Pastor Eric Chang | Matius 24:31 | Lukas 21:25-28, 34-36 | 

Mari kita beralih pada pengajaran Yesus di Lukas 21. Kita telah melakukan pendalaman sistematis secara terus menerus dan kali ini kita sedang membahas tentang kedatangan kembali Yesus. Kita akan membahas Lukas 21 ayat yang ke-28, namun kita akan membaca keseluruhan bagian dari perikop ini, dan juga ayat 34-36. Demikianlah isi dari Lukas 21:25-28, 34-36:

Dan akan ada tanda-tanda pada matahari dan bulan dan bintang-bintang, dan di bumi bangsa-bangsa akan takut dan bingung menghadapi deru dan gelora laut. Orang akan mati ketakutan karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan goncang. Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaannya. Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu (redemption) sudah dekat.

Pada pesan hari ini, kita akan membahas hal ‘redemption (penebusan, penyelamatan)’. Apa maknanya penebusan? Jika waktunya masih cukup, kita akan singgung sedikit mengenai isi ayat 34-36 yang berbunyi sebagai berikut:

Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. Sebab ia akan menimpa semua penduduk bumi ini. Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.


Redemption (penebusan, penyelamatan) dimaknai sebagai keselamatan

Apakah makna dari kata redemption ini? Yesus berkata, “Apabila semuanya itu terjadi – makna dari hal-hal yang akan terjadi itu sudah kita pelajari – yakni kebingungan di kalangan umat manusia, semakin meningkatnya kejahatan, perang antar bangsa-bangsa, istilah deru gelombang laut melambangkan kegelisahan bangsa-bangsa yang sedang bergolak, dan juga peristiwa-peristiwa di langit –  Apabila kamu melihat semuanya ini, maka kamu tahu bahwa kedatanganku sudah dekat. Oleh karenanya, angkatlah kepalamu sementara seisi dunia sedang ketakutan dan gemetar – jadi harapan kita justru bangkit di sini. Angkatlah kepalamu sebab penyelamatanmu (your redemption) sudah dekat.”

Apakah makna dari redemption ini? Kata ‘redemption’ ini memiliki makna yang sama dengan keselamatan. Sebagai contoh, Anda bisa temukan cara pemaknaan itu di Lukas 1:68, 71 dan 73 yang berbicara tentang keselamatan.


Redemption’ pada zaman dahulu berarti pembebasan budak dari ikatan perbudakannya

Apakah makna ‘redemption’ itu? Pada dasarnya, kata ‘redemption’ ini – sebagaimana cara pemakaiannya pada zaman dahulu –  berarti pembebasan seorang budak dari ikatan perbudakannya. Ongkos dari ‘redemption’ itu disebut tebusan. Anda harus membayar tebusan untuk membebaskan seorang budak dari ikatan perbudakannya. Demikianlah, jika budak itu terikat pada seorang majikan, maka Anda harus membayar tebusan itu kepada majikannya, dan selanjutnya budak itu akan dibebaskan dari majikannya. Dia akan menjadi milik dari orang yang menebusnya. Ada banyak orang, yang baik hati dan tidak tega melihat penderitaan para budak ini, seringkali menebus seorang budak dan membebaskannya jika budak itu ingin bebas. Kadang kala, mungkin karena rasa terima kasihnya, si budak justru tidak menginginkan kemerdekaan itu. Oleh karena rasa terima kasihnya, dia mungkin akan berkata, “Biarlah aku melayanimu. Aku ingin tetap bersamamu. Aku ingin melayanimu, kalau engkau mau menerimanya.” Dan dalam kasus-kasus semacam ini, seringkali, majikan yang baru itu, yakni orang yang telah menebus si budak, selanjutnya akan memperlakukan budak tersebut seperti anggota keluarganya sendiri. Dia tidak memperlakukan orang tersebut sebagai budak akan tetapi menjadikannya anak angkat.


Makna ‘redemption’: Allah telah membebaskan kita dari perbudakan dosa

Pokok ini sangatlah penting di dalam Kitab Suci karena Allah telah membebaskan kita dari belenggu dosa. Dia membeli kita dengan suatu harga, yaitu darah Yesus. Dia menjadikan kita sebagai milikNya. Dia telah membebaskan kita dari belenggu dosa dan, kemudian, bukannya memperlakukan kita sebagai budak-budakNya, Dia memperlakukan kita sebagai anak-anakNya. Sungguh suatu gambaran yang sangat indah. Paulus mengaitkan hal penebusan dengan pengangkatan sebagai anak-anak ini, dan kita akan segera melihatnya sesaat lagi.

Mereka telah ditebus akan memiliki rasa terima kasih dan pengabdian yang sangat mendalam kepada Dia yang telah memerdekakan mereka

Jika kita memang benar-benar telah ditebus, maka akan ada rasa terima kasih yang sangat mendalam, rasa bahwa kita telah menerima suatu kebaikan yang sangat luar biasa karena telah dibebaskan dari majikan yang sangat menindas kita itu. Dosa adalah majikan yang sangat berat untuk dilayani. Anda akan dibuat kesepian. Anda akan dibuat terikat. Anda akan dibuat tidak memiliki arah dan tujuan di dalam hidup ini. Anda akan mengalami kekosongan yang tidak akan pernah bisa terisi. Kita semua pernah menjadi orang non-Kristen di dalam hidup kita, tak seorang pun dari kita yang dilahirkan sebagai seorang Kristen. Kita semua dilahirkan sebagai non-Kristen. Kita semua tahu bagaimana rasanya hidup sebagai seorang non-Kristen. Kita tahu seperti apa kehidupan yang kita jalani sebelumnya dan tahu apa yang  akan terjadi pada diri kita nantinya jika kita terus melanjutkan keadaan seperti itu.


Masa lalu saya sebagai seorang non-Kristen dan dampak dari penebusan saya

Saat saya merenungkan tentang diri saya sendiri, kalau bukan oleh karena kasih karunia Allah, saya akan menjadi orang seperti apa? Mungkin terlihat bermoral dan seperti orang baik-baik dari luarnya, namun di dalam terdapat keserakahan dan keegoisan. Dan hal ini sangat mengerikan bagi saya karena saya dulu sangat rapi menyembunyikan hal-hal tersebut dan tidak akan membiarkannya terlihat menyolok. Ambisi dan keegoisan saya sangatlah kuat. Namun waktu saya belum menjadi Kristen, saya sangat mampu menyembunyikan niat saya yang sesungguhnya. Dan ini adalah hal yang paling berbahaya. Orang yang paling berbahaya adalah orang yang tampaknya bermoral, terlihat tidak egois karena mereka begitu cerdik dan terampil dalam menyembunyikan niat mereka yang sesungguhnya. Jika saya renungkan kembali hal-hal tersebut, saya merasa sangat ngeri. Dulu saya jalani hidup ini sebagai orang yang bertindak sendirian. Saya tidak begitu membutuhkan teman.

Namun Tuhan berniat mengubah saya. Dia berniat mengubah seluruh arah dan tujuan hidup saya untuk bisa benar-benar gemar menjangkau orang lain, kasih tidak mengeksploitasi melainkan melayani. Itulah hal yang disebutkan oleh Paulus sebagai “pembaruan akal budi”. Pembaruan akal budi ini adalah perubahan arah yang utuh. Dan saya mendapati bahwa memang hal ini yang terjadi. Jika saya merenungkan ulang mengenai masa hidup saya sebagai seorang non-Kristen, pada masa puncak keegoisan serta hidup demi kepentingan pribadi, tak terlintas di benak saya saya suatu hari nanti saya akan bisa mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, pikiran dan kekuatan saya. Jika pada waktu itu ada orang yang menganjurkan saya akan hal tersebut, maka saya akan memandang orang itu gila. Saya bahkan bukan orang yang religius pada saat itu. Saya tidak peduli dengan agama, juga kepada gereja. Namun apa yang telah dikerjakan oleh Allah pada diri saya?

Sebagaimana yang Anda ketahui saya punya ambisi militer. Saya ingin menjadi seorang jendral besar. Saya ingin menjadi orang yang memimpin pasukan saya ke medan perang. Tokoh-tokoh pujaan saya adalah Napolen, Julius Caesar, Zhu Ge Liang, orang-orang semacam itu. Satu-satunya masalah yang ada pada diri Zhu Ge Liang (Tiga Kerajaan) adalah bahwa dia terlalu tinggi menilai dirinya sendiri. Saya berpikir, “Ini tidak bagus. Yang terbaik adalah menjadi Zhu Ge Liang dan Liu Bei sekaligus.” Orang semacam Zhu Ge Liang ini tidak akan pernah mau mengaku [kebesaran] Allah. “Aku selalu yang nomor satu. Mana mungkin aku akan menjadikan Allah sebagai Yang Nomor Satu?”

Hari ini, apa yang telah Allah kerjakan pada diri saya? Saya sangat bahagia tidak menjadi siapa-siapa. Saya tidak menginginkan kedudukan; tidak menghendaki jabatan apapun. Biarlah saya boleh terus melayani dan mengasihi, dan hanya mengasihi Tuhan saja. Itulah yang disebut penebusan, atau lebih tepatnya hasil dari penebusan.


Ditebus berarti dibebaskan dari keegoisan, dibebaskan dari ambisi yang meletihkan

Ditebus berarti dibebaskan dari keegoisan, dibebaskan dari ambisi-ambisi yang meletihkan. Perlu saya sampaikan bahwa ambisi-ambisi tersebut sangatlah meletihkan. Sebagaimana yang pernah saya sampaikan, setiap pagi saya bangun tidur dan mulai mengangankan tentang bala tentara saya, tentang angkatan udara saya yang terbang melintas di udara, tentang tank-tank saya yang melaju di medan tempur, tentang ahli-ahli strategi perang saya yang sedang merundingkan rencana serangan berikutnya. Saya ingin yang terbaik. Dan untuk mencapai hal-hal itu, saya bahkan merancang senjata, peralatan transportasi dan tank-tank. Saya ingin rancangan yang berkemampuan lebih. Bahkan para serdadu saya harus dilengkapi dengan senjata dan pakaian pelindung khusus karena saya tidak mau kehilangan satu pun dari antara mereka. Demikianlah, saya begitu terpaku pada ambisi saya.

Cukup mengherankan, banyak dari persenjataan yang saya rancang dahulu, sekarang ini sudah menjadi kenyataan. Seringkali, saat saya membaca majalah-majalah ilmiah, saya tercengang, “Apa? Senjata dan peralatan transpor yang baru ini memiliki kemampuan yang mirip dengan yang pernah saya rancang dulu. Sekarang ini, rancangan tank sangat mirip dengan apa yang pernah saya rancang dulu – sederhana, berkecepatan tinggi dengan peluru berdaya ledak besar dan sebagainya.

Saya mengambil langkah berjaga-jaga ketika menjadi Kristen dengan cara menghancurkan semua rancangan saya. Saya berpaling dari semua hal itu.  Saya meninggalkan semua itu. Tak ada lagi yang tersisa pada diri saya, sama seperti seorang bayi. Dan saya bahagia menjadi seorang anak kecil yang tidak memiliki apa-apa. ‘Bala tentara’ saya telah lenyap. Ambisi-ambisi saya untuk mengejar dunia telah lenyap, dan tiba-tiba saja Allah benar-benar menjadi Allah saya. Dia telah membebaskan saya.

Pada masa itu, saat masih dipenuhi oleh ambisi militer dan rancangan-rancangan penaklukan dunia, saya mengalami kekosongan di dalam hati saya. Saya membatin, “Sekalipun aku berhasil nanti, apa yang akan kudapatkan dari semua ini? Apa yang bisa diraih dari semua ini?” Lihat saja Aleksander Agung, pada usia 33 tahun, dia telah menaklukkan dunia di bawah kakinya. Bala tentaranya telah menaklukkan segala sesuatu. Manusia malang ini mati oleh penyakit. Hampa. Saya tak pernah lupa akan pelajaran ini. Dan semua impiannya akan kejayaan kekaisaran Helenistik, untuk menyatukan segala sesuatu di bawah kekuasaan Yunani hancur berantakan! Para jenderalnya sudah saling berperang dan memecah kerajaannya menjadi empat tidak lama setelah kematiannya. Impiannya akan suatu kerajaan yang bersatu tidak bertahan lama, semuanya hancur hanya beberapa tahun saja setelah kematiannya. Saya membatin, “Apa yang telah dia capai? Untuk apa semua perjuangan itu? Tak ada hal yang kekal di dunia ini.”

Lihat saja China. Mao Ze Dong dengan revolusinya, dengan long march-nya yang sejauh 25.000 mil itu. Saya membatin, “Mereka mati untuk apa? Apa yang akan mereka capai?” Sekarang ini, bahkan Mao sendiri telah disingkirkan. Sekarang urusannya sudah berbeda. Tampaknya perkembangan situasi selalu saja tidak bisa diduga. Namun bagaimana dengan tujuan dan impiannya? Untuk apa jutaan orang mati mengorbankan diri? Hanya untuk ini? Untuk inikah mereka semua mengorbankan dirinya? Biarlah mereka bertanya pada diri mereka sendiri apakah layak mengorbankan nyawa untuk hal tersebut. Saya rasa tidak.

Saya pikir, tak ada hal di dunia ini yang layak untuk menerima pengorbanan nyawa. Saya hanya mau mengorbankan nyawa buat Tuhan. Dan inilah makna dari penebusan, yakni bahwa Anda mengasihi Tuhan, Allah Anda, dengan segenap hati dan pikiran dan kekuatan Anda. Hal ini ada di dalam Perjanjian Lama, pengabdian yang baru yang datang dengan adanya penebusan, dan kata-kata ini disampaikan kepada umat Israel ketika mereka ditebus keluar dari Mesir.


Hal pertama yang dijamah oleh Allah adalah hati kita

“Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat…”

Sebuah hati yang hidup, yang peka kepada Allah.

Di Markus 12:29-31, hal yang disebutkan bukan sekadar masalah komitmen total saja. Ayat-ayat itu berhubungan dengan suatu perkembangan, terdapat suatu perkembangan dari hati ke jiwa, pikiran dan kekuatan. Keempat unsur itu disampaikan dalam suatu urutan yang mencakup keseluruhan dari diri seseorang. Hati mencakup keseluruhan dari diri manusia, jiwa dan pikiran dan kekuatan juga mencakup keseluruhan dari diri seseorang – akan tetapi hati, jiwa, pikiran dan kekuatan itu menunjukkan aspek-aspek yang berbeda.

Sekarang Anda bisa melihat bagaimana penebusan itu terjadi. Saat Allah mulai bekerja, hal pertama yang Dia jamah adalah hati kita, bukankah demikian? Dia berbicara kepada hati kita. Sesuatu terjadi di dalam hati kita. Kata ‘hati’ di dalam Kitab Suci berkenaan dengan keseluruhan diri seseorang, akan tetapi kata itu secara khusus mengacu pada bagian dari diri kita yang berkenaan dengan perasaan. Perasaan adalah hal yang sangat penting dalam diri seseorang.

Oleh karenanya, saya tidak pernah berani bermain-main dengan perasaan seseorang. Setiap kali saya berkhotbah, saya tidak akan berusaha membangkitkan perasaan mereka, sebab jika saya melakukan hal itu, maka berarti sayalah yang telah menggugah hati mereka dan bukannya Allah. Seharusnya Allah yang sedang berkarya. Jika Allah yang berkarya, maka hasilnya akan bertahan. Kita semua yang telah berkecimpung di dalam pelayanan pengabaran cukup mengenali teknik-teknik berkomunikasi, akan tetapi kita harus menahan diri kita dan tidak memakai teknik-teknik untuk menggerakkan perasaan orang. Biarlah Allah yang bekerja di dalam hati orang karena kalau kita yang melakukannya, maka kita akan merusak tujuan kita sendiri. Yang menjadi tujuan kita adalah agar orang lain bisa mengenal Allah dan tinggal di dalam Dia.

Itulah sebabnya jika saya sedang menginjil atau berkhotbah, saya tidak mau memakai musik-musik yang menggugah perasaan, saya tidak mau memakai tata lampu, saya bahkan tidak mau ada paduan suara. Tidak pakai apa-apa. Kita akan langsung masuk ke dalam Firman Allah. Dan kadang kala, saya begitu mementingkan hal ini sehingga saya sampai masuk ke titik ekstrim, nyaris berbicara tanpa banyak ekspresi karena jika Allah yang berkarya, maka Anda tidak membutuhkan semua hal tersebut.

John Wesley biasanya membacakan saja isi khotbahnya, namun sebelum dia selesai berkhotbah, orang-orang sudah jatuh berlutut, di hadapan Tuhan, dan menangis. Mungkin Anda berpikir, “Bagaimana orang ini bisa menyentuh hati orang-orang tersebut sedangkan dia hanya membacakan saja isi khotbahnya?” Mustahil, namun begitulah jika Allah yang berkarya! Sangatlah penting untuk bisa memahami hal ini.

Jadi, hal pokok yang perlu diperhatikan adalah urutannya: yakni urut-urutan ketika Allah memulai karya penebusanNya. Anda mendapati bahwa berulang kali disebutkan di dalam Alkitab, “Aku (Allah) akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat,” – hati yang hidup bagi Allah, peka terhadap Dia. Hal pertama yang Dia jamah di dalam kehidupan Anda adalah hati Anda, itulah yang terjadi jika Allah yang berkarya.

Ini juga merupakan alasan bahwa jika saya berbicara dengan seorang non-Kristen, tujuan saya bukanlah untuk mengalahkannya lewat perdebatan intelektual. Mengawali langkah dengan menaklukkan akal pikiran seseorang berarti mengacaubalaukan urutan karya penebusan ini. Jika Anda mengalahkan seseorang secara intelektual, maka orang itu akan merasa dipermalukan. Jika Anda mengalahkan orang tersebut secara intelektual, maka dia hanya akan menjadi seorang Kristen intelektual saja. Ini bukan hal yang baik. Kita tidak menginginkan hal yang seperti itu. Kita ingin agar Allah yang bekerja di dalam hatinya; menjamah dia di bagian yang penting, pada kedalaman hatinya, karena hati kita berada di tempat yang paling dalam pada diri kita. Saat saya melihat Allah berbicara kepada seseorang, saya menyaksikan sukacita. Mengapa kita menangis? Karena Allah telah menjamah hati kita.


Allah harus bekerja di dalam hati kita

Apakah Anda memperhatikan betapa kuat kecenderungan kita untuk melawan hal tersebut? Kita selalu berusaha untuk mengeraskan hati. Umpamanya, kita tidak mau menangis. Kita berusaha menahan air mata.

Secara alami, hati kita terbilang cukup keras, dan ini termasuk diri saya juga. Saya adalah orang yang sangat keras, dan kadang kala saya sendiri sangat tertekan oleh keadaan saya yang sangat tidak berperasaan ini. Bagi Anda yang memiliki ambisi kemiliteran yang besar, tentunya sadar bahwa hal pertama yang perlu dicapai sebagai tokoh militer adalah menjadi orang yang tidak berperasaan, menjadi orang yang keras. Jika saya mengenang kembali masa lalu itu, saya sangat menyesali tahun-tahun di mana saya melatih diri saya untuk menjadi keras. Tahukah Anda sampai sejauh mana saya melatih diri saya untuk menjadi keras? Saya sering pergi ke konsulat Inggris di Shanghai untuk secara khusus menonton film-film tentang operasi/pembedahan. Untuk melihat daging yang dipotong dan darah yang menyembur ke mana-mana. Karena saya mudah merasa mual dan ngeri akan hal-hal semacam ini, maka saya membatin, “Baik, karena aku akan menjadi orang militer, aku akan duduk di sana dan menonton film tentang pembedahan ini tanpa gangguan perasaan.” Saya menonton orang-orang yang sedang dipotong, digergaji, dan saya menonton semua ini sambil memaksa diri saya sendiri sampai akhirnya perasaan saya tidak tergugah lagi, tidak bereaksi lagi terhadap semua itu. Banyak dari Anda yang tahu bahwa sebagian besar orang yang menonton film dokumenter yang demikian biasanya jatuh pingsan!

Demikianlah, dengan latihan semacam ini, urusannya menjadi semakin berat saja bagi Allah. Ketika Allah bekerja di dalam hati saya, saya justru berkata, “Ah! Terlalu mengikuti emosi!” Jadi, saya justru lebih mengeraskan lagi hati saya. Tidak berperasaan. Saat saya melihat orang-orang menangis, “Oh! Orang-orang yang terlalu sentimentil!” Saya tidak tahu bagaimana Allah akan bekerja di dalam hati saya? Saat peristiwa kebangkitan raya di London, saya melihat bagaimana jemaat menangis dan meratap saat mengungkapkan dosa-dosa mereka – enam puluh orang di dalam ruangan, menangis dan terisak, namun saya satu-satunya orang yang perasaannya tidak tergugah sama sekali adalah saya. Tidak tergugah. Orang bertubuh besar di sebelah saya telah membasahi buku pujian saya dengan air matanya, dan saat itu saya membatin, “Mengapa dia tidak bisa menahan dirinya? Buat apa dia membasahi buku pujian saya dengan air mata?” Saat itu saya benar-benar tidak tergugah. Sungguh mengerikan. Lalu bagaimana Allah akan bekerja di dalam hati saya?

Saya membaca di dalam Injil betapa Yesus menangis. Dia benar-benar mengecewakan saya. “Seharusnya engkau tidak menangis. Seharusnya engkau menjadi seorang lelaki sejati.” Saya beranggapan bahwa seorang laki-laki tidak boleh menangis. Namun Paulus berkata, “Aku menangis.” Ternyata dia juga seorang yang lemah.

Saya lalu mulai menyadari bahwa yang bodoh itu sesungguhnya saya sendiri. Sayalah orang yang bodoh itu. Allah tidak bisa berbicara di dalam hati saya. Saya harus belajar menangis. Saya harus belajar berkata, “Tuhan, aku bersedia belajar hal ini. Hatiku terlalu keras. Bagaimana mungkin Engkau bisa membangkitkan semangatku kalau hatiku sedingin ini?” Jadi, karya yang pertama dari Allah adalah menjamah hati kita. Dan sekarang ini, saya belajar untuk bersyukur akan hal tersebut. Saya akui bahwa saya masih cenderung menolak, akan tetapi saya belajar untuk bersyukur akan hal tersebut.


Allah bekerja di dalam jiwa kita: segenap kepribadian dan hidup kita terkena dampaknya

Lalu apa selanjutnya? Jika kita berhenti dengan hati saja, maka hal itu sudah merupakan suatu kesalahan. Kita tidak boleh berhenti di sana. Dari hati, Allah melanjutkan ke seluruh kepribadian kita. Jiwa menurut Alkitab adalah segenap kepribadian kita, karakter kita. Segenap hidup kita. Segenap keberadaan seseorang disebut jiwa. Di dalam kitab Kejadian, kita membaca bahwa ketika Allah menciptakan Adam, dia disebut sebagai makhluk hidup (living soul), maksud dari ungkapan tersebut adalah bahwa Adam adalah makhluk yang memiliki kepribadian. Demikianlah, mula-mula pekerjaan itu dilakukan di dalam hati, dan jika kita berhenti di sana, maka peristiwa itu hanya akan menjadi semacam kilasan perasaan saja. Jika kita menghentikan Allah di titik itu dan berkata, “Aku sudah puas, ya Allah. Tidak perlu dilanjutkan lagi.” Maka kita akan membuat suatu kesalahan karena Allah bekerja dari hati lalu ke jiwa. Segenap kepribadian, segenap hidup kita terpengaruh.

Kita perlu bersyukur kepada Allah karena hanya dengan demikian kita bisa mulai melihat perubahan. Seringkali, saat seseorang datang kepada Tuhan, segenap ekspresinya mengalami perubahan. Sungguh sangat menarik. Saya sering menyaksikan orang yang telah datang kepada Tuhan, dan entah bagaimana, mereka terlihat lebih menawan. Saya sering berkata, “Apakah ini hanya khayalan saya saja atau orang ini memang telah menjadi lebih rupawan oleh sesuatu sebab?” Memang demikian, ada sesuatu yang telah berubah. Entah karena apa, kecantikan batin mereka mulai memancar keluar. Sungguh luar biasa, karena Anda bisa mulai melihat bahwa dari hatinya, karya Allah itu telah mencapai jiwanya. Karya itu mulai menampakkan wujudnya. Anda tidak bisa menyembunyikannya, hasil karya itu pasti akan muncul jika memang telah ada hasilnya.


Penebusan Allah juga harus berdampak pada pikiran kita

Namun hal yang ketiga juga sangatlah penting bagi kita: karya itu juga harus berdampak pada pikiran kita.

“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.”

Apakah artinya? Kata akal budi di dalam bahasa Yunani adalah dianoia. Kata dianoia ini memiliki tiga aspek, tiga arti, dan semua arti tersebut sangatlah penting bagi kita.


(a) Kecerdasan – kecerdasan dipakai untuk menganalisa, akan tetapi kecerdasan (tanpa Allah) tidak akan bisa memahami hal yang rohani

Arti yang pertama adalah bahwa karya penebusan itu mempengaruhi pemahaman saya, kecerdasan dan pandangan saya. Jika Anda ingin maju di dalam kehidupan Kristen, hal ini tidak boleh menjadi sekadar karya Allah di dalam hati Anda. Anda tahu bahwa Allah telah mengerjakan sesuatu di dalam hati Anda. Dan karya tersebut bukan sekadar harus tercermin keluar dalam bentuk watak yang baru melainkan juga harus mempengaruhi akal budi kita.

Ini berarti bahwa ketika karya itu mempengaruhi pemahaman dan kecerdasan saya – dan memang sangatlah penting untuk menjalankan hal ini – tanyakanlah, “Apa arti semua ini? Apa yang sedang terjadi?” Orang yang memakai akal budinya tidak sekadar menjadikan karya tersebut sebagai sebuah pengalaman saja. Dia juga akan mengambil jarak sesaat dan menganalisa pengalamannya. Dia mempertanyakan, “Apa yang sedang terjadi?” Menjadi seorang Kristen bukan berarti mengabaikan pikiran. Itu adalah pandangan yang sangat keliru. Akal budi terlibat sepenuhnya di dalam karya penebusan ini. Kita harus mempunyai kebiasaan berpikir, mencari penjelasan dan menganalisa. Mempertanyakan apa artinya semua ini?

Kita bahkan harus membiarkan pikiran kita memeriksa isi pikiran itu sendiri; menguji dirinya sendiri. Cermati apa yang sedang kita perbuat. Ini adalah hal yang sangat penting bagi kita. Kita perlu mencermati apa yang sedang Allah perbuat di tengah-tengah kita dan bagaimana kita akan mengkonsolidasikan hal-hal yang telah kita alami.


Pikiran harus berfungsi secara rohani

Sangatlah penting untuk berfungsi secara rohani lewat akal budi kita. Jangan hanya berfungsi secara akademik saja, karena jika kita sekadar berfungsi secara akademik, seringkali kita akan berfungsi secara duniawi. Dan jika kita melakukan hal tersebut, berarti kita telah kalah secara rohani. Akal budi hanyalah alat dan jika kita membiarkan budak itu menjadi majikan, maka kita akan menghadapi masalah besar. Sangatlah penting untuk memahami hal ini. Kita harus memastikan bahwa benak kita mengasihi Allah sepenuhnya jika kita ingin akal budi kita berfungsi secara rohani.

Kecerdasan – alat – yang telah Allah berikan kepada kita, seringkali justru menjadi majikan kita dan kita mengira bahwa alat ini akan menentukan segala sesuatunya. Ingatlah bahwa akal budi ini hanya sekadar alat untuk menganalisa saja. Sama seperti mata yang hanya untuk melihat saja agar bisa memahami sesuatu hal lebih jelas lagi. Namun jangan berpikir bahwa karena mata Anda tidak bisa melihat sesuatu hal, maka hal tersebut tidak ada. Cara ini hanya akan membodohi diri kita sendiri.

Ada tiga hal yang muncul sehubungan dengan kata ‘akal budi’ di dalam pemaknaannya di dalam Kitab Suci. Yang pertama berkaitan dengan kecerdasan kita, pengertian atau persepsi rohani. Seorang non-Kristen bisa saja sangat cerdas, sangat cerdik akan tetapi sangat buta. Dia tidak bisa memahami hal-hal yang rohani. Akal budinya, entah mengapa, tidak berfungsi di tingkat rohani dan ini adalah suatu bencana. Jika Anda berbicara dengannya tentang hal-hal seperti fisika, dia bisa mengerti fisika. Jika Anda berbicara tentang hal kimia, dia bisa mengerti kimia. Dalam hal matematika, dia juga bisa mengerti matematika. Namun, jika Anda berbicara tentang hal rohani – kosong! Pembicaraan terputus! Pikirannya serasa kosong. Itulah hal yang disebutkan dalam Kitab Suci. Akal budi tanpa Allah itu buta. Tak heran ketika kita datang kepada Tuhan, pikiran kita segera saja dibebaskan juga. Pikiran ini seperti terbuka tirainya. Tiba-tiba saja kita bisa memahami hal-hal yang tidak pernah terlihat oleh kita sebelumnya. Pikiran kita memasuki suatu dimensi pemahaman yang baru.

Ini adalah hal yang sangat penting. Itulah sebabnya mengapa kita tidak mau berusaha meyakinkan seorang non-Kristen secara intelektual karena dia tidak akan bisa memahaminya. Sama saja seperti berusaha meyakinkan seorang buta bahwa ada warna yang disebut merah. Dia akan berkata, “Omong kosong! Aku tidak melihat ada warna merah!” Bagaimana Anda akan meyakinkan dia bahwa warna merah itu memang ada? Tidak ada warna merah. Anda bisa saja berkata, “Kau tahu, ada banyak penjelasannya. Ada susunan kimia yang membentuknya.” Anda boleh saja berbicara sampai lidah Anda kering akan tetapi dia tetap saja tidak mengerti apa itu warna merah. Namun jika matanya terbuka, dia bisa melihat warna merah. Anda tidak perlu membuang waktu seharian berusaha meyakinkan dia akan adanya warna merah. Ini hal yang sangat penting. Ada satu aspek dalam kehidupan yang membuat kecerdasan tanpa Allah suatu kebutaan.


Mulai menjangkau orang dari hati, lalu ke jiwa dan kemudian akal budi

Itulah sebabnya mengapa kita harus memahami lagi urutannya: dari hati lalu ke jiwa dan kemudian ke akal budi. Banyak penginjil zaman sekarang, atau kita sebut saja para apologis, yaitu, orang-orang yang berusaha membuktikan iman Kristen dengan memakai akal budi, melakukan kesalahan. Usaha mereka itu sama seperti usaha meyakinkan seorang buta untuk mempercayai sesuatu hal. Akan tetapi si buta ini tidak bisa melihatnya. Bagi dia hal itu tidak ada atau tidak nyata. Namun jika Allah bekerja di dalam hati Anda, lalu masuk ke jiwa Anda dan akhirnya menjangkau akal budi Anda, maka Anda akan kagum! Anda bisa memahami hal-hal yang tidak Anda pahami sebelumnya. Inilah sebabnya mengapa Kitab Suci menyebutkan kesejajaran tersebut, lewat ungkapan ‘tadinya aku buta namun sekarang aku bisa melihat’.

Jika saya mengenang kembali akan masa lalu saya, sekarang saya menyadarinya. Saya dulu sering berdebat dengan orang-orang Kristen, dan sejujurnya, saya biasanya membantai orang-orang Kristen dalam perdebatan tersebut karena kebanyakan orang Kristen tidak cukup menguasai hal perdebatan. Dan karena saya sangat terlatih dalam hal ini, maka saya tahu bagaimana cara mematahkan pandangan mereka. Akan tetapi ternyata sayalah yang bodoh. Saya memang bisa mengalahkan mereka dalam perdebatan. Mereka tidak bisa menjelaskan isi keyakinan mereka kepada saya. Seorang buta bisa saja mengalahkan saya dalam perdebatan, cukup dengan berkata, “Tidak ada warna yang disebut merah. Kamu tidak akan bisa membuktikan keberadaan warna merah kepadaku.” Nah, dia memang benar. Saya memang tidak mungkin bisa membuktikan keberadaan warna merah kepadanya karena dia memang buta. Dia kekurangan satu indera. Apa gunanya berusaha membuktikan sesuatu hal kepada dia?

Itulah sebabnya mengapa saya seringkali berkata bahwa kita harus membiarkan Allah yang bekerja di dalam hati seseorang. Itulah sebabnya mengapa saya berulangkali berkata bahwa Anda harus bertemu dengan Allah. Jika Anda tidak bertemu dengan Allah, maka semua isi pembicaraan saya ini hanya merupakan pemborosan waktu bagi Anda. Kita tidak akan mencapai apa-apa. Namun jika Anda datang kepada Allah, maka Anda akan mulai melihat. Saya sebutkan ‘mulai melihat’ karena pada awalnya hal yang Anda lihat itu masih agak kabur, masih belum jelas. Sama seperti ketika lampu yang mendadak dinyalakan di dalam ruangan yang gelap, Anda tahu akan adanya cahaya akan tetapi Anda belum bisa segera membuka mata Anda karena silau. Cahaya itu menyilaukan mata Anda. Namun secara perlahan-lahan, mata Anda mulai menyesuaikan diri dan benda-benda di sekitar Anda mulai terlihat bentuknya. Hal-hal yang tadinya tidak Anda lihat sekarang mulai menjadi jelas. Jadi, makna akal budi yang pertama itu berkenaan dengan kecerdasan.


(b) Pola atau cara pandang yang khusus

Makna yang kedua berkenaan dengan cara berpikir atau yang lebih sering kita sebut sebagai sikap (attitude). Kita mengasihi Allah, dan itu berarti bahwa hal tersebut sudah menjadi sikap dari pikiran kita (our dispositon). Akal budi ini sekarang mulai bisa melihat secara rohani hal-hal yang tadinya tak terlihat oleh kita. Selanjutnya, hal-hal tersebut menjadi suatu cara pandang. Anda akan lihat betapa seorang manusia yang rohani berpikir dengan cara tertentu. Dan jika Anda bercakap-cakap dengan dia, Anda akan tahu bahwa dia memiliki suatu cara berpikir yang khusus. Dan cara berpikir itu menjadi bagian dari dirinya.


(c) Tujuan atau rencana – akal budi memutuskan dan merencanakan

Hal ketiga yang berkenaan dengan makna dasar akal budi adalah tujuan atau rencana. Artinya, akal budi selalu mewujudkan dirinya melalui tujuan atau rencana.

Saat Anda datang kepada Tuhan, saat Anda telah ditebus, Anda mulai menjalani hidup Anda dalam suatu rencana yang baru, arah dan tujuan yang baru. Dan inilah yang saya maksudkan dengan konsolidasi. Contohnya  Anda telah melihat bagaimana gereja itu seharusnya dan bisa seperti apa gereja nantinya. Gereja seharusnya menjadi seperti yang diajarkan di dalam Kitab Suci. Oleh karena itu, kita membuat suatu rencana dengan kasih karunia Allah, supaya kasih dan rencana Allah ini bisa digenapi di dalam gereja.

“Aku akan memulai dengan kehidupanku. Aku akan menyusun rencana yang mula-mula kuterapkan dalam kehidupanku sendiri, kemudian di dalam kelompok pendalaman Alkitab atau di kelompok pemuridan, kemudian diterapkan ke segenap jemaat, untuk menjadikan hal tersebut sebagai pengalaman sehari-hari.” Itulah yang disebut sebagai konsolidasi. Dengan tenang dan teguh, kita mulai mengkonsolidasi keberadaan rohani kita supaya ketika musuh menyerang balik, hal yang pasti dilakukan, maka kita tidak akan sekadar bisa bertahan melainkan – sesudah bertahan – kita bisa melangkah maju. Ini adalah hal yang sangat penting untuk kita pahami.

Itulah sebabnya mengapa Paulus menjadi seorang raksasa rohani, dan saat ini saya sedang berusaha membagikan kepada Anda rahasia untuk menjadi raksasa rohani. Yakni, dengan membiarkan Allah bekerja penuh di dalam hati Anda. Lalu, biarkanlah Dia bekerja ke dalam jiwa, ke dalam segenap hidup Anda, mempengaruhi karakter Anda dan selanjutnya ke dalam akal budi Anda, menempatkan pikiran Anda – yaitu alat kerja Anda – sepenuhnya melayani kebenaran dan kebajikan, memiliki kemampuan untuk memahami persoalan sehingga mampu mengkonsolidasi posisi Anda.

Mengapa saya mengatakan bahwa ini adalah rahasia Paulus? Karena itulah hal yang setiap saat dia kerjakan. Paulus bukanlah orang yang bekerja mengikuti perasaan saja. Paulus adalah orang yang pengetahuannya sangat mendalam karena akal budinya berfungsi secara rohani, sangat terang dan efektif, sistematis dan teratur, memiliki arah dan tujuan. Itulah sebabnya mengapa dia berkata di 1 Korintus 14:14-15 dia melihat bahwa begitu banyak orang Kristen yang selalu bekerja hanya di tingkat hati dan jiwa, atau ‘mengikuti semangat’ saja. Paulus berkata bahwa menjalankan fungsi di level hati dan jiwa memang sangat baik, namun sangatlah penting bagi Anda untuk membiarkan pikiran rohani Anda menjadi aktif di dalam pekerjaan Allah.

Itulah hal yang dia sampaikan di 1 Korintus: Sebab jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku tidak turut berdoa. (Menurut dia, hal ini jelas tidak memuaskan. Dia ingin agar akal budinya turut berbuah juga) Jadi, apakah yang harus kubuat? Aku akan berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku.

Inilah rahasia dari para manusia Allah yang besar. Di titik inilah letak kedalaman mereka; letak jangkar mereka; arah dan tujuan mereka. Dan inilah hal yang perlu kita pahami dengan jelas untuk bisa melangkah maju, berawal dari pengalaman, lalu dilanjutkan dengan suatu rencana dan tujuan di dalam kehidupan rohani. Dan mengkonsolidasikan hal-hal yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada kita supaya nantinya kita bisa melangkah lebih jauh lagi.

Demikianlah hal yang disampaikan oleh Paulus kepada jemaat di Korintus di 1 Korintus 1:10, bahwa bukan hanya sebagian dari kita saja yang perlu memakai akal budi kita akan tetapi kita semua harus bersatu di dalam pikiran yang sama. Sangatlah penting bagi seorang Kristen untuk bersatu dalam pikiran yang sama, bersatu bukan sekadar dalam kasih yang sama melainkan juga dalam pikiran yang sama. Jika tidak, akan muncul bahaya besar yaitu perpecahan. Masalah yang muncul di kalangan umat Tuhan terjadi karena adanya sebagian dari umat itu yang tidak bisa melihat hal-hal tersebut. Mereka telah mengalaminya akan tetapi tidak bisa memahaminya secara mendalam. Oleh karenanya, mereka tidak bisa bersatu di dalam pikiran yang sama. Di dalam hal ini, kita harus melangkah maju bersama-sama dengan kasih yang sama, pengalaman bersama untuk mencapai satu pikiran supaya kita bisa memenangkan peperangan ini bersama-sama.

Kita tidak ada waktu untuk membahas ayat-ayat berikutnya lagi. Sisa ayat di Lukas pasal 21 ini berbicara tentang hal berjaga-jaga dan berdoa, dan kita akan membahasnya pada kesempatan yang akan datang. “Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.”

Apa yang salah dengan pesta pora dan kemabukan? Kedua hal itulah yang akan membuat pikiran Anda menjadi kabur. Pernahkah Anda mabuk? Saya harap tidak. Akan tetapi jika Anda minum alkohol terlalu banyak, Anda akan merasakan bahwa pikiran Anda menjadi kabur, tidak bisa berpikir jernih lagi. Dan Tuhan tidak menghendaki hal itu. Dia ingin agar pikiran Anda sejernih kristal. Oleh karena itu Dia berkata, “Jangan sampai kerohanianmu mabuk. Berjaga-jagalah! Waspadalah!” Karena kita perlu untuk berkonsolidasi; kita harus melangkah maju.


Akhirnya, karya penebusan Allah itu harus mempengaruhi seluruh kekuatan kita

Demikianlah, tanpa ada yang ditahan-tahan, kita kerahkan segenap tenaga dan kekuatan kita untuk membangun Kerajaan Allah, untuk mengasihi Dia dan mengasihi sesama manusia tanpa menahan-nahan apapun sehingga seluruh rencana kekal-Nya bisa digenapi di dalam diri kita.

 

Berikan Komentar Anda: