Pastor Eric Chang | Filipi 2 |


PRAJURIT KRISTEN MENDERITA DEMI ALLAH

Di pesan yang sebelumnya, kita telah melihat bahwa menjadi seorang Kristen berarti menjadi seorang prajurit. Kalimat yang penuh kuasa di Filipi 1:29 berbunyi,

“Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk dia.”

Kalimat ini dilanjutkan ke pasal 2, karena ayat tersebut berkaitan erat dengan pasal 2. Kepada kita telah dikaruniakan – berarti suatu kesempatan istimewa, “bukan saja untuk percaya kepada Kristus” – bagian yang mudah, “melainkan juga untuk menderita untuk dia.” Pernahkah Anda menderita untuk Yesus? Anda telah diberi karunia istimewa untuk menderita bagi dia. Sudahkah Anda mengambil bagian di dalam kesempatan istimewa ini? Inilah pesan dari Filipi pasal 1, yaitu tentang hal menjadi prajurit bagi Kristus dan tentang menjadi seorang gladiator di tengah arena. Renungkanlah dengan cermat kebenaran ini agar hati Anda menyala dengan pesan ini!


KORBAN DAN IBADAH IMAN

Pasal 2 dari surat Filipi sangat dekat hubungannya dengan pasal 1. Apakah gambaran yang muncul di dalam pasal 2 ini? Gambaran apa yang mulai muncul ketika Anda mulai mencermati pasal 2 ini? Gambaran apa yang terlukis di pasal 2 ini?

Apakah kunci untuk memahami Filipi pasal 2? Kuncinya terletak di ayat 17. Ayat ini sangat berkaitan dengan Filipi 1:29. Paulus mengatakan hal ini:

Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian.

Perhatikanlah kalimat yang indah ini. Saya akan membacakannya sekali lagi, secara perlahan: Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian. Gambaran apakah yang muncul di sini? Apakah hal yang Anda lihat saat Anda mengamati ayat ini? Dicurahkan, korban, ibadah – apa arti semua ini? Kita melihat pemakaian kata-kata atau bahasa di lingkungan imamat atau keimaman, bahasa di lingkungan Bait Allah.

Kata yang diterjemahkan [dalam bahasa Inggris versi RSV] sebagai ‘libation’, maknanya adalah korban curahan. Korban curahan memang dipersembahkan di Bait Allah. Korban curahan ini dipersembahkan bersama dengan persembahan yang lainnya. Sebagai contoh, Anda bisa baca perinciannya di Bilangan 15:1dst. Di sana Anda bisa melihat bahwa bersama dengan persembahan hewan atau domba, atau persembahan jenis lainnya, dipersembahkan juga korban curahan. Korban curahan ini tidak dicurahkan ke atas korban lainnya, ia dicurahkan di kaki mezbah. Namun di ayat ini, korban curahan ini dipersembahkan bersama-sama. “Dicurahkan pada” memiliki pengertian dipersembahkan bersama-sama persembahan lainnya. Jadi, di sini kita bisa lihat gambaran yang diberikan oleh Paulus. Dia berkata, jika engkau mempersembahkan dirimu sebagai persembahan bagi Allah, ibadah imanmu – ini bagi Paulus merupakan suatu sukacita, suatu kesempatan istimewa untuk dicurahkan ke atas persembahanmu. Kita bersama-sama dalam satu persembahan, mempersembahkan hidup kita, bukan sekedar dalam kematian tetapi juga di dalam hidup ini, kepada Allah. Bukankah ini suatu gambaran yang sangat indah?


KEKRISTENAN BUKAN SEKADAR KEPERCAYAAN PADA DOKTRIN-DOKTRIN SAJA

Kehidupan Kristen bukanlah sekadar masalah mempercayai beberapa doktrin tertentu. Sungguh mengherankan melihat banyak orang Kristen yang masih membayangkan bahwa menjadi orang Kristen itu hanya sekadar masalah mempercayai kebenaran beberapa doktrin tertentu. Aku percaya pada pokok nomor 1, nomor 2, nomor 3, dan tampaknya, semakin panjang daftar pokok yang Anda percayai, maka Anda akan menjadi semakin religius dan rohani. Seolah-olah perkara menjadi orang Kristen itu hanya sekadar masalah mempercayai hal-hal yang benar saja. Saya tidak mengatakan bahwa mempercayai hal-hal yang benar itu tidak baik. Sangatlah penting untuk mempercayai hal-hal yang benar, akan tetapi itu bukan intinya menjadi orang Kristen. Tentu saja, banyak organisasi yang memiliki bentuk pengakuan iman masing-masing, dan sangatlah penting untuk mengetahui apa sebenarnya hal yang mereka yakini itu, akan tetapi itu semua belumlah mencakup keseluruhan hal menjadi orang Kristen. Orang Kristen macam apakah Anda? Apakah Anda jenis orang Kristen yang merasa bahwa Anda ini orang ortodoks, Anda adalah orang Kristen injili yang baik karena Anda telah mempercayai pokok-pokok tertentu dengan tepat? Oleh karena itu, Anda merasa telah menjadi orang Kristen yang baik. Apakah itu makna menjadi orang Kristen? Tidak sama sekali. Anda bisa saja mempercayai segala hal yang benar, namun Anda belum menemukan jalan menuju Kerajaan Allah. Saya akan sampaikan sekali lagi: dengan sekadar mempercayai hal-hal yang benar, Anda tidak akan menemukan jalan menuju Kerajaan Allah.

Yakobus di dalam suratnya telah menyampaikan hal ini dan merupakan suatu tragedi melihat betapa sedikitnya orang yang telah mempelajari surat Yakobus. Surat Yakobus itu sangatlah penting, terutama bagi umat zaman sekarang ini. Yakobus berkata, “Kamu katakan bahwa kamu percaya? Apa bukti dari kepercayaanmu? Kamu percaya bahwa hanya ada satu Allah? Itu memang baik. Namun kuberitahu kamu, bahkan setan juga percaya akan hal itu. Dan dia bukan sekadar tahu bahwa hanya ada satu Allah. Dia tahu bahwa Allah itu memang satu. Dia tahu bahwa Allah itu maha kuasa. Dia tahu bahwa Allah telah mengorbankan Anak-Nya di kayu salib. Dia tahu bahwa Yesus adalah Anak Allah. Dia tahu semua ini. Dia juga percaya. Dia percaya karena dia tahu persis akan hal-hal itu.” Demikianlah, Yakobus sebenarnya sedang berkata, “Di mana letak kelebihanmu dibandingkan setan?” Anda mungkin berkata, “Itu terlalu berlebihan. Aku rasa, aku ini masih lebih baik daripada setan.” Oh, jangan terburu-buru membuat kesimpulan.

Yakobus melanjutkan dengan berkata, “Kamu harus membuktikannya lewat kehidupanmu.” Itulah hal yang gagal dilakukan oleh setan. Dia percaya semua hal itu tetapi dia tidak menaati Allah, dia tidak menyembah Allah, dia tidak mengikut Allah. Dia memang percaya bahwa semua itu benar. Namun dia tidak menerapkannya. Anda mempercayai semua itu tetapi apakah Anda menerapkan semua yang Anda yakini? Tindakan atau perbuatan iman itulah yang membuktikan keaslian iman. Jika tidak, Anda mungkin hanya sekadar berkata, “Aku percaya semua itu,” lalu apa tindakan Anda? Anda pergi keluar, bertengkar ke sana kemari dengan saudara-saudari Anda, Anda berkelahi satu sama lain, Anda saling mengkritik, Anda saling menjegal. Ketika saudara atau saudari Anda sedang dalam masalah, Anda tidak mau menolong mereka. Sepanjang hari, Anda menjalani hidup yang mempermalukan Allah, dan di atas semua ini, Anda berkata, “Aku orang Kristen karena aku percaya semua doktrin injili.” Astaga, Anda tidak akan pernah menemukan jalan menuju Kerajaan Allah dengan cara ini.


MENJADI PERSEMBAHAN YANG HIDUP

Lalu apa persyaratannya? Apakah empat macam gambaran tentang orang Kristen yang terdapat di sini? Pada pesan hari ini, kita akan melihat gambaran yang kedua. Di dalam surat Filipi ini kita menemukan empat macam gambaran tentang orang Kristen. Di pasal satu, gambaran pertama tentang orang Kristen adalah gambaran seorang prajurit. Seorang prajurit bertempur dan dia tahu untuk apa dia bertempur. Dia tidak sekadar berkata bahwa dia percaya pada hal ini dan itu. Dia maju berperang dengan perlengkapan perang yang lengkap (Efesus pasal 6).

Di pasal 2, kita menemukan bahwa seorang Kristen adalah persembahan yang hidup. Suatu persembahan yang hidup – darahku dicurahkan. Pernahkah Anda berpikir seperti itu? Berapa banyak dari antara Anda yang menyadari bahwa kehidupan Kristen itu adalah perkara menjadi korban curahan? Perhatikanlah kata-kata, persembahan iman. Apakah artinya kata-kata itu? Persembahan dari imanmu? Apa itu persembahan? Apakah yang dipersembahkan oleh iman kepada Allah? Apakah yang bisa Anda persembahkan? Apa lagi yang bisa kita persembahkan selain diri kita? Selanjutnya Paulus menyatakan terang-terangan di Roma 12:1 bahwa kita adalah persembahan yang hidup. Hal ini bukanlah suatu pilihan tambahan bagi setiap orang Kristen. Hal tentang menjadi persembahan bukankah sesuatu yang bisa Anda ambil atau Anda tinggalkan. Kita semua harus menjadi persembahan yang hidup. Anda bahkan belum menjadi seorang Kristen sampai Anda menjadi persembahan yang hidup. Tahukah Anda akan hal ini? Menjadi persembahan bukanlah sesuatu yang bisa Anda pilih sesuka hati Anda, lalu Anda akan tetap diselamatkan pada akhirnya.

Persembahan iman – ini berarti iman itu sendiri adalah suatu persembahan. Iman itu tidak ada apa-apanya jika ia sendiri tidak merupakan persembahan. Apakah iman itu? Apakah Paulus menyatakan bahwa iman itu sekedar suatu pengakuan hampa saja? Sekalipun itu adalah suatu pengakuan yang tulus, tetapi apakah tetap iman jika tidak disertai kehidupan?

Bukankah gereja di zaman sekarang ini sering kali justru terlihat memalukan di mata dunia? Apakah Anda kadang kala tidak merasa malu untuk berkata di depan orang-orang non-Kristen bahwa Anda ini orang Kristen – bukan karena Anda malu karena Kristus tetapi karena seringkali Anda merasa malu pada kesaksian yang diberikan gereja? Oh, sungguh tragis! Sungguh menyedihkan! Saat kami memulai pelayanan di Liverpool, Inggris, merupakan sesuatu yang menyakitkan karena orang-orang sebelumnya yang menyebut diri mereka ‘Kristen’ telah mempermalukan nama Kristus di mata para penduduk yang non-Kristen. Selama bertahun-tahun kami harus melawan warisan nama buruk ini. Orang-orang Kristen yang sebelumnya dikenal sebagai orang-orang yang mengejar keuntungan pribadi, orang-orang yang dikenal sebagai tukang fitnah dan gemar bertengkar. Sungguh reputasi yang mengerikan dan kami harus berusaha mengubah persepsi jelek itu! Akhirnya, dengan kasih karunia Allah, kami mulai mengubah pandangan orang-orang tentang orang Kristen. Akhirnya baru mereka mulai berkata, “Oh, orang-orang Kristen ini berbeda. Ada sesuatu yang berbeda di dalam diri mereka.” Namun, bukankah benar jika kebanyakan orang di gereja sekarang ini menyebut diri mereka Kristen dan jika Anda tanyakan mereka, “Apakah Anda percaya pada doktrin-doktrin tersebut?” Mereka akan menjawab, “Benar! Aku percaya semua doktrin itu!” Namun di mana kehidupannya? Di mana persembahan imannya? Saya tidak pernah memberitakan Injil dalam kepalsuan. Saya tidak pernah memberitakan Injil dengan berkata, “Semuanya akan baik-baik saja. Jika Anda menjadi orang Kristen, maka segala sesuatunya akan berjalan lancar. Anda akan menikmati saat-saat yang bahagia, saat-saat yang sangat menyenangkan karena Allah akan memuluskan langkah Anda.” Kepada seorang Kristen atau seorang prajurit, saya akan berkata, “Kamu harus menjadi persembahan yang hidup.”


PIKULLAH SALIBMU SUPAYA MATI

Rasul Paulus adalah seorang ekspositor yang unggul, seorang penafsir yang terbaik atas ajaran Yesus yang bisa Anda temukan. Saya akan bacakan kepada Anda Matius 10:38 dan saya harap akan lebih banyak lagi orang Kristen yang akrab dengan firman ini, terutama di generasi sekarang ini. Saya akan mulai dari ayat 37:

“Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaku, ia tidak layak bagiku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaku, ia tidak layak bagiku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut aku, ia tidak layak bagiku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena aku, ia akan memperolehnya.”

Renungkan ayat ini. Apakah saya membuat Injil menjadi sukar? Apakah saya mau mengatakan bahwa menjadi orang Kristen itu sukar? Bukan saya yang mengatakannya. Siapakah saya ini, orang yang bukan siapa-siapa, yang berani mengambil tanggung jawab sebesar ini di hadapan Allah? Namun sudah menjadi tanggung jawab saya untuk menyampaikan kepada Anda apa yang Yesus katakan.

Di sini Paulus menguraikan di dalam surat Filipi tentang hal yang persis sama dengan yang dikatakan oleh Yesus – hal memikul salib dan mengikut dia. Telitilah Filipi pasal 2. Apakah yang disampaikan di bagian yang pertama? Bagian pertama ini memberitahu kita tentang Yesus, apakah yang dia perbuat? Dia merendahkan dirinya dan menjadi taat, taat sampai di mana? Sampai mati di kayu salib. Ya, dan Paulus melanjutkan dengan berkata, “Demikian pula, kita harus memikul salib kita dan mengikut dia.” Lalu, di Filipi 2:5, tertulis, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Pikiran apa itu? Pikiran tentang hal memikul salib. Paulus sekadar menguraikan firman Yesus di Matius 10:38 – “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut aku, ia tidak layak bagiku.” Kata-kata itu muncul di sepanjang Injil, bukan hanya di dalam Matius. Firman ini muncul dua kali di dalam Matius – ucapan yang sama muncul lagi di Matius 16:24 dengan bentuk yang sedikit berbeda, dalam bentuk yang lebih kuat penekanannya. Demikianlah, kita dapati bahwa hal menjadi seorang Kristen itu berarti memikul salib dan mengikut Yesus. “Kalau kamu tidak mengerjakan hal ini,” kata Yesus, “kamu tidak dapat menjadi muridku.” Menjadi seorang Kristen bukanlah hal yang mudah. Anda harus memahami hal ini. Dan saya ingin menyampaikaan hal ini dengan setulusnya kepada Anda. Sekarang ini, karena Injil seringkali diberitakan tidak seperti yang disampaikan oleh Yesus, lalu yang kita dapatkan bukannya orang Kristen yang merupakan prajurit atau persembahan yang hidup tetapi sekumpulan turis.

Saya menjadi Kristen di Tiongkok. Mengapa saya menjadi Kristen? Karena saya telah melihat persembahan yang hidup ini di Tiongkok. Hanya orang-orang Kristen di Tiongkok itu yang bisa membuat Komunis terkesan. Ya, mereka memang membuat Komunis terkesan. Anda tahu mengapa? Karena orang-orang Komunis adalah orang-orang dengan pengabdian yang sangat tinggi. Para kader Komunis di China bekerja nyaris tanpa bayaran. Mereka bekerja sama giat atau bahkan lebih keras dari orang lain. Mereka hidup dalam kesederhanaan yang nyata. Mereka berusaha memberikan teladan kepada rakyat, sehingga sekalipun rakyat tidak suka kepada Komunisme, mereka menghormati kader-kader ini. Akan tetapi mereka tidak menghormati orang Kristen dari jenis yang seperti telah kita lihat sebelumnya – yang gampangan, manja, kasar, egois dan gemar bertengkar. Sungguh memalukan! Akan tetapi orang Kristen di Tiongkok berbeda karena Anda belum tentu berani menjadi orang Kristen di sana jika Anda tahu resiko yang harus dihadapi. Saya menjadi orang Kristen dan saya tahu bahwa saya dituntut untuk menjadi persembahan yang hidup. Saya tidak dibawa masuk ke dalam Kerajaan Allah lewat rayuan palsu. Segala sesuatunya dinyatakan dengan jelas bagi saya. Dan saya tahu apa artinya menderita bagi namanya. Nama saya tercatat di dalam buku polisi, membuat para kader politik mendatangi saya dan bertanya, “Mengapa kamu pergi ke gereja? Mengapa kamu pergi ke sana tiga kali seminggu? Apa yang kamu kerjakan di gereja? Apa kamu memang harus ke gereja?” Saya jawab, “Saya memang tidak harus ke gereja. Saya hanya ingin pergi ke sana.” “Mengapa kamu ingin pergi ke sana?” Saya jawab, “Karena saya ingin menyembah Allah.” “Untuk itu sajakah kamu pergi ke gereja? Apakah kamu punya kegiatan politik di sana?” Saya jawab, “Kami tidak berminat pada kegiatan politik. Kami berkumpul di sana untuk menyembah Allah.” Demikianlah, nama Anda lalu dicatat untuk dijadikan referensi. Belakangan, Anda akan mendapati bahwa jika Anda ingin mencari pekerjaan, sangatlah sulit untuk mendapatkannya. Jika Anda ingin sekolah, khususnya di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, Anda tidak akan mendapatkannya. Anda masuk di dalam daftar hitam. Dan setiap orang Kristen di Tiongkok tahu hal itu ketika mereka menjadi Kristen, maka hal seperti itu akan menimpa mereka. Jika saya membawa Anda ke dalam Kerajaan Allah dengan rayuan palsu, suatu hari nanti, jika Anda harus berhadapan dengan situasi semacam ini, Anda akan berkata, “Aku tidak mau menjadi orang Kristen lagi. Urusannya sudah menjadi terlalu berat buatku.”

Pernahkah Anda pergi ke gereja dan menemukan kader politik duduk di depan pintu gereja dengan buku di hadapan mereka, dan mereka bertanya, “Siapa namamu? Tuliskan namamu sebelum masuk ke gereja.” Inilah hal yang harus saya lakukan. Sebagian orang yang pergi ke gereja, lalu melihat buku itu, mereka berkata, “Aku tidak mau ke gereja hari ini. Aku pulang saja.” Dan hari Minggu berikutnya, mereka datang dan melihat buku itu lagi, mereka berkata, “Apa? Dia masih di sana? Aku tidak mau masuk.” Dan memang itulah hal yang diinginkan para kader itu. Minggu demi minggu berlalu, dan orang-orang ini tidak pernah pergi ke gereja lagi. Memang itulah hal yang diinginkan oleh para kader ini. Hasilnya adalah, Anda bisa melihat siapa yang Kristen sejati dan siapa yang palsu; yang mana gandum dan yang mana lalang.


KITA AKAN MENGALAMI SUKACITA DAN KUASA

Demikianlah, kita justru menemukan hal ini di dalam Filipi pasal 2. Sebelas ayat yang pertama memberitahu kita bahwa Yesus telah memikul salib. Dia bukan sekadar bersedia melakukan itu tetapi dia benar-benar menyerahkan hidupnya di sana bagi kita. Dan Paulus berkata, “Sekarang, kamu sebagai orang-orang Kristen, memiliki kewajiban, dan juga kesempatan istimewa untuk bisa memiliki pikiran yang sama dengan Yesus. Artinya, kamu bukan sekadar dipanggil untuk percaya kepada dia, tetapi juga untuk menderita bagi dia. Inilah yang kita maksudkan dengan pengabdian total – bersedia untuk menghadapi malunya penderitaan di kayu salib, penderitaan salib dan membayar harga salib. Ini adalah hal mendasar yang perlu Anda pahami.

Kunci surat Filipi adalah sukacita. Anda tidak akan pernah memiliki sukacita dari Tuhan, sampai Anda tahu apa artinya menjadi persembahan, yaitu mempersembahkan diri Anda sepenuhnya di mezbah Allah, dan kepada Allah. Hanya dengan melalui hal itu baru Anda memiliki kuasa. Banyak orang Kristen yang berkata, “Saya belum mendapatkan kuasa untuk melayani Allah.” Dari mana Anda bisa mendapatkan kuasa itu jika Anda belum melakukan yang ini dulu? Inilah inti dari seluruh persoalan. Anda harus memahami hal ini. Kecuali jika Anda sudah memegang hal ini dengan benar, Anda tidak akan bisa beres sama sekali. Para hamba Allah yang hebat di Tiongkok telah mengajari saya hal ini. Dan saya mendapatkan kesempatan istimewa untuk belajar di kaki mereka bahwa jika Anda belum menempatkan diri Anda di altar, maka Anda tidak akan memiliki kuasa.


WANG MING DAO, SEBUAH PERSEMBAHAN YANG HIDUP

Di tahun 1955, saya mendapatkan kesempatan istimewa untuk mendengarkan khotbah Wang Ming Dao di Peking. Saya tidak akan lupa saat ketika dia berkhotbah, karena dia berkhotbah sebagai orang yang tahu bahwa saatnya sudah tiba. Dia berkhotbah sebagai orang yang sedang pergi menuju salib. Pernahkah Anda mendengar khotbah dari seseorang yang akan pergi ke kayu salib? Wang Ming Dao tahu persis apa yang akan terjadi padanya. Dia tahu apa yang ada di depannya. Dan kematian itu bukanlah kematian yang mudah. Sebagaimana yang telah kita lihat kemarin, ada beberapa hal yang lebih buruk dari pada kematian itu sendiri. Bagi dia, di depannya telah menanti tahun-tahun pemenjaraan, interogasi dan siksaan. Namun dengan iman yang teguh, dia mengarahkan pandangannya seperti sedang menatap Yerusalem, dia melangkah dengan teguh ke kayu salib. Dan saya mendapat kesempatan istimewa untuk mendengarkan khotbahnya yang terakhir. Saya tidak banyak ingat akan isi khotbahnya, akan tetapi hidupnya berbicara kepada saya dengan kuasa yang jauh melampaui kata-kata. Anda tahu, sebagian dari kita sangat fasih berbicara. Kita berbicara dan berbicara, dan orang-orang kagum dan berkata, “Ini khotbah yang indah. Anda sangat fasih berkhotbah. Anda berbicara dengan sangat luwes.” Kita bisa mempesona orang dengan hal itu. Namun kadang kala, pesan yang diberitakan dengan sangat kuat justru yang diberitakan lewat kehidupan orang itu. Wang Ming Dao adalah salah satu dari antara orang-orang itu, yang memberitakan Injil bukan sekadar dengan kata-kata, walaupun dia juga fasih berkhotbah, melainkan lewat kehidupannya.

Saya teringat saat saya duduk di tengah jemaat yang sangat besar jumlahnya di Peking. Malahan, kali kedua saya datang ke ibadah itu, saya bahkan tidak bisa masuk. Saya harus mendengarkan khotbahnya dari luar jendela. Di Tiongkok, kami tidak memiliki gereja-gereja seperti yang di sini. Tempat-tempat ibadah kami sederhana saja. Bayangkanlah orang sebanyak 800 berhimpitan di dalam gedung sempit yang panjang dengan jendela-jendela di sisinya untuk aliran udara. Wong Ming Dao berkotbah di gedung semacam itu. Saya tidak tahu perincian khotbahnya tetapi saat itu dia berbicara tentang salib. Sungguh tepat, bukankah begitu? Dia juga berbicara tentang menjadi korban persembahan. Dan kata-kata tersebut terukir di dalam hati saya. Katanya, “Saudara-saudari, jika Yesus memanggil saya untuk menderita bagi dia, maka saya akan memandang itu sebagai kehormatan tertinggi. Saya memang tidak layak untuk kehormatan setinggi itu. Namun jika Yesus memanggil saya untuk melakukannya, maka saya akan bersyukur kepadanya atas kehormatan tersebut.” Di sini – di tempat yang aman seperti Kanada ini, kita bisa saja berkata seperti itu karena kita tahu bahwa tak akan ada orang yang menanti untuk menangkap kita setelah ibadah selesai. Akan tetapi Wang Ming Dao saat itu menyampaikan hal ini dengan mengetahui persis bahwa ajalnya sudah sangat dekat. Dan dia berbicara sebagai orang yang tahu bahwa salib itu sudah ada di hadapannya.

Hari Minggu yang kedua, dia menyampaikan hal yang sama, dan dia memohon kepada para saudara seiman – yang akan dia tinggalkan itu – “Anda harus menjalani hidup yang benar, menjadi persembahan kebenaran. 你們一定要作一個正義的人。” Dan saya terus mengenangkan kata-kata tersebut. Dia menuliskan kata-kata itu di papan tulis. Dia sangat ingin kalau nanti setelah dia pergi, maka gereja bisa menjadi saksi di depan mata seluruh Tiongkok, di mata Peking, di mata penduduk ibu kota, di mata pemerintah, menjadi saksi yang bersinar dan terang. Lalu, bagaimana Anda bisa menjadi sinar yang terang? Hanya dengan menjadi persembahan yang hidup. Tak ada jalan lainnya. Demikianlah, kita melihat adanya kata ‘korban’ di dalam ayat ini. Inilah kunci bagi seluruh bagian bacaan ini – persembahan korban yang dilakukan oleh Yesus sendiri, juga persembahan korban yang menjadi panggilan bagi Anda dan saya.


IMAM YANG MEMPERSEMBAHKAN KORBAN KEPADA ALLAH

Kata ini diterjemahkan dengan ‘ibadah’. Siapakah yang mempersembahkan korban? Para imamlah yang mempersembahkan korban. Siapakah imam-imam itu sekarang ini? Andalah imam-imam itu. Anda, setiap dari Anda adalah imam Allah jika Anda adalah orang Kristen. Tahukah Anda hal ini? Biarlah hal ini membara di dalam hati Anda: aku adalah imam Allah. Aku mendapat panggilan ini. Untuk inilah Luther memperjuangkan reformasi, yaitu demi imamat semua orang percaya. Dia mendasarkan perjuangannya pada Firman Allah, tepat di 1 Petrus 2:9, dan juga ayat-ayat lainnya. Imamat di mana – Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus.

Selagi Anda masih duduk di kursi Anda sekarang ini, saya ingin agar Anda memahami hal ini. Anda ini bukan apa-apa jika Anda ini bukan anak Allah, sejauh hal yang berkenaan dengan Allah, meskipun setiap orang dari antara Anda berharga di mata-Nya. Namun, jika Anda masih di dalam dosa-dosa Anda, maka Anda akan binasa. Jika Anda seorang Kristen, termasuk Kristen apakah Anda ini? Anda ini adalah imam Allah, bukan sekadar jemaat awam. Para pendeta bukanlah orang-orang istimewa. Kita semua orang-orang biasa saja. Kita ini bukan siapa-siapa di dunia ini. Sebagaimana yang dikatakan oleh Paulus, kita ini hanyalah sampah bagi dunia, kerak dari kotoran. Di Tiongkok, saya ini termasuk sampah, termasuk kerak. Saat merenungkannya sekarang, saya nyaris malu oleh penghormatan yang diberikan terhadap saya ketika saya masih di China, tentunya saya hanya merupakan sampah yang diinjak-injak! Saya bersyukur kepada Allah karena saya mendapat kesempatan untuk menjadi sampah bagi nama-Nya. Menjadi seperti yang dikatakan oleh Paulus, itulah saya – kerak kotoran yang digosok dari dasar panci, lalu dibilas habis. Saya menjadi seperti itu demi Kristus. Menderita kehilangan segala-galanya dan dipandang tidak berarti. Itulah kesempatan istimewanya. Di hadapan Allah, Anda mungkin lebih berarti daripada saya. Anda adalah imam-imam Allah yang akan mempersembahkan korban yang menyenangkan hati Allah.


ANDA DIPANGGIL UNTUK MENJADI SEORANG IMAM

Bagaimana caranya Anda menjalankan keimaman Anda? Sudahkah Anda menjalani hidup yang layak bagi panggilan yang mulia ini? Kepada yang menerima banyak, banyak pula yang akan dituntut. Suatu hari nanti, Allah akan menanyai Anda, “Apa yang telah kau kerjakan dengan keimaman yang telah Kupercayakan kepadamu, untuk memberikan korban persembahan setiap harinya?” Korban curahan, seperti yang telah kita lihat, dicurahkan ke atas persembahan. Bersama-sama dengan itu dipersembahkan pula tepung dan minyak. Semua ini bisa Anda lihat di dalam Bilangan pasal 15 dan juga di tempat-tempat lainnya. Tepung, minyak dan anggur. Hal-hal apakah semua itu? Semua itu adalah barang kebutuhan sehari-hari.

Saya ingin sampaikan ini secara khusus kepada kaum muda karena kalian adalah orang-orang yang idealis. Orang muda selalu berkata, “Suatu hari nanti, aku akan melakukan hal yang besar bagi Allah. Suatu hari nanti, aku akan menjadi persembahan yang hidup.” Apa itu suatu hari nanti? Sekarang ini harinya! Hari ini, Anda diminta untuk menjadi persembahan yang hidup. Anda tidak perlu menunggu sampai tibanya hari depan yang gemilang, yang tidak pernah akan tiba itu. Sebagian orang selalu berkata, “Suatu hari nanti, aku akan melayani Allah.” Lima tahun kemudian, saya bertemu dengan mereka dan mereka ternyata masih bingung apakah mereka akan melayani Allah. Dan 10 tahun kemudian, saya bertemu mereka dan bertanya, “Kamu di mana sekarang?” “Oh, suatu hari nanti. Tak lama lagi, aku akan melayani Allah.” Dan kali berikutnya saya bertemu dengan mereka, mereka sudah begitu tua sehingga mereka berkata, “Saat aku pensiun nanti, aku akan melayani Allah.” Begitulah! Seharusnya Anda menjadi persembahan yang hidup, di sini dan sekarang juga, bukannya suatu hari nanti. Hari inilah yang menjadi hari yang baik untuk itu. Imam macam apakah Anda jika Anda berkata, “Ya, aku akan mempersembahkan korban sore nanti.” Dan ketika saat sore itu tiba, Anda berkata, “Aku masih belum siap. Besok aku akan persembahkan korbannya.” Dan ketika esok hari tiba, Anda berkata minggu depan, kemudian tahun depan. Pepatah berkata: “Akan selalu ada hari esok.” Dan yang disebut hari esok itu ternyata memiliki hari esok lainnya.

Pekerjaan imam itu berlaku di sini dan saat ini juga. Pada hari ini, Anda dipanggil untuk mempersembahkan korban bagi Allah. Inilah panggilan mulia bagi Anda dan juga kesempatan istimewa bagi Anda. Anda tidak perlu menunggu untuk hal-hal besar. Persembahkanlah tepung, minyak dan anggur, hal-hal kecil setiap harinya. Tepung dan minyak adalah bahan untuk membuat roti. Dan roti adalah jenis makanan yang paling umum. Dipersembahkan setiap hari, korban persembahan kecil, karena jika Anda tidak siap untuk mempersembahkan hal-hal yang kecil, kapankah Anda akan siap untuk mempersembahkan hal-hal yang besar buat Allah? Hari itu tidak akan pernah tiba. Saya telah bertemu dengan banyak orang macam ini yang hidup di dalam mimpi untuk melayani Allah pada suatu hari nanti dan mereka tidak pernah sampai pada hari itu karena mereka tidak pernah memulainya.


MENJADI KORBAN

Lalu bagaimana kita akan melakukannya? Pertama-tama, korban harus dipersembahkan tanpa cela. Tak ada korban yang bercela bagi Allah. Hal ini bisa dilihat di Imamat 1:3 dan di banyak bagian yang membahas hal yang sama. Di Filipi 2:15, dikatakan, “supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda”. Ini adalah hal yang menarik, kata tidak ‘beraib’ ini di dalam bahasa sumbernya, yakni dalam Perjanjian Lama berbahasa Yunani, memakai kata yang persis sama dengan yang dipakai di dalam Imamat 1:3. Kata yang sama yang menyatakan bahwa korban itu haruslah tidak bercela. Supaya Anda menjadi tidak beraib di tengah generasi ini, tidak bernoda, bersinar sebagai terang bagi dunia. Saat Anda keluar dari sini, saya harap Anda benar-benar tahu apa artinya bersinar itu. Namun Anda tidak akan pernah bersinar jika Anda masih bercela. Dan Anda tak bisa menjadi tanpa cela jika Anda tidak mengizinkan Yesus membersihkan Anda dari dosa-dosa Anda dengan darahnya yang berharga, untuk menjadikan Anda bersih dan murni.

Namun sekarang, saat Anda sudah dibersihkan, saat Anda sudah sudah menjadi korban persembahan yang tanpa cela, apakah yang akan Anda perbuat dengan persembahan ini? Apakah Anda membawanya pulang kembali? Apakah Anda datang ke sini dan berkata, “Baiklah, aku sudah tanpa cela, aku sudah dibersihkan, aku pulang sekarang.” Tunggu dulu! Persembahan itu bukan untuk diri Anda. Yesus tidak menyucikan Anda dari dosa-dosa Anda supaya Anda bisa pulang kembali dan melupakan dia. Atau sekadar beribadah ke gereja saja. Dia menjadikan Anda tanpa cela dan noda dan membersihkan Anda itu supaya Anda bisa menjadi korban persembahan. Apakah Anda tidak tahu akan hal ini? Sungguh mengherankan ada begitu banyak orang Kristen yang tidak tahu akan hal ini. Demikianlah, dalam hal-hal yang kecil itu, kita harus menjadi korban persembahan yang hidup.

Lalu, bagaimana kita melakukannya?


1. Mempedulikan Kesejahteraan Orang Lain

Seperti Timotius

Pertama-tama, seperti yang telah kita lihat di dalam pasal ini, kita menjadi peduli pada kesejahteraan orang lain. Di ayat 20-23, kita melihat ada contoh akan hal ini, contoh tentang persembahan yang hidup:

Karena tak ada seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan dia dan yang begitu bersungguh-sungguh memperhatikan kepentinganmu.

Renungkanlah hal ini baik-baik. Rasul yang besar ini berkata bahwa di antara rekan sekerjanya, tak ada satupun yang kasihnya kepada orang lain bisa menyamai Timotius. Oh betapa Paulus mengasihi Timotius. Anak Allah yang hebat ini! Paulus mengasihi dia seperti anaknya sendiri. Mereka yang bersamaku tak ada yang seperti Timotius, yang setulus hati mengasihi dirinya sendiri? Tidak! – yang memperhatikan kepentinganmu. Menjadi korban persembahan yang hidup berarti bahwa Anda harus belajar untuk berhenti memikirkan diri Anda sendiri, dan beralih memikirkan orang lain.

Perhatikanlah kata-kata yang tragis di ayat 21 ini: sebab semuanya mencari kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Kristus Yesus. Oh celaka! Betapa cocoknya keadaan ini dengan orang Kristen di zaman sekarang! Mereka semua mengejar kepentingan pribadi. Anda mengejar kepentingan pribadi Anda, studi Anda, masa depan Anda, lalu kapan Anda punya waktu untuk memikirkan kepentingan orang lain? Anda punya begitu banyak masalah karena Anda hanya memikirkan diri Anda sendiri saja. Jika Anda sedikit saja peduli pada kepentingan orang lain, Anda akan heran melihat betapa ringannya persoalan Anda. Oh, saya harap, saudara-saudari, saya mohon Anda memahami, komitmen total ini berarti bahwa Anda mulai hari ini berhenti terikat pada kepentingan Anda. Seorang imam tidak melayani dirinya sendiri. Dia melayani orang lain demi kepentingan Allah. Anda adalah imam, ingatlah hal ini. Namun betapa sedikitnya! Paulus bahkan berkata, “Tak ada orang yang bersamaku ini yang memiliki kepedulian seperti Timotius. Yang lain selalu memikirkan kepentingan pribadinya saja.” Akan tetapi Timotius, di ayat 22, ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya.

Seperti Epafroditus

Sambil kita melanjutkan pembacaan pasal ini, di dalam ayat 30, ada lagi manusia Allah yang hebat, yakni Epafroditus, yang tahu bagaimana menjadi persembahan yang hidup. Dia nyaris mati dalam pekerjaan melayani Kristus –

“Sebab oleh karena pekerjaan Kristus ia nyaris mati dan ia mempertaruhkan jiwanya untuk memenuhi apa yang masih kurang dalam pelayananmu kepadaku.”

Kiranya Allah membangkitkan orang-orang seperti ini di dalam generasi kita! Allah akan mengguncang dunia sekarang ini, kalau saja Dia memiliki sekumpulan kecil orang-orang semacam ini. Namun di manakah orang-orang ini? Doa saya kepada Allah adalah supaya Dia membangkitkan orang-orang semacam ini di antara Anda, bahwa Anda akan membuktikan bahwa Anda layak menerima panggilan mulia untuk menjadi prajurit dan imam Allah.

Namun sekali lagi, ingatlah, pelayanan kita ini bersifat praktis. Anda bisa memulainya dari hari ini, bukan menunggu hari yang Anda impikan, dan yang tak pernah Anda capai. Mulai dari hari ini. Anda bisa memulainya, bukan sekadar dalam bentuk janji yang kabur, melainkan dalam bentuk realitas yang praktis.


2. Peduli Pada Kepentingan Orang lain Secara Praktis

Apa itu kepedulian praktis? Itu berarti peduli pada kepentingan orang lain dalam hal-hal yang sangat nyata. Apa contohnya? Kalau boleh, saya ingin menyampaikan contoh dari kehidupan saya, walaupun itu mungkin tidak memadai. Anda mungkin berkata, “Aku tidak punya uang. Aku tidak bisa menolong orang lain.” Yah, saya juga tidak punya banyak uang. Anda mungkin berkata, “Aku tidak punya cukup pengetahuan.” Apakah Anda pikir hal-hal semacam itu penting? Atau, apakah kehidupan Anda akan lebih berbicara? Izinkan saya memberi contoh buat Anda. Ketika saya masih di Hong Kong, setelah keluar dari Tiongkok, suatu hari saya sedang menelusuri jalan. Pada waktu itu di Hong Kong, ada ribuan pengungsi, berjejal di dalam gubuk-gubuk kayu yang sering terbakar dan banyak orang yang kehilangan rumahnya dan mereka berkeliaran di jalanan, orang-orang yang sangat miskin. Saya gembira melihat kebanyakan dari mereka sekarang ini sudah memperoleh pekerjaan. Namun pada masa itu, pemandangannya sangat menyedihkan hati. Dan pada suatu malam, saya berjalan pulang ke pemondokan saya. Saya sedang menaiki tangga, lalu seseorang memanggil saya dan berkata, “Xian Sheng, maukah Anda menolong saya?” Saya membatin, “Oh? Ada orang berbahasa Mandarin di Hong Kong? Tidak biasanya.” Saya berbalik dan melihat seorang pria, sangat kurus, kotor dan setengah kelaparan. Pipinya cekung. Saat saya menatapnya, saya merasa kasihan kepadanya. Saya berkata kepadanya, “Apa yang bisa saya lakukan buat Anda?” Dia berkata, “Saya kesulitan mendapat pekerjaan. Saya sudah berusaha berjualan koran tetapi polisi menangkap saya karena tidak punya surat ijin. Saya tidak bisa mendapat pekerjaan karena saya tidak bisa berbicara dalam dialek Kanton. Saya memiliki istri dan empat anak, dua laki-laki dan dua perempuan. Namun saya tidak bisa mencari penghidupan.” Saat saya menatap orang ini dan ketika saya menatap matanya, saya tahu bahwa dia berbicara jujur. Saya berkata, “Ikutlah saya.” Penjaga pintu tidak mengizinkan dia masuk karena dia terlihat sangat kotor. Namun saya katakan kepada penjaga pintu itu, “Jangan khawatir. Biarkan dia masuk. Saya ingin berbicara dengannya.”

Lalu dia masuk, dan saya berkata kepadanya, “Dengarlah, hanya satu orang yang bisa benar-benar menolong kamu, dan Dia adalah Allah yang telah mengutus anak-Nya, Yesus. Saya baru saja keluar dari Tiongkok. Saya mengalami tiga tahun masa kelaparan tetapi Tuhan tak pernah gagal mencukupi kebutuhan saya. Saya ingin agar Anda mengenal Tuhan dan dia akan bisa mencukupi kebutuhan Anda di masa ini supaya Anda bisa mengenal Yesus secara langsung, mengenal bahwa dia adalah Juruselamat yang hidup. Namun, yang pertama-tama diperlukan adalah Anda harus membereskan hubungan dengan Tuhan. Anda harus mengakui dosa-dosa Anda. Saya tidak akan memaksa Anda. Silakan pikir masak-masak dan jika Anda telah siap, Anda bisa menerima Yesus, dan saya akan berdoa bersama Anda.” Dia berkata, “Saya mau terima Yesus ini.” Tentu saja, kejadiannya tidak secepat itu. Saya hanya meringkas kisah ini. Mungkin Anda berpikir, “Orang ini hebat! Dia bisa memenangkan orang hanya dalam 2 menit!” Tidak secepat itu. Namun pada akhir percakapan, dia berlutut bersama saya dan dia membuka hatinya. Dan saya tahu bahwa doanya itu tulus.

Dan ketika dia akan beranjak pergi, saya merogoh kantong saya, dan, hah! Saya hanya punya uang $2. Itulah semua yang saya miliki saat itu. Saya berkata, “Kalau saya berikan semua uang saya kepada Anda, uang ini tidak akan bertahan lama.” Saya berpikir, apa yang akan saya berikan kepadanya? Saya tidak bisa membiarkannya pergi seperti ini. Lalu saya berpikir sesaat dan saya ingat bahwa di Hong Kong ada banyak toko loakan. Anda bisa meloakkan barang-barang Anda yang masih ada harganya. Lalu saya membatin, “Apa yang aku miliki? Ah! Aku punya dua jaket. Dan jaket yang sedang kukenakan ini bisa dia pakai.” Lalu saya lepaskan jaket saya. Dia bertanya, “Apa yang Anda perbuat?” Saya berkata, “Silakan ambil jaket ini karena saya tidak punya banyak uang untuk saya berikan kepada Anda.” Dia berkata, “Tidak! Saya tidak bisa mengambil jaket Anda.” “Mengapa tidak? Saya punya jaket satu lagi. Anda lihat? Saya masih punya satu jaket lagi. Dan Yesus berkata, kalau kamu punya dua jubah, berikanlah yang satunya kepada orang lain. Nah, ini jaket saya. Ambillah.” Lalu saya lepaskan jaket saya, dan air mata menetes di pipinya. Saya bertanya, “Ada apa? Mengapa Anda bersedih? Saya masih punya jaket lainnya. Ambil saja yang ini.” Lalu dia mengambil jaket saya. Dan dia melangkah pergi dengan agak segan, masih melihati jaket itu dan menatap ke arah saya. Lalu dia beranjak pergi.

Beberapa hari kemudian, dia kembali dan berkata, “Tidak usah memberi saya uang saat ini. Saya hanya ingin tahu tentang Kristus. Saya tahu Anda tidak punya banyak uang. Ceritakan saja kepada saya tentang Yesus.” Lalu saya beritahukan kepadanya, dan saya bersyukur kepada Allah akan hal ini. Kemudian dia kembali lagi, dan saat itu, saya punya uang $2 di kantong saya. Saya keluarkan uang itu dan berkata, “Bawalah ini juga.”

Beberapa minggu kemudian, dia kembali lagi dan penjaga pintu berkata kepada saya, “Ada seorang pria yang sedang menunggu Anda di bawah.” Saya bertanya, “Seorang pria sedang menunggu saya?” Lalu saya turun dan saya melihat seseorang dengan pakaian rapi dan dasi dan membawa tas kerja. Saya amati dia dan saya membatin, “Apakah aku kenal orang ini?” Saya amati lagi dia, dan, ha! Dia ini Lao Zhang! Saya tak bisa mengenalinya. Dia telah membersihkan wajahnya dan menyisir rapi rambutnya, dan dia juga mengenakan pakaian yang rapi. Saya bertanya, “Apa yang terjadi dengan Anda?” Dia menjawab, “Saya ingin beritahu sesuatu dan saya datang untuk menyampaikan hal ini. Yesus yang Anda ceritakan itu, dia memang nyata! Saya telah membuktikannya. Semua yang Anda katakan itu benar karena sekarang saya telah membuktikannya.”

Saya bertanya, “Kemeja ini? Tas kerja ini? Apa artinya ini?” Dia menjawab, “Selama bertahun-tahun saya tinggal di sini. Saya berusaha mencari pekerjaan. Saya tidak pernah berhasil mendapat pekerjaan. Namun ajaibnya, setelah saya lakukan apa yang Anda katakan, dan saya serahkan hidup saya kepada Kristus, saya pergi mencari pekerjaan dan mendapatkannya di Redifusion. Mereka mencari orang yang berbahasa Mandarin yang bisa membantu mereka menuliskan beberapa program kerja.” Dia ternyata punya latar belakang pendidikan di Peking, di University of Political Science (Universitas Ilmu Politik), Anda bisa memahami mengapa dia harus melarikan diri ketika kaum komunis berkuasa. Lalu dia berkata, “Segera setelah saya dapat pekerjaan ini, bos saya menggantung diri.” Saya bertanya, “Apa hubungannya semua ini dengan Anda?” “Yah,” jawabnya, “semua orang di kantor itu dan juga keluarganya percaya takhayul dan tak seorangpun yang mau menyentuh barang-barangnya, dan pakaiannya juga, karena semua itu barang milik orang mati. Lalu mereka bertanya kepada saya, ‘Lao Zhang, apakah kamu mau barang-barang ini?’ Dan saya membatin, ‘Aku orang Kristen, aku tidak percaya takhayul.’ Lalu saya berkata, ‘Baiklah, jangan dibuang atau dibakar, berikan padaku.’ Dan ketika saya kenakan kemeja ini, ternyata pas dengan ukuran tubuh saya.” Jadi, dia mendapatkan semuanya – pakaian, tas kerja bos itu karena tak ada orang yang mengingini barang-barang itu. Atasannya itu pasti berasal dari keluarga yang sangat percaya pada takhayul. Memang ada orang yang masih berpegang pada hal-hal yang seperti itu. Namun lewat jalan ini, Allah membukakan jalan baginya. Dan perubahannya sungguh luar biasa!

Ketika saya meninggalkan Hong Kong, dia adalah salah satu orang yang mengantar saya ke kapal. Dan beberapa tahun yang lalu, saya kembali ke Hong Kong, saya tidak punya alamatnya lagi, dan saya bertanya-tanya, dia ada di mana sekarang? Ketika saya buka buku telepon. Ha! Ada namanya tertulis di buku telepon. Sungguh ajaib! Allah telah mengerjakan perkara yang ajaib.

Namun itu semua harus berawal dari hal-hal yang kecil – memberikan hal-hal kecil yang kita miliki. Mungkin Anda hanya memiliki satu jaket. Jadi, berikanlah jaket. Apa yang Anda miliki, berikanlah itu. Setialah dalam perkara kecil. Saya katakan sekali lagi kepada kaum muda karena mereka hidup di dalam mimpi tentang masa depan. Anda harus memulai sekarang. Jika Anda setia pada hal-hal yang kecil, maka Allah akan menghargai Anda, dan memberi Anda kesempatan besar di kemudian hari.

1. Rendahkanlah Diri Anda untuk Menjadi Korban Persembahan, dan Allah akan Meninggikan Anda

Saya rasa saya harus mengakhirinya. Yang bisa saya sampaikan sekarang ini adalah, jika Anda siap untuk menjadi persembahan yang hidup bagi Allah, maka apakah yang akan Allah perbuat sebagai balasnya? Anda bisa lihat itu di ayat 9 – Dia akan sangat meninggikan Anda. Setiap orang yang merendahkan diri, akan ditinggikan oleh Allah. Kita tidak menghendaki pujian dan penghormatan dari manusia, tetapi kita menginginkan tempat yang dekat di sisi Allah. Apakah Anda ingin berada dekat dengan Allah? Anda tidak akan sampai di sana jika Anda tidak siap merendahkan diri Anda dengan cara menjadi korban persembahan.

2. Jadilah persembahan

Yang kedua, hanya jika kita siap untuk menjadi korban persembahan baru kita bersinar sebagai terang. Anda berkata, “Bagaimana bisa ada orang lain yang bersinar sedangkan saya tidak?” Karena Anda bukan korban persembahan, maka Anda tidak bersinar. Hanya korban persembahan yang bisa bersinar dalam nyala api di mezbah.

3. Bersukacita di dalam Kesempatan Istimewa untuk Menderita

Hal yang ketiga, kita bisa lihat di sini, sukacita di dalam ayat 17-18. Ayat-ayat yang berbicara tentang korban persembahan justru adalah ayat-ayat yang berbicara tentang sukacita. Demikianlah, Paulus berkata di akhir ayat 17, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian. Dan di ayat 18 – Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku. Jangan bersedih atas penderitaanku. Kamu bisa berbahagia atas hak istimewa untuk menderita secara ini.

Selanjutnya, kita sampai pada kesimpulan berikut: Pertama, seorang Kristen adalah seorang prajurit. Kedua, seorang Kristen adalah seorang imam yang mempersembahkan korban, dan korban persembahan itu adalah dirinya sendiri. Bahkan Yesus juga mempersembahkan dirinya, sebagai persembahan yang kekal, dan kita dipanggil untuk mengikuti jejaknya. Itulah kesempatan istimewa yang paling tinggi bagi kita sebagai imam-imam Allah. Jadi, masuklah ke dalamnya, ke dalam panggilan mulia untuk Anda, dan hiduplah bagi kemuliaan Allah. Setialah di dalam perkara-perkara kecil dan Anda akan tahu betapa indahnya Allah itu! Anda sendiri akan masuk ke dalam pengalaman itu dalam cara yang tak pernah Anda ketahui sebelumnya. Kiranya Allah menjamah setiap hati.

 

Berikan Komentar Anda: