda tidak boleh memperlakukan seorang manusia yang lain seperti harta-milik. Anda tidak dapat melakukannya! Anda tidak dapat melakukannya karena hati anda telah diubahkan. Tidak heran mengapa sementara Injil berkembang, perbudakan juga berangsur-angsur dihapuskan. Injil tidak perlu menentang perbudakan. Injil hanya perlu mengubah hati manusia dan perbudakan lenyap begitu saja.  Perbudakan tidak dapat dipraktekkan  lagi setelah Injil diberitakan karena manusia tidak bisa lagi menindas seorang manusia yang lain. Jika anda mengobati akar penyebab, gejalanya juga hilang. Perbudakan adalah gejala dari sifat berdosa manusia, yaitu keinginan manusia untuk memiliki dan menguasai seorang yang lain. Tetapi saat hatinya diubahkan, keinginan tersebut juga hilang. Jika anda mengubah apa yang di luar tanpa mengubah apa yang di dalam, perbudakan akan mengambil bentuk yang lain. Anda dapat menghapuskan perbudakan dalam bentuknya, di mana orang menjual dan membeli sesama manusia, tetapi perbudakan akan muncul dalam bentuk penindasan yang lain, seperti penindasan karyawan, penindasan orang-orang miskin. Anda tidak lagi memiliki orang tersebut sebagai hamba, tetapi anda masih dapat menindasnya secara ekonomi. Anda masih dapat mengeksploitasi/ memanfaatkan dia. Anda masih dapat menginjak-injak yang miskin seperti yang mereka lakukan di Israel. Lihatlah, bilamana saja Israel mundur secara rohani, itulah yang akan terjadi. Ketidakadilan sosial akan muncul. Apa yang harus dilakukan? Melawan setiap ketidakadilan sosial setiap kali ia muncul? Jika anda melakukan hal tersebut, anda hanya melawan menentang gejala-gejalanya. Nabi-nabi tidak hanya melawan gejalanya. Mereka mencela gejala-gejala tersebut tetapi mereka mengatakan bahwa gejala-gejala tersebut disebabkan oleh penyakit rohani, penyakit rohani yang sangat mendalam di dalam orang itu.

Kita harus memahami pokok persoalan ini dengan jelas. Alasan mengapa saya tidak terlibat dalam perdebatan politik atau kekacauan sosial adalah karena saya berusaha untuk menangani masalah tersebut di tingkat rohani. Hanya setelah manusia diubahkan di tingkat rohani, baru akan terjadinya perubahan di tingkat sosial dan politik. Sekarang anda mengerti strategi dari Injil. Banyak orang Kristen, yang gagal untuk memahami hal ini, lalu berpikir bahwa orang-orang Kristen adalah pasif dan tidak mau terlibat. Itu adalah satu kekeliruan. Karena saat manusia diubahkan, maka semua persoalan lain akan dipengaruhi juga. Marilah kita mengerti bagaimana ia mempengaruhi tingkah laku kita. Membawa damai tidak berarti kita pergi dan membawa sepanduk di luar sana, dan berjalan ke sana sini di sepanjang jalan sambil berkata, “Damai.” Itu tidak akan mengubah manusia dari dalam. Itu hanya  membuat anda tampak lucu tanpa mencapai apa-apa. Saya rela tampak lucu jika tampak lucu menyebabkan orang diubahkan  dari dalam hati.  Kalau tidak, tidak ada masalah yang akan dipecahkan, tidak ada masalah yang akan diselesaikan.


Damai dan kebenaran tidak dapat dipisahkan

Hal yang selanjutnya yang harus dimengerti adalah bahwa membawa damai tidak berarti berkompromi. Membawa damai tidak berarti kita berkompromi atas persoalan-persoalan moral dan rohani. Anda berkata, “Oke, marilah kita berdamai. Dan karena kamu tidak bersetuju dengan aku, oke, kita lupakan saja persoalan itu.” Ini berarti kebenaran tidak terlalu penting; damailah yang paling penting; dan kita akan berdamai apapun yang harus dikorbankan. Nah, ini bukan ajaran Yesus sama sekali. Ini sama sekali tidak betul. Untuk berbicara seperti ini menunjukkan bahwa kita telah gagal untuk memahami hubungan antara damai dan kebenaran di dalam firman Tuhan. Damai dan kebenaran tidak dapat dipisahkan di dalam firman Tuhan. Bilamana saja anda melihat damai, anda akan melihat kebenaran. Ini adalah satu prinsip di dalam Alkitab yang tidak akan dan tidak dapat berubah. Marilah kita melihat satu contoh di dalam Amsal 10:10 di mana kata “membawa damai” muncul. Ayat tersebut berbunyi seperti ini,

“Siapa mengedipkan mata, menyebabkan kesusahan, tetapi siapa yang berani menegur membawa damai.”

Nah, ini sangat mengherankan. Orang yang membawa damai ialah orang yang berani menegur kepalsuan. Aneh, bukan? Kita tidak menyangkakan hal ini. Di ayat 11 kita baca,

“Mulut orang benar adalah sumber kehidupan…”

Bagaimana mulut orang benar menjadi sumber kehidupan? Karena ia menegur kepalsuan seperti yang telah kita bacakan tadi. “…..tetapi mulut orang fasik menyembunyikan kelaliman.” Perhatikan bahwa mulut orang fasik ‘menyembunyikan’ kelaliman. Orang ini mengatakan damai tetapi sesungguhnya dia bermaksud kelaliman. Dengan kata lain, kelaliman tersembunyi di balik kata-kata indah yang diucapkan. Ayat 12 berbunyi,

“Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran.”

Perhatikan sekali lagi ayat 10. Siapa mengedipkan mata (mengedip mata adalah satu gerak-isyarat yang ramah di Barat), tetapi orang ini menyebabkan kesusahan. “….tetapi ia yang berani menegur”, orang yang berani angkat bicara menentang kejahatan dan dosa, ialah orang yang membawa damai. Catatkan bahwa, tanpa kebenaran, kita tidak punya dasar untuk perdamaian. Bagaimana mungkin kita mempunyai damai – damai yang abadi – yang berdasarkan kepalsuan? Tidak mungkin sama sekali! Hal ini sangat mudah untuk dimengerti. Satu-satunya dasar yang pasti bagi damai yang abadi ialah keadilan dan kebenaran. Bagaimana mungkin anda mempunyai keadilan dan kebenaran melalui kepalsuan dan dengan berkompromi dengan kepalsuan?  Tidak mungkin sama sekali.

Itulah sebabnya mengapa Amsal 10:10 mengatakan, “siapa yang berani menegur membawa damai“. Ini berkontras (bertolak belakang) dengan nabi-nabi palsu yang sentiasa dicela oleh Yeremia, umpamanya di Yer. 6:14 dan Yer. 8:11, di mana nabi-nabi tersebut sentiasa mengatakan, “Damai sejahtera! Damai sejahtera!” Tetapi tidak ada damai sejahtera.” Ini adalah kepalsuan. Mereka bukan orang yang membawa damai sama sekali. Anda tidak membawa damai hanya dengan berkata, “Damai sejahtera! Damai sejahtera!” Anda harus menyatakan kebenaran. Bilamana tidak ada damai sejahtera anda tidak harus berkata, “Damai sejahtera! Damai sejahtera!” Anda harus berkata, “Tidak ada damai sejahtera…..” . Di Yes. 48:22, Yesaya mengatakan,

“Tidak ada damai sejahtera bagi orang-orang fasik!” firman Tuhan.

Anda tidak mungkin memperoleh damai sejahtera dengan mengorbankan kebenaran. Itulah sebabnya mengapa Yesus sendiri, yang disebut Raja Damai di dalam Yes. 9:6, adalah juga Orang yang sentiasa mencela dosa, khususnya dosa orang-orang yang beragama pada zaman itu. Orang-orang paling beragama di zaman Yesus ialah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Yesus mencela kelompok ini dengan suatu kekerasan yang tidak ditemukan di lain tempat. Ia menelanjangkan dosa dan kepalsuan orang-orang yang beragama ini. Perhatikan bahwa seluruh fasal Matius 23 dipenuhi dengan kutukan. Ingatlah apa yang tidak diartikan oleh membawa damai. Membawa damai tidak berarti berkompromi dengan kepalsuan, bahwa kita berkata, “Oke, oke, demi damai, meskipun apa yang dia katakan adalah palsu, aku tidak akan berkata apa-apa. Kita hanya perlu saling mengasihi. Kita akan saling berdamai.” Tidak seperti ini sama sekali. Jadi ketika Petrus, umpamanya di Galatia 2 – seperti yang dikisahkan oleh Paulus – ketika tingkah laku Petrus ternyata tidak benar dan tidak konsisten, kita mendapati Paulus dengan segera angkat bicara dan menantang dia dan menegurnya di depan umum. Nah, anda mungkin berkata tindakan Paulus tersebut tidak menunjukkan kasih atau terlalu keras, khususnya terhadap Petrus yang bagaimanapun merupakan seorang rasul yang senior. Bagi Paulus itu tidak berarti, karena di mana terdapat kepalsuan, akan terjadi perselisihan; akan terjadi pertikaian. Anda tidak mungkin hidup dalam damai sejahtera dimana terdapat dosa. Anda harus mengerti poin ini dengan jelas.


Dosa – penyebab ketidakharmonisan, dan kebenaran – penawarnya

Kita melangkah ke poin yang berikutnya. Anda harus mengerti bahwa dosa adalah penyebab kepada segala ketidakharmonisan dan semua pertengkaran. Ketidakbenaran, kepalsuan apakah dalam tutur-kata atau tingkah-laku adalah dasar bagi segala bentuk ketidakharmonisan. Dosa adalah penyebab segala konflik yang ada, apakah di dalam diri anda atau di luar diri anda. Ini adalah satu kepastian. Jika anda hidup dalam dosa, anda dapat memastikan satu hal: lama-kelamaan hati anda menjadi tidak tenang, tidak nyaman, tegang dan gelisah. Masyarakat barat adalah satu masyarakat yang hidup bergantung kepada valium, bergantung kepada obat penenang, bergantung kepada  obat tidur. Ini menjadi masalah kita karena kita hidup di bawah tekanan dari luar dan dari dalam. Mengapa terdapat begitu banyak tekanan? Mengapa begitu tegang? Jika kita tertekan hanya karena terdapat pekerjaan yang terlalu banyak, ini hal yang wajar. Seringkali kita tidak mampu bertahan menghadapi tekanan pekerjaan yang begitu berat, sehingga Paulus sendiri mengatakan bahwa ia menderita kekurangan tidur apabila ia memikirkan pekerjaan-pekerjaan yang harus dikerjakannya. Itu hal yang lain dan wajar. Tetapi jika ketegangan dan kegelisahan anda disebabkan oleh hal lain seperti konflik dengan seorang saudara, konflik dengan istri anda atau suami anda, konflik dengan sahabat, konflik dengan bos – konflik di sini, konflik di sana, ketegangan di mana-mana, ini hal yang sangat berbeda. Kalau begitu anda kekurangan tidur karena dosa. Dosa adalah dasar bagi semua konflik. Bagaimana dengan hubungan pribadi anda dengan sesama? Umpamanya dengan istri anda. Ah, keluarga adalah sumber kepada begitu banyak konflik karena di sini dosa timbul ke permukaan dengan cepat sekali. Sifat mementingkan diri (egois) menyebabkan begitu banyak masalah, begitu banyak ketegangan, begitu banyak ketidakbahagiaan di dalam rumahtangga atau di antara sahabat, atau di antara ayah dan ibu, dan anak-anak dan sebagainya. Ah, konflik – sangat tidak menyenangkan!

Anda mengalaminya apabila anda membesarkan seorang anak. Seorang anak selalu memaksakan kehendaknya. Anda berusaha untuk memberitahu dia apa yang baik bagi dia, tetapi dia berpikir itu tidak baik. Dia tidak menyukai pendapat anda. Konflik lagi! Makanya, dosa menimbulkan penderitaan batin, penderitaan mental dan tekanan. Oleh karena itu seorang pendamai tidak dapat membawa damai dengan menutupi persoalan dosa.  Dia harus sadar bahwa dosa adalah penyebab kepada semua konflik dan karena itu dia harus menangani dosa. Oleh karena itu seorang pendamai haruslah pertama-tamanya mengutamakan penawar bagi dosa, yaitu kebenaran. Dia harus mengikat perhatiannya kepada kebenaran. Poin ini sangat penting untuk diperhatikan. Nah, bagaimana kita menangani dosa dengan kebenaran? Seorang pendamai haruslah pertama-tamanya memperhatikan bagaimana dia menanggapi ketidakbenaran. Nah, dia bisa memarahinya. Dia harus berbicara keras melawan dosa dan hal ini tidak akan menjadikan dirinya populer. Hal ini tidak akan menyebabkan dirinya disukai orang. Anda bisa melihat bahwa ucapan bahagia yang berikutnya berkaitan dengan orang yang dianiaya karena kebenaran. “Berbahagialah orang yang dianiaya karena kebenaran“. Anda bisa melihat hubungannya. Dengan segera ucapan bahagia yang berikutnya berbicara mengenai penganiayaan karena kebenaran. Hubungannya begitu jelas; urutannya mengikuti dengan segera. Jadi, kita ingin mendirikan damai yang sejati di dalam kehidupan kita. Namun, bagaimana caranya kita mendirikan damai sejahtera dalam kehidupan kita? Dengan meminum obat-obat penenang? Nah, tentu saja obat penenang dapat mengurangi gejala untuk sementara waktu tetapi ia tidak dapat mengobati masalah di dalam diri anda. Bagaimana kita menyelesaikan masalah tersebut? Anda harus memulai dengan mendirikan kebenaran di dalam kehidupan anda. Namun bagaimana?


Damai sejahtera dari satu hati yang baru, satu dasar yang baru

Terdapat beberapa tempat di dunia ini, terutamanya di Afrika dan beberapa tempat di Asia Tenggara, di mana lantai rumah dibuat dari lumpur. Bagaimana anda membersihkan lantai lumpur? Bagaimana anda membersihkan lantai yang dibuat dari lumpur supaya benar-benar bersih? Tentu saja, anda mengambil air sabun dan menuangkan ke atas lantai. Kemudian anda mengambil sikat dan menyikatnya dengan keras, benar? Apa yang terjadi ketika anda menyikat lantai lumpur? Nah, setelah anda selesai, yang tinggal hanyalah satu kolam lumpur. Jadi daripada menjadi lebih bersih dengan menuangkan air sabun, apa yang terjadi? Ia menjadi jauh lebih berlumpur. Anda berkata, “Oke, aku pikir metode air sabun dan sikat tidak cocok untuk lantai yang dibuat dari lumpur.” Jadi apa yang anda lakukan? Anda menyapunya dan debu memenuhi seisi rumah. Bagaimana anda membersihkan lantai lumpur? Cara yang terbaik adalah menyapu dan berharap sedikit banyak ia dapat menyelesaikan masalah. Sebenarnya, lantai lumpur tidak dapat dibersihkan sama sekali dengan cara ini. Anda harus meletakkan sesuatu yang lain di atas lantai tersebut. Anda harus mempunyai lantai yang sama sekali baru. Itulah sebabnya mengapa lantai rumah masa kini diperbuat dari kayu dan ditinggikan di atas lantai lumpur. Kalau tidak, anda harus meletakkan satu dasar semen supaya dasar rumah adalah semen dan bukan lumpur. Rumah anda dibangunkan di atas dasar yang teguh. Jika anda pergi ke ruang bawah tanah di rumah anda, anda tidak akan melihat lumpur di situ. Rumah anda dibangunkan di atas satu blok semen yang kukuh. Dengan cara yang sama, supaya rumah menjadi stabil dan mudah dibersihkan, anda harus mempunyai dasar yang baru. Anda tidak bisa terus menyikat lantai lumpur tersebut.

Apakah pesannya? Pesan dari ilustrasi di atas sebenarnya agak sederhana: Jika anda berkata, “Oke, aku sadar bahwa aku tidak ada damai sejahtera karena hidup aku tidak suci, tidak bersih – dan aku tidak benar. Apa yang akan kulakukan? Aku akan mengambil sabun dan sikat dan aku akan mencuci semua lumpur tersebut.” Nah, di bawah lumpur tersebut, terdapat lebih banyak lumpur. Jadi anda tidak bisa menyelesaikan masalah dengan cara ini. Satu-satunya cara adalah dengan mengubah seluruh dasar kepada rumah anda, atau mengubah seluruh dasar kepada kehidupan anda. Inilah satu-satunya cara untuk memperoleh damai sejahtera dalam kehidupan kita. Hal inilah yang dimengerti oleh seorang pembawa damai: untuk memiliki satu dasar yang baru. Inilah yang disebutkan di dalam Alkitab sebagai regenerasi (kelahiran kembali). Singkat kata, anda tidak dapat memiliki damai sejahtera (dan kalau anda tidak memiliki damai sejahtera, anda tidak dapat menjadi seorang pembawa damai), tanpa terlebih dulu diubahkan, tanpa terlebih dulu memiliki satu hati yang sama sekali baru di dalam diri anda. Anda harus diubahkan. Jadi saat Yesus membicarakan tentang damai Ia tidak bermaksud  satu damai yang dangkal di mana setiap orang menutup mulut mereka terhadap kebenaran.

Ini sama seperti kasus yang pernah saya ceritakan kepada anda di satu perkawinan. Ada seseorang bertanya kepada sepasangan suami istri yang sudah tua, “Bagaimana perkawinan anda dapat bertahan begitu lama?” Si suami menjawab, “Nah, sebenarnya begini: kami membuat satu perjanjian antara kami di awal perkawinan.” Orang tersebut bertanya lagi, “Perjanjian apa yang telah anda buat?” Jawab si suami, “Perjanjiannya seperti ini: kapan-kapan kami bertengkar atau berselisih, aku harus keluar berjalan-jalan. Dengan cara ini, kami menenangkan situasi. Karena itu perkawinan kami dapat bertahan begitu lama.” Dia melanjutkan, “Sejak perjanjian tersebut dibuat, aku hidup di luar rumah kebanyakan waktu. Itulah sebabnya mengapa kami dapat bertahan.” Suami ini menghabiskan kebanyakan waktunya berjalan-jalan di luar rumah. Ia berhasil memelihara kesehatannya sementara dia berada di luar rumah. Ia mengatakan, “Sejak hari itu, aku melibatkan diriku dalam kegiatan-kegiatan luar rumah.” Satu-satunya cara untuk berdamai adalah saling menjauhi dan setiap kali mereka bertengkar, dia akan keluar berjalan-jalan. Tentu saja dia berjalan-jalan di luar rumah beberapa kali dalam satu hari. Sayang sekali, kebanyakan dari apa yang disebut damai di dunia ini adalah damai seperti ini, apa yang disebut ‘standoff’ – semacam gencatan senjata di mana setiap orang berhenti menembak untuk sementara waktu. “Kamu jangan menembak dan aku juga tidak akan menembak, oke? Kalau tidak kita berdua akan saling melukai.” Nah, damai seperti ini adalah damai lantai lumpur. Tidak ada gunanya. Bagaimana mungkin kita memperolehi damai yang abadi dengan cara ini? Kesan dari perkawinan seperti ini adalah seperti tidak berkawin sama sekali. Anda memiliki sebuah rumah di mana anda menghabiskan kebanyakan waktu di luar rumah. Atau sebaliknya, anda memiliki sebuah rumah yang disekati menjadi dua oleh satu tembok seperti tembok Berlin, yang hanya dapat dilewati dengan menggunakan paspor. “Kamu tinggal di sebelah sini, dan saya tinggal di sebelah sana, dan kita akan berdamai dengan cara ini.” Saya pernah melihat pasangan suami-istri yang berfungsi seperti ini. Ini adalah satu keadaan  ‘standoff’ di mana suami dan istri berusaha untuk sejauh mungkin menjauhi sesama, karena setiap kali terjadinya percakapan, akan terjadi pertengkaran dan perkelahian. Makanya jalan keluar yang paling baik, menurut mereka, adalah, “Kamu tutup mulutmu dan aku tutup mulutku, dan inilah jalannya supaya kita berdamai. Jika jalan ini tidak berhasil, langkah yang berikutnya adalah bercerai.” Jalan keluarnya (solusinya) bukan standoff atau penceraian. Tidak! Tidak! Kita harus diubahkan di dalam untuk memperoleh damai yang abadi, satu damai yang sejati. Inilah satu-satunya cara.

Perhatikan bahwa hanya setelah Allah mengubah hati kita, kita dapat memperoleh damai di dalam diri kita. “Damai sejahtera-Ku,” Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya di Yohanes 14:27, “Ku berikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti  yang diberikan oleh dunia kepadamu.” Damai sejahtera yang dimaksudkan oleh Tuhan datang melalui perdamaian. Seorang pembawa damai adalah orang yang mendamaikan dua pihak, bukan? Dia berkata kepada satu pihak dan kemudian kepada pihak yang lain, “Aku akan berdiri di tengah-tengah kalian berdua untuk memperdamaikan kalian.” Inilah artinya membawa damai. Bagaimana kita dapat menjadi seorang yang membawa damai? Pertama-tama dan terutamanya, kita harus terlebih dulu berdamai dengan Allah dan berdamai dengan manusia. Kemudian baru kita dapat memperdamaikan Allah dan manusia. Dengan jalan ini kita dapat membawa damai kepada kedua pihak tersebut karena kita sendiri telah diperdamaikan.


Kita tidak dapat membawa damai tanpa kasih terhadap Allah dan manusia

Seorang pembawa damai harus memiliki hubungan yang baik dengan kedua pihak. Tidak ada orang yang akan menerima anda sebagai mediator (perantara) jika anda tidak memiliki hubungan yang baik dengan kedua pihak. Ini merupakan syarat yang paling penting: seorang mediator, atau pembawa damai  memiliki hubungan yang baik dengan kedua pihak. Tetapi lebih dari itu, dia bukan saja harus memiliki hubungan yang baik, dia juga harus mengasihi kedua pihak. Mengapa anda ingin membawa damai di antara dua orang? Mengapa mengambil risiko melakukannya? Membawa damai adalah pekerjaan yang paling merbahaya. Mungkin sekali anda dikritik oleh kedua pihak. Anda mungkin saja ditembak oleh kedua pihak. Hal tersebut sering terjadi kepada para mediator – merekalah orang-orang yang sering ditengking oleh kedua pihak dalam usaha mereka untuk membawa damai kepada kedua pihak. Lihatlah apa yang terjadi kepada Carter. Dia berusaha untuk memperdamaikan orang Arab dan orang Yahudi dan akhirnya dia dimarahi oleh kedua pihak. Dia masih berharap usahanya akan membuahkan hasil. Sebenarnya sangat sulit karena sementara anda membawa damai, satu pihak akan berkata, “Kamu berpihak kepada mereka.” Jika anda berunding dengan pihak Arab, pihak Yahudi akan menuduh anda berpihak kepada Arab. Jika anda berunding dengan pihak Yahudi, pihak Arab akan menuduh anda berpihak kepada Yahudi. Jadi di mana dia? Terperangkap di tengah-tengah. Hanya kasih yang sejati dapat  menjadikan kita pembawa damai yang ikhlas.

Catatkan prinsip rohani yang timbul dari sini. Anda tidak dapat menjadi seorang pembawa damai menurut pengertian Tuhan kecuali anda benar-benar mengasihi Allah dan benar-benar mengasihi manusia, dan karena itu anda berhasrat untuk mendamaikan keduanya. Ini merupakan sesuatu yang sangat sulit. Ini menunjukkan betapa tingginya panggilan kita sebagai pembawa damai. Membawa damai tidak segampang mengibarkan sepanduk dan berarak di  jalan. Kita dapat melakukan semua itu demi kepentingan politik. Tidak segampang berdiri di situ dan membuat pidato politik. Ia harus lahir dari kasih yang sejati terhadap Allah dan terhadap manusia. Mengasihi Allah – dapatkah kita mengatakan bahwa kita benar-benar mengasihi Allah sehingga kita rindu untuk menjadi seorang pembawa damai, untuk memperdamaikan Allah dan manusia? Dapatkah kita mengatakan bahwa kita sungguh-sungguh mengasihi manusia sehingga kita ingin menjadi seorang yang membawa damai? Pikirkan saja konflik pribadi anda sejenak, andaikata anda menganggap hal tersebut mudah. Pikirkan saja hubungan anda dengan kawan sekamar, hubungan anda dengan orangtua, sahabat-sahabat; atau kita kembali kepada hubungan antara suami dan istri, atau dengan anak-anak. Membawa damai – ah, betapa sulitnya. Kita bisa melihat bahwa  kasih terhadap Allah dan terhadap manusia seperti itu harus datang dari regenerasi (kelahiran kembali). Roma 5:5 mengatakan, “……kasih Allah dicurahkan ke dalam hati kita.” Tanpa kasih Allah dicurahkan ke dalam hati kita terlebih dulu, semua yang telah kita bahaskan tadi tentang membawa damai adalah mustahil. Ia tidak dapat dilakukan. Ia adalah satu mimpi kosong – kecuali jika kita diubahkan.  Saya telah menekankan  hal ini berulang-ulang kali, bahwa keselamatan bergantung kepada suatu transformasi yang terjadi kepada diri kita. Dapatkah anda mengatakan bahwa anda telah diubahkan sedemikian rupa sehingga anda mengasihi Allah dengan segenap hati dan mengasihi manusia, meskipun dia adalah musuh anda?


Membawa damai melibatkan kasih untuk musuh

Perhatikan bahwa ajaran Yesus di sini melibatkan kasih terhadap musuh. Matius 5 menyatakan hal tersebut kepada kita, karena di ayat 44-45, kita menemukan ayat-ayat yang sejajar kepada ucapan bahagia ini. Yesus berkata,

“Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga.”

Perhatikan dengan teliti kata-kata ini: kasihilah musuh-mu dan berdoalah bagi mereka  yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga. Perhatikan bahwa ayat ini mempunyai janji yang sama dengan, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” Hal ini sangat penting untuk dicatatkan. Orang yang membawa damai adalah mereka yang mengasihi musuhnya, karena kalau tidak, bagaimana anda dapat membawa damai? Namun, kita tidak dapat melakukannya. Dengan mengandalkan kekuatan kita sendiri, kita tidak dapat melakukannya karena secara alamiah, manusia bersifat agresif. Kita selalu mengalami konflik karena secara alamiah kita sentiasa mencari kepentingan diri sendiri. Secara alamiah, manusia dalam daging memang seperti itu. Ia mungkin merupakan seorang yang ramah tetapi kepentingan dirinyalah yang paling diutamakan. Anda segera memperhatikan hal ini ketika anda berurusan dengan anak-anak kecil. Dalam pikiran anak-anak kecil, kepentingan diri merekalah yang paling utama. Anak-anak kecil memang cantik. Anak-anak kecil memang lucu, namun bukan main egois. Mereka sangat menyenangkan. Saya menyukai anak-anak kecil. Saya mengasihi mereka meskipun mereka bukan main egois. Luar biasa! Sikap mementingkan dirilah yang menjadi penyebab kepada segala konflik yang ada. Kita mengalami konflik karena kita memaksakan jalan kita sendiri. Kita tidak mengutamakan kepentingan Allah dan kepentingan orang lain. Kita tidak mau melakukan hal ini. Tetapi kita tidak akan memperoleh damai sejahtera sehingga kita memiliki kasih yang rela mengasihi manusia sehingga Allah mengubahnya secara total. Inilah yang harus dilakukan oleh seorang yang membawa damai. Saat anda pergi dan mengasihi manusia sehingga mereka diubahkan dari sifat egois mereka, anda akan mengerti apa artinya pikiran Kristus. Yesus sendiri membawa damai dengan darah-Nya yang tercurah dari atas kayu salib.


Harga menjadi seorang pembawa damai: Mengalahkan dosa oleh kasih

Kita melangkah ke poin yang berikutnya: yaitu, harga menjadi seorang pembawa damai. Harga untuk menjadi seorang pembawa damai justru adalah anda mengalahkan dosa (yang menjadi penyebab kepada segala kekacauan dan keributan) oleh kasih. Itulah yang harus dilakukan oleh seorang pembawa damai. Seorang pendamai mengakui  bahwa dosa adalah penyebab mengapa tidak adanya damai. Jadi bagaimana untuk mengatasi situasi yang tidak ada damai tersebut? Nah, anda harus menarik orang untuk menjauhinya. Anda harus memberitahu mereka bahwa dosa adalah penyebab kepada ketidakbenaran. Anda tidak hanya mengatakan kepada mereka dengan kata-kata, seperti yang telah kita lihat, atau menegur dengan kata-kata, tetapi anda juga harus mengasihi orang-orang berdosa tersebut. Anda harus melakukan dua hal. Anda harus menegur orang berdosa, sebagaimana yang dilakukan oleh Yesus, dan masih mengasihi dia. Oh, itu sulit sekali. Inilah yang menjadikan tugas sebagai seorang pendamai begitu sulit. Ini merupakan satu tugas yang bukan main sulitnya, namun sangat berfaedah. Sangat menyenangkan saat kita menyaksikan seseorang diubahkan – ketika dia berpaling dari kejahatan – karena dia sekarang mengerti bahwa dosa adalah sesuatu yang buruk.

Pernahkah anda membesarkan seorang anak? Jika pernah, anda akan mengerti dengan tepat apa maksud saya. Menjadi seorang pendamai adalah seperti membesarkan anak. Ketika anak perempuan saya melakukan kesalahan, saya memarahi dia. Jika dibutuhkan, saya akan memukulnya dan menjatuhkan disiplin. Namun saya tidak hanya memarahinya, saya juga harus mengasihinya sedemikian rupa sehingga dia menyadari bahwa dosa adalah sesuatu yang buruk. Tugas sebagai orangtua memang amat sulit. Sangat sulit untuk meyakinkan seorang anak bahwa sesuatu itu buruk selama anak tersebut berpikir yang sebaliknya. Pernahkah anda mencoba untuk meyakinkan seorang anak bahwa permen tidak baik untuk dia? Saya sudah hampir menyerah melakukan hal yang mustahil ini. Saya tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan untuk membuktikan kepada anak saya bahwa permen bukan saja tidak baik untuk gigi, tetapi juga untuk kesehatan – ia merusakkan selera. Saya percaya di antara kita yang mempunyai anak tahu betapa mustahilnya tugas tersebut.  Anak anda yakin bahwa permen baik dan anda harus memberitahunya sesuatu yang bertentangan dengan pengalamannya. Ia menjilatnya dan berkata, “Hmmm….. enak! Dan papa bilang tidak baik!” Coba meyakinkan seorang anak lain kali dan anda akan mengerti dengan jelas apakah tugas seorang pembawa damai: yaitu meyakinkan seorang berdosa bahwa dosa tidak baik. Orang berdosa berkata, “Tapi dosa rasanya enak! Aku menipu ketika membayar pajak. Rasanya begitu enak karena aku mendapat $50 lebih banyak. Jika aku tidak menipu, aku kehilangan $50. Apakah kamu ingin memberitahu aku bahwa membayar $50 lebih kepada pemerintah sesuatu yang baik? Omong kosong! Membayar lebih $50 tidak baik karena aku tahu apa yang dapat kuperbuat dengan $50. Aku bisa makan yang enak di restoran, aku bisa membeli begitu banyak barang dengan $50. Dan kamu berkata kepadaku, ‘Tidak, tidak. Itu tidak baik. Bayar $50 pajak tersebut!’ Omong kosong!”

Inilah tugas seorang pembawa damai – ia berusaha untuk mendirikan kebenaran, damai sejahtera di atas dasar kebenaran. Sekarang anda memahami tugas seorang pendamai. Bagaimana anda meyakinkan seorang berdosa bahwa dosa tidak baik? Saya tidak tahu. Bagaimana tugas tersebut dapat dilakukan? Saya masih memikirkan bagaimana caranya untuk membuktikan kepada anak perempuan saya bahwa permen tidak baik, dan dia masih belum yakin karena giginya tidak rusak; giginya masih baik. Kali terakhir dia pergi ke dokter gigi dan giginya masih baik. Anak saya berkata, “Lihat?” Dan saya harus berkata, “Karena papa melarang kamu makan permen!” Namun dia masih belum yakin. Tugas yang berat! Untuk menyuruh seorang berdosa untuk tidak menyukai dosa, karena seumur hidupnya dia menyukai dosa –  ah, sesungguhnya satu tugas yang amat berat. Mustahil! Umpamanya, seseorang melihat gambar-gambar perempuan yang setengah telanjang, dan dia berkata, “Oh, begitu mengairahkan!” Dan anda berkata, “Tidak. Tidak. Ini menarik kedagingan.” Tapi dia berkata, “Kelihatan begitu menarik! Begitu cantik.” Anda menjawab, “Tidak. Tidak. Ini tidak baik.” Ini tugas yang sangat berat! Seorang Kristen yang berusaha untuk mendirikan kebenaran sebagai seorang pembawa damai akan menemukan dirinya berhadapan dengan kuasa kegelapan yang tidak sebanding. Coba meyakinkan orang yang berkata kepada anda, “Aku tidak lebih buruk dari orang itu. Aku hanya menipu pajak sebanyak $50; orang itu menipu $500. Aku seorang yang cukup baik dibandingkan dengan dia.” Kemudian anda berusaha untuk menjelaskan kepadanya bahwa tidak ada bedanya apakah $50  atau $500; mencuri adalah mencuri. Namun dia tidak dapat diyakinkan. Bagaimanapun, terdapat perbedaan antara $50 dan $500, bukan? Tugas yang berat! Seorang pendamai mempunyai tugas yang tak menimbulkan iri hati. Lebih dari itu, dengan bergulirnya waktu, anda akan mendapati bahwa banyak orang yang akan memusuhi anda. Mereka akan berkata kepada anda, “Pergi dari sini, orang kudus! Kami sudah cukup mendengar omong kosong kamu. Maksudku kami hidup di dalam dunia yang nyata, tahu? Kamu bawa kekudusan kamu ke tempat lain dan beritakan kepada biarawan-biarawan di biara saja. Kami harus berjuang untuk hidup karena kami hidup di dunia yang nyata.” Kita semua mengenal apa rasanya diperlakukan seperti itu. Anda pergi dengan kecewa; “aku berusaha untuk membawa damai, untuk memperdamaikan manusia dengan Allah, dan aku hanya mensia-siakan waktu.” Tugas yang amat berat. Dan jika anda menyinggung dosa mereka, anda akan mengalami masalah besar karena mereka akan melawan anda seperti mereka melawan Yesus dan menyalibkan Dia. Jika anda semata-mata menyinggung hal-hal yang kecil, mereka masih bisa tersenyum. Akan tetapi, saat anda menyinggung dosa mereka yang lebih besar, mereka tidak akan tersenyum lagi.

Ketika Yohanes Pembaptis berkata kepada Raja Herodes,  “Kamu tidak boleh mengambil istri saudaramu”, sebagai upah, Yohanes dipenjarakan dan dia mati di sana. Jika Yohanes hanya menyinggung tentang $50 pajak, Herodes mungkin masih dapat tersenyum sambil berkata, “Nah, itulah kenyataan hidup.” Tetapi apabila Yohanes mulai menyinggung tentang hubungan sulit Herodes dengan istri saudaranya, Herodes mengatakan, “Yang ini saya tidak tahan. Cukup. Ini urusan pribadi. Jangan mencampuri urusan pribadiku. Saat kamu berbicara tentang dosa, kamu berbicara tentang dosaku dan urusan pribadiku, sekarang lebih baik kamu mengambil langkah seribu, kalau tidak…… ” Ah, inilah tugas seorang pendamai! Namun, catatkan bahwa, untuk tujuan inilah kita dipanggil. Karena saat anda memanggil orang ke dalam damai, anda memanggil mereka untuk mengubah kehidupan mereka secara menyeluruh – satu kehidupan di mana Yesus memerintah sebagai Raja di dalam kehidupan mereka, di mana mereka berhenti mementingkan diri mereka dan mengizinkan Yesus mendirikan kebenaran di dalam kehidupan mereka. Oh, tugas yang berat! Baru sebentar tadi saya bercakap-cakap dengan seorang saudara di dalam mobil. Ia akan kembali ke Singapura bersama saudara-saudara yang lain. Kami berbicara tentang masalah-masalah yang mungkin akan dihadapinya ketika dia mencoba untuk menyatakan kebenaran kepada keluarga dan teman-temannya.  Nah, inilah masalahnya. Seorang pembawa damai adalah orang yang menyatakan kebenaran untuk mendirikan damai di atas dasar yang teguh.


Orang yang membawa damai akan disebut anak Allah

Sebelum kita tutup, marilah kita perhatikan kata-kata ini, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” Anda harus mencatatkan kata-kata ini: “mereka akan disebut anak-anak Allah“. Apa artinya mereka akan disebut anak-anak Allah? Dalam tatabahasa Yunani, kalimat pasif ini seringkali disebut ‘kepasifan ilahi’ (divine passive) yang berarti Allah akan memanggil mereka sebagai anak-anak-Nya. Allah akan mengakui mereka sebagai anak-anak-Nya. Mereka akan disebut Allah sebagai anak-anakNya. Perhatikan juga bentuk kata kerja masa depan: mereka akan disebut anak-anak Allah, dan bukan sekarang disebut anak-anak Allah. Hal ini sangat menarik karena di beberapa ayat yang berikutnya, kita mendapati Yesus merujuk kepada murid-muridNya sebagai anak-anak Allah. Umpamanya di ayat 16,

“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”

Jika Allah sudah menjadi Bapamu, berarti anda adalah anak-Nya di masa sekarang. Namun Yesus tidak membicarakan suatu kedudukan sebagai anak sekarang, tetapi di masa akan datang. Hal ini harus dipahami dengan tepat berdasarkan eksegese. Kita tidak harus melakukan kekeliruan di sini dan berpikir bahwa Yesus sedang membicarakan suatu kedudukan sebagai anak sekarang. Sangat penting untuk memperhatikan hal ini. Yesus sedang membicarakan tentang kedudukan sebagai anak di masa depan.

Terdapat dua hal tentang kedudukan sebagai anak yang harus anda perhatikan. Terdapat satu kedudukan sebagai anak di masa sekarang, dan satu lagi di masa depan. Tahukah anda bahwa Alkitab mengajarkan kedua macam kedudukan sebagai anak tersebut? Anda adalah anak sekarang tetapi dalam bentuk persiapan. Makanya janganlah kita mengusulkan bahwa sekali menjadi anak, selama-lamanya tetap sebagai anak. Janganlah melakukan kesalahan seperti ini. Anda adalah anak sekarang, tetapi di tingkat percobaan.  Maksud saya, anda belum diangkat sepenuhnya menjadi anak. Apakah saya yang mengatakan hal ini? Tidak. firman Tuhan yang mengatakan hal ini, bukan saya. Izinkan saya untuk membacakan kepada anda Roma 8 dan anda akan melihat bahwa Paulus yang mengatakan hal ini.  Paulus banyak kali membicarakan kedudukan kita sebagai anak, namun di Roma 8:23, dia membicarakan suatu kedudukan sebagai anak di masa akan datang. Tetapi perhatikan bahwa sebelum itu, di permulaan fasal, Paulus telah terlebih dulu menyebut kita sebagai anak-anak Allah.

Marilah kita baca Roma 8:15 terlebih dulu supaya anda dapat melihat gambaran yang lebih penuh:

“Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi  kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!”  Dan ayat 16, “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.”

Sekarang mari kita baca ayat 22-23,

“Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin. Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh,…”

Apakah karunia sulung Roh? Karunia sulung adalah Roh yang telah dikaruniakan kepada kita dan oleh-Nya kita berseru, “ya Abba, ya Bapa!” Jadi,

“kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita.”

Anda mungkin berkata, “Dia baru saja mengatakan di ayat 15 bahwa kita telah menerima Roh yang menjadikan kita anak-anak Allah, namun di ayat 23, ia berkata, kita masih menantikan pengangkatan sebagai anak?” Tidak, tidak! Kita masih belum diangkat sepenuhnya sebagai anak. Kita masih menantikan pengangkatan sebagai anak. Kita telah menerima Roh sebagai karunia sulung dan oleh Roh itu kita dapat berseru, “Bapa!” Bagaimana kita memahami hal ini – kita sebagai anak, namun belum sepenuhnya diangkat sebagai anak? Satu-satunya cara untuk memahami hal ini adalah bahwa kita memang adalah anak tetapi berdasarkan percobaan. Kalau tidak bagaimana lagi kita dapat memahami hal ini, bahwa kita adalah anak namun belum sepenuhnya diangkat sebagai anak. Apakah kita masih belum dipastikan sebagai anak? Sehingga Hari Itu, seperti yang dikatakan oleh Yesus di Matius 5, kita akan disebut anak-anak Allah. Pada Hari Itu, Allah akan memandang anda dan berkata, “Kamu adalah anak-Ku laki-laki; kamu adalah anak-Ku perempuan.” Pada hari tersebut, Allah pada akhirnya dan dengan sepenuhnya akan mengakui anda sebagai seorang anak. Sehingga hari tersebut, anda adalah anak, namun belum diakui secara resmi.

Hal ini membuat saya berpikir tentang duta-duta besar. Mereka tiba di sebuah negara dan mereka harus diakui secara resmi sebagai duta-duta besar. Mereka harus menyampaikan surat mandat mereka kepada Presiden untuk diakui secara resmi sebagai duta-duta besar. Andaikata Presiden tersebut tidak menerimanya, dia harus dipulangkan; kedudukannya sebagai duta besar tidak diterima, tidak diakui. Nah, dalam pengertian tertentu, kita semua adalah anak: ya, kita menerima karunia sulung Roh yang menjadikan kita anak, namun kita masih belum dengan sepenuhnya diangkat sebagai anak, menurut Paulus di sini. Keselamatan kita masih belum lengkap. Kita masih menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita. Tubuh kita masih belum dibebaskan. Keselamatan kita, dalam pengertian ini,  masih belum sempurna. Kita masih belum dengan sepenuhnya diakui sebagai anak. Poin ini mungkin sedikit membingungkan, tetapi jika ada seseorang yang mempunyai penjelasan yang lebih baik, saya ingin mendengarnya.

Mari kita melihat poin yang terakhir. Orang yang bagaimana yang akan disebut dan diakui Allah sebagai anak-anak-Nya? Orang yang bagaimana? Terdapat hanya satu macam orang yang saya baca di sini, yaitu, orang yang membawa damai. Hanya orang yang membawa damai yang akan diakui Allah sebagai anak-anak-Nya. Saya tidak tahu berapa banyak dari kita yang akan layak nanti. Berulang-ulang kali saya bertanya kepada orang-orang Kristen: apa yang dimaksudkan Paulus di Filipi 2:12, “kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar“. Apa yang dimaksudkan oleh Paulus dengan kata-kata ini – takut dan gentar? Pada masa kini kita hidup di dalam satu generasi di mana kita menekankan kebutuhan akan jaminan, kebutuhan untuk merasa aman karena kita mengatakan bahwa jika kita tidak merasa aman kehidupan rohani kita akan terjejas. Tetapi menurut firman Tuhan, yang sebaliknya yang benar. Jika anda merasa aman, anda akan mengalami bencana rohani. Jika anda tidak merasa begitu aman, anda mungkin akan mengerjakan keselamatan anda dengan takut dan gentar. Heran! Kita telah memutarbalikkan firman Tuhan sehingga ia diberi arti yang persis bertentangan dengan arti yang sebenarnya. Saya sudah banyak kali bertanya kepada orang-orang Kristen, jelaskan kepada saya apa artinya kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar. Berdasarkan kekristenan masa kini, tidak seorangpun dapat memberikan suatu jawaban kepada saya. Tidak seorangpun dapat menjawab. Tidak ada pendeta, tidak ada orang Kristen yang dapat memberikan saya satu jawaban yang memuaskan. Jika anda bertemu dengan seorang pendeta lain kali, cobalah bertanya kepadanya apa artinya Filipi 2:12. Dan saya dapat menjamin bahwa dia tidak dapat menjawab karena berdasarkan pengajaran masa kini, tidak ada jalan yang memungkinkan dia  memberikan satu jawaban. Kalau kita sudah mengerti apa yang diajarkan oleh Yesus, Yesus sebenarnya sedang berkata, “Jangan merasa begitu aman.” Saya akan mengakui bahwa Allah ialah Bapa surgawi anda, itu memang benar. Tetapi jangan lupa bahwa di Roma 9, orang Yahudi juga disebut sebagai anak. Terdapat beberapa jenis kedudukan sebagai anak di dalam Perjanjian Baru. Orang Yahudi juga disebut sebagai anak-anak Allah. Kita membaca hal tersebut di Roma 9:4 – “mereka telah diangkat menjadi anak, mereka telah menerima kemuliaan, perjanjian-perjanjian, dan Hukum Taurat”  dan sebagainya. Anda berkata, “Jadi mereka diangkat menjadi anak juga?” Oh ya! Mereka adalah anak. Para malaikat juga disebut anak Allah. Malaikat juga adalah anak. Tetapi kedudukan sebagai anak yang dibicarakan oleh Paulus adalah sesuatu yang sangat berbeda. Kedudukan sebagai anak yang bagaimana yang dimaksudkan oleh Paulus? Ia merupakan suatu kedudukan sebagai anak di mana Allah akan mengakui anda sebagai anak secara langsung dan secara pribadi. Inilah artinya keselamatan menurut Perjanjian Baru. Para malaikat tidak akan diberikan keselamatan seperti ini. Orang Yahudi yang tidak percaya dan tidak taat tidak akan diberikan keselamatan semacam ini. Mereka memiliki kedudukan sebagai anak, tetapi bukan yang semacam ini. Jadi ingatlah, pengangkatan sebagai anak yang dibicarakan oleh Yesus, pengangkatan yang terakhir ini, adalah pengangkatan yang akan terjadi di masa akan datang.

Butir tentang keselamatan yang akan terjadi di masa depan ini adalah butir yang sangat penting dalam ucapan bahagia ini.  Prof. S. memperhatikan hal ini dengan baik dan begitu juga dengan saudara M. Mereka semua mengakui bahwa pengangkatan sebagai anak tersebut bukanlah sesuatu yang terjadi di masa sekarang; tetapi di masa akan datang. Apakah anda akan diakui sebagai anak pada hari tersebut? Siapa yang akan disebut sebagai anak-anak Allah? Anak-anak Allah adalah orang-orang yang membawa damai di masa sekarang.

Apakah anda seorang yang membawa damai? Jika tidak, anda lebih baik memulai mengerjakan keselamatan anda dengan takut dan gentar. Saya mengatakan ini kepada anda berdasarkan wewenang dari firman Tuhan. Anda harus memahami hal ini dengan jelas. Anda mungkin bertanya: “Apa yang harus kulakukan?” Nah, jadilah orang yang membawa damai. Apa yang dilakukan oleh seorang pembawa damai? Sebagaimana yang telah kita lihat, ia memperdamaikan Allah dan manusia. Untuk melakukan hal tersebut dia harus mengasihi Allah dan dia juga harus mengasihi manusia. Dan dia hanya dapat melakukan hal ini oleh Roh Kudus yang mencurahkan kasih tersebut ke dalam hatinya. Jadi dia bergantung sepenuhnya kepada anugerah Allah untuk menjadi seorang pembawa damai. Sekarang catatkan hal ini dengan teliti: anda dipanggil untuk membawa damai. Setiap murid yang sejati harus menjadi pembawa damai, bukan hanya pendeta. Seorang pembawa damai harus mengabarkan berita damai. Apakah berita damai tersebut? Berita damai adalah berita keselamatan. Pengabaran berita damai adalah pengabaran berita keselamatan. Yesaya 52:7 mengatakan,

“Betapa indahnya kelihatan kedatangan (kaki) pembawa berita yang mengabarkan berita damai”

– perhatikan, pembawa berita yang mengabarkan berita damai. Paulus di dalam Efesus 6:15 menasehati orang-orang Kristen supaya mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah. Dan di kaki, apa yang harus dikenakan?  “Kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera”. Apa artinya? Ini berarti seluruh kehidupan anda diarahkan untuk mengembangkan, atau memajukan Injil damai sejahtera tersebut. Seluruh kehidupan anda diarahkan untuk mengembangkan damai Allah ke seluruh dunia. Nah, kecuali anda melakukan hal ini – saudara-saudaraku, ingatlah ini dengan baik – kecuali anda melakukan hal ini, kecuali anda menjadi pembawa berita damai, kecuali kaki anda berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera, anda tidak ada bagian dalam keselamatan. Anda tidak akan disebut sebagai anak-anak Allah. Karena di sini mengatakan, hanya orang yang membawa damai yang akan disebut anak-anak Allah. Ini merupakan satu panggilan yang tinggi. Tidak heran mengapa Paulus mengatakan bahwa panggilan kita adalah satu panggilan yang sangat tinggi.  Janganlah berkata sendiri bahwa anda adalah anak Allah, dan anda adalah anak Allah karena anda percaya kepada Yesus, bahwa anda telah dibenarkan di waktu lalu. Benar, di satu sisi anda memang adalah anak Allah, sama seperti orang Yahudi juga adalah anak Allah. Tetapi jika anda ingin diangkat menjadi anak Allah dengan sepenuhnya pada Hari tersebut, maka anda harus mulai dari sini dan mulai dari sekarang keluar dan memperdamaikan Allah dengan manusia, memperdamaikan manusia dengan manusia dan menjadi pembawa damai di generasi ini di atas dasar kebenaran. Saya berharap anda mengerti dengan jelas apa yang dikatakan Yesus.

 

Berikan Komentar Anda: