Pastor Eric Chang

Dalam artikel ini, kita akan membahas doktrin predestinasi. Kita memulai dengan definisi doktrin ini menurut Calvin:

Allah, sebelum dunia diciptakan, sudah menetapkan sejumlah orang untuk diselamatkan menurut rencana kekal-Nya dan juga kedaulatan kehendak-Nya. Mereka yang tidak terpilih dalam kehendak-Nya yang berdaulat akan ditakdirkan ke dalam hukuman dan kebinasaan (bdk. J. Calvin, Institutes 3.21.5)

Doktrin ini disebut predestinasi-ganda (double-predestination): bahwa Allah menetapkan sebagian orang, sebelum dunia ini diciptakan, untuk diselamatkan dan sisanya ditetapkan untuk binasa sesuai dengan kehendak-Nya yang­­—menurut Calvin—misterius dan oleh karenanya tak dapat dipahami. Doktrin ini telah diencerkan oleh beberapa orang dengan mengatakan bahwa Allah tidak menetapkan seorang pun untuk binasa, Dia hanya mengabaikan mereka. Akan tetapi, uraian semacam ini juga berujung pada kesimpulan yang sama dengan pernyataan Calvin.

Sebelum kita persoalkan apakah doktrin ini alkitabiah atau tidak, mari kita menyelidiki doktrin ini berdasarkan nalar semata. Kita akan dapati bahwa doktrin ini memunculkan beberapa masalah logika yang berat.

Predestinasi menyatakan bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas:

“Tak diragukan lagi bahwa kehendak manusia tak sanggup menolak kehendak Allah” (J. Calvin, “Concerning the Eternal Predestination of God”, Terj. J.K.S. Reid, VIII. 10, hal.176).

Dan lagi,

“Allah bekerja di dalam hati manusia untuk mengarahkan kehendak mereka menurut kehendak-Nya, entah untuk hal yang baik … atau yang jahat” [“Predestination” X.11, hal.176].

Demikianlah, seseorang tak akan bisa membuat pilihan moral sehubungan dengan masalah keselamatan. Dengan kata lain, kita ini tak lebih dari boneka di atas panggung kehidupan. Allah menjalankan segala sesuatunya, oleh karenanya manusia tak mungkin memiliki tanggung jawab atas tindakannya.

Ini juga berarti bahwa Allah menjadi sumber dari dosa sekalipun Calvin berusaha menyangkal hal tersebut. Perhatikan logika dari pernyataan Calvin berikut ini:

“Tindakan kriminal yang dilakukan oleh manusia bersumber dari Allah … tetapi, saya menolak jika dikatakan bahwa Dia adalah sumber dari dosa.” [“Predestination”, X.14, hal.181]

Anehnya, dua pernyataan itu muncul dalam satu kalimat! Upaya retoriknya guna membenarkan benturan logika tersebut tidak menghasilkan kejelasan apa pun. Faktanya tetap saja menunjukkan bahwa jika manusia tidak memiliki kehendak bebas, berarti manusia berbuat dosa karena dia tidak punya pilihan lain kecuali melakukannya. Dia sudah diprogram untuk melakukannya oleh Allah. Lalu, di mana karakter ilahi Allah yang disebut kekudusan, keadilan dan kasih? Jika kita tidak bertanggung jawab atas pilihan-pilihan kita, lalu mengapa Allah menghukum kita? Kita sudah menciptakan Allah yang mengikuti gambaran kita – seorang penguasa abad pertengahan.

Jika doktrin ini sudah absurd secara logika, lalu mengapa daya tariknya begitu besar? Daya tariknya terletak dalam dua hal: doktrin ini menegaskan kedaulatan Allah. Alasannya adalah, jika anda bisa berkata ‘tidak’ kepada Allah maka Dia bukan Allah lagi. Akan tetapi, penalaran seperti ini telah mengabaikan satu hal penting. Bagaimana jika Allah, dalam kedaulatan kehendak-Nya, memberi kita kehendak bebas? Bagaimana jika kemerdekaan kita itu adalah anugerah dari-Nya kepada kita?

Doktrin ini menjadi senjata yang dipakai golongan Protestan dalam perdebatan menghadapi golongan Katholik Roma. Pada zaman Calvin, gereja Katolik Roma mengajarkan doktrin keselamatan berdasarkan perbuatan baik. Doktrin predestinasi dipakai untuk menggugurkan pandangan ini. Jika anda sudah ditakdirkan sebelum dunia ini dibentuk, maka tentu saja, Allah akan memilih anda tak peduli apapun tindakan anda selanjutnya. Oleh karenanya, perkara keselamatan itu murni merupakan kasih karunia Allah; tak ada kaitannya dengan siapa diri anda serta apa yang telah anda lakukan.

Memang benar bahwa gereja Katolik Roma pada abad 16 menekankan perbuatan baik sebagai sarana keselamatan. Akan tetapi, tidak benar jika dikatakan bahwa gereja Katolik Roma secara keseluruhan mengajarkan tentang keselamatan berdasarkan perbuatan baik. Di dalam teologi resminya, gereja Katolik Roma mengajarkan keselamatan berdasarkan kasih karunia. Tidak ada perbedaan antara gereja Katolik Roma dengan gereja-gereja Protestan dalam hal ini.

Predestinasi pada mulanya bukanlah doktrin Protestan. Orang pertama yang mengajarkan doktrin ini adalah Augustine pada abad ke-5, tetapi ajaran ini tidak diterima oleh gereja. Dampak dari ajaran ini di tengah jemaat sangatlah serius. ‘Sekali selamat tetap selamat’ adalah salah satu dari lima pokok ajaran Calvinism.


SIFAT MENIPU DARI DOKTRIN PALSU

Di Matius 24:24, Yesus memperingatkan kita bahwa

“kristus-kristus palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan akan mengadakan tanda-tanda yang besar dan mukjizat-mukjizat sehingga menyesatkan, jika mungkin, bahkan mereka yang terpilih.”

Iblis akan mencoba untuk menyesatkan Gereja. Akan tetapi, karakteristik apa yang harus dimiliki oleh doktrin sesat untuk dapat menipu orang Kristen dengan sukses? Mari kita perhatikan pokok-pokok berikut:

  1. Doktrin itu harus terdengar rohani.
  2. Doktrin itu harus mengandung beberapa unsur kebenaran, beberapa unsur yang alkitabiah. Ingatlah bahwa kebenaran yang hanya setengah benar itu jauh lebih berbahaya daripada kepalsuan sepenuhnya.
  3. Doktrin itu harus memikat hati dan psikologi manusia. Sebagai contoh, ia mungkin menawarkan jaminan keselamatan, hikmat (ingat bagaimana Iblis mencobai Hawa), atau ‘sesuatu yang sangat berharga tetapi secara gratis’ (“Mari terimalah keselamatan, ini gratis buatmu”); doktrin ini juga mungkin memancing kesombongan kita.

Demikianlah, kita bisa melihat bahwa doktrin predestinasi memenuhi semua persyaratan di atas. Memang terdengar rohani jika dikatakan bahwa Allah itu berdaulat. Doktrin ini juga berisi unsur dari Kitab Suci: kata predestine (ditentukan) memang terdapat di dalam Alkitab. Dan terakhir, doktrin ini memberi rasa aman akan jaminan keselamatan: bagaimana mungkin kita dapat hilang jika kita sudah ditentukan untuk selamat? Doktrin ini juga memancing kesombongan kita: kita adalah orang-orang yang sudah ditentukan oleh Allah sejak semula.

Doktrin ini sangat berbahaya berdasarkan alasan-alasan di atas, tetapi ia memiliki satu kelemahan fatal. Kelemahan utamanya adalah: Bagaimana anda bisa tahu bahwa anda telah ditentukan untuk diselamatkan?

“Kita tidak tahu siapa yang termasuk dalam kumpulan orang-orang yang sudah ditentukan dan siapa yang tidak termasuk” (“Predestination”, VIII. 10, hal.138).

Tidak cukup meyakinkan jika kita berkata bahwa kita tahu karena kita memiliki iman. Lantas, bagaimana dengan orang Kristen yang tersesat? Calvin berkata bahwa mereka yang tersesat adalah yang sudah ditentukan untuk masuk ke dalam kebinasaan sekalipun mereka pernah memiliki iman. Jadi, ini berarti bisa saja seseorang memiliki iman, tetapi dia tidak ditentukan untuk selamat. Bagaimana anda tahu bahwa iman anda itu sejati? Bagaimana anda tahu bahwa anda tidak akan tersesat atau murtad? Sangat jelas bahwa anda tidak bisa tahu akan hal itu. Terlebih lagi, bagaimana anda akan menjelaskan bahwa anda diselamatkan oleh iman, suatu hal yang ingin dipertahankan oleh Calvin, jika keselamatan anda pada akhirnya bergantung pada persoalan apakah Allah sudah menentukan anda untuk menjadi bagian dari mereka yang terpilih? Jika anda memakai alasan bahwa iman adalah anugerah dari Allah, lalu mengapa Dia tidak menganugerahkan iman kepada setiap orang supaya semua bisa diselamatkan?

Jelas terlihat dari berbagai pertanyaan itu bahwa, sekalipun Calvinism disusun untuk memberi jaminan rasa aman berdasarkan pernyataan “sekali selamat tetap selamat”, sebenarnya doktrin ini justru memunculkan hasil kebalikannya, karena tak ada yang tahu siapa yang sudah ditentukan untuk selamat, dan siapa yang tidak.


PRINSIP-PRINSIP DI DALAM MEMPELAJARI ALKITAB

Di bagian pertama dari studi ini, kita membahas doktrin predestinasi. Kita menyelidiki kekeliruan logikanya dan bahayanya. Dengan menjadikan doktrin predestinasi sebagai bahan pelajaran, kita sekarang akan belajar untuk menggali kebenaran dari dalam Alkitab. Pada zaman sekarang ini, kita hidup di dunia di mana sangat sukar untuk mengetahui siapa yang menyampaikan kebenaran dan siapa yang tidak. Persoalannya menjadi semakin rumit karena mereka yang menyampaikan hal yang sesat itu, tidak selalunya berbuat demikian dengan niat untuk menipu kita.

Kita harus selalu camkan bahwa urusan mempelajari Alkitab itu bukanlah sebuah persoalan pendapat melainkan masalah fakta. Kitab Suci tidak terbuka untuk pendapat. Ada prosedur yang perlu diikuti di dalam membahas Alkitab. Menemukan kebenaran bukanlah proses yang mudah, tetapi kita dapat menilai kebenaran dari sebuah doktrin berdasarkan pertanyaan-pertanyaan berikut:

  1. Apakah Yesus mengajarkan hal ini? Apakah dia pernah menyatakan sesuatu hal mengenai pokok ini? Kita dapati bahwa Yesus tidak pernah memakai kata proorizo (predestinate, ditentukan) atau ungkapan lain yang terkait dengan kata tersebut di dalam ajarannya.
  1. Apakah Perjanjian Lama mengajarkan hal tersebut? Di dalam Septuaginta (Perjanjian Lama berbahasa Yunani), kata horizo yang bermakna appoint (menentukan) memang ada dipakai. Kata ini adalah akar dari kata proorizo (pre-appoint, ditentukan sebelumnya). Kata ini dipakai dengan dua cara dalam Perjanjian Lama: pertama, kata ini dipakai untuk menyatakan ikrar kewajiban memenuhi suatu janji (bdk. Bil 30:3,4,7,8,9,12) dan yang kedua, kata ini dipakai untuk menyatakan batas wilayah (bdk. Bil 34:6, Ayub 13:8). Di dalam Perjanjian Lama, kata Yunani horizo dipakai untuk menerjemahkan lima macam kata dari bahasa Ibrani. Poin pertanyaan yang kedua ini sangat penting karena isi Perjanjian Baru memiliki hubungan langsung dengan isi Perjanjian Lama. Ada yang mengatakan bahwa “Perjanjian Lama terungkap di dalam Perjanjian Baru, dan Perjanjian Baru tersembunyi di dalam Perjanjian Lama”.
  1. Apakah bagian lain dari Perjanjian Baru mengajarkannya? Apakah rasul-rasul yang lain mengajarkannya? Kata predestine (ditentukan) tidak muncul dalam tulisan rasul-rasul yang lain. Kata ini hanya ada di dalam tulisan Paulus, dan juga di dalam tulisan Lukas (Injil Lukas dan Kisah Para Rasul) karena Lukas adalah murid Paulus. Mengapa kata ini tidak muncul di dalam ajaran Yesus dan juga di dalam tulisan para rasul yang lain jika memang menjadi doktrin yang utama? Yesus berbicara tentang keselamatan, iman, penebusan dan salib. Semua itu sangat penting sehingga tertuang juga di dalam Perjanjian Lama, tulisan Paulus, Petrus, Yohanes, Yakobus dan Yudas.
  1. Jika kata ini hanya muncul dalam tulisan Paulus, lalu apa maksud Paulus dengan kata ini? Apa makna yang sesungguhnya dari kata ini? Kita perlu membiarkan Paulus sendiri yang menjelaskannya.
  2. Mintalah Roh Kudus untuk memurnikan hati anda dari dosa karena dosa mengaburkan pemahaman rohani kita. Selanjutnya mintalah Dia untuk memimpin anda ke dalam kebenaran (Yoh 16:13). Tak ada orang yang dapat memahami Firman Allah tanpa pencerahan dari Roh Kudus. Memahami isi Firman Allah bukanlah perkara penafsiran pribadi (2Pet 1:20). Pelajarilah isi Kitab Suci dengan cermat. Alkitab tak pernah menyangkal isinya sendiri; kebenarannya selalu konsisten di setiap bagian.

Ada dua hal penting yang harus kita camkan jika mempelajari tulisan-tulisan Paulus:

Di dalam 2 Petrus 3:15-17, Petrus memperingatkan kita akan beberapa hal di dalam tulisan Paulus yang sangat sukar dipahami sehingga

“diputarbalikkan oleh orang-orang yang bodoh dan yang lemah imannya. Mereka juga melakukannya pada bagian-bagian lain dari Kitab Suci, yang mengakibatkan kebinasaan atas diri mereka sendiri.”

Petrus melanjutkan dengan menyatakan,

“Saudara-saudara yang kukasihi, karena kamu sudah mengetahui tentang hal ini, berhati-hatilah supaya kamu jangan dibawa tersesat oleh kesalahan dari orang-orang yang tak mengenal hukum. Janganlah kamu jatuh dari imanmu yang kokoh.”

Doktrin predestinasi memang mendorong perbuatan tak mengenal hukum karena, jika anda memang sudah ditentukan oleh Allah untuk diselamatkan, mengapa anda merasa perlu untuk menjadi kudus dan benar? Jika anda membunuh atau berzinah, maka anda akan tetap diselamatkan tanpa melihat apakah anda bertobat atau tidak karena Allah sudah menentukan anda untuk diselamatkan. Ini perbuatan tidak mengenal hukum. Hal inilah yang diperingatkan oleh Petrus kepada kita. Jika seorang Kristen berbuat dosa dan bertobat dari dosa-dosanya maka dia akan diampuni. Akan tetapi, tak ada ajaran di dalam Alkitab mengenai keselamatan otomatis. Paulus setuju dengan Petrus bahwa dia sering disalahpahami. Di Roma 3:8, Paulus menyatakan bahwa sebagian orang memfitnahnya dengan tuduhan bahwa ia telah berkata, “Mari, kita lakukan yang jahat supaya yang baik muncul dari kejahatan itu.”

Di Galatia 1:8, Paulus menyatakan,

“Bahkan, kalau kami atau seorang malaikat dari surga memberitakan kepadamu injil yang bertentangan dengan apa yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia!”

Di ayat 9, dia mengulangi lagi hal yang baru dia sampaikan di ayat 8, nyaris sama kata demi kata. Apa maksud Paulus dalam kutipan ini? Mengapa kita harus percaya pada Injil yang mula-mula dia beritakan dan tidak pada kali yang kedua? Paulus menyatakan bahwa Injil yang dia beritakan itu bukanlah hasil buatannya sendiri. Di 1 Korintus 15:3-6, dia memberitahu kita,

“Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa ia telah dikuburkan, dan bahwa ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci.”

Di sini Paulus menyatakan bahwa dia menerima Injil ini dari Yesus, Injil tersebut diteguhkan oleh para rasul yang lain dan juga oleh Perjanjian Lama. Di dalam ayat ini, kita melihat bahwa Paulus sendiri menerapkan ketiga kriteria yang pertama, yang telah kita sebutkan di atas.


KEBENARAN ADALAH DASAR KESATUAN

Dengan menolak doktrin Calvin mengenai predestinasi, kami tidak menyatakan bahwa semua yang diajarkan oleh Calvin itu salah. Doktrin tentang komuni yang diajarkan oleh Calvin adalah benar secara alkitabiah, tetapi sayangnya ajaran yang satu ini justru tidak lagi diikuti oleh gereja-gereja Protestan zaman sekarang. Mari kita menarik hikmah dari persoalan ini agar kita bisa menjalankan semua ajaran yang alkitabiah tanpa peduli siapa pun yang mengajarkannya. Jika orang menyimpang dari Kitab Suci, kita dapat pastikan bahwa dia akan menyimpang dari logika dan ajarannya akan berisi kontradiksi.

Apakah kita cukup peduli dengan orang lain sehingga kita tekun mencari dan memberitakan kebenaran? Kita keliru jika kita mengira kita bisa memelihara kesatuan di tengah Jemaat dengan menutup mata terhadap kepalsuan. Kesatuan rohani tak akan pernah bisa dicapai dengan cara menguburkan kebenaran karena kebenaran adalah satu-satunya landasan yang teguh bagi persatuan. Mengabaikan kesesatan tidak menunjukkan bahwa kita mengasihi orang lain. Yang sedang kita rugikan itu bukan hanya kehidupan rohani kita sendiri, tetapi juga kehidupan rohani orang lain.

Kami sudah menunjukkan bahwa doktrin predestinasi itu absurd berdasarkan logika, tetapi kita tidak boleh mengandalkan logika untuk membuktikan kebenaran Kitab Suci. Kita harus membuktikannya dengan memakai Alkitab bahwa Firman Allah tidak mengajarkan doktrin semacam itu.

Predestinasi adalah pokok utama dalam sistem teologi Calvin. Fakta ini disangkal oleh sebagian pakar teologi Calvinis karena mereka tahu bahwa menerima hal lain selain salib Kristus sebagai tema sentral bukanlah hal yang dapat diterima.


KONTRAS ANTARA PAULUS DAN CALVIN MENGENAI PREDESTINASI

Kontras antara pemikiran Paulus dan Calvin dapat segera terlihat jika kita memeriksa beberapa statistik atas kata-kata yang dipakai oleh Paulus. Berikut kita lihat berbagai kata yang paling sering dipakai di dalam tulisan-tulisan Paulus:

KATA

KALI

KATA

KALI

KATA

KALI

KATA

KALI

Allah

548

Kasih Karunia

100

Perbuatan
Baik

60

Baik

47

Kristus

379

Daging

91

Injil

60

Maut

47

Roh

146

Tubuh

91

Hidup

59

Dunia

47

Iman

142

Kasih

75

Kebenaran

57

Damai

43

Kesetiaan

33

Dosa

64

Kuasa

48

Kematian

42

Hukum Taurat

119

Jemaat

62

Kebenaran

47

Hidup

37

Dari penelusuran tentang jumlah pemakaian kata ini, kita dapat melihat bahwa kunci pemikiran Paulus adalah keselamatan dari Allah melalui Kristus, perpindahan kita dari kematian ke dalam kehidupan oleh iman kita kepada dia. Dibandingkan dengan semua kata yang ada di dalam daftar di atas, maka kata yang diterjemahkan dengan istilah predestination (horizo, menentukan) hanya muncul 6 kali di dalam tulisan-tulisan Paulus (dan muridnya, Lukas). Kata itu dipakai di Kisah 4:28, Roma 8:29,30, 1 Korintus 2:7 dan Efesus 1:5,11. Selanjutnya kita akan mempelajari dengan seksama setiap ayat yang memuat kata horizo untuk memahami cara Paulus memaknai kata tersebut dan untuk melihat apakah maknanya memang merupakan landasan untuk doktrin predestinasi.

Mari kita memulai dengan Kisah 4:28,

“untuk melakukan segala sesuatu yang oleh tangan-Mu dan rencana-Mu telah tentukan sebelumnya untuk terjadi.”

Ternyata kata tersebut digunakan dalam kaitannya dengan rencana Allah. Kata ini tidak dihubungkan dengan manusia. Kata ini tidak menyatakan bahwa nasib manusia sudah ditentukan sejak dulu kala. Yang ditentukan ialah rencana-Nya.

Kita akan periksa Roma 8:28-30 dengan seksama.

28  Dan, kita tahu bahwa segala sesuatu bekerja bersama-sama demi kebaikan orang-orang yang mengasihi Allah, yaitu mereka yang dipanggil sesuai dengan rencana Allah.
29 Sebab, mereka yang telah dikenal-Nya sejak semula, juga telah ditentukannya sejak semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara.
30  Mereka yang telah ditentukan-Nya sejak semula, juga dipanggil-Nya; dan mereka yang dipanggil-Nya, juga dibenarkan-Nya; dan mereka yang dibenarkan-Nya, juga dimuliakan-Nya.

Perlu diperhatikan bahwa di dalam ungkapan ‘rencana Allah’ di ayat 28, kata ‘Allah’ sebenarnya tidak ada di dalam naskah aslinya. Lalu, rencana siapakah yang disebutkan di ayat 28 ini: Allah atau manusia? Paulus sengaja membiarkan hal ini mengambang. Kata Yunani yang diterjemahkan dengan kata ‘rencana’ adalah prosthesis. Kata ini bisa digunakan terkait dengan Allah dan manusia di dalam Alkitab. Di Roma 3:25, 9:11, Efesus 3:11 dan 1 Timotius 1:9, kata ini digunakan terkait dengan Allah. Di Kisah 11:23, 27:13, Roma 1:13 dan 2 Timotius 3:10, kata ini digunakan dalam hubungannya dengan manusia. Bapa-bapa Gereja zaman dulu memaknai kata ‘rencana’ di ayat 28 sebagai berikut: “Terpanggil sesuai rencana, pilihan dan tekadmu.” Kebanyakan pakar zaman sekarang menghubungkan kata ‘rencana’ itu dengan Allah karena rumusan istilah kata prothesin (ungkapan ‘kata’ digabung dengan ungkapan lain yang berbentuk akusatif) digunakan di bagian-bagian lain dalam kaitannya dengan Allah (bdk. Efesus 1:11, 3:11, 1Tim 1:9). Namun, pokok yang perlu dipahami adalah bahwa baik rencana Allah maupun rencana manusia, keduanya terlibat di Roma 8:28 ini. Sudah menjadi prinsip yang alkitabiah bahwa penentuan dari Allah tidak pernah menghapuskan pilihan manusia.

Perhatikan isi Roma 3:25 yang memberitahu kita bahwa Allah “menentukan (protithemi)” Kristus sebagai jalan pendamaian dosa-dosa kita. Allah merencanakan agar Kristus menebus kita. Apakah hal ini berarti bahwa Yesus tidak punya pilihan lain? Yesus tetap punya pilihan lain. Di Yohanes 10:17-18, kita melihat uraian berikut: “Bapa mengasihi aku, oleh karena aku memberikan nyawaku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya daripadaku, melainkan aku memberikannya menurut kehendakku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang kuterima dari Bapaku.” Yesus tidak harus melangkah ke kayu salib, tetapi dia memilih untuk menjalankan kehendak Allah. Di Taman Gesemani, dia berdoa, “Bukanlah kehendakku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Lukas 22:42). Yesus bisa saja mengerahkan lebih dari dua belas pasukan malaikat (Matius 26:53), tetapi bagaimana karya keselamatan ini akan diwujudkan kalau pilihannya seperti itu?

Seluruh bagian dari Roma 8:28-30 ini mengacu pada satu jenis manusia—yakni mereka yang mengasihi Allah. Mengapa kita mengasihi Allah? Karena Dia lebih dulu mengasihi kita (1Yoh 4:19), bukan karena Dia sudah menentukan bahwa kita harus mengasihi Dia. Bagaimana Dia menyatakan kasih-Nya? Dengan menyerahkan Anak-Nya kepada kita (Yoh 3:16). Kolose 1:19 memberitahu kita bahwa sejak kita masih dalam keadaan memusuhi Allah, Kristus sudah mati bagi kita. Siapakah mereka yang terpanggil itu? Yang terpanggil adalah mereka yang mengasihi Allah. Mungkinkah kasih itu muncul berdasarkan tekanan? Tidak, kita bisa saja ditekan menjadi takut, tetapi tidak dalam hal mengasihi. Tak ada orang yang bisa memaksa orang lain untuk mengasihi dia. Berdasarkan definisinya, segala sesuatu yang berlangsung di bawah tekanan bukanlah kasih. Kasih harus selalu bersumber dari pilihan. Di sini kita bisa melihat hikmat Allah dalam memberikan kebebasan kehendak kepada kita. Dia ingin agar kita mengasihi Dia berdasarkan pilihan kita sendiri. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa kita punya kebebasan memilih. Jika tidak, akan mustahil bagi Adam dan Hawa untuk berbuat dosa. Di Yosua pasal 24, bangsa Israel diminta untuk memilih akan menyembah siapa, Allah atau Baal (ayat 15), dan mereka memilih untuk menyembah Allah (ayat 21-24).

Di dalam Roma 8:28, bagian awalnya berisi ungkapan “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia …” Alkitab terjemahan versi Jerusalem Bible memakai rumusan “God cooperates (bekerjasama) for good with all those who love him …” Di ayat 26, kita melihat bahwa Roh Kudus bekerjasama dengan kita dalam hal berdoa. Jika kita mengasihi Allah, maka Dia akan bekerja bersama dengan kita.

Ayat 28 dihubungkan dengan ayat 29 oleh kata ‘sebab’. Apakah tujuan Allah dalam memanggil kita? Ayat 29 mengatakan bahwa bagi mereka (yang sudah dipilih oleh Allah sejak awal) itu, Allah menentukan untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya. Tujuan puncak Allah dalam penciptaan dan keselamatan ialah agar kita menjadi serupa dengan Yesus.

Kata kerja foreknow (proginosko, dikenal sebelumnya) dipakai juga di 4 tempat lain dalam Perjanjian Baru. Di Kisah 26:5 dan 2 Petrus 3:17, kata ini menjelaskan tentang orang-orang yang mengenal sesuatu/seseorang sejak lama. Di 1 Petrus 1:20, kata ini digunakan untuk Kristus: Allah sudah menentukan Kristus sebagai Juruselamat bagi umat manusia sebelum landasan dunia dibentuk. Di Roma 11:2, kata ini ditujukan pada bangsa Israel yang sudah dipilih-Nya. Apakah fakta bahwa pilihan Allah itu membuat umat-Nya tidak dapat berbuat dosa atau tersesat? Tidak, kita hanya perlu membaca Roma pasal 11 untuk melihat bahwa Allah memotong (membuang) mereka akibat ketidaksetiaan mereka. 1 Korintus 10:1-5 menyatakan bahwa satu generasi bangsa Israel (Kecuali Yosua dan Kaleb) mengalami kebinasaan di padang gurun walaupun mereka adalah umat pilihan Allah. Amos 3:2 menyatakan bahwa justru karena mereka adalah umat pilihan Allah, maka Allah harus menghukum mereka atas dosa-dosa mereka: “Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu.” Semakin besar hak istimewa kita, semakin besar pula tanggung jawab kita.

Kata benda foreknowledge (mengetahui sebelumnya, prognosis) muncul dua kali di dalam Perjanjian Baru. Kata ini dipakai untuk Kristus di Kisah 2:23 dan Petrus (mungkin termasuk orang Kristen lainnya) di 1 Petrus 1:2.

Kata predestined (ditentukan) di Roma 8:29 bermakna “untuk memutuskan sesuatu sebelumnya.” Kata ini tidak menyebutkan siapa yang sudah ditentukan. Ayat ini hanya menyebutkan apa yang sudah ditentukan. Allah sudah menentukan bahwa kita akan dijadikan serupa dengan gambaran Anak-Nya. Setiap kali kata predestined (ditentukan) ini dipakai dalam bahasa Yunani, kata itu diikuti oleh kata eis yang berbentuk akusatif. Konstruksi ini menunjukkan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, hal yang sudah ditentukan sejak semula itu adalah rencana-Nya, bukan manusianya. Rencana ini, kami ulangi lagi, adalah untuk membentuk manusia menjadi serupa dengan gambaran Kristus.

Untuk menggenapi rencana ini, hal apakah yang harus dilakukan? Ayat 30 memberitahu kita: orang-orang harus dipanggil. Mereka yang menanggapi panggilan ini akan dibentuk untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak. Akan tetapi, supaya mereka bisa menanggapi maka mereka harus dipanggil terlebih dahulu. Panggilan Allah di dalam Alkitab tidak pernah meniadakan pilihan bebas. Renungkanlah isi perumpamaan tentang Perjamuan Besar dalam Lukas 14:16-24 dan paralelnya di Matius 22:14. Renungkanlah ucapan yang disampaikan oleh Yesus mengenai Yerusalem di Matius 23:37. Allah memanggil semua orang, tetapi tidak semua orang yang memberi tanggapan.

Sejauh ini kita sudah melihat bahwa kata predestined (ditentukan sebelumnya), foreknew (dikenal sebelumnya) dan called (dipanggil) dipakai tanpa menghapus kebebasan memilih. Sekarang mari kita periksa kata ‘dibenarkan’ dan ‘dimuliakan’. Kata ‘dibenarkan’ dalam Roma 8:30 terkait dengan tanggapan iman kita kepada Allah. Kita dibenarkan oleh iman (tanggapan kita kepada Allah), bukan oleh paksaan. Jika iman bisa dipaksakan, lalu mengapa Allah tidak memaksa semua orang untuk menanggapi panggilan-Nya? Di Kisah 7:51, Stefanus, saat berbicara kepada dewan Sanhedrin, berkata,

“Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu.”

Jika memang benar, seperti yang dikatakan oleh Calvin, bahwa kita tidak dapat menolak kasih karunia Allah, lalu mengapa Stefanus menuduh orang Yahudi menentang Roh Kudus?

Kita baca lebih jauh di Roma 8:30 bahwa mereka yang dibenarkan oleh Allah, juga dimuliakan oleh-Nya. Di Roma 9:4 kita melihat bahwa “mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji.” Di 1 Raja-raja 8:11, kita melihat bahwa kata kemuliaan secara khusus menunjuk kepada kemuliaan hadirat Tuhan: “Sebab kemuliaan YAHWEH memenuhi rumah YAHWEH.” Di Yesaya 60:1-2, kata ‘kemuliaan’ mengacu pada keselamatan karena Allah akan menyertai kita melalui kelahiran Yesus.

Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang,
dan kemuliaan YAHWEH terbit atasmu. 
Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi,
dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa;
tetapi terang YAHWEH terbit atasmu,
dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu.

Yakobus 2:1, dalam naskah aslinya, menyebut Yesus cukup dengan kata ‘the glory (kemuliaan)’. Bangsa Israel memiliki kemuliaan, tetapi, seperti yang sudah kita baca, hal itu tidak mencegah mereka dari dihakimi.

Karena mereka yang mengasihi Allah dipanggil untuk dijadikan serupa dengan gambaran Anak-Nya, 2 Korintus 3:18 memberitahu kita bahwa mereka perlu “diubah kepada gambar yang sama dari kemuliaan kepada kemuliaan”. 2 Petrus 1:3-4 menyatakan bahwa Allah telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia supaya kita boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi. 1 Petrus 4:14 memberitahu kita bahwa, jika kita menderita karena nama Kristus, maka kita perlu berbahagia karena Roh Kemuliaan, yaitu Roh Allah, ada pada kita. 

Kita tahu dari Kolose 3:4 bahwa penggenapan dari kemuliaan bagi orang Kristen itu disediakan PADA MASA DEPAN. Seperti yang disampaikan dalam naskah asli 2 Korintus 3:18 yang terjemahannya berbunyi, “dari kemuliaan kepada kemuliaan.” Kita bertumbuh dalam kemuliaan menuju kemuliaan dari keselamatan yang penuh pada masa depan, ketika “kita akan menjadi sama seperti dia, sebab kita akan melihat dia dalam keadaannya yang sebenarnya” (1Yoh 3:2). Akan tetapi, kita tidak didorong naik dari satu kemuliaan menuju kemuliaan yang lain oleh semacam predestinasi yang tak dapat ditolak. Bangsa Israel menerima kemuliaan, tetapi mereka tidak sampai pada keselamatan. Roma 8:17 memberitahu kita bahwa kita dimuliakan dengan syarat ikut menderita bersama Kristus: “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan dia.” Jadi, kita bisa melihat bahwa perkara apakah kita akan dimuliakan atau tidak, bergantung pada pilihan kita sendiri: Apakah kita bersedia untuk menderita bersama Kristus?

Dengan demikian, makna Roma 8:28-30 adalah sebagai berikut:

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia (berdasarkan pilihan mereka sendiri), yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (yakni, untuk dijadikan serupa dengan gambaran Kristus). Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula (yakni, mereka yang mengasihi Dia), mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya (lewat pemberitaan Injil, 2Tes 2:14). Dan mereka yang dipanggil-Nya (lewat pemberitaan Injil), mereka itu juga dibenarkan-Nya (berdasarkan iman di dalam Yesus, Roma 3:26; Galatia 3:8). Dan mereka yang dibenarkan-Nya (berdasarkan iman kepada Yesus), mereka itu juga dimuliakan-Nya.

Apa perbedaan antara pernyataan Paulus dan Calvin? Calvin menyatakan bahwa mereka yang mengasihi Allah memang sudah ditentukan dari semula untuk mengasihi Allah. Paulus menyatakan bahwa mereka yang mengasihi Allah sudah ditentukan dari semula untuk dijadikan serupa dengan gambaran Anak-Nya. Ini merupakan dua pernyataan yang berbeda total. Ungkapan ‘ditentukan dari semula (predestined)’ yang dipakai oleh Paulus tidak menyebutkan SIAPA yang ditentukan, tetapi KEPADA APA mereka yang mengasihi Allah ditentukan. Demikianlah, ungkapan yang dipakai oleh Paulus ini tidak berkaitan dengan takdir orang-orang oleh semacam paksaan tersembunyi atas kehendak mereka. Ungkapan yang dipakai oleh Paulus ini terkait dengan rencana dan tujuan Allah bagi mereka yang mengasihi Dia.


YANG DIPREDESTINASIKAN ADALAH RENCANANYA, BUKAN ORANGNYA

Kata foreknew (diketahui sebelumnya) dan predestined (ditentukan sebelumnya) berhubungan dengan rencana Allah. Kata called (dipanggil), justified (dibenarkan) dan glorified (dimuliakan) berkenaan dengan pelaksanaan dari rencana itu. Rencana Allah adalah menjadikan kita serupa dengan Yesus. Tujuan keseluruhan dari rencana keselamatan itu adalah bahwa, hari demi hari, kita menjadi semakin serupa dengan gambaran Yesus Kristus (2Kor 3:18).

Rangkuman dari rincian uraian atas Roma 8:28-30 adalah seperti berikut: Kita sudah melihat bahwa tak satupun dari kata-kata di dalam nas tersebut (dipilih, ditentukan, dipanggil, dibenarkan dan dimuliakan) yang menyingkirkan kebebasan kita dalam berkehendak, dan tak satupun dari semua kata itu dipakai untuk dikaitkan dengan takdir. Semua terserah kepada kita untuk membuat keputusan. Jika kita memilih untuk menjadi bagian dari rencana Allah maka kita akan ditentukan untuk dijadikan serupa dengan gambaran Anak-Nya. Berdasarkan kemerdekaan berkehendak itulah kita terlibat dalam rencana Allah dan membiarkan Roh Kudus bekerja di dalam hidup kita. Itu sebabnya Paulus memperingatkan agar kita tidak mendukakan (Ef 4:30) atau bahkan memadamkan (1Tes 5:19) Roh Kudus.

Di dalam 1 Korintus 2:7,

“Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita.”

Jadi, hal apa yang sudah ditentukan dari semula? Hikmat Allah yang tersembunyi. Dan apa hikmat yang tersembunyi itu? Itu adalah rencana keselamatan dari Allah melalui Kristus. Sejak semula Allah sudah menetapkan wujud rencana keselamatan-Nya; Dia tidak menetapkan siapa yang akan diselamatkan.

Apa yang sudah ditentukan oleh Allah bagi kita di Efesus 1:5-6?

Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam dia, yang dikasihi-Nya.

Allah, di dalam kasih-Nya, menentukan agar kita diangkat menjadi anak-anak-Nya melalui Yesus supaya kita menjadi pujian bagi kemuliaan-Nya. Pengangkatan anak ini tidak menjamin bahwa Allah tidak akan membuang kita jika kita tidak taat. Tindakan ini tidak ada hubungannya dengan urusan takdir. Seperti yang sudah kita lihat di Roma 9:4, kata ‘diangkat’ ini dipakai untuk bangsa Israel, tetapi mereka dipotong karena tidak taat.

Di Efesus 1:12 (ayat 11 dalam naskah Yunani),

“Supaya kami, yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus, boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya.”

Kita tidak ditentukan untuk menaruh harapan kepada Kristus (kita sendiri yang secara sukarela melakukannya). Kita ditentukan untuk menjalani kehidupan yang menjadi pujian-pujian bagi kemuliaan Allah. Kata Yunani yang diterjemahkan dengan for (bagi) adalah ungkapan eis to einai, yang digunakan untuk menyatakan tujuan. Bagaimana kita menjalani hidup bagi kemuliaan Allah? Dengan cara dijadikan serupa dengan gambaran Yesus. Pikiran yang disampaikan di ayat ini sama dengan yang disampaikan di dalam Roma 8:28-30.


KEBEBASAN MEMILIH

Yang terakhir, mari kita telaah juga bagaimana kata seperti chosen (terpilih), the will of God (kehendak Allah) dan free will (kemerdekaan berkehendak, kehendak bebas) dipakai di dalam Alkitab.

Kata ‘terpilih’ tidak mengandung makna takdir di dalam Alkitab. Israel adalah umat pilihan Allah, tetapi karena bangsa ini gagal menjalani misinya untuk bersinar sebagai terang Allah, maka Allah memotongnya (Roma 11:20). Saul dipilih oleh Allah untuk menjadi raja atas bangsa Israel (1Sam 10:24), tetapi Allah kemudian menyingkirkannya akibat ketidaktaatannya (1Sam 15:26; 16:24). Allah sudah memilih Paulus untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa non-Yahudi, para raja dan bangsa Israel ketika dia masih menjadi musuh Kristus (Kis 9:15). Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa kehendak bebas Paulus menjadi hilang. Paulus menyatakan di depan Raja Agripa, “Kepada penglihatan yang dari surga itu tidak pernah aku tidak taat.” Paulus memilih untuk taat kepada Allah. Jika dia tidak taat, maka Allah tidak akan memakainya. Paulus sendiri mengatakan kepada kita bahwa hal yang dia takuti adalah menjadi tidak taat dan ditolak (1Kor 9:27).

Ada dua kata Yunani yang dipakai untuk makna kata ‘kehendak’ di dalam Perjanjian Baru.

a) thelo, kata ini muncul 209 kali di dalam Perjanjian Baru, digunakan baik terhadap Allah dan manusia. Ini berarti bahwa manusia memiliki kehendak, kurang lebih sama seperti Allah memiliki kehendak. Di Yohanes 7:17, kita melihat bahwa manusia mempunyai pilihan apakah dia akan menyelaraskan kehendaknya dengan kehendak Allah atau tidak.

Jika seseorang mau melakukan kehendak Allah, ia akan mengetahui ajaranku, apakah itu berasal dari Allah atau dari diriku sendiri.

Dalam doa Yesus di Taman Getsemani, “Bukanlah kehendakku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Lukas 22:42) menunjukkan bahwa Yesus memiliki kehendak yang terpisah dari Bapa. Kata Yunani yang dipakai dalam ayat ini adalah thelema. Kata ini juga dipakai di 1Tesalonika 4:3 di mana Paulus memberitahu kita: “Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan.” Jika kehendak Allah itu memang tak dapat ditolak, maka kita semua langsung menjadi kudus secara otomatis. Kita semua tahu persis bahwa faktanya tidak demikian.

b) Kata Yunani kedua untuk kehendak adalah boulomai. Sama seperti kata thelo, kata boulomai juga diterapkan pada Allah dan manusia. Di dalam 2Pet 3:9 kita lihat:

Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki (boulomai) supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.

Mengapa tetap ada sebagian orang yang binasa jika, menurut ayat ini, Allah tidak menghendaki ada yang binasa? Kebebasan kita dalam menentukan pilihan tidak akan membatalkan kedaulatan Allah. Allah dapat menundukkan kehendak kita jika Dia ingin melakukannya (Roma 9), tetapi Dia tidak memilih untuk melakukannya. Dia menginginkan agar kita mengasihi dan menyembah Dia berdasarkan kebebasan kita dalam memilih tindakan. Dengan demikian kita bisa melihat bahwa kedua kata Yunani tersebut tidak mengandung makna takdir.

Ada beberapa kata yang berisi makna kemerdekaan kehendak manusia yang dipakai dalam tulisan Paulus dan beberapa penulis Perjanjian Baru lainnya.

authaietos – Kata ini, maknanya “kerelaan”, hanya terdapat di dalam tulisan Paulus. Dia memakai kata ini dua kali:

Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus. (2Kor 8:3-4)

Memang ia menyambut anjuran kami, tetapi dalam kesungguhannya yang besar itu ia dengan sukarela pergi kepada kamu. (2Kor 8:17)

Jika kita tidak memiliki kemerdekaan kehendak, lalu mengapa Paulus memakai kata ini?

authades – Kata ini maknanya strong-willed (berkehendak keras, berkemauan keras),  ‘angkuh’, ‘keras kepala’, ‘mengejar kesenangan pribadi’.

Sebab seorang penilik jemaat sebagai penatalayan milik Allah seharusnyalah tidak bercela, tidak keras kepala, bukan pemberang, bukan pemabuk, tidak suka bertengkar, tidak tamak; (Titus 1:7 ILT)

Para penantang yang keras kepala itu tidak gentar ketika menghujat kemuliaan, (2Pet 2:10b)

hekousios – Kata ini maknanya ‘sukarela’

Tetapi tanpa persetujuanmu, aku tidak mau berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan paksa, melainkan dengan sukarela. (Filemon 14)

Perbuatan baik harus dilandasi oleh kerelaan kita; perbuatan baik menjadi sia-sia jika dilandasi paksaan.

hekousios (dalam bentuk kata kata kerja) – Kata ini maknanya ‘diniatkan’, ‘sengaja’, ‘sukarela’.

Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. (Ibrani 10:26)

Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri. (1Pet 5:2)

Dari semua kutipan di atas, jelaslah bahwa Allah sudah memberi manusia kemerdekaan kehendak.


KESIMPULAN

Kita sudah menelaah semua sisi dari kata predestine (ditentukan sebelumnya) di dalam Alkitab berikut pemakaian kata-kata lain di dalam konteksnya. Kita sudah melihat bahwa, dengan tetap berpegang pada bukti-bukti alkitabiah, kita bisa terhindar dari kekeliruan yang serius. Kesalahan Calvin berakar dari fakta bahwa dia salah menafsirkan Roma 8:28-30 dengan menyimpulkan makna, “Mereka yang mengasihi Allah sudah ditentukan sejak semula untuk mengasihi Dia,” padahal yang dimaksudkan oleh Kitab Suci adalah, “Mereka yang mengasihi Allah sudah ditentukan sejak semula untuk menjadi serupa dengan Kristus.” Marilah kita tarik pelajaran dari contoh ini untuk bisa mempelajari isi Alkitab berdasarkan lima prinsip yang sudah diuraikan dalam bagian pertama dari tulisan ini, dan mari kita minta Roh Kudus untuk membersihkan hati kita dari dosa supada Dia dapat memimpin kita masuk ke dalam segala kebenaran.

 

Berikan Komentar Anda: