new-header-renungan
new-header-renungan
previous arrow
next arrow

 

Charles G Finney |

Sesungguhnya, kamu semua yang menyalakan api dan yang memasang panah-panah api, masuklah ke dalam nyala apimu, dan ke tengah-tengah panah-panah api yang telah kamu pasang! Oleh tangan-Kulah hal itu akan terjadi atasmu; kamu akan berbaring di tempat siksaan.” Yesaya 50:11

Kita bisa melihat dari ayat ini bahwa sang nabi sedang berbicara kepada mereka yang mengaku sebagai orang-orang religius, dan membanggakan diri dengan ide bahwa mereka berada dalam keselamatan. Namun kenyataannya, harapan mereka hanyalah api yang mereka sulut ke obor yang mereka ciptakan sendiri.

Sebelum saya membahas lebih jauh pokok tentang pertobatan yang sejati dan yang palsu, saya ingin sampaikan bahwa pembahasan ini hanya bermanfaat bagi mereka yang mau dengan jujur menerapkannya kepada diri mereka sendiri. Jika Anda berharap untuk bisa mendapat sesuatu manfaat dari apa yang akan saya sampaikan, Anda harus tetapkan untuk membuat penerapan yang tulus secara pribadi. Bersikap jujurlah seperti jika Anda akan menghadap Tuhan. Jika Anda bersedia melakukannya, saya harap Anda akan bisa dapati seperti apa sesungguhnya hubungan Anda dengan Tuhan.

Jika saat ini Anda sedang disesatkan, saya berharap untuk bisa membawa Anda pada jalur keselamatan yang benar. Namun jika Anda tidak bersikap jujur, maka khotbah saya ini akan menjadi sia-sia saja, dan Anda juga sia-sia mendengarkannya.

Saya berencana untuk menunjukkan perbedaan antara pertobatan yang sejati dan yang palsu mengikuti urutan pembahasan seperti ini:

I. Menunjukkan bahwa keadaan alami manusia adalah keadaan yang murni egois

II. Menunjukkan bahwa karakter orang Kristen itu berisi kebajikan. Artinya, [seorang Kristen itu] memilih untuk membahagiakan orang lain.

III. Menunjukkan bahwa kelahiran kembali di dalam Kristus Yesus merupakan suatu perubahan dari keegoisan menuju kebajikan.

IV. Menunjukkan beberapa bidang di mana orang-orang Kudus dan orang-orang berdosa, atau orang yang bertobat secara sejati dengan yang palsu, memiliki kesamaan dan juga perbedaan dalam hal-hal tertentu.

V. Menjawab beberapa persoalan

VI. Menyimpulkan dengan menyajikan beberapa penekanan.

I. Keadaan alami seorang manusia, atau cara hidup manusia sebelum betobat adalah keegoisan yang murni dan tidak ada campuran [kebaikan apapun] di dalamnya.

Keegoisan itu berarti menempatkan kebahagiaan pribadi Anda sebagai yang paling utama, dan juga mengejar keuntungan pribadi Anda. Orang yang egois menempatkan kebahagiaan pribadinya di atas segala yang lain, misalnya diatas kemuliaan Allah dan kebaikan seisi alam. Sangatlah jelas bahwa semua orang berada dalam keadaan ini sebelum bertobat. Hampir semua orang tahu bahwa orang-orang berurusan antara satu dengan yang lain berdasarkan prinsip keegoisan. Kalau ada orang yang menafikan hal ini, lalu coba berurusan dengan orang lain dengan cara yang tidak egois, maka dia akan dianggap bodoh.

II. Karakter seorang Kristen itu berisi kebajikan

Watak yang berisi kebajikan itu berarti suka membahagiakan orang lain, atau, lebih memilih untuk membahagiakan orang lain. Ini adalah pola pikir Allah. Kita diberitahu bahwa Allah itu kasih; artinya, Dia itu penuh kebajikan. Kebajikan memenuhi segenap kepribadian-Nya. Semua kualitas kepribadian-Nya yang lain hanya merupakan ungkapan berbeda dari kebajikan-Nya.

Setiap orang yang bertobat memiliki kecenderungan untuk menyerupai kepribadian Allah. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa tak seorang pun yang bisa disebut bertobat jika dia tidak benar-benar memiliki kebajikan seperti Allah secara murni dan sempurna – melainkan bahwa kecenderungan pilihannya adalah pilihan berdasarkan kebajikan. Dia dengan tulus mengupayakan kebahagiaan orang lain, bukan karena hal itu akan membuatnya berbahagia nantinya.

Allah memiliki kebajikan yang murni dan tidak egois. Dia tidak membahagiakan orang-orang demi kesenangan pribadi-Nya, melainkan karena Dia memang mencintai kebahagiaan orang lain itu. Dia bukannya tidak berbahagia di dalam memberkati mereka, tapi kebahagiaan pribadi-Nya bukanlah tujuan yang Dia kejar. Orang yang tidak egois menemukan kebahagiaan saat mengerjakan perbuatan baik. Jika dia tidak gemar berbuat baik, tentunya perbuatan baik itu tidak menjadi hal yang dia utamakan.

Kebajikan adalah kekudusan. Itulah hal yang dituntut oleh hukum Allah, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” dan, “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” ,” (Mat. 22.37, 39) Sama seperti orang yang sudah bertobat itu menaati hukum Allah, dia juga penuh kebajikan seperti Allah.

III. Pertobatan sejati adalah perubahan dari keegoisan puncak menuju kasih kepada kebahagiaan orang lain

Pertobatan yang sejati adalah perubahan atas tujuan yang Anda kejar, dan bukan sekadar perubahan dalam cara Anda mengejar cita-cita Anda.  Tidak benar jika dikatakan bahwa orang yang bertobat dengan yang tidak bertobat itu memiliki cita-cita yang sama, dan perbedaannya hanya terletak pada cara mengejarnya. Ini sama saja dengan mengatakan bahwa malaikat Gabriel dan Iblis sama-sama berjuang mengejar kebahagiaan pribadi mereka, hanya saja cara mereka mengejarnya berbeda. Gabriel mentaati Allah bukan dalam rangka mengejar kebahagiaan pribadinya.

Seseorang bisa saja mengubah cara dia bertindak, namun tetap mengejar kebahagiaan pribadinya. Dia bisa saja orang yang tidak percaya kepada Yesus, atau pada kekekalan, akan tetapi dia bisa melihat bahwa berbuat baik itu bisa menguntungkannya di dunia ini dan memberi dia banyak keuntungan pribadi (yang bersifat sementara).

Anggaplah orang ini akhirnya bisa melihat realitas dari kekekalan dan memeluk agama dalam rangka mendapati kebahagiaan di dalam kekekalan itu. Nah, setiap orang tahu bahwa tidak ada hal yang berharga yang bisa didapati di sini. Bukan pelayanannya kepada Tuhan yang memberkati Tuhan, melainkan alasan mengapa dia melayani Allah itulah yang terpenting.

Petobat sejati menjadikan kemuliaan Allah dan kemajuan Kerajaan-Nya sebagai cita-citanya. Dia memilih hal tersebut sebagai tujuan hidupnya, karena dia melihat hal ini sebagai kebajikan yang lebih utama dibandingkan kebahagiaan pribadinya. Bukan karena dia tidak peduli dengan kebahagiaan pribadinya, melainkan karena dia lebih mengutamakan kemuliaan Allah, karena kemuliaan Allah adalah kebajikan yang lebih utama. Dia mengejar kebahagiaan orang-orang lain sesuai dengan makna penting yang bisa dia lihat di sana (sejauh dia mampu menilai hal tersebut), dan dia memilih kebajikan tertinggi itu sebagai cita-cita utamanya.

IV. Saya akan tunjukkan beberapa bidang di mana orang kudus sejati dan orang yang disesatkan memiliki kesamaan – dan bidang-bidang di mana mereka berbeda

1. Mereka bisa sepakat dalam hal kehidupan yang dikendalikan oleh moralitas yang tinggi. Perbedaannya terletak pada motivasi mereka. Orang kudus sejati menjalani kehidupan yang bermoral karena mereka mengasihi kekuusan – orang yang disesatkan memiliki motivasi yang egois. Dia akan memanfaatkan moralitas sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, demi kebahagiaan pribadi mereka.

2. Mereka bisa saja sama-sama giat berdoa, sejauh yang bisa dilihat secara langsung. Perbedaannya terletak pada motivasi mereka. Orang kudus sejati memang mengasihi doa – orang yang disesatkan berdoa karena mereka berharap untuk bisa memperoleh keuntungan dengan doa mereka. Orang kudus sejati memang mengharapkan suatu hasil dari doa mereka, akan tetapi hal ini bukanlah motivasi utama mereka. Petobat palsu berdoa murni dengan motivasi yang egois.

3. Mereka bisa terlihat sama-sama bersemangat dalam hal keagamaan. Orang bisa saja memiliki semangat yang tinggi mengikuti pengetahuan mereka, dan dia memang secara tulus berhasrat untuk melayani Tuhan. Petobat palsu bisa juga menunjukkan semangat yang tinggi, namun dengan tujuan menjamin keselamatan pribadinya, dan juga karena dia takut masuk neraka kalau dia tidak bekerja buat Tuhan. Mungkin dia juga melayani Allah demi meredam desakan hati nuraninya, bukan karena dia mengasihi Tuhan.

4. Mereka bisa terlihat sama-sama mengasihi hukum Allah. Orang kudus sejati mengasihi hukum Allah karena kesempurnaan, kekudusan, keadilan dan kebaikan dari hukum tersebut; orang yang egois mengira bahwa jika menjalankan hukum tersebut dia bisa menikmati kebahagiaan pribadi.

5. Mereka bisa terlihat sama-sama mendukung sanksi-sanksi yang terkandung dalam hukum Allah. Orang kudus sejati mengaitkan hukum Allah dengan diri pribadi mereka dalam pengertian bahwa sangatlah adil jika Allah memasukkan mereka ke dalam neraka. Orang yang disesatkan bisa saja menghormati hukum tersebut, karena dia tahu bahwa aturan yang ditegakkan di sana memang benar, akan tetapi dia merasa bahwa dirinya tidak berada dalam cakupan hukum tersebut.

6. Mereka bisa saja menolak beberapa hal yang sama. Menyangkal diri bukan hal yang dilakukan oleh kalangan orang kudus saja. Coba lihat pengorbanan dan penyangkalan diri yang dilakukan oleh kaum muslim, yang menjalankan ibadah haji ke Mekah. Lihatlah disiplin dan penyangkalan diri yang dilakukan oleh orang-orang yang tersesat di dalam berbagai macam aliran kepercayaan timur itu. Orang kudus sejati menyangkal dirinya untuk bisa lebih banyak berbuat baik kepada orang lain. Pengorbanan dirinya tidak dilakukan demi meninggikan diri ataupun kepentingannya. Orang yang tersesat bisa saja melakukan hal yang sebanding dengan hal tersebut, akan tetapi murni dari niat yang egois.

7. Mereka bisa saja sama-sama memiliki kerelaan untuk mengorbankan nyawa. Bacalah kisah kehidupan para martir dan Anda bisa lihat betapa mereka memiliki kerelaan untuk berkorban bahkan demi ide yang salah mengenai imbalan yang akan diterima dengan pengorbanan mereka. Banyak orang yang berani menerjang maut karena keyakinan bahwa cara yang sedang mereka jalani adalah jalan yang paling benar yang menuju kekekalan.

8. Keduanya bisa saja memiliki kerelaan untuk berkorban sangat besar untuk menjalankan kebenaran. Petobat yang sejati melakukan hal itu karena dia mengasihi kebenaran, sedangkan petobat yang palsu melakukannya karena dia tahu bahwa dia tidak bisa diselamatkan jika tidak menjalankan kebenaran. Dia bisa saja bersikap jujur dalam transaksi bisnisnya, namun tanpa motivasi yang lebih mulia, maka tindakannya itu tidak akan dihargai oleh Allah.

9. Mereka bisa saja menghasratkan hal yang sama di dalam beberapa bidang

Mereka bisa sama-sama berhasrat untuk menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Petobat yang sejati berhasrat menjadi orang yang berguna karena memang sangat menghargai nilai orang yang berguna bagi masyarakat, sedangkan petobat yang palsu menghasratkan hal itu karena dia memandang bahwa itu adalah jalan untuk menjadi berkenan kepada Allah.

Mereka bisa sama-sama mengharapkan orang lain bertobat. Bagi orang kudus sejati, karena hal itu akan memuliakan Allah, sedangkan bagi orang yang tersesat, hal itu dalam rangka mendapatkan perkenan dari Allah. Dia akan dimotivasi oleh niatan tersebut, misalnya di saat dia sedang memberikan uang. Setiap orang tahu bahwa seseorang bisa memiliki kerelaan untuk menyumbang ke sebuah organisasi, ataupun Perhimpunan Misionaris, berlandaskan motivasi yang egois untuk mendapatkan kebahagiaan dari pujian dari manusia, atau mengejar perkenan dari Allah. Dengan demikian, dia juga bisa saja mengharapkan pertobatan dari orang-orang, dan berusaha keras untuk mewujudkannya, namun dengan berlandaskan motivasi yang egois.

Mereka bisa saja sama-sama berhasrat untuk memuliakan Allah. Orang kudus yang sejati menghasratkan itu karena dia ingin melihat Allah dimuliakan, sedangkan orang yang tersesat melakukannya karena dia memandang hal itu sebagai satu-satunya jalan untuk diselamatkan. Petobat yang sejati mengarahkan hatinya mengejar kemuliaan bagi Allah. Sedangkan pihak yang tersesat menghasratkan hal itu demi keuntungan pribadinya.

Mereka bisa saja sama-sama berhasrat untuk bertobat. Petobat yang sejati membenci dosa karena dosa itu menyakitkan dan mempermalukan Allah, oleh karenanya, dia ingin bertobat dari dosanya. Petobat yang palsu juga ingin bertobat karena dia menganggap bahwa kalau tidak bertobat, maka dia akan dihukum.

Mereka bisa sama-sama ingin mentaati Allah. Orang kudus yang sejati taat supaya dia bisa meningkatkan kekudusannya. Petobat yang palsu mentaati Allah karena dia mengharapkan imbalan dari ketaatannya.

10. Mereka bisa mengasihi hal yang sama

Mereka bisa saja sama-sama mengasihi Alkitab. Bagi petobat sejati hal  ini karena Alkitab itu adalah kebenaran dari Allah. Dia bergemar di dalam kasihnya pada Alkitab. Orang yang tersesat mengasihi Alkitab karena mengira bahwa isi Alkitab mendukungnya, dan memandang isi Alkitab sebagai suatu rencana yang akan menggenapi harapannya.

Mereka bisa sama-sama mengasihi Allah – yang satu karena melihat bahwa karakter Allah itu begitu indah dan menyenangkan, dan dia mengasihi Allah demi menyenangkan hati Allah. Yang satunya lagi, karena dia mengira bahwa Allah adalah sahabat khusus yang akan membuatnya bahagia selamanya, lalu dia mengaitkan pemahaman tentang keberadaan Allah itu dengan kepentingan egoisnya.

Mereka bisa sama-sama mengasihi Kristus. Petobat sejati mengasihi karakter Kristus. Orang yang tersesat mengira bahwa Kristus akan menyelamatkannya dari neraka, dan memberi dia hidup yang kekal…jadi, dia merasa tidak punya alasan untuk tidak mengasihi Kristus.

Mereka bisa sama-sama mengasihi orang Kristen. Petobat yang sejati melakukannya karena dia melihat gambaran Kristus di dalam diri orang-orang Kristus, dan bisa menikmati kebersamaan rohani dengan orang-orang Kristen tersebut. Orang yang tersesat mengasihi orang-orang Kristen karena kesamaan denominasi, atau mungkin juga mereka berada di pihak yang sama. Dia juga gemar membicarakan tentang minatnya pada kekristenan dan harapannya untuk bisa masuk ke surga.

Mereka bisa sama-sama gemar menghadiri ibadah-ibadah keagamaan. Bagi orang kudus, hal ini karena hatinya memang gemar akan penyembahan, doa, memanjatkan pujian dan berbagi Firman Allah – sedangkan bagi orang yang tersesat, hal ini karena acara-acara kebaktian itu merupakan tempat yang bagus untuk menaikkan harapannya.

Keduanya bisa sama-sama menikmati saat-saat berdoa secara pribadi. Bagi orang kudus sejati, hal ini karena dia dekat dengan Allah dan bergemar dalam persekutuan dengan-Nya. Bagi orang yang tersesat, hal ini karena dia memperoleh kepuasan karena merasa dirinya adalah orang benar, merasa bahwa sudah merupakan tugasnya untuk berdoa secara pribadi.

Mereka bisa sama-sama mengasihi doktrin kasih karunia – bagi orang kudus sejati, hal ini karena hal tersebut sangat memuliakan Allah, sedangkan bagi yang tersesat hal ini karena mengira bahwa ajaran tersebut menjamin keselamatan pribadi mereka.

11. Mereka bisa sama-sama membenci sesuatu hal

Mereka bisa sama-sama membenci kebejatan seksual serta menentangnya dengan sangat keras – orang kudus sejati membencinya karena hal itu bersifat merusak dan bertentangan dengan Allah, sedangkan bagi yang tersesat hal itu bisa saja karena bertentangan dengan pandangan pribadinya.

Mereka bisa sama-sama membenci dosa – bagi petobat sejati, hal itu karena dosa bertentangan dengan Allah, sedangkan bagi orang yang tersesat, karena dosa telah menyakitinya. Seringkali orang membenci dosa-dosa mereka sendiri, akan tetapi mereka tidak meninggalkan dosa-dosa itu.

Mereka bisa sama-sama menentang orang berdosa. Penentangan yang dilakukan oleh orang kudus sejati dilandasi oleh kasih. Mereka melihat bahwa karakter dan perilaku si orang berdosa itu akan merusak Kerajaan Allah. Bagi orang yang tersesat, mereka menentang orang berdosa karena agama yang berbeda atau karena berada di pihak yang berbeda.

Di dalam semua bidang tersebut, motif masing-masing pihak saling bertentangan. Perbedaannya terlihat dari pilihan tujuan atau gol yang mereka ambil. Yang satu memilih mengutamakan kepentingannya, yang satunya lagi memilih kepentingan Allah sebagai tujuan utamanya.

Selanjutnya kita akan menjawab beberapa pertanyaan yang lazim muncul

(Disambung di Pertobatan yang sejati dan yang palsu – 2)

(Artikel ini diedit dan disusun ulang oleh Melody Green dan Martin Bennet dan diterjemahkan oleh Cahaya Pengharapan Ministries)