Pastor Eric Chang | Matius 10:40-42 |

Kita melanjutkan pembahasan di Matius 10:40-42. Dari pembahasan setiap ajaran Yesus di Injil Matius selama ini, saya yakin Anda telah melihat kekayaan makna yang luar biasa dari pengajarannya.

Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut (atau menerima) Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.


Orang Kristen adalah wakil Kristus dan wakil Allah di muka bumi

Apa yang dapat kita pelajari dari ketiga ayat tersebut? Ayat 40: “Barangsiapa menerima kamu, ia menerima Aku” (He who receives you receives Me, and he who receives Me receives Him who sent Me.) Siapa yang Yesus maksudkan dengan ‘kamu’? Yang dimaksudkan olehnya adalah orang Kristen secara umum, atau satu kelompok khusus di tengah lingkungan orang Kristen?

Tentu saja pada titik awal, Yesus merujuk kepada murid-muridnya yang sedang mendengarkannya. Akan tetapi, siapakah para murid itu? Siapakah para murid di zaman ini? Kepada siapakah kalimat, “Barangsiapa menerima kamu, ia menerima Aku,” ditujukan di zaman ini? Di ayat 38, Yesus telah memberitahu kita siapa yang dimaksudkan sebagai “kamu” di sini. Menurut Yesus para murid adalah mereka yang memikul salib dan mengikut dia. Yang dimaksud dengan ‘kamu’ di ayat 40 ini adalah orang-orang Kristen yang berkomitmen total; orang Kristen yang “memikul salib mereka” untuk mengikut Yesus. Dia sedang berkata, “Barangsiapa menerima orang-orang Kristen yang memikul salib mereka, ia menerima Aku.”

Dikatakan juga bahwa “Dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku.” Siapa yang mengutus Yesus? Tentu saja, Allah Bapa. Ini berarti bahwa “barangsiapa menerima kamu, ia menerima Bapa.” Ini menunjukkan bahwa orang Kristen yang memikul salibnya bukan saja wakil Kristus tapi juga adalah wakil Allah di dunia ini. Ini adalah suatu tanggungjawab yang amat besar. Setiap dari kita adalah wakil Allah di dunia ini jika kita termasuk orang Kristen yang berkomitmen. Sayangnya, sekalipun Anda hanya sekadar orang “Kristen KTP”, Anda tetap merupakan wakil Allah di mata orang-orang non-Kristen.


Tanggung jawab besar menyandang sebutan orang “Kristen”!

Jadi, mari kita memulai dulu dari poin negatif ini: tanggung jawab yang sangat berat dalam membawa nama “Kristen”. Berapa banyak orang di zaman ini yang menolak untuk menjadi Kristen hanya karena mereka teringat pada beberapa orang Kristen yang mereka kenal yang memberi kesan buruk pada mereka. Dengan kata lain, penghambat terbesar yang menghalangi orang menjadi Kristen adalah fakta bahwa mereka kenal dengan orang Kristen yang kualitas hidupnya payah.

Saya sering mengatakan bahwa saya sangat bersyukur atas kedatangan kaum Komunis di negara asal saya. Di saat saya mengatakan hal itu, alis mata orang-orang akan berkerut. Yang saya maksudkan adalah sebelum kedatangan kaum Komunis, jenis orang Kristen yang saya lihat di gereja adalah jenis yang membuat saya merasa muak. Namun ketika kaum Komunis masuk, yang tersisa adalah orang-orang Kristen yang sejati. Yang lainnya telah menghilang dari gereja. Dan ketika saya mengamati orang-orang Kristen yang sejati ini, saya membatin, “Itu dia! Sekarang aku sudah melihat orang Kristen yang sejati.” Kedatangan kaum Komunis memurnikan gereja dari sekam. Kaum Komunis adalah api penghakiman yang membakar lalang di Gereja dan yang tersisa adalah umat sejati yang memancarkan sinarnya di tengah penderitaan.

Di saat Anda dibaptis, Anda menyandang nama sebagai orang “Kristen”. Mulai saat itu, setiap teman Anda yang non-Kristen akan menatap Anda dan berkata, “Ah! Itu orang Kristen!” Dan mereka akan mulai membayangkan seperti apa itu orang Kristen dengan cara mengamati kehidupan Anda! Oh, suatu tanggung jawab yang sangat mengerikan! Artinya, jika orang itu tidak mau datang kepada Tuhan akibat penilaiannya atas diri Anda, darah orang itu menjadi tanggung jawab Anda. Anda telah membuatnya menolak untuk menjadi orang Kristen. Artinya, entah Anda suka atau tidak, mulai saat Anda menjadi Kristen, Anda langsung menjadi wakil Kristus di tengah keluarga, teman-teman dan kemana pun Anda pergi.

Yesus berkata, “Barangsiapa menerima kamu, ia menerima Aku, tetapi barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku,”. Anda harus memastikan bahwa Anda memang telah mewakili Yesus dengan benar. Inilah alasan mengapa kita membahas tentang salib dan tentang makna iman. Inilah sebabnya mengapa saya berulang kali menguraikan tentang apa artinya menjadi orang Kristen yang sejati, karena bukan hanya keselamatan Anda yang terlibat di dalamnya, tetapi keselamatan orang lain juga bisa ikut terkait di sana.

Ini berarti apakah orang di sekitar kita akan datang kepada Tuhan atau tidak, sangat bergantung pada Anda karena mereka tidak mengenal orang Kristen yang lainnya selain Anda, dan mereka mengamati hidup Anda. Tak ada gunanya berkata, “Jangan mengamati aku, aku bukan orang Kristen yang sesuai standar.” Tidak ada gunanya, karena orang-orang yang berhubungan dengan Anda pasti akan menilai Anda. Begitu banyak orang yang berkata, “Jangan pedulikan aku. Perhatikan saja orang yang itu. Dia lebih baik daripadaku.” Akan tetapi Tuhan meletakkan tanggung jawab yang sepenuhnya di pundak Anda. Jadi, inilah poin yang pertama: kita adalah wakil Kristus di bumi ini.

Setiap kali Anda tergoda untuk mengucapkan sesuatu, ingatlah bahwa apa yang Anda ucapkan, Anda sampaikan sebagai seorang wakil Allah dan wakil Kristus. Jika Anda melontarkan lelucon yang tidak pantas, ingatlah akan kesan yang tertanam di benak orang non-Kristen. Jika Anda bersikap egois, mengambil bagian yang terbesar, yang paling enak dari hidangan yang tersaji, ingatlah bahwa mungkin saja ada orang yang sedang mengamati Anda. “Karena, jika karena apa yang kumakan,” kata Rasul Paulus, “ternyata membuat orang lain tersandung, lebih baik aku tidak memakannya.” Orang memerhatikan perilaku Anda bukan sekadar untuk urusan yang besar-besar saja. Orang-orang mengamati Anda dalam hal-hal kecil dan di sanalah letak permasalahannya. Di dalam perkara-perkara kecil itulah kita mengalami kegagalan.

Bukankah seringkali di dalam hal-hal kecil yang dilakukan oleh para saudara seiman yang membuat Anda berkata, “Wah, ternyata orang ini sangat egois.” Jika inilah yang selalu dilihat oleh orang non-Kristen maka kesan yang tertanam adalah bahwa kira-kira seperti itulah Kristus adanya! Kita adalah wakil Kristus di dunia ini. Jika Anda tidak ingin menjadi wakil Kristus, janganlah mau dibaptis, karena suka atau tidak, pada saat Anda menjadi Kristen, Anda akan menyandang namanya. Sama seperti seorang istri, pada saat ia menikah, dia akan menyandang nama suaminya, entah dia suka atau tidak. Dia akan menjadi perwakilan dari keluarga itu karena dia akan menyandang nama dari keluarga itu. Dan itu juga berarti bahwa kita ini memiliki tanggung jawab yang pasti di dalam hal keselamatan orang lain.

Mari kita melangkah lebih jauh lagi. “Barangsiapa menerima kamu, ia menerima Aku,” berarti, “Barangsiapa mengasihi kamu, ia mengasihi aku.” Dan itu berarti, “Bagaimana cara mereka memperlakukan kamu, begitulah cara dia memperlakukan aku. Jika mereka menghina kamu, mereka menghina aku.” Ingatlah baik-baik, jika ada yang menolak Anda, berarti mereka telah menolak Kristus! Akan tetapi jika mereka menolak Anda karena Anda sendiri yang tidak baik dan oleh karena itu mereka menolak Kristus, berarti mereka telah kehilangan keselamatan mereka. Dan Anda telah menyebabkan mereka sampai pada keadaan seperti itu.

Hal yang kita lihat dari poin yang kedua ini adalah bahwa kita ini bukan sekadar wakil Kristus karena kedudukan kita, tetapi kita ini juga menjadi wakil Kristus karena kita telah bersatu dengannya. Di saat Anda dibaptiskan, maka Anda akan bersatu dengan Kristus. Seperti yang rasul Paulus katakan berulangkali, kita menjadi satu dengan Kristus.


Penyatuan Allah dengan umat-Nya melalui Yesus

Dan saat kita menjadi satu dengan dia, maka, apapun yang terjadi pada kita, terjadi juga pada Kristus dan juga Allah. Inilah aspek positif yang perlu kita pikirkan. Artinya, jika Anda sedang melalui suatu penderitaan atau kesukaran, dan Anda mengalaminya sendirian, janganlah khawatir, Allah menanggung penderitaan itu bersama dengan Anda karena Anda telah bersatu dengan dia. Ingatlah bahwa Anda tidak pernah sendirian di dalam penderitaan Anda. Allah memahami persoalan di dalam hati Anda karena persoalan Anda adalah persoalan-Nya juga. Anda sangat berarti bagi-Nya. Bahkan rambut di kepala Anda terhitung oleh-Nya. Ini menunjukkan bahwa Anda sangat berharga bagi Dia.

Itu sebabnya mengapa ketika rasul Paulus (atau Saulus, namanya sebelum menjadi Kristen) menganiaya Jemaat, Yesus berkata, “Mengapa kamu menganiaya aku?” Jika Anda membuat seorang Kristen menderita, berarti Anda sedang membuat Kristus menderita. Jika Anda membuat Kristus menderita, berarti Anda membuat Allah menderita. Ini adalah pengajaran yang unik di dalam Firman Allah. Ajaran yang unik dari Alkitab itu adalah bahwa Allah menanggung penderitaan, Dia menanggung penderitaan bersama dengan umat-Nya. Seperti yang Dia katakan kepada umat Israel di dalam Perjanjian Lama, “Di dalam segala penderitaan mereka, Allah juga ikut menderita,” karena Dia menjadi satu dengan umat-Nya.


Apapun yang Anda lakukan pada seorang saudara seiman, Anda melakukannya terhadap Allah

Demikianlah, kita kembali lagi kepada poin bahwa, apapun yang Anda kerjakan akan menentukan reaksi orang lain kepada Allah. Akan tetapi kita tidak boleh memandang bahwa hal itu hanya berlaku dalam hubungan antara orang Kristen dengan orang non-Kristen, hal itu juga berlaku dalam hubungan antara sesama orang Kristen. Itu berarti bahwa jika Anda membuat seorang saudara seiman berduka, berarti Anda telah membuat Allah berduka; Anda telah mendukakan Roh Allah. Jika Anda sedang mengkritik seorang saudara seiman, atau menyerangnya, atau menyengsarakannya lewat cara apapun, ingatlah bahwa Anda sedang mendukakan Roh Allah. Ini bukan hanya persoalan perlanggaran terhadap orang lain tetapi suatu perlanggaran terhadap Allah. Artinya, apapun yang Anda lakukan terhadap seorang saudara seiman, berarti Anda sedang melakukannya terhadap Allah. Renungkanlah sejenak hal itu.

Hal ini juga berarti bahwa setiap kali Anda menunjukkan kasih kepada seorang saudara seiman, maka Anda juga sedang menunjukkan kasih kepada Allah. Bagaimana cara Anda  menunjukkan kasih kepada Allah? Caranya adalah dengan menunjukkannya kepada saudara seiman. Jika Anda memberi sesuatu kepada orang tersebut, berarti Anda sedang memberi sesuatu kepada Allah. Saat menyambut seorang murid, berarti kita sedang menyambut Allah.

Banyak orang yang berpikir bahwa orang yang rohani itu adalah orang yang tidak masuk akal. Orang itu selalu bermimpi; dia selalu berada di awang-awang. Padahal orang yang rohani adalah orang yang paling masuk akal karena dia memahami prinsip-prinsip rohani dari kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa setiap bagian dari tingkah laku kita tidak lepas dari prinsip ini.

Coba berpikir lebih jauh lagi, dengan cara apa Anda menyenangkan hati Allah? Bagaimana agar hidup saya dapat menyenangkan hati Allah? Dari pengajaran rohani ini, kita belajar tentang prinsip bahwa di dalam menyenangkan hati saudara seiman, di dalam mengasihi atau menolong orang itu, kita sebenarnya sedang menyenangkan hati Allah!


Menerima upah seorang nabi

Mari kita renungkan lebih jauh lagi prinsip rohani yang ada di ayat 41. Dikatakan, “Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar.” Apa maksud perkataan jika seseorang “menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi“? Apa artinya? Sangat sederhana. Menyambut seorang nabi berarti ikut ambil bagian di dalam upahnya. Bagaimana Anda bisa berbagi upah dengan dia ketika Anda menyambutnya? Karena Anda ikut ambil bagian di dalam pekerjaannya. Ketika Anda menyambut seorang nabi, Anda sudah ambil bagian di dalam pekerjaannya. Anda ikut terlibat dalam mengembangkan pekerjaannya.

Akan tetapi Anda tidak dapat ikut menerima upahnya jika Anda menyambutnya bukan karena ia nabi tetapi karena Anda menyukainya. Betapa telitinya Yesus di dalam membuat pernyataan-nya. Dia tidak berkata, “Jika engkau menyambut seorang nabi, maka engkau akan menerima upahnya.” Yang dia katakan adalah, “Jika engkau menyambut seorang nabi karena dia adalah nabi.” Hal ini sangatlah penting karena Anda bisa saja menyambut seorang nabi karena berbagai macam alasan, tidak harus karena dia adalah seorang nabi. Anda bisa saja menyambut seorang hamba Allah bukan karena keberadaannya sebagai seorang hamba Allah melainkan karena Anda menyukai kepribadiannya. Anda mungkin saja mengagumi seseorang dan berkata, “Aku suka orang semacam ini, tak masalah apakah dia seorang hamba Allah atau bukan. Saya menyukainya sekalipun dia bukanlah hamba Allah.” Ini berarti dasar penerimaan Anda terhadap orang itu sudah tidak jelas. Demikianlah, Yesus tidak berkata, “Kalau kamu menyambut seorang nabi, kamu akan menerima upahnya.” Tidak demikian. Anda baru menerima upahnya jika Anda menyambut dia sebagai seorang hamba Allah. Ini adalah hal yang sangat penting. Poin ini perlu untuk ditegaskan.

Dan pernyataan yang berikutnya, “Barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar.” Siapa itu orang benar di dalam ajaran Yesus? Sudah tentu, dia ini berbeda dari nabi; dia bukanlah seorang nabi; dia bukanlah seorang hamba Allah di dalam pengertian tersebut. Akan tetapi seorang benar di dalam ajaran Yesus selalu merupakan seorang murid sejati yang memiliki iman di dalam Kristus dan orang yang memikul salib di dalam hidupnya. Jika Anda enggan memikul salib, maka Anda tak akan pernah menjadi orang benar karena dosa Anda tetap bersama Anda. Anda masih belum disalibkan bersama Kristus.


Mengambil bagian di dalam pekerjaan Allah dengan menyambut hamba-Nya

Demikianlah, kita melihat di dalam poin yang kedua ini bahwa di dalam hal kita menyambut seorang nabi sebagai nabi: itu berarti bahwa Anda sedang ikut ambil bagian di dalam pekerjaan Allah. Pikirkanlah akan hal ini. Apakah Anda ingin berbuat sesuatu bagi Allah? Anda bisa memulainya dengan menyambut para hamba Allah.

Lalu apakah arti menerima itu? Dari Yohanes 2 ayat 10 kita melihat bahwa hal ini berarti bahwa Anda menerimanya di dalam rumah Anda. Pada zaman itu, nabi lazimnya hidup mengembara. Ini berarti ia akan tinggal bersama Anda selama dia berada di kota Anda dan Anda mencukupi kebutuhan hidupnya. Di Matius pasal 10, ketika Yesus mengutus murid-muridnya, dia berkata, “Barangsiapa menyambut kamu, tinggallah bersamanya.” Artinya, “Tinggallah bersama mereka, dan apapun yang mereka hidangkan, makanlah itu.” Sekarang kita mengerti apa artinya menyambut seorang nabi. Yaitu, Anda membantu memenuhi kebutuhan jasmaninya, menyediakan tempat tinggal, makanan dan lain-lain buatnya. Dalam cara inilah Anda ikut mengambil bagian di dalam pekerjaannya dan menerima upahnya.

Ini berarti bahwa sekalipun Anda mungkin bukan seorang nabi, Anda tidak punya karunia untuk bernubuat atau mengajar, tetapi Anda tetap bisa ikut ambil bagian di dalam pekerjaan nabi itu dengan jalan membantunya. Nabi itu, kalau dia kembali pada pekerjaan duniawinya, mungkin saja dia mampu memperoleh penghasilan yang bagus. Namun sekarang, dia telah dipanggil oleh Allah, dia memberitakan Firman Allah dengan pengorbanan yang besar, dia sedang memikul salibnya. Anda dapat ikut ambil bagian di dalam pekerjaan tersebut. Saya mendapati bahwa banyak sekali orang Kristen yang belum memahami perkara ikut ambil bagian di dalam pekerjaan Allah. Dan akibatnya mereka tidak memperoleh upah tersebut.


Jangan menyambut nabi palsu

Hal yang sebaliknya juga berlaku. Jika Anda menyambut seorang nabi palsu, maka Anda juga terlibat di dalam pekerjaannya. Poin ini, kenyataannya, dinyatakan sejelas-jelasnya di 2 Yoh 10 & 11. Di sana, rasul Yohanes berkata, “Kalau ada guru palsu datang ke rumahmu, jangan izinkan dia masuk. Bahkan jangan memberi salam kepadanya.” Tapi mungkin Anda berkata, “Nah, tentunya, paling tidak kita boleh berkata ‘halo.’ Sekadar menunjukkan sopan santun.” Kita orang-orang Asia sangat sopan.

Janganlah memandang enteng hal ini. Anggaplah Anda sedang berjalan di jalanan di luar rumah Anda, atau mungkin baru keluar dari rumah Anda, lalu orang ini mendatangi Anda dan Anda tahu ia seorang guru palsu, dan Anda menyapa dia. Lalu ada orang lain di dekat Anda yang melihat bahwa Anda memberi salam kepada orang ini, tidakkah orang itu akan segera memandang bahwa Anda berkawan dengan guru palsu tersebut? Dengan demikian, jika guru palsu itu mendatangi tetangga Anda, dia mungkin akan mengira bahwa orang tersebut adalah guru yang sejati karena dia sendiri masih belum bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Dia berpikir bahwa Anda memberi salam kepada guru ini, jadi tentunya Anda punya hubungan yang cukup baik dengan guru itu, dan tentunya pula, guru ini mestinya dapat dianggap sebagai orang baik-baik.

Jadi, di sini disebutkan, “Kamu ikut ambil bagian di dalam pekerjaannya,” seperti yang dikatakan oleh rasul Yohanes, jadi Anda ikut menanggung kesalahannya sebagai akibat peristiwa itu. Ini menunjukkan betapa pentingnya memahami hal menyambut atau menolak.


Siapa “Seorang yang Kecil” itu?

Mari kita masuk ke bagian yang terakhir dari ketiga ayat itu, yaitu ayat 42. Yesus berkata,

“Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.”

Untuk memahami hal ini, kita harus mengerti apa yang dimaksudkan dengan kata-kata, ‘seorang yang kecil’? Siapa itu ‘orang kecil’? Apakah itu berarti anak kecil? Ayat ini tidak sedang berbicara tentang anak kecil. Siapakah orang kecil yang kita beri secangkir air sejuk itu?

Kata ‘kecil’ sebagaimana yang digunakan di dalam bahasa Yunaninya, bisa mengacu pada banyak hal. Pertama, ia bisa mengacu pada ukuran, pada kecilnya tubuh seseorang. Demikianlah di Lukas 19:3, disebutkan bahwa Zakeus adalah orang yang kecil, yaitu orang yang pendek. Tentu saja dia bukanlah seorang anak kecil. Dia adalah seorang pemungut cukai, dan tak ada anak kecil yang menjadi pemungut cukai. Jelas akan menjadi acuan yang salah jika Anda mengira dengan memberi secangkir air sejuk kepada orang yang pendek maka Anda akan menerima upah tersebut. Kata kecil di sini tidak berhubungan dengan tinggi badan seseorang. Jika acuannya seperti itu, maka berarti terdapat semacam pahala khusus jika memberi kepada orang-orang yang pendek.

Kedua, kata ini mengacu pada umur. Di dalam kasus ini, kata tersebut bisa mengacu pada anak-anak yang muda usianya. Namun anehnya, di dalam Perjanjian Baru, saya tidak dapat menemukan contoh pemakaian kata ini yang secara tegas diartikan sebagai anak kecil. Bisa saja akan dapat ditemukan beberapa contohnya di dalam tulisan-tulisan klasik berbahasa Yunani yang lain, akan tetapi saya tidak menemukan contoh yang jelas di dalam Perjanjian Baru.

Dan ketiga, kata ini mengacu pada penghargaan, yaitu mengacu pada orang-orang yang tidak dianggap penting dari segi kedudukan sosialnya. Jadi, dari ketiga acuan tersebut, rujukan pada kedudukan sosial yang rendah itulah yang paling tepat. “Orang-orang kecil” adalah orang-orang yang tidak dianggap penting oleh masyarakat.

Lalu siapakah orang-orang kecil ini di ayat 42? Mereka adalah orang-orang kecil yang percaya kepada Yesus. Matius 18:6 memakai kata yang tepat sama, “yang kecil ini yang percaya kepada-Ku.” Banyak guru sekolah minggu dan mungkin juga beberapa penafsir telah salah mengira bahwa ayat ini mengacu pada anak-anak kecil. Yesus memang mengawali perikop ini dengan berbicara tentang anak kecil tetapi dari ayat 5 sebenarnya sudah terjadi peralihan makna. Gambaran tentang anak kecil sebenarnya sudah beralih kepada gambaran tentang murid. Yang sedang Yesus sampaikan adalah, “Kalau kamu tidak menjadi seperti anak kecil ini, yaitu menjadi orang yang tidak dipandang berarti, maka kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.” Ini adalah hal yang sangat penting untuk dipahami.


“Orang-orang kecil”: para pemikul salib yang diremehkan dan ditolak

Siapakah para nabi itu? Dengan menelusuri ulang sejarah Anda akan tahu. Di zaman ini, kita menghormati para nabi itu sebagai orang-orang besar. Namun di dalam Alkitab, para nabi itu diremehkan dan ditolak. Bahkan nabi besar seperti Yesaya mengalami masa-masa sulit seperti itu. Dia disuruh untuk berseru kepada bangsa Israel akan tetapi mereka tidak mau mendengarkannya. Jika mereka memang menghormatinya, tentunya mereka akan mendengarkan dan mentaatinya. Cara untuk tidak menghormati seorang nabi adalah dengan mengabaikan apa yang disampaikannya. Dengan menganggap semua yang diucapkannya sebagai angin lalu. Artinya Anda tidak mempedulikannya. Dan begitulah cara mereka memperlakukan Yesaya. Begitulah perlakuan mereka terhadap Yeremia. Mereka melemparkannya ke dalam lubang. Begitulah cara mereka memperlakukan para nabi.

Yesus berkata, “Dengan cara itulah kalian memperlakukan para nabi di masa generasi kalian.” Mereka memperlakukan para nabi sebagai orang yang tidak berharga. Dan mereka menindas orang-orang benar. Singkatnya, para nabi dan orang-orang benar itu tahu persis apa artinya memikul salib di zaman mereka. Mereka bersedia untuk tidak menjadi orang berstatus tinggi di angkatan mereka. Mereka siap untuk diremehkan dan ditolak oleh orang banyak. Ketika Yesaya menuliskan pasal yang ke-53 tentang hamba Allah, dia tahu persis apa yang sedang ia katakan itu. Dia berbicara tentang Yesus, yang akan diremehkan dan ditolak oleh orang banyak. Tetapi Yesaya sendiri tahu seperti apa rasanya karena dia sendiri telah mengalami penolakan oleh bangsa Israel di sepanjang hidupnya. Walaupun Yesaya berasal dari kalangan berada menurut kelahirannya akan tetapi ketika dia menjadi nabi, dia menjadi tidak berarti di mata orang banyak.

Sekarang Anda dapat melihat apa yang Yesus maksudkan dengan ‘orang-orang kecil’ di sini. Dengan kata lain, jika Anda menerima seorang hamba Allah, Anda tidak menyambutnya karena dia adalah orang penting di mata dunia. Anda menyambutnya karena dia adalah hamba Allah dan bagi dunia dia bukan siapa-siapa. Setiap hamba Allah yang sejati akan menjadi orang kelas rendah di mata dunia. Dan dia harus bersedia untuk menjadi bukan siapa-siapa. Saat dia ingin menjadi orang penting di mata dunia, maka dia tidak lagi menjadi hamba Allah. Pikirkanlah hal itu.

Di sini, kita melihat bagaimana salib ada di dalam segenap ajaran Yesus. Dia berkata, “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Renungkanlah tentang seseorang yang melangkah di jalan dengan salib di pundaknya, orang yang akan menjalani hukuman mati. Bagaimana mungkin dia akan menjadi orang berarti di mata dunia? Salib itu adalah akhir dari hubungannya dengan dunia, seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus di dalam Galatia 6:14, “Aku bermegah di dalam salib, di mana aku disalibkan bagi dunia ini dan dunia ini disalibkan bagiku.” Jika dunia ini disalibkan bagi saya, bagaimana mungkin saya menjadi orang penting bagi dunia?

Tentu saja sangatlah benar bahwa pada dasarnya, uraian itu mengacu pada sikap hati kita. Seringkali, seorang Kristen yang sejati memperoleh kedudukan penting di dunia, akan tetapi sikap hatinya tetaplah bahwa dia sudah mati bagi dunia; sikap hatinya adalah sikap hati yang tidak menginginkan kemuliaan duniawi. Kita tidak dapat mengatakan bahwa seorang Kristen tidak boleh menjadi seorang General Manager dari sebuah perusahaan atau bahwa dia tidak boleh menjadi seorang menteri yang hebat di dalam sebuah pemerintahan padahal Allah yang menempatkannya di dalam posisi itu. Bukan maksud saya bahwa kemungkinan itu tertutup. Namun hatinya sudah mati bagi hal-hal yang duniawi. Jika dia bekerja sebagai seorang menteri di dalam sebuah pemerintahan, maka dia menjalankan itu bagi Allah, siap untuk melepaskan jabatannya setiap saat, seperti Daniel, menteri yang hebat dari Nebukadnezar. Bagi Daniel, menjadi pejabat tinggi negara bukanlah hal penting, sehingga ketika dia harus memilih antara berhenti berdoa atau dilemparkan ke gua singa, dia memilih gua singa. Tak jadi soal buatnya. Hal ini menunjukkan bahwa buat Daniel, menjadi seorang pejabat tinggi di dunia ini tidak ada apa-apanya sama sekali; dia siap untuk kehilangan jabatan itu setiap saat. Dalam hubungannya dengan dunia ia adalah salah satu ‘orang kecil’ milik Allah, karena di dalam hatinya, dia telah berpaling dari dunia.


Allah yang Adil selalu memberi Imbalan

Sekarang mari kita perhatikan poin ini, “Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku,” orang kecil ini adalah seorang murid, seperti yang telah kita baca. Jika Anda memberi dia secangkir air sejuk saja, maka Anda tidak akan kehilangan upah Anda. Mungkin Anda berkata, “Siapa yang mengharapkan upah?” Banyak orang yang berpikir bahwa mengharapkan upah itu tidak baik. Mereka berpikir bahwa janganlah mengejar upah jika Anda melayani Allah. Hal ini sangat tergantung pada upah macam apa yang Anda kejar.

Ada lagi poin di sini. Entah Anda menginginkannya atau tidak, Allah akan memberikan upah kepada Anda. Di ayat ini, tidak dikatakan bahwa Anda menghendaki upahnya tetapi yang dikatakan adalah bahwa Anda akan menerima upahnya karena Allah adalah Allah yang adil. Allah tidak berhutang apapun pada manusia. Ini adalah prinsip rohani yang harus dipahami.

Semakin Anda memberi kepada Allah, semakin banyak Anda akan menerima dari-Nya. Anda tidak akan pernah bisa melebihi Allah dalam hal memberi. Dialah yang mengajarkan kita bagaimana memberi. Alkitab mengajarkan, “Lebih berbahagia orang yang memberi daripada orang yang menerima.” Dia tidak akan pernah membiarkan Anda mengalahkan-Nya dalam hal memberi.


Banyak orang yang tidak mau memberi buat pekerjaan Tuhan

Seringkali, saya melihat daftar warisan orang-orang yang telah meninggal. Mereka meninggalkan uang $100.000. Banyak yang dapat dikerjakan dengan uang $100.000. Dan mereka mati dengan meninggalkan uang $100.000, dan sebagian besar akan masuk ke kantung permerintah dalam bentuk pajak, dan pihak keluarga menerima sisanya jika ada. Akan tetapi dalam hal memberi pada pekerjaan Tuhan, si pemilik itu hanya bersedia memberi $1 atau $2 saja. Mungkin mereka takut kalau-kalau Allah nanti menjadi terlalu kaya jika diberi persembahan terlalu banyak. Jadi mereka memberi dengan enggan dan pelit sehingga kantor pajaklah yang menerima paling banyak! Manusia bodoh! Mengapa tidak memberikan kepada Allah? Dan engkau menerima dari-Nya lebih dari yang kau berikan. Apakah engkau lebih gembira jika petugas pajak yang mendapatkannya?

Atau, apakah Anda ingin agar anak-anak Anda menjadi lebih rusak daripada keadaannya yang sekarang? Mereka mengira bahwa dengan memberikan semua uangnya kepada anak-anak mereka, maka itu berarti bahwa mereka sedang memberkati anak-anak mereka padahal hal itu justru memberi kutuk pada anak-anak mereka. Si anak jadi tidak perlu bekerja lagi di sisa masa hidupnya. Dia tinggal menjalani hidup bermodalkan uang yang Anda limpahkan padanya. Tak heran jika anak-anak dari para orang tua yang kaya seringkali menjadi orang-orang yang paling kacau dan paling menyedihkan.

Di sini dikatakan, “Kalau kamu memberi seorang murid secangkir air sejuk, kamu tidak akan kehilangan upahmu.” Secangkir air sejuk hampir tak ada harganya. Anda cukup memberinya secangkir air sejuk. Akan tetapi tindakan itu tidak akan dibiarkan berlalu begitu saja oleh Allah. Anda tidak mungkin bisa mengalahkan Allah dalam hal memberi, cobalah memberi kepada-Nya dan lihatlah apa yang akan terjadi.


Bukan setiap pemberian diterima Allah

Tentu saja ada beberapa orang yang menyalahgunakan prinsip ini. Mereka telah belajar bahwa semakin Anda memberi kepada Allah maka semakin pula Anda menerima dari Allah. Jadi semakin banyak mereka memberi kepada Allah, maka semakin banyak pula hasil yang mereka harapkan. Anda tentu telah membaca beberapa majalah Kristen yang mengeksploitasi poin ini. Mereka menerbitkan kesaksian-kesaksian semacam, “Semakin banyak Anda memberi semakin banyak Anda menerima: Saya telah memberi $10 dan saya menerima $100. Saya memberi $100 dan saya menerima $1.000 sebagai balasannya! Itu sebabnya mengapa sekarang ini saya menjadi kaya.” Apakah hal itu memang terjadi? Ajaibnya, hal ini memang terjadi. Ini memang hal yang aneh.

Akan tetapi jika Tuhan membalas Anda dengan uang, maka Anda nanti akan menyesalinya. Ingatlah bahwa Anda sedang berhadapan dengan Allah yang hidup. Jika Anda bukan orang Kristen yang berpengabdian dan Anda memberi kepada Allah atas dasar amal atau apapun itu, dan karena gereja adalah milik Allah maka berarti Anda telah memberi kepada Allah, bukankah demikian? Sekarang Allah berhutang $100 kepada Anda, dan Allah pasti akan mengembalikannya kepada Anda! Karena Allah tidak menghendaki uang dari orang yang tidak punya komitmen. Sama halnya, jika Anda memberikan uang kepada saya, maka saya akan mengembalikannya kepada Anda jika saya tahu bahwa Anda bukanlah orang Kristen yang berkomitmen pada Tuhan dan kebenaran-Nya. Saya tidak mau menerima uang itu karena saya adalah wakil Allah. Jika saya saja tidak menginginkannya, apalagi Allah. Jika Anda tidak percaya kepada saya, coba saja, dan lihatlah betapa Anda sedang berurusan dengan Allah yang hidup.

Dan seringkali, ketika Anda memberi Dia $100, Dia tidak sekadar mengembalikan $100 kepada Anda, Dia mengembalikannya kepada Anda sejumlah $150. Yaitu, untuk menutupi ongkos kirim berikut bunganya. Beberapa orang telah mencobanya dan mendapati, “Wah! Ajaib! Aku memberi $100 dan menerima $150! Aku memberi $150 dan menerima $300!” Pikir mereka, “Ini bagus sekali. Aku akan berbisnis dengan Allah! Hasilnya bagus sekali!” Izinkan saya memberitahu orang-orang ini, Anda masuk ke jalur yang salah, karena dilihat dari tindakan Allah ini, pertanggungjawaban Anda semakin lama akan menjadi semakin berat. Dan di ujung jalan itu sudah menanti kebinasaan jika Anda tidak segera bertobat. Dengan kata lain, jika Allah mengembalikan uang itu kepada Anda, itu bisa berarti kabar buruk. Berarti bahwa persembahan Anda tidak diterima. Dan tanpa menyadari akan hal ini, banyak orang yang berpikir, “Hei! Hebat sekali! Berbisnis dengan Allah ternyata sangat menguntungkan. Aku mendapat laba yang jauh melebihi hasil bisnis dengan dunia!” Jadi, jika Anda memberikan persembahan dan menerima kembali lebih banyak, dan lebih cepat, sebaiknya Anda kembalikan lagi uang itu dan berkata, “Tuhan, janganlah kembalikan kepadaku. Bersediakah Engkau menerima persembahanku?” Akan tetapi jika uang itu kembali lagi, lebih baik Anda segera mengembalikannya karena uang itu masih belum diterima.

Seringkali, saat saya membaca majalah dan saya melihat prinsip ini diumumkan, “Jika Anda memberi kepada Allah maka Anda akan menerima kembali lebih banyak dari itu.” Maka saya akan berkata, “Tolong, Anda sebaiknya memberitahu orang-orang itu kebenaran yang seutuhnya,” karena jika Anda menerima kembali lebih banyak, maka itu berarti Anda maupun persembahan Anda masih belum diterima Allah. Jika Anda menerima kembali lebih banyak, sebaiknya Anda berkata, “Tuhan, apakah salahku? Apakah dosaku sehingga Engkau tidak mau menerima persembahanku?”


Bukan jumlah uangnya tapi berapa banyak yang Anda miliki

Dan kesalahan yang lainnya adalah kita berpikir bahwa kalau Anda memberi dalam nilai uang yang lebih banyak, maka Anda akan menerima upah lebih besar. Padahal prinsip rohani yang benar adalah bahwa proporsi dari pemberian Anda itulah yang diperhitungkan. Maksudnya adalah, jika Anda memberi $100.000 di saat Anda memiliki kekayaan sebanyak sejuta dolar, maka Anda tidak akan mendapatkan upah yang melebihi upah orang yang memberi $1 dari kekayaannya yang sebesar $10. Pahamkah Anda akan prinsip rohani yang satu ini?

Nilai uang tidak menjadi penentu. Jangan mengira bahwa karena Anda telah memberi sebesar $100.000, maka berarti Anda telah memberi 100.000 kali lebih besar daripada orang yang memberi $1, dan dengan demikian maka Anda akan menerima upah 100.000 kali lebih besar daripada orang yang memberi $1 itu. Hitung-hitungan semacam itu sama sekali tidak berlaku bagi Allah. Kenyataannya adalah jika Anda memiliki kekayaan sebesar sejuta dolar dan Anda memberi sebesar $100.000, maka Anda akan menerima upah yang sama besar dengan orang yang memberi $1 dari kekayaannya yang sebesar $10.

Allah adalah Allah yang keadilan-Nya sempurna. Jangan khawatir! Itu sebabnya mengapa ketika janda yang miskin hanya memberi dua peser, Yesus berkata, “Janda yang telah memberi uang dua peser itu memberi lebih banyak dari setiap orang di Bait Allah ini.” Saat dia menyerahkan uang dua pesernya itu, dia menyerahkan seluruh kekayaannya, dan tidak satupun orang lain di Bait Allah saat itu yang memberi seluruh kekayaannya.


Biarlah yang kaya memberi sambil berkata, “Tuhan, bantulah aku menyimpan hartaku di surga.”

Jadi, di sini kita mendapat pengertian tentang keindahan dari pengajaran Tuhan bahwa, Anda tidak akan pernah bisa melampaui Allah dalam hal memberi. Jika saya memberi uang kepada Allah, maka saya akan berkata, “Tuhan, janganlah mengembalikannya kepadaku karena dengan begitu berarti aku tidak akan mendapatkan upah. Tetapi, bantulah aku untuk memberi dengan segenap hatiku dalam hasrat untuk menyimpan harta di surga, di mana harta itu akan tersimpan dengan aman di sana.” Atau, jika Dia mengembalikan sesuatu pada saya, maka saya mau mengembalikannya lagi kepada-Nya. Dalam kasus ini, hal ini merupakan suatu ujian bagi kesetiaan saya.

Namun selalunya orang yang menjadi semakin kaya itu selalunya akan semakin sedikit pemberiannya. Ini adalah hal yang agak menarik. Ingatkah Anda akan orang muda yang kaya itu? Dia tidak mau melepaskan kekayaannya. Tidak! Siapakah yang memberikan segalanya? Si janda yang miskin dengan persembahan dua peser itu. Dia memberikan segalanya. Selalu yang miskin yang memberi lebih. Jika Anda amati daftar persembahan jemaat di gereja dan dibandingkan dengan penghasilan mereka, Anda akan melihat bahwa yang memberi paling banyak adalah mereka yang memiliki paling sedikit.

Ini membawa kita kembali lagi kepada prinsip: “orang-orang kecil yang percaya kepadaKu,” orang-orang yang tidak berarti ini, orang-orang miskin, adalah para murid yang selalu terbukti berada lebih dekat dengan Tuhan. Ini bukanlah perkara yang membuat orang senang mendengarnya, tetapi inilah kebenarannya. Khotbah saya tidak pernah menyenangkan hati orang kaya; khotbah saya tidak pernah meyenangkan hati orang-orang berkedudukan tinggi, akan tetapi khotbah Yesus juga tidak pernah menyenangkan hati mereka.


Rangkuman

Mari kita rangkum sebelum kita tutup. Kita telah melihat apa yang tampaknya sekadar merupakan tiga ayat yang biasa-biasa saja ternyata berisi begitu banyak prinsip rohani yang sangat penting:


1. KITA DISATUKAN DENGAN ALLAH MELALUI KRISTUS

Yang pertama kali kita lihat adalah penyatuan kita dengan Allah melalui Kristus. “Barangsiapa menyambut kamu, ia mengambut Aku.” Dikatakan juga bahwa “Dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku.” Siapa yang mengutus Yesus? Tentu saja, Allah Bapa. Ini berarti bahwa “barangsiapa menerima kamu, ia menerima Bapa.” Kita sudah disatukan dengan Allah melalui Kristus.

2. DENGAN MEMBERI, KITA TURUT MENGAMBIL BAGIAN DALAM PEKERJAAN ORANG LAIN

Yang kedua adalah dengan memberi, kita bisa ikut berbagi di dalam pekerjaan orang lain sekalipun kita tidak memiliki karunia yang sama, ini karena penyatuan mereka dengan Kristus, dan juga penyatuan kita dengan Kristus.


3. ANDA AKAN MENERIMA UPAH ORANG KECIL YANG BEKERJA UNTUK ALLAH

Ketiga, kita melihat prinsip upah atas dasar prinsip serupa yaitu penyatuan dengan Allah lewat Kristus. Yaitu, jika Anda telah memberi secangkir air sejuk pada salah satu dari orang-orang kecil ini, berarti Anda telah memberi secangkir air sejuk kepada Allah! Anda memberi secangkir air sejuk kepada Allah! Ini luar biasa!

Di Matius 25:45 Yesus berkata, “…sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.” Pada Hari Penghakiman itu nanti, segala sesuatunya akan bergantung pada apa yang Anda lakukan atau tidak lakukan pada “orang-orang kecil” itu. Segala sesuatunya bergantung pada hal tersebut, Anda hanya perlu membuktikannya dari Matius 25:31 dan ayat-ayat seterusnya.


4. ALLAH ADALAH ALLAH YANG ADIL

Dan keempat, terdapat dua aspek yang berkaitan dengan hal upah ini. Pertama adalah bahwa Allah akan memberi Anda upah entah Anda menginginkannya atau tidak, karena itu adalah bagian dari watak-Nya yang adil. Yang kedua adalah Allah sangat adil. Orang yang berbeda akan menerima upah yang berbeda. Orang yang menyerahkan nyawanya kepada Kristus tidak akan menerima upah yang sama dengan orang yang setiap hari larut dalam keinginannya sendiri dan hanya pergi ke gereja pada hari Minggu.


5. ALLAH SENDIRI ADALAH UPAH YANG PALING BERHARGA

Apakah yang disebut upah itu? Kita tidak punya waktu untuk membahasnya scara terperinci, namun di atas segala-galanya, upah yang kita terima adalah Allah sendiri. Seperti yang telah dikatakan oleh Allah kepada Abraham,

“Janganlah takut, Abram, Akulah upahmu yang sangat besar (dalam terjemahan bahasa Inggris versi King James disebutkan “I am thy exceeding great reward”, Kejadian 15:1).

Itu jugalah upah bagi suku Lewi. Mereka adalah para imam yang melayani Allah dengan segenap hidup mereka. Mereka tidak memiliki warisan di bumi ini. Suku-suku yang lainnya memiliki tanah waris di bumi. Jadi, apa hasilnya menjadi seorang imam? Hasilnya adalah Allah yang menjadi warisan mereka. Dan itu justru bagian yang terbaik. Di saat semua harta duniawi lenyap, Anda tetap memiliki Allah dan MesiasNya, Yesus. Itulah yang Paulus inginkan, “Supaya aku memperoleh Kristus,” begitu katanya di Filipi 3:8. Itulah upahnya. Dan Anda hanya bisa memperoleh upah itu dengan jalan memberi.

Lalu apa artinya menerima (to receive)? Perhatikan Matius 10:42 sekali lagi. Dengan memberi maka Anda sudah menerima. Bagaimana cara Anda menerima seorang nabi? Dengan memberinya secangkir air sejuk. Dengan kehilangan sesuatulah maka Anda memperoleh hasil, di dalam memberi itu Anda sudah menerima. Semakin Anda ingin mempertahankan sesuatu, akan semakin kehilangan pula Anda. Di dalam memberi, Anda akan memperoleh hasil. Dapatkah Anda memahami prinsip itu?

Hal ini mengingatkan saya pada gambaran seorang anak yang berusaha mengeluarkan sesuatu dari sebuah guci dengan leher yang sangat sempit. Anak kecil itu secara tak sengaja menjatuhkan manisannya ke dalam guci tersebut. Lalu dia memasukkan tangannya ke dalam guci itu, menggenggam manisannya dan ingin menariknya keluar. Akan tetapi dia tak bisa menariknya keluar karena kepalan tangannya lebih besar daripada leher guci. Jadi tangannya tersangkut di dalam guci itu. Dia akhirnya harus melepaskan genggamannya supaya tangannya bisa ditarik keluar. Ada banyak orang di dunia ini yang ingin berpegang pada hal-hal duniawi tetapi mereka mendapati bahwa mereka ternyata tidak dapat memperolehnya. Hanya dengan melepaskan maka Anda akan memperoleh.

 

Berikan Komentar Anda: