Pastor Boo | Kematian Kristus (20) |

Mari kita lihat Mazmur 106:28-31.

28  Kemudian, mereka mengikatkan diri mereka dengan Baal-Peor, dan memakan kurban-kurban bagi yang mati.
29  Mereka membuat Yahweh marah dengan perbuatan-perbuatan mereka, sehingga tulah menjalar di antara mereka.
30  Kemudian, Pinehas berdiri dan menengahi, lalu tulah itu terhenti.
31  Hal itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran, dari generasi ke generasi untuk selama-lamanya. (AYT)

Pada minggu yang lalu, kita mempelajari sikap dan tindakan Musa, yang bersyafaat bagi umat Israel. Hari ini kita akan membahas tentang Pinehas. Di ayat 30, disebutkan bahwa Pinehas berdiri dan menengahi. Dapat kita katakan juga bahwa Pinehas berdiri dan bersyafaat. Inilah aspek kedua dari penebusan, kita akan menelaah pokok penebusan dari sisi yang lain. Kita terlanjur terbiasa berpikir bahwa pada masa Perjanjian Lama, penebusan hanya dikaitkan dengan hewan korban. Kita tidak menyadari bahwa syafaat juga merupakan tindakan penebusan.

Akan tetapi, di Mazmur 106:30, bagaimana cara Pinehas menengahi? Bagaimana dia berdoa? Untuk itu kita perlu melihat Bilangan pasal 25, mari kita lihat Bilangan 25:6-13

6 Kebetulan datanglah salah seorang Israel membawa seorang perempuan Midian kepada sanak saudaranya dengan dilihat Musa dan segenap umat Israel yang sedang bertangis-tangisan di depan pintu Kemah Pertemuan. 
7 Ketika hal itu dilihat oleh Pinehas, anak Eleazar, anak imam Harun, bangunlah ia dari tengah-tengah umat itu dan mengambil sebuah tombak di tangannya, 
8 mengejar orang Israel itu sampai ke ruang tengah, dan menikam mereka berdua, yakni orang Israel dan perempuan itu, pada perutnya. Maka berhentilah tulah itu menimpa orang Israel. 
9 Orang yang mati karena tulah itu ada dua puluh empat ribu orang banyaknya. 
10 Yahweh berfirman kepada Musa: 
11 “Pinehas, anak Eleazar, anak imam Harun, telah menyurutkan murka-Ku dari pada orang Israel, oleh karena ia begitu giat membela kehormatan-Ku di tengah-tengah mereka, sehingga tidaklah Kuhabisi orang Israel dalam cemburu-Ku. 
12 Sebab itu katakanlah: Sesungguhnya Aku berikan kepadanya perjanjian keselamatan yang dari pada-Ku 
13 untuk menjadi perjanjian mengenai keimaman selama-lamanya bagi dia dan bagi keturunannya, karena ia telah begitu giat membela Allahnya dan telah mengadakan pendamaian bagi orang Israel.”

Bagaimana cara dia menengahi? Bagaimana cara dia bersyafaat? Saat kita membaca kutipan ini, tampaknya dia tidak berdoa sama sekali. Di dalam ayat 7 disebutkan, dia mengambil tombak dan menikam anak dari salah satu pemimpin Israel dan juga anak dari pemimpin Midian. Mereka berdua sedang bersetubuh. Ketika mereka sedang melakukannya, Pinehas menikam keduanya sampai mati. Ini adalah hal yang luar biasa karena kutipan ini memberitahu kita bahwa cara Pinehas menengahi adalah melalui tindakan. Dengan kata lain, dia tidak memanjatkan doa apa pun kepada Yahweh. Dia langsung bertindak! Hal ini memberi kita satu gambaran baru, suatu gambaran yang berbeda tentang makna syafaat atau hal menjadi pengantara.

Di ayat 13, Yahweh tidak berfirman langsung kepada Pinehas, Dia menyampaikan firman-Nya kepada Musa. Tak ada komunikasi langsung antara Pinehas dan Yahweh. Tindakannya itulah yang berbicara! Ayat 13 menyatakan bahwa dia sudah membuat pendamaian bagi bangsa Israel. Bagaimana dia melakukannya? Dengan membunuh pasangan itu. Jika anda pelajari peristiwa itu, bangsa Israel secara rohani sedang dihancurkan oleh bangsa Midian. Untuk membalikkan situasi, dibutuhkan suatu tindakan drastis.

Bagian selanjutnya menjelaskan bahwa para perempuan Midian telah menyesatkan bangsa Israel. Hal ini cukup mudah bagi mereka karena hanya perlu menghidangkan makanan lezat sebagai pancingannya. Pada waktu itu, bangsa Israel sedang mengembara di padang gurun. Ketika melihat semua hidangan istimewa ini, mereka segera melahapnya. Lalu, para perempuan Midian mulai menggoda mereka. Pada akhirnya, bangsa Israel jatuh ke dalam penyembahan berhala. Kemudian, makin banyak dari mereka yang terjerat.

Semua hal yang berlangsung di luar perkemahan itu saja sudah merupakan masalah besar. Kemudian ada salah satu putra dari pemimpin Israel yang membawa anak dari salah satu pemimpin Midian ke dalam perkemahan. Ayat 6 menyebutkan bahwa pasangan ini berada dekat sekali dengan Kemah Pertemuan. Kemah Pertemuan ini adalah lokasi di mana Yahweh bertemu dengan umat dan Musa secara khusus. Orang Israel ini berani membawa perempuan Midian ke jantung perkemahan bangsa Israel. Jika hal itu dibiarkan berlangung, tamatlah riwayat bangsa Israel. Itu berarti mereka sudah melanggar perjanjian dengan Allah. Itu sebabnya ketika Pinehas melihat hal itu, dia tak dapat menahan amarahnya. Pada saat itu, wabah penyakit sudah menyebar luas, dan membinasakan mereka yang terlibat penyembahan berhala serta percabulan dengan para perempuan Midian. Ayat 9 memberitahu kita bahwa jumlah yang tewas sudah mencapai 24.000 orang.

Hal yang dilakukan oleh Pinehas memang merupakan tindakan yang sangat menentukan. Ketika dia melakukannya, wabah penyakit langsung berhenti. Tindakan ini begitu drastis sehingga bangsa Israel terbangun dari kejatuhan rohani mereka. Perhatikan bahwa kekerasan hati bangsa Israel ini cenderung merata, ketika di ayat 5 Musa berkata, “Baiklah masing-masing kamu membunuh orang-orangnya yang telah berpasangan dengan Baal-Peor.” Pelaksanaan perintah ini tidak menyurutkan yang lain dari pelanggaran mereka; masih banyak yang tidak bertobat. Kemudian Allah mendatangkan wabah penyakit, tetapi pertobatan itu tidak tuntas juga. Akhirnya tindakan Pinehas itu yang menuntaskan pertobatan mereka. Ini adalah tindakan drastis yang menentukan. Pada saat itulah baru Yahweh bisa berkata kepada Musa bahwa Pinehas sudah membuat pendamaian bagi umat Israel, dengan menjalankan tindakan pembersihan yang terakhir bagi umat.

Tentu saja kita tidak lagi melakukan hal semacam itu di zaman sekarang. Ada banyak orang Kristen yang melakukan penyembahan berhala. Akan tetapi, tidak banyak yang melakukannya secara harafiah. Kita semua tahu bahwa di America Utara dan di seluruh dunia, ada sangat banyak hal di dalam hidup kita yang bisa kita jadikan berhala. Kita tahu bahwa dunia mencintai uang. Ada banyak lagi hal selain uang yang bisa menyesatkan kita. Demikianlah, kita punya banyak berhala di dalam hati kita. Lalu, apa yang harus kita lakukan? Maksud saya, apakah Kitab Suci menyuruh kita untuk membunuh semua orang? Tentu saja tidak! Kita menyadari bahwa ada petunjuk di sini di mana kita bisa menyurutkan murka Allah dari jemaat, jika anda ingin menjabarkannya seperti itu. Konteks di sini adalah lingkungan bangsa Israel. Kita tidak berbicara tentang hal membersihkan bangsa lain. Kutipan ini berkenaan dengan keadaan rohani dan keutuhan bangsa Israel.

Kita perlu perhatikan bahwa bukan tindakan pembunuhan itu yang menghasilkan pendamaian. Yahweh menegaskan hal itu di ayat 11, pendamaian terjadi karena semangat giat Pinehas selaras dengan cemburu Yahweh. Dari mulai ayat 11 sampai 13, kata ‘giat’ dan ‘cemburu’ (yang menerjemahkan satu kata jealous) muncul sebanyak 4x. Yahweh berkata, “Ia begitu giat membela kehormatan-Ku (he was jealous with my jealousy among them = Ia cemburu seperti cemburu-Ku kepada mereka).” Rasa cemburu tentu tak akan ada tanpa kasih. Karena anda begitu mengasihi umat, anda tidak tahan melihat kejatuhan rohani mereka. Anda tidak tahan melihat mereka berpaling kepada berhala. Bersama Yahweh ada kehidupan, tetapi bersama berhala hanya ada kematian. Itulah hal yang disampaikan di dalam Mazmur 106:28, bahwa mereka memberi persembahan kepada orang mati. Kecemburuan Yahweh sangatlah kuat dan merupakan cerminan dari kasih yang bergelora dan teguh. Dalam bahasa Ibrani, kata “cemburu’ dapat juga diterjemahkan dengan ungkapan “semangat” atau “giat”. Jadi, dapat anda katakan bahwa Pinehas begitu cemburu dengan cemburu Yahweh.

Bukankah hal ini mengingatkan kita pada tindakan Yesus di Bait Allah? Di dalam Yohanes 2:17, para murid menyaksikan Yesus mengusir para penukar uang dan pedagang dari halaman Bait Allah. Tindakan ini mengingatkan mereka pada Mazmur 69:10, “Sebab cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku.” Tindakan ini bersumber dari semangat yang sama dengan semangat Pinehas; kerinduan mendalam bagi kemurnian Bangsa Israel. Demikianlah, Pinehas mewujudkannya dalam tindakan. Perhatikan bahwa Yahweh dan Musa tidak memerintahkan dia untuk melakukannya, tetapi tindakannya ini justru menjadi hal yang penting. Pinehas adalah cucu tertua dari Harun. Jadi, sebagai seorang imam, dia melakukan hal yang benar untuk menjaga kekudusan Tabernakel sekaligus bangsa Israel.

Dalam hal jumlah, jika kita lihat bahwa korban dari wabah ini ada 24.000 orang, tampaknya sangat banyak. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan jumlah umat Israel waktu itu yang berjumlah 2 juta orang, jumlah korban ini tidak terlalu banyak. Namun, jika kita hubungkan dengan penyelewengan mereka kepada Baal, jumlah ini sudah berarti bencana! Jika Pinehas tidak betindak, seluruh bangsa akan musnah. Dosa jenis ini sangat cepat menular. Jadi, walaupun terlihat kecil dibandingkan jumlah total umat Israel, jumlah mereka yang menyimpang itu sudah cukup untuk mendatangkan kebinasaan bagi umat Israel jika tidak diambil tindakan drastis. Pokok yang harus dicamkan di sini adalah, untuk menyurutkan murka Allah dan mendatangkan pendamaian bagi umat, doa saja tidaklah cukup. Berseru memohon pengampunan kepada Yahweh saja tidaklah cukup dalam peristiwa ini. Di ayat 6, Musa dan mereka yang setia kepada Yahweh meratap di hadapan Yahweh. Tindakan pendamaian dalam kasus ini mencakup hal yang lebih dari sekadar doa, harus ada langkah nyata. Langkah tersebut harus merupakan tindakan yang bersifat menentukan.

Untuk menegaskan hal ini, yang menghasilkan pendamaian itu adalah orangnya, bukan sekadar tindakannya. Ada satu peristiwa lain sebelum kejadian ini yang membuktikan pokok tersebut. Peristiwa itu bisa kita lihat di dalam Bilangan pasal 16. Anda perlu membaa seluruh isi pasal tersebut untuk bisa memahami konteksnya. Pasal ini menceritakan tentang pemberontakan yang terjadi di tengah bangsa Israel. Pemberontakan ini dipimpin oleh Korah. Musa berkata kepada Korah dan para pendukungnya, “Bawalah perbaraan (wadah logam berisi rempah wangi yang dibakar) dan datanglah menghadap Yahweh.” Dalam uraian di pasal ini, Korah dan keluarganya kemudian binasa karena tanah tempat mereka berdiri terbelah dan ketika mereka jatuh ke dalamnya, tanah itu menutup lagi (ayat 32,33). Orang-orang yang bersekongkol dengan Korah, berjumlah 250 orang dan membawa perbaraan juga, binasa oleh api dari Yahweh yang menghanguskan mereka (ayat 35).

Keesokannya, banyak orang Israel yang memprotes dan menggerutu kepada Musa. Mereka menuduh Musa dan Harun bersalah atas kematian Korah beserta para pendukungnya. Lalu, Yahweh turun tangan memunculkan wabah di tengah mereka. Musa berkata kepada Harun, “Ambil perbaraan dan larilah berkeliling sambil membuat pendamaian bagi mereka yang terkena wabah.” Harun menjalankan hal itu. Dia membawa perbaraan yang tidak berbeda dengan perbaraan lain, tetapi perbaraan ini mendatangkan hidup! Ayat 48 menyebutkan, “Ketika ia berdiri di antara orang-orang mati dan orang-orang hidup, berhentilah tulah itu.” Cukup dengan berdiri di antara mereka yang sudah mati dengan mereka yang belum terkena! Wabah itu tidak berlanjut melewati Harun yang menjalankan pendamaian dengan perbaraan itu. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi penentu adalah orangnya. Pendamaian itu tidak terjadi karena perbaraannya. Dalam kasus 250 orang yang memberontak, semuanya membawa perbaraan, tetapi mereka semua binasa. Ketika Harus membawa perbaraan, wabah itu berhenti. Demikianlah, menurut catatan Kitab Suci, Harun berdiri di antara mereka yang mati dan yang masih hidup.

Kita harus ingat bahwa Pinehas adalah cucu tertua dari Harun. Eleazar, ayah Pinehas (berarti anak Harun), ikut menyaksikan pemberontakan Korah. Jadi, Harun, anaknya, dan cucunya, semua menyaksikan peristiwa ini. Dapat kita katakan bahwa Pinehas telah mendapat pelajaran rohani dari peristiwa pemberontakan Korah itu. Jika anda memiliki hubungan yang baik dengan Yahweh, jika anda ingin memiliki hubungan yang hidup dengan Yahweh, dan anda setia kepada-Nya, anda akan menyingkirkan semua hal yang tidak disukai oleh Yahweh. Anda juga bisa mendapat peran sebagai juruselamat, dengan huruf ‘j’ yang kecil, dalam arti menyelamatkan kerohanian jemaat.

Mari kita kembali ke Mazmur 106:31

Hal itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran, dari generasi ke generasi untuk selama-lamanya.

Demikianlah, Allah memperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran karena semangatnya bagi kepentingan umat sama dengan semangat Allah.  Itu sebabnya Allah memandang dia benar. Dia sekadar melakukan apa yang benar. Kesetiaan adalah kuncinya. Jika anda setia kepada Yahweh, kesetiaan itu bisa terwujud dalam berbagai cara. Dalam kasus Musa, kesetiaan itu terwujud dalam bentuk syafaat untuk umat, berikut tindakan disiplin kepada umat.

Apa yang dikatakan tentang Pinehas di Mazmur 106:31 dikatakan tentang Abraham juga. Mengapa Abraham dipandang sebagai orang benar? Yakobus 2 menjelaskan hal itu kepada kita, yakni bahwa dia bersedia mempersembahkan Ishak kepada Allah. Dalam tindakannya itu, dia membuktikan kesetiaannya kepada Yahweh. Oleh karenanya, Yahweh memperhitungkan kesetianya sebagai kebenaran, walaupun Allah akhirnya mencegah Abraham mengorbankan Ishak. Di dalam kedua peristiwa itu, pengakuan itu dikaitkan dengan tindakan yang dijalankan.

Kita juga perlu memahami bahwa Yesus adalah penggenapan dari hal-hal yang sudah diperjuangkan oleh Musa dan Pinehas. Setiap hari Yesus bersyafaat untuk kita dan menangani dosa-dosa kita. Dia membenahi sikap hati kita. Dia menolong kita untuk melihat bagaimana sikap hati kita yang sesungguhnya di balik semua ucapan dan tindakan kita membuat kita tidak berkenan di mata Yahweh. Itu sebabnya mengapa Simon mengatakan kepada Maria, saat Maria menggendong bayi Yesus ke Bait Allah, bahwa pedang akan menghunjam jantungnya. Jadi, jangan membayangkan bahwa bayi Yesus ini sekadar bayi yang manis dan menggemaskan. Seiring dengan pertumbuhannya, dia menjadi pedang yang menghunjam ke dalam jantung Maria.

Jadi, anda bisa lihat bahwa hal yang sudah dilakukan oleh Pinehas, selanjutnya digenapi di tingkat rohani [oleh Yesus]. Yahweh tetap memperlakukan kita dengan cara yang sama melalui para hamba-Nya, orang-orang yang mengalami bagaimana Firman Allah, pedang itu, menghunjam jantung mereka. Itu sebabnya banyak orang, setelah mendengarkan khotbah Pastor Eric, bersaksi bahwa isi khotbah itu seperti pedang yang menghunjam jantung mereka. Hal ini memang membuat kita merasa tidak nyaman. Cukup banyak pendengar, termasuk saya, mengalami kesulitan tidur karena isi berbagai khotbah tersebut! Firman Allah menyadarkan saya pada kurangnya komitmen saya kepada Dia. Saya ingat bahwa saya susah makan dan tidur selama beberapa hari berturut-turut. Sekalipun saya memaksa diri untuk makan, tak banyak yang saya makan. Kuasa dari Firman Allah bekerja melalui hamba-hambaNya yang setia. Itu sebabnya saya menyatakan: Sikap hati kita adalah faktor penentunya. Jika kita jalani hidup dengan benar, Yahweh dapat memakai kita untuk menyelamatkan orang lain. Kita ingat bahwa ketika Yesus memberitakan injil, banyak orang mengalami betapa Firman itu masuk dan mengusik hati nurani mereka.

Mari kita lihat Matius 12:48-50

48 Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepadanya: “Siapa ibuku? Dan siapa saudara-saudaraku?” 
49 Lalu katanya, sambil menunjuk ke arah murid-muridnya: “Ini ibuku dan saudara-saudaraku! 
50 Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapaku di sorga, dialah saudaraku laki-laki, dialah saudaraku perempuan, dialah ibuku.”

Dapatkah anda memahami hal yang Yesus lakukan? Maria dan saudara-saudara Yesus hendak menemui dia. Lalu Yesus berkata, “Siapakah ibuku dan saudaraku?” Kemudian dia menunjuk ke arah murid-muridnya, “Siapapun yang melakukan kehendak Bapaku di sorga, dialah saudara, saudari dan ibuku.” Yesus memakai kehendak Bapa sebagai pertimbangan utama: Siapapun yang melakukan kehendak Bapa, maka dia termasuk anggota keluarga Allah. Mendengarkan ucapan semacam ini, tentu saja, terasa seperti pedang yang menikam di jantung bagi Maria.

Sekarang mari kita lihat sikap dan tindakan Paulus di tengah jemaat. Kita tahu bahwa Paulus juga sangat peduli pada jemaat. Mari kita lihat 1 Korintus 5:6-8

6 Kemegahanmu tidak baik. Tidak tahukah kamu, bahwa sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan? 
7 Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus.
8 Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran.

Paulus berkata bahwa sedikit ragi sudah mengkhamiri seluruh adonan, ragi itu akan menyebar. Ragi melambangkan keburukan dan kejahatan. Jika anda perhatikan konteksnya, anda dapat melihat dari ayat 1 sampai 5, ada percabulan yang terjadi di kalangan jemaat. Masalah ini dilaporkan kepadanya. Saat menerima laporan tentang masalah ini, dia tidak datang ke Korintus. Akan tetapi, di ayat 3, dia menyatakan, “Memang, secara jasmani aku jauh, tetapi aku hadir dalam roh.” Saat jemaat berkumpul, roh Paulus hadir di sana. Ayat 4 menyatakan, “ketika kamu berkumpul, dan aku bersamamu dalam roh…” Kemudian dia melanjutkan di ayat 5, “aku telah memutuskan untuk menyerahkan orang ini kepada Iblis untuk kebinasaan dagingnya” Paulus ‘hadir’ dan mengucilkan orang tersebut dari jemaat sekalipun dia tidak hadir secara jasmani. Lalu, dia menambahkan, “supaya rohnya boleh diselamatkan pada hari Tuhan.” Saat orang itu dikucilkan dari jemaat, yakni sesudah tidak lagi menjadi anggota jemaat, dia akan mengalami dampak rohaninya dan, diharapkan, dia akan bertobat karena itu. Dengan cara itulah rohnya bisa diselamatkan. Dampaknya akan sangat mengerikan karena dia harus berhadapan dengan Iblis tanpa perlindungan dari Allah! Dia akan mengalami kebinasaan tubuh, yakni hal-hal yang akan menimpanya secara jasmani. Di tengah proses kebinasaan tersebut, diharapkan, dia akan bisa berpikir sehat dan bertobat. Demikianlah, tindakan disiplin ini pada akhirnya merupakan wujud dari kasih, untuk menyelamatkan orang itu dari dosa.

Paulus kemudian melanjutkan di ayat 11, menguraikan dosa berat yang akan berakibat pada pengucilan. Daftar yang dia sajikan tidak hanya menyangkut masalah seksual. Paulus menyebut, “Orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu.” Jika ada anggota jemaat Allah yang melakukan dosa-dosa tersebut, dampaknya akan serius. Dari sini kita bisa melihat bahwa masalah disiplin dalam Perjanjian Lama juga diterapkan dalam Perjanjian Baru. Jika Perjanjian Lama sangat tegas menghadapi dosa, sudah tentu Perjanjian Baru akan lebih tegas lagi. Di dalam Perjanjian Lama, pemberontakan terhadap Yahweh dan hamba-hamba-Nya akan berakibat pada kematian jasmani. Di dalam Perjanjian Baru, mereka diserahkan kepada Iblis! Akan tetapi, di Ibrani 10:29-31, disebutkan bahwa Allah bisa mengambil tindakan langsung. Sekalipun bagian itu tidak menyebutkan penghakiman atau hukuman apa yang akan dijatuhkan, yang jelas, wujudnya akan jauh lebih berat daripada yang sudah disebutkan dalam Perjanjian Lama. Sangat mengerikan jika kita sampai jatuh ke tangan Allah yang hidup.

Sekali lagi, ini adalah panggilan untuk setia! Kesetiaan adalah kunci untuk mengalami penebusan Kristus, dan pintu untuk memberi peluang orang lain mengalami karya keselamatannya. Kita tidak bisa menebus orang; hanya Yesus yang bisa melakukannya. Akan tetapi, kita bisa membuka jalan bagi karya keselamatan Kristus dalam diri orang lain.

Sekarang saya harap semua hal menjadi jelas. Sehubungan dengan tindakan menikam, di dalam Perjanjan Baru, kita melihat seruan untuk selalu mematikan dosa di dalam daging. Mari kita baca Galatia 5:24-25

24 Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. 
25 Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh.

Mereka yang menjadi milik Yesus telah menyalibkan dagingnya. Di sini anda melihat hal menikam lagi. Mulai sekarang hasrat dan nafsu kita tidak lagi memegang kendali. Lalu, dia melanjutkan di ayat 25, “Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh,” ungkapan “dipimpin oleh Roh” berkaitan dengan pembentukan formasi. Jika anda perhatikan barisan parade militer, anda akan melihat bahwa semua orang berbaris rapi dan teratur. Orang yang memimpin barisan mungkin menyandang pedang atau tongkat yang akan mengatur irama langkah, dan semua anggota barisan akan bergerak sesuai perintah sambil menjaga formasi. Di zaman dulu, formasi pasukan sangatlah penting dalam peperangan karena dengan cara itulah pasukan menjalani pertempuran: bahu membahu, benteng perisai. Untuk menjaga formasi, setiap prajurit harus sangat disiplin dan terlatih. Sangatlah penting bagi pasukan untuk menjaga agar formasi mereka tidak rusak. Salah satu penyebab rusaknya formasi adalah jika mereka menjadi gentar. Demikianlah, setiap batalion akan menjalani berbagai latihan berat sebelum dinyatakan layak untuk masuk dalam peperangan.

Sekarang anda bisa memahami mengapa Yahweh perlu mendisiplin kita. Saya merasa judul yang tepat untuk khotbah hari ini adalah “Penebusan dan Tindakan Disiplin.” Bagi mereka yang berpengalaman membesarkan anak dan memiliki tanggung jawab, mereka pasti tahu betapa pentingnya disiplin. Banyak orang tua yang membiarkan anak mereka berbuat sekehendak hati mereka. Hasilnya sangat jelas. Anak-anak anda tidak memiliki kendali diri. Demikianlah, Allah melatih kita, dan Dia melakukannya melalui para hamba-Nya, sama seperti misalnya, yang pernah Dia lakukan melalui Musa dan Pinehas. Sekarang Dia melatih kita melalui Yesus, Gembala Agung kita, dan melalui para hamba-Nya, para gembala jemaat. Tak setiap orang yang berwenang menjalankan disiplin di tengah jemaat: hanya para pimpinan gereja yang berhak melakukannya, karena mereka bertanggungjawab atas kesejahteraan rohani para jemaat.

Disiplin yang dimaksudkan di sini terkait dengan Firman Allah. Sudah menjadi tanggung jawab para pemimpin gereja untuk memastikan bahwa orang-orang percaya tetap menjalani hidupnya di dalam Firman Allah. Menjalani hidup di dalam Firman Allah adalah hal yang vital. Sayangnya, disiplin gereja bukanlah topik yang ingin dibahas oleh semua orang. Itu sebabnya, selain dari Pastor Eric, saya tidak pernah mendengar khotbah yang membahas tentang Pinehas. Hal ini membuat saya heran. Tampaknya Gereja sudah tidak berdaya menghadapi masalah dosa di tengah jemaat. Semua hal yang buruk sedang berlangsung sekarang ini, dan para pendeta hanya diam saja. Ini adalah situasi yang menyedihkan. Saya harap kita semua mau belajar dan menjalankan Firman Allah.

Sekarang adalah saat yang bagus untuk latihan disiplin pribadi, dan masa karantina ini memberikan kesempatan yang lapang. Sangatlah baik jika kita menjaga tubuh dan roh kita dalam kondisi sehat. Sejak dua bulan yang lalu, kami berolahraga secara rutin. Kami berjalan kaki sejauh mungkin, walaupun hal itu tak bisa dilakukan setiap hari. Saya mendapat banyak manfaat dari bentuk olah raga ini, yang juga cocok buat saya yang menderita diabetes. Sampai dengan hari ini, saya sudah cukup banyak menurunkan berat badan, dan secara jasmani, saya merasa sangat sehat.

Namun, hal yang lebih dari itu adalah, anda dapat merenungkan Firman Allah pada saat yang bersamaan. Anda dapat berdoa kepada Allah, bercakap-cakap dengan Yahweh sambil berjalan. Sangatlah sehat jika bisa berolahraga sambil manambahkan dimensi rohaninya.

Saat ini saya sedang mempertimbangkan jenis latihan yang lain. Saya sempat menyaksikan seorang pakar di internet menguraikan bahwa salah satu cara untuk menangani diabetes tingkat 2 adalah dengan berpuasa seminggu sekali. Menurutnya, hal ini sama sekali tidak sukar, dan pelaksanaannya juga tidak menimbulkan komplikasi. Jadi, saya rasa hal yang dia anjurkan itu cukup masuk akal karena orang-orang Farisi sendiri berpuasa dua kali seminggu. Jadi, sekali seminggu mungkin bisa bermanfaat. Dengan cara itu, kita bisa belajar untuk mendisiplin tubuh dan roh kita juga. Saya harap kita semua bisa belajar untuk membentuk atau mengalami pembentukan disiplin. Ingatlah akan hal yang disampaikan dalam Ibrani 3:7-8,

“Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: ‘Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun.”

 

Berikan Komentar Anda: