Charles Finney |
Saya dilahirkan di Litchfield, Connecticut, di tahun 1792.
Orang tua saya bukan orang yang religius. Saya jarang mendengar khotbah, selain dari pengkhotbah keliling yang tidak tahu banyak. Orang seringkali pulang dari ibadah dan menertawakan semua kesalahan dan juga berbicara tentang hal-hal yang tidak masuk akal yang disampaikan oleh pengkhotbah keliling itu.
Di tahun 1818, saat saat saya berusia 26 tahun, saya magang di kantor pengacara Squire W, di Adams, New York.
Sampai ke saat itu, saya belum pernah tinggal di dalam komunitas orang yang berdoa, kecuali saat saya di sekolah menengah atas di New England. Di tempat itu, seorang pendeta tua menyampaikan khotbah, seorang yang baik, tetapi dia membacakan khotbah secara monoton dan sangat membosankan. Khotbahnya sama sekali tidak meninggalkan kesan bagi saya.
Demikianlah saat saya ke Adams untuk kuliah hukum, saya seorang fasik yang sama sekali tidak tahu apa-apa tentang agama.
Dalam mempelajari hukum, saya menemukan para penulis sering kali mengutip dari Kitab Suci, dan khususnya mereka suka merujuk kepada Musa sebagai otoritas untuk banyak prinsip di dalam hukum. Hal ini menimbulkan rasa ingin tahu saya sampai saya ke toko buku membeli Alkitab – buat pertama kali dalam hidup saya memiliki Alkitab. Setiap kali buku hukum saya menuliskan tentang ayat Kitab Suci, saya akan membuka Alkitab dan membacanya. Hal ini membuat saya semakin tertarik dengan Alkitab. Saya semakin banyak membaca dan merenungkan ayat-ayat dari Kitab Suci. Bagaimanapun, masih banyak hal yang tidak saya pahami.
Saya mulai berbicara dengan seorang pendeta, tetapi menemukan hampir tidak mungkin untuk memahami banyak dari istilah yang dipakainya. Apa yang dimaksudkan dengan pertobatan? Dan apa yang dimaksudkannya oleh iman? Satu fakta yang sangat menganggu saya adalah dari minggu ke minggu saya mendengarkan doa-doa dan sejauh yang saya tahu, doa-doa itu tidak terjawab. Jadi, seraya saya membaca Alkitab dan mengikuti pertemuan-pertemuan doa, saya menjadi sangat tidak tenang.
Tanpa saya sadari, saya sebenarnya adalah orang yang sangat angkuh. Saya tidak mendengarkan pendapat orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa saya sedang mencari keselamatan untuk jiwa saya. Saat saya berdoa, saya hanya akan berbisik. Dan saya juga akan memastikan semua pintu dan jendela tertutup agar tidak ada yang tahu. Saya menyembunyikan Alkitab saya. Jika saya sedang membaca Alkitab dan ada yang masuk ke ruangan saya, saya akan langsung menutupinya dengan buku-buku hukum saya. Saya enggan berbicara dengan pendeta karena saya tidak mau dia tahu apa yang saya rasakan, dan untuk alasan yang sama saya menjauhkan diri dari penatua gereja.
Suatu malam di Oktober 1821, satu perasaan yang aneh menguasai saya, seolah-olah saya hampir mau mati. Saya tahu bahwa jika saya mati, saya akan ke neraka; tetapi saya berusaha sebaik mungkin untuk menenangkan diri sampai pagi.
Pagi-pagi saya berangkat ke kantor. Namun sebelum saya tiba di kantor, ada sesuatu yang berbicara kepada saya, “Apa lagi yang Anda nantikan? Apa yang ingin Anda lakukan? Apakah Anda berusaha untuk mengerjakan kebenaranmu sendiri?”
Di titik ini, seluruh persoalan tentang keselamatan terbuka di pikiran saya dengan cara yang sangat ajaib. Saya melihat dengan jelas sekali, realitas dari kepenuhan penebusan Kristus. Saya melihat karyanya adalah karya yang telah sempurna dan selesai; bukannya saya yang harus memiliki atau memerlukan kebenaran saya sendiri untuk diterima Tuhan, saya perlu menyerahkan diri saya kepada Kebenaran Allah melalui Kristus.
Keselamatan adalah suatu tawaran yang harus diterima; keselamatan itu penuh dan sempurna; dan yang diperlukan di bagian saya adalah untuk melepaskan semua dosa saya, dan menerima Kristus. Di bagian utara dari desa tempat saya tinggal adalah hutan, dan saya mengarahkan kaki saya ke hutan ini. Saya merasa perlunya kesendirian, jauh dari mata dan telinga manusia, agar saya bisa mencurahkan doa saya kepada Tuhan.
Namun, tetap saja, keangkuhan saya muncul. Seraya saya berjalan melewati bukit, terlintas di benak saya bahwa mungkin ada orang yang akan melihat saya dan berpikir saya ke hutan untuk berdoa. Sebenarnya tidak akan ada orang yang akan mencurigai hal itu sekalipun mereka melihat saya masuk ke hutan. Namun, keangkuhan saya sangatlah besar, dan saya begitu takut akan pandangan manusia, saya merangkak di sepanjang pagar sampai saya jauh meninggalkan desa itu dan tidak ada orang yang bisa melihat saya. Lalu saya menyusup masuk ke dalam hutan dan berlutut untuk berdoa, berikrar bahwa saya akan memberikan jiwa dan raga saya kepada Allah, atau saya tidak akan keluar dari hutan itu.
Setelah saya kembali ke desa, saya menemukan pikiran saya secara ajaib telah menjadi tenang dan damai.
Tidak ada kata-kata yang dapat mengungkapkan kasih yang ada di dalam hati saya. Saya menangis keras dengan hati yang penuh sukacita; saya sungguh-sungguh meratap dengan perasaan yang tak terucapkan dari lubuk hati saya yang paling dalam.
Keesokan harinya, seorang klien datang ke kantor dan berkata kepada saya, “Bapak Finney, ingatkah Anda kasus saya di pengadilan jam 10 pagi ini? Saya yakin Bapak sudah siap?” Dia telah menunjuk saya sebagai pengacara bagi kasusnya. Saya berkata kepadanya, “Tuan B, saya telah ditunjuk oleh Yesus Kristus untuk memenangkan kasusnya, dan saya tidak lagi bisa memenangkan kasus Anda.” Dengan kaget, dia memandang saya, “Apa yang Bapak maksudkan?” Dengan beberapa kata saya memberitahunya saya telah bergabung untuk memperjuangkan kasus Kristus’ dan dia harus mencari pengacara lain untuk masalahnya. Saya tidak lagi dapat membantunya. Tanpa berkata apa-apa dia pergi meninggalkan kantor, dan saya melanjutkan untuk membagikan kepada siapa saja yang mau membuka diri untuk mendengar. Kesan yang saya dapat dengan sangat mendalam adalah Allah mau saya memberitakan Injil, dan saya harus langsung memulainya.
Saya tidak lagi ada keinginan untuk menjadi pengacara. Segala sesuatu di jalan itu tertutup. Seluruh pemikiran saya sudah dikuasai oleh Yesus dan keselamatan; dunia menjadi tidak berarti. Sama sekali tidak ada suatu apa pun, yang dapat menyaingi harga suatu jiwa; tidak ada pekerjaan yang begitu berarti; tidak ada tugas yang begitu luhur, dibandingkan dengan meninggikan Kristus di dunia yang sedang menuju maut ini.
(Dikutip dari biografi Charles Finney yang terbit pada tahun 1876. Charles Finney adalah salah satu pemimpin kebangkitan rohani di Amerika di abad ke-19 dan dikenal sebagai Bapak Kebangkitan Rohani Modern – The Father of Modern Revivalism)