SC Chuah | Paskah 2020 | Covid-19 |


PASKAH DI RUMAH

Setelah terkurung di rumah selama beberapa minggu ini, saya berharap tidak ada yang mulai bersungut-sungut atau mengeluh. Dan juga untuk hari-hari ke depan juga saudara tidak akan menjadi pesimistis. Sikap negatif seperti ini menyebar lebih cepat daripada virus, membawa kesusahan dan ketidakbahagiaan kepada semua orang di sekeliling kita. Namun, kalau ada merasa ingin bersungut-sungut, marilah kita menarik kekuatan dari Nabi Nuh. Nuh terkurung di dalam bahtera. Dia terkurung bukan saja bersama istri dan anak-anaknya siang dan malam, tetapi juga bersama segala macam hewan seperti ayam, bebek, babi, ular, macan, singa… Dapatkah saudara bayangkan suasana di dalam bahtera itu? Besar kemungkinan Nuh dan istrinya mengalami kesulitan mencari waktu tidur! Para ortu yang terkurung bersama anak-anaknya akan memahaminya dengan baik.

Pada waktu itu juga belum ada Wifi atau internet, jadi Nuh tidak dapat mendengarkan firman setiap minggu seperti ini maupun mencari hiburan apa pun. Tahukah saudara, berapa lama Nuh terkurung di dalam bahtera? Menurut perkiraan, Nuh dan keluarganya berada di dalam bahtera itu selama sekitar satu tahun lamanya. Besar kemungkinan selama satu tahun itu, Allah tidak berbicara kepadanya, karena itu dia bahkan tidak tahu bahwa air bah sudah mulai surut dan kapan dia bisa keluar.

Di akhir kisah Nuh, tertulis satu kalimat kecil yang indah, “Allah mengingat Nuh.” Ini satu kalimat yang sangat indah, khususnya pada hari Paskah ini. Di hari-hari menjelang Paskah kita memperingati kematian Yesus. Kita mengingat Allah dan apa yang telah Allah lakukan bagi kita melalui Yesus Kristus. Saya yakin kita yang mengingati dan menghayati apa yang telah dilakukan-Nya bagi kita, kita dapat memastikan bahwa Allah juga akan mengingat kita.

“Allah mengingat Nuh”, kata mengingat di dalam firman Tuhan bukan berarti, Allah lupa dan baru setelah beberapa waktu dia mengingat. Di dalam firman Tuhan, mengingat berarti Allah mulai bertindak. Allah mulai mengambil langkah untuk menggenapi janjinya kepada Nuh.

Ini kali pertama di dalam hidup kita di mana seluruh dunia merayakan Paskah di rumah secara sederhana di tengah-tengah bayangan maut. Justru di perayaan Paskah ini kita harus lebih-lebih lagi memperingati kebangkitan Yesus. Kristus telah bangkit dari kematian, Kristus telah mengalahkan maut. Ini berarti dalam pengalaman kita sehari-hari, sengat maut sudah tidak ada lagi, sudah dihilangkan dan lenyap. Ini bukan berarti, kita tidak akan mati secara jasmani, tetapi firman Tuhan memberitahu kita bahwa mati sekarang digambarkan seperti tidur saja. Itulah kata yang sering dipakai untuk menggambarkan kematian orang percaya. Kenapa sebagai tidur saja? Karena maut sudah tidak ada sengatnya. Respon kita terhadap apa yang bersengat dan tidak bersengat sangatlah berbeda. Siapa di sini yang takut untuk tidur? Kita semua tidur tiap malam dengan keyakinan penuh kita akan bangun besok pagi. Seperti itulah kematian bagi orang percaya.

 

UMAT YANG MENGENAL ALLAHNYA AKAN TETAP KUAT

Untuk pesan ini, kita akan melihat pada Daniel 11:32 yang berkata,

Dan orang-orang yang berlaku fasik terhadap Perjanjian akan dibujuknya sampai murtad dengan kata-kata licin; tetapi umat yang mengenal Allahnya akan tetap kuat dan akan bertindak.

Konteks ayat ini merujuk kepada masa penderitaan dan kesengsaraan yang jauh lebih buruk dan dahsyat dari apa yang kita alami sekarang. Namun, dinubuatkan oleh Daniel di sini bahwa umat-Nya yang mengenal Allahnya akan tetapi kuat dan akan bertindak. Ini berarti ada umat Allah yang tidak mengenal-Nya, yang digambarkan di sini sebagai orang-orang yang berlaku fasik terhadap Perjanjian. Dua kelompok orang yang digambarkan dalam ayat ini keduanya termasuk umat-Nya, tetapi yang satu mengenal-Nya dan yang satu lagi, tidak. Umat yang mengenal Allah, di masa kesusahan, akan selalu tetap kuat dan akan bertindak. Bagaimana mungkin tidak jika Dia adalah Allah kita?

Oleh karena itu, di tengah dunia yang sedang berbicara tentang virus corona, covid-19, cuci tangan, sosial distancing, ekonomi dll, marilah kita bicara tentang mengenal Allah. Apakah ada subjek yang lebih penting daripada itu? Apakah ada perkara yang lebih penting yang harus dikejar? Mengapa fokus pada yang kecil dan mengabaikan yang besar?  

Di Yeremia 9:23 dikatakan,

23 Beginilah firman YAHWEH: “Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya,  24 tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah YAHWEH yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman YAHWEH.”

Jangan siapa pun bermegah tentang apa pun, tetapi kalau ada yang mau bermegah, biarlah dia bermegah karena dia memahami dan mengenal Yahweh. Dari sisi atau aspek apa kita memahami dan mengenal Dia? Firman Yahweh, “Akulah Yahweh yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi.” Itulah yang kita pegang. Apa pun yang terjadi sekarang, kita tahu bahwa Allah sedang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran-Nya di bumi ini.

Hal ini juga mengingatkan kita tentang seruan dari nabi Hosea 6:3 yang berkata,

Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal YAHWEH; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi.”

Kalau kita sungguh-sungguh berusaha untuk mengenal Yahweh, janji firman Tuhan adalah Dia pasti datang. Sepasti apa? Sepasti, hujan datang pada musim hujan.

Judul pesan hari ini adalah Sempurna, Utuh dan Tidak Kekurangan Suatu Apa pun. Saya yakin kita semua mau menjadi orang yang sempurna, utuh dan tidak berkekurangan suatu apa pun. Lalu, bagaimana caranya?


PENCOBAAN YANG BERWARNA-WARNA

Mari kita membaca dari Yakobus 1:2-4

2 Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, 3 sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. 4 Biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tidak kekurangan apa pun.

Sebagai bagian dari umat manusia, kita sedang menghadapi pencobaan. Kita sedang melewati suatu ujian yang berat sebagai umat manusia. Ayat-ayat ini sangat relevan dengan keadaan kita sekarang. Waktu kita sedang mengalami cobaan ini, Yakobus malah meminta agar kita menganggapnya sebagai kebahagiaan.

Kata “berbagai-bagai” dalam bahasa aslinya adalah “berwarna-warna”. Pencobaan yang berwarna-warna? Warna selalunya dikaitkan dengan sesuatu yang baik dan positif. Kita suka bertanya, “Apa warna kesukaan kamu?” Warna biasanya sesuatu yang baik. Berbicara tentang warna dalam firman Tuhan, mengingatkan kita pada pelangi. Apa lambang pelangi di dalam Alkitab? Pelangi adalah tanda dari janji Allah. Kita mengalami berbagai-bagai pencobaan yang datang dalam pelbagai warna, macam-macam rupa dan bentuk. Semua itu menuntun untuk kita mengingat pada janji-janji Allah dengan kita. Janji-janji Allah juga datang kepada kita dalam berbagai-bagai warna.  

Surat Yakobus dikenal sebagai surat yang pertama yang ditulis di dalam Perjanjian Baru, bukan dari segi urutan di dalam Alkitab tetapi dari segi waktu penulisan. Surat Yakobus dimulai dengan, “Berbahagialah kamu kalau kamu mengalami pencobaan … yang menghasilkan ketekunan.” Mungkin bukan kebetulan, kitab Ayub juga dikenal sebagai kitab yang pertama yang ditulis dari Perjanjian Lama, sekali lagi bukan dari urutan di dalam Alkitab tetapi dari segi waktu penulisan. Lalu, apa tema utama dari kitab Ayub? Kitab Ayub adalah tentang penderitaan, tentang ketekunan Ayub dalam penderitaan yang bisa dikatakan tidak ada taranya. Di Yakobus 5:11, dituliskan bahwa,

Kamu telah mendengar ketabahan Ayub dan melihat maksud Tuhan pada akhirnya, bahwa Tuhan itu penuh belas kasih dan murah hati.

Kita yang hidup setelah kitab ini ditulis telah melihat apa ending atau akhir dari kisah Ayub. Apa kesimpulan dari kisah Ayub? Bahwa Tuhan itu penuh belas kasih dan murah hati. Namun kita harus perhatikan bahwa Ayub tidak tahu endingnya, dia tidak tahu apa yang akan menjadi akhir dari penderitaan yang dialaminya. Jika benar kitab Ayub merupakan kitab pertama yang ditulis, maka Ayub tidak memiliki patokan untuk dipegang. Ayub sama sekali tidak paham apa yang sedang terjadi dan tidak tahu bagaimana kisahnya akan berakhir. Ayub juga tidak tahu bahwa Tuhan bermaksud untuk menjadikan dia contoh, suatu teladan bagi kita semua, bahwa ketabahan dan ketekunan dalam ujian akan mendatangkan kemurahan Tuhan. Sampai sekarang, ribuan tahun kemudian, kita masih berbicara tentang Ayub. Kita berada dalam posisi yang sangat beruntung. Kita bukan saja mempunyai alasan untuk menangung semua itu, tetapi malah berbahagia. Dari Ayub, kita tahu seperti apa endingnya nanti.


PENCOBAAN MENGHASILKAN KETEKUNAN DAN KETABAHAN

Kita sebagai umat manusia memang sedang mengalami pencobaan yang sangat berat. Orang yang berbeda akan mengalaminya secara berbeda. Kita juga tahu bahwa pencobaan, kesusahan dan penderitaan seringkali memunculkan yang terburuk dari manusia dan juga yang terbaik dari manusia. Kita membaca di koran bahwa setelah hanya satu minggu lockdown di Perancis, kasus KDRT mengalami peningkatan sebanyak 36% di kota Paris. Bukankah kota Paris dikenal sebagai kota paling romantis di dunia? Di tengah bencana ini, pemerintah Perancis bahkan harus menyewa 20,000 kamar hotel hanya untuk menampung korban-korban KDRT ini. Jika itulah kenyataannya di kota paling romantis di dunia, bagaimana dengan yang lain? Pencobaan seringkali memunculkan yang terburuk dari manusia. Permasalahan ekonomi akan menimbulkan perampokan, penjarahan dan kejahatan yang lain.

Namun di waktu yang bersamaan, penderitaan juga menghasilkan yang terbaik dari manusia, seperti yang kita baca di Yakobus 1. Penderitaan atau ujian terhadap iman kita menghasilkan ketekunan atau ketabahan yang berhujung pada seorang manusia sempurna, utuh dan tidak kekurangan suatu apa pun. Inilah kesempatan bagi kita sekarang, tetapi marilah kita membiarkan atau mengizinkan ketabahan menghasilkan buah yang matang. Biarkan ketabahan itu mengtransformasi kita menjadi seorang yang sempurna utuh dan tidak kekurangan apa pun. Khususnya dalam menjalani kondisi sekarang, kesabaran, ketabahan dan ketekunan sangatlah dibutuhkan.

Manusia pada umumnya memang kurang sabar. Mengapa kita meninggikan nada suara kita terhadap orang lain? Karena kita tidak sabar. Kita meninggikan suara terhadap pasangan kita, karena kita kurang sabar. Anak-anak kecil tidak sabar kalau menginginkan sesuatu. Mereka menginginkannya “sekarang!”. Itulah sifat manusia. Sangat penting untuk kita yang ingin mengejar Allah untuk memiliki kesabaran. Salah satu ciri utama dari kasih adalah kesabaran.

Banyak orang sudah bertanya kepada saya, kapan wabah ini akan berlalu? Kapan semuanya ini akan berakhir? Kalau ditanya kapan selesai, saya hanya akan menggeleng-geleng kepala dan menjawab, “Saya tidak tahu.” Kita sedang berurusan dengan Allah yang tidak terburu-buru. Allah yang kekal dan abadi, Dia tidak pernah terburu-buru dan tidak perlu terburu-buru. Manusia yang selalu terburu-buru dan kita tidak sabar. Bagaimana kalau saya berkata, mungkin dua tahun lagi? Kita mengira mungkin Juni semuanya sudah selesai, tetapi tidak ada yang tahu. Hanya Allah yang tahu. Hanya Dia yang memegang kendali atas segala sesuatu. Kalaupun dua tahun lagi, jika itu yang Dia kehendaki dan kita mengenal-Nya sebagai Allah kita, apakah ada masalah?

Bagaimana ketekunan akan menghasilkan manusia yang sempurna, kita tidak tahu. Tidak dapat saya jelaskan. Sama seperti seorang bayi yang meminum susu dan bertumbuh. Susu hanyalah cairan putih, tetapi bagaimana persisnya bayi bertumbuh besar, saya tidak mengerti. Saya memahaminya sedikit dari pelajaran biologis, tetapi tetap saja masih samar-samar. Itu adalah mukjizat alam. Demikian juga, saya tidak mengerti bagaimana ketabahan menghasilkan seorang manusia sempurna. Namun itulah yang akan terjadi, ketabahan akan menghasilkan kesempurnaan, menghasilkan suatu karakter yang indah.


LATIHAN ROHANI: TIDAK BERSUNGUT-SUNGUT

Jadi kita akan mengakhiri pesan dengan satu latihan untuk kita praktikkan hari demi hari di dalam kehidupan ini. Apa latihan ini? Latihan ini tertulis jelas di Filipi 2:14-15,

“Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantah, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia”.

Ini PR atau latihan untuk kita semua. Di masa-masa ini, kita bergumul dengan pelbagai masalah: masalah ekonomi, rasa takut atau hal sepele seperti tidak betah di rumah. Semua ini menjadi pencobaan bagi kita semua. Mari kita belajar satu hal, yaitu untuk tidak bersungut-sungut, untuk tidak mengeluh. Jangan mulai dengan terlalu ambisius dan berkata, sepanjang wabah ini saya tidak akan mengeluh atau bersungut-sungut. Kita mulai dengan satu hari, dari bangun pagi sampai ke waktu kita tidur di malam hari, kita memutuskan untuk tidak mengeluh atau bersungut-sungut.

Itulah tanda bahwa kita adalah anak-anak Allah. Di Perjanjian Baru, Allah bukan saja Allah kita, tetapi Allah adalah Bapa kita. Coba saudara pikirkan hal ini dengan mendalam, jika Allah adalah Bapa saudara, apakah saudara punya alasan untuk bersungut-sungut tentang apa pun? Apakah ada anak Allah yang akan mengeluh tentang nasibnya? Anak Allah yang bersungut-sungut itu sungguh sebuah ironi!

Saya berharap saudara dapat memahami dan menghayati pokok ini dengan mendalam karena pokok ini sangat penting. Kenapa saya berkata demikian? Mari kita lihat ke Perjanjian Lama, melihat pada sejarah bangsa Israel yang tertulis di Kitab Ulangan dan Bilangan. Apa itu sejarah bangsa Israel? Sejarah bangsa Israel adalah sejarah bersungut-sungut. Baca dua kitab ini dan hitung berapa kali bangsa Israel bersungut-sungut terhadap Allah. Mengapa bangsa Israel dibinasakan oleh Allah di padang gurun? Justru karena mereka bersungguh-sungut dan mengeluh terhadap Allah. Inilah alasan mengapa mereka dibinasakan oleh Allah.


VIRUS BERSUNGUT-SUNGUT

Saya akan membandingkan sikap bersungut-sungut ini seperti virus corona. Hanya saja, virus suka mengeluh ini jauh lebih berbahaya dan jauh lebih mematikan. Organisme yang menginfeksi manusia dapat dibagikan dua jenis: yaitu bakteri atau virus. Apa bedanya bakteri dengan virus? Virus itu dengan sendirinya, tidak bernyawa. Virus harus mencari inang dan menyerap nyawa dari inang. Virus adalah sesuatu yang mati yang menyerap kehidupan inangnya. Terdapat banyak jenis bakteri dan setiap saat kita terpapar pada banyak bakteri. Kebanyakan bakteri tidak berbahaya dan bahkan ada yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Salah satu adalah bakteri yang ada di yogurt yang sangat membantu pencernaan. Sebaliknya, tidak ada satu pun virus yang bermanfaat. Virus adalah parasit, yakni sesuatu yang mendapatkan hidup dari inangnya.

Ciri khusus virus corona yang membuatnya begitu menakutkan atau berbahaya adalah kecepatan penyebarannya. Demikian juga virus bersungut-sungut. Virus bersungut-sungut menular dari orang ke orang dengan sangat cepat. Pernahkah berbicara dengan orang yang suka mengeluh, suka bersungut-sungut, khususnya orang gereja? Orang yang suka mengeluh dan bersungut-sungut sangat menyita sukacita dan damai sejahtera kita. Setelah berbicara dengan orang demikian, kita akan merasa loyo, kehilangan damai sejahtera dan sukacita, seolah-olah “kehidupan” kita tersedot.


VIRUS YANG MENULAR MELALUI KATA-KATA

Virus yang ini menular melalui kata-kata. Itu sebabnya ketika Paulus menggambarkan orang tidak benar di Roma 3:10-18, empat yang pertama berkaitan dengan perkataan, berkaitan dengan organ-organ yang menghasilkan perkataan: kerongkongan, lidah, bibir dan mulut. Kadang-kadang satu-satunya cara untuk menangani hal ini mungkin adalah mengadakan “social distancing”, menjaga jarak dengan orang seperti itu. Setelah berurusan dengan orang demikian, kita harus cuci tangan, mandi, meminum suplemen untuk melindungi diri kita. Demikian juga kita juga harus mencuci atau membasuh hati dan pikiran agar tidak tertular dengan virus suka mengeluh ini. Kita harus datang kepada Tuhan agar sikap negatif tidak tertular kepada kita, dan kita turut menjadi negatif. Itu sebabnya, dengan bangsa Israel di padang gurun, Allah biasanya langsung bertindak,

Pada suatu kali bangsa itu bersungut-sungut di hadapan YAHWEH tentang nasib buruk mereka, dan ketika YAHWEH mendengarnya bangkitlah murka-Nya, kemudian menyalalah api YAHWEH di antara mereka dan merajalela di tepi tempat perkemahan. (Bilangan 11:1)

Untuk virus yang cepat menular, tindakan yang cepat dan tegas sangat diperlukan. Kita tahu bahwa penyebaran virus corona terjadi sangat cepat justru karena tidak ada gejala. Tanpa gejala, tingkat kewaspadaan kita sangat rendah. Kita tidak merasa terancam. Virus bersungut-sungut juga bekerja dengan cara yang sama. Kenapa begitu cepat sikap bersungut-sungut ini menyebar dan memengaruhi orang lain? Justru karena apa yang dikeluhkan ada benarnya. Waktu Israel mengeluh tentang tidak ada air, memang benar tidak ada air. Waktu mereka mengeluh tidak ada makanan, memang tidak ada makanan. Dengan kata lain, ketika orang bersungut-sungut, mereka bukannya mengada-gada. Namun, bukannya sujud berdoa dan bersandar pada Dia, mereka malah mengungkapkannya dengan sikap bersungut-sungut.


MASALAH ATTITUDE

Sikap bersungut-sungut adalah ekspresi atau ungkapan dari ketidak-percayaan. Setiap kali kita bersungut-sungut, kita sebenarnya sedang mengungkapkan ketidak-percayaan kita kepada Allah. Ketidakpercayaan umat-Nya, itulah yang membangkitkan amarah-Nya.

Sebagai manusia, sudah pasti kita akan mengalami pencobaan, dan pencobaan kita bisa berat. Namun, persoalannya adalah, sebagai umat-Nya, apakah kita menanggapinya dengan berdoa atau bersungut-sungut. Masalahnya adalah masalah sikap, masalah attitude. Pilihan kita hanyalah merendahkan diri dan berdoa dengan penuh ketergantungan pada Allah. Atau, kita mengungkapkan diri kita dengan bersungut-sungut, dan bergumam pada diri sendiri. Biasanya orang-orang yang tidak puas dan penuh dengan keluhan, mengungkapkannya dengan sangat agresif.

Dikatakan di 1 Korintus 10:10,

Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut.

Hari ini adalah hari Paskah. Apa itu Paskah? Paskah yang pertama, Paskah orang Israel adalah untuk memperingati peristiwa bagaimana bangsa Israel dilindungi dari malaikat maut. Namun sayangnya, gara-gara bersungut-sungut, mereka dibinasakan oleh malaikat maut yang sama. Marilah kita belajar dari pengalaman bangsa Israel betapa jahatnya bersungut-sungut itu.


TERANG DI TENGAH KEGELAPAN

Marilah kita menjadi terang di tengah angkatan yang sesat dan bengkok ini. Mengapa angkatan ini sesat dan bengkok? Justru karena ini angkatan yang bersungut-sungut. Bayangkan saudara berada di pesawat di malam hari dan melewati daerah pergunungan yang gelap gulita, dan di tengah-tengah kegelapan itu saudara melihat ada satu atau dua titik terang. Saya membayangkan Allah melihat ke dunia dan melalui mata rohaninya, yang Dia lihat adalah kegelapan yang pekat. Sekalipun Dia memandang kota Jakarta di malam hari, yang dilihat-Nya hanyalah kegelapan. Namun di tengah kegelapan itu, Dia melihat satu titik terang di sana, satu titik di sana. Titik-titik terang itu adalah rumah orang-orang yang lagi menaikkan ucapan syukur, rumah orang yang tidak bersungut-sungut. Itulah rumah anak-anak Allah yang tidak bercela, tidak beraib, tidak bernoda. Ketika Bapa di surga memandang ke daerah atau perumahan saudara, akankah Dia melihat setidaknya satu titik terang?

Sebagai penutup, saya menghimbau kita semua untuk melatih diri. Jadikan ini satu latihan di dalam hidup kita setiap hari untuk tidak mengeluh atau bersungut-sungut. Pesan yang lalu, saya berbicara tentang nada kita berbicara dengan sesama. Sikap bersungut-sungut sangat mempengaruhi nada suara kita. Saat kita mulai memupuk rasa syukur dan rasa berterima kasih di dalam hati kita, nada suara kita saat berbicara juga akan sangat berbeda.

1 Korintus 10:13 mengandung janji Tuhan yang luar biasa.

Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya.

Tidak ada pencobaan yang luar biasa. Semuanya biasa-biasa saja. Bukan saja semua pencobaan yang kita alami itu biasa-biasa saja, Tuhan Allah kita juga tidak akan mengizinkan kita dicobai melampaui kekuatan kita. Bersama dengan segala pencobaan yang kita alami, sesusah atau sedahsyat mana pun, Dia akan menyediakan jalan keluarnya. Dia pasti akan menyediakan jalan keluarnya. Sesusah atau seberat apa pun tantangan yang kita hadapi gara-gara virus ini, marilah kita mengambil kesempatan ini untuk mengenal Dia. Inilah waktunya dan kesempatannya untuk membuktikan kesetiaan-Nya. Kalau ada yang mengalami masalah ekonomi, ingatlah Filipi 4:19, “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.”  

Tuhan izinkan saat kita bertemu kembali, kita tidak bertemu dalam keadaan babak belur, tetapi sempurna, utuh dan tidak kekurangan suatu apa pun. Mungkin secara ekonomi, kantung kita agak menipis, tetapi secara rohani dan jasmani tidak kekurangan suatu apa pun. Baru-baru ini, saya sempat berbicara dengan istri tentang nikmat kehidupan. Hidup itu tentang mencari nikmat. Nikmat yang tertinggi adalah nikmat dari mengenal Allah. Saya bertanya-tanya apakah kita bisa mengungkapkan “hidup yang kekal” di Yohanes 17:3 dengan bahasa lebih modern seperti ini, “Inilah nikmat yang tak terkatakan, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.”

Kiranya Paskah yang unik ini menjadi Paskah yang berarti bagi kita semua. Melalui masa-masa pencobaan ini, kita mengenal siapa sesungguhnya Yahweh, bahwa Dialah yang telah menunjukkan kasih setia-Nya, keadilan-Nya dan kebenaran-Nya di bumi ini.

 

Berikan Komentar Anda: