Pastor Jeremiah C | Yakobus 2:8-13 |
Hari ini merupakan studi kita yang kesebelas dalam mempelajari buku Yakobus. Saya berharap Anda sudah dapat melihat betapa penting dan berharga pengajaran yang ditemukan di sini. Walaupun surat Yakobus tidak mengandungi argumentasi teologia yang mendalam tetapi ia merupakan surat yang sangat praktis. Sebenarnya Yakobus sedang menguraikan bagi kita pengajaran Yesus supaya kita tahu bagaimana menerapkannya ke dalam kehidupan seharian kita. Ia mengimbau kita untuk menjadi pendengar dan pelaku firman karena hanya orang yang demikian yang berkenan di hadapan Tuhan.
Rangkuman dari pesan yang lalu
Kita telah melihat pada Yakobus 2.1-7 di studi yang terakhir. Mari kita merangkum pesan kita yang ke-10. Di ayat 1-7 di pasal 2, Yakobus sedang menangani masalah memandang muka. Memandang muka hanyalah suatu masalah yang terlihat. Kepedulian Yakobus bukanlah dengan masalah yang ada di permukaan saja, ia bukannya menginginkan kita untuk berpihak kepada orang miskin, atau menganggap orang kaya sebagai musuh kita. Apa yang menjadi kepeduliannya adalah persoalan tentang apa yang menjadi nilai-nilai di dalam kehidupan kita. Sebagai gereja, pemikiran kita harus menggambarkan pemikiran Tuhan. Kita harus mempedulikan apa yang menjadi kepedulian Tuhan dan menjauhi apa yang dibenci Tuhan.
Namun pada kenyataannya apa yang penting di mata gereja tidaklah begitu berbeda dari dunia. Dunia menghargai kekayaan, status dan kekuasaan – demikian juga gereja. Lalu apa yang membedakan gereja dari dunia? Karena ini, kita harus jelas tentang penekanan Yakobus. Ia bukannya sedang menekankan tentang hak asasi manusia atau kesetaraan sosial. Hal yang sebenarnya menjadi kepeduliannya adalah pembaruan pikiran orang Kristen. Orang Kristen seharusnya mengejar pengharapan surgawi sebagai hal yang utama, lalu mengapa mereka masih begitu menitik-beratkan tentang kekayaan duniawi, status dan kekuasaan?
Jadi, persoalan tentang melakukan firman yang saya sebutkan di pesan yang lalu bukanlah suatu hal yang mudah. Jika pemikiran kita masih belum diperbaharui oleh Tuhan, tidak ada caranya bagi kita untuk melakukan firman itu. Jadi, jika apa yang dinilai penting oleh kita masih belum diperbaharui oleh Tuhan, kita tidaklah mungkin dapat menggambarkan karakter dan kemuliaan-Nya di dalam segala yang kita kerjakan. Bahkan, kita akan menentang Tuhan dengan jalan hidup kita, kita akan menentang kehendak-Nya dan menjadi musuh-Nya karena kita tidak menghargai atau malah membenci apa yang dihargai Allah dan mendapat kesenangan di dalam hal yang dibenci-Nya.
Yakobus 2:8-13
Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, kamu berbuat baik. Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata, bahwa kamu melakukan pelanggaran. Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya. Sebab Ia yang mengatakan: “Jangan berzinah”, Ia mengatakan juga: “Jangan membunuh”. Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga. Berkatalah dan berlakulah seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan orang. Sebab penghakiman yang tak berbelas kasihan akan berlaku atas orang yang tidak berbelas kasihan. Tetapi belas kasihan akan menang atas penghakiman.
Mari kita mempelajari bersama Yakobus 2.8-13. Rasul Yakobus membicarakan kata-kata ini dalam hubungan dengan masalah memilih kasih. Seperti yang saya katakan tadi, Yakobus tidak memusingkan diri dengan masalah yang ada di permukaan, yang terlihat tetapi yang menjadi perhatian utamanya adalah masalah spiritual di balik sikap memandang muka itu. Apa akar dari masalah memandang muka? Mengapa kita turut mengambil bagian di dalam sikap dan cara pandang orang dunia? Mengapa kita memandang muka? Apa yang menyebabkan kita bersikap demikian?
Bukankah fakta bahwa kita memandang muka itu menunjukkan bahwa hati, pikiran dan cara kita menilai itu masih belum berubah? Yakobus sangat menaruh perhatian tentang hal kehidupan. Ia bukannya sedang menekankan tentang perbuatan dan ketaatan kepada Hukum, sebagaimana yang dituduhkan oleh banyak orang. Persepsi rohani Yakobus tidaklah sedangkal yang kita bayangkan.
Apakah orang Kristen masih perlu menaati Hukum?
Rasul Yakobus banyak berbicara mengenai ajaran tentang Hukum di ayat 8-13. Kata “hukum” muncul di setiap ayat dari ayat 8 hingga 12. Dalam 6 ayat yang singkat, kata “hukum” muncul sebanyak 6 kali. Mengapa Yakobus mendiskusikan tentang hal hukum di sini? Bukankah kita sering mendengar dari pengkhotbah Kristen bahwa orang Kristen tidak lagi berada di bahwa hukum? Bahwa kita umat Perjanjian Baru tidak perlu lagi menaati hukum? Apakah ini berarti bahwa orang Kristen dapat melakukan apa saja yang mereka inginkan dan bertindak sesuai dengan dorong hati mereka sendiri? Mengapa rasul Yakobus berbeda pendapat dari kebanyakan pengkhotbah sekarang ini?
Mari kita baca ayat 8 sekali lagi. Yakobus mau kita menaati hukum yang utama. Apa itu hukum yang utama? Sebenarnya dalam bahasa aslinya, katanya adalah “royal law” dan kata “royal” dalam bahasa aslinya adalah “apa yang menjadi milik Raja”. Ini berarti, hukum dari raja atau satu dekrit yang dikeluarkan oleh raja khusus untuk ditaati oleh umat-nya. Mari kita juga membaca ayat 9. Yakobus berkata di sini bahwa kita sedang melanggar hukum di saat kita memilih kasih.
Baca juga ayat 10 dan 11. Di sini, Yakobus sekali lagi berbicara mengenai menaati seluruh hukum. Ia memberitahu kita bahwa jika kita gagal dalam satu hal, berarti kita ternyata telah melanggar seluruh hukum itu. Mari kita membaca ayat 12. Yakobus memberitahu kita bahwa kata-kata dan perbuatan kita harus sesuai dengan hukum.
Dengan kata lain, Yakobus sedang memperingati kita tentang pentingnya hukum. Karena kita adalah warga kerajaan surga, kita harus bertindak sesuai dengan hukum Tuhan. Kita telah melanggar seluruh hukum itu hanya dengan mengabaikan bagian kecil dari hukum Tuhan. Yakobus juga mengingatkan kita bahwa Tuhan akan menghakimi kita sesuai dengan hukum kerajaan Surga.
Jadi, apakah orang Kristen itu hidup dengan hukum atau tanpa hukum? Apakah kita berada di bawah hukum? Bukankah rasul Paulus memberitahu kita di Galatia dan Roma bahwa semua yang percaya pada Yesus tidak lagi berada di bawah hukum? Jadi, sebenarnya siapa yang benar dan siapa yang salah?
Sangat mudah bagi banyak orang Kristen, termasuk pengkhotbah untuk salah menafsirkan firman Tuhan karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang ajaran Alkitab. Contohnya, apa arti dari kalimat “tidak lagi di bawah hukum”? Banyak orang Kristen yang memahami kalimat ini sebagai berarti bahwa mereka tidak lagi perlu menaati hukum apa pun dan tidak perlu mempertanggungjawabkan ketidak-taatan itu. Bahkan ada pengkhotbah sampai mengajarkan bahwa orang Kristen akan diselamatkan sekalipun jika mereka melakukan perzinahan atau membunuh karena kita tidak lagi bergantung pada ketaatan pada hukum untuk keselamatan kita.
Jika memang ini benar, lalu mengapa kata-kata Yakobus di sini begitu bertolak belakang dari pemahamam itu? Yakobus melanjutkan di ayat 12 untuk berkata bahwa perbuatan kita harus sesuai dengan hukum karena Allah akan menghakimi kita sesuai dengan hukum. Banyak pengkhotbah dan orang Kristen yang sangat bingung dengan kata-kata rasul Yakobus. Beberapa sampai berpikir bahwa pandangan Yakobus tentang keselamatan berbeda dari pandangan Paulus karena Paulus sering menekankan bahwa kita berada di bawah anugerah dan tidak lagi berada di bawah hukum (Rom. 6.14). Lagi pula, Paulus seringkali memberitahu kita di dalam surat-suratnya untuk tidak bergantung pada hukum untuk keselamatan (Gal. 5.4)
Perbedaan di antara Hukum Perjanjian Lama/Taurat dengan Hukum Kristus
Di saat kita pertama kali memulai studi tentang surat Yakobus, saya sudah menghimbau setiap orang untuk membaca Alkitab di dalam konteks seluruh Alkitab. Jika tidak, kita akan dengan mudah sampai pada kesimpulan yang salah. Ketika rasul Paulus berkata bahwa orang Kristen tidak lagi di bawah hukum, yang dikatakannya adalah hukum Perjanjian Lama. Tetapi, kita keliru jika kita menyimpulkan dari kata-kata Paulus itu bahwa orang yang percaya pada Yesus tidak perlu lagi menaati hukum apa pun. Bagaimana kita tahu bahwa kesimpulan ini keliru?
Kita tahu bahwa kesimpulan itu keliru di saat kita mendapati bahwa kesimpulan itu bertentangan dengan kata-kata rasul Yakobus. Dalam keadaan ini, hanya ada dua kemungkinan; entah kesimpulan kita salah atau rasul Yakobus salah. Tetapi memang ada orang yang memilih untuk berkata bahwa ajaran tentang keselamatan dari Yakobus menyimpang dari ajaran Alkitab karena mereka mau mempertahankan kesimpulan mereka yang keliru itu. Dengan kata lain, mereka memilih untuk berkata bahwa ajaran rasul Yakobus itu salah.
Seperti yang saya katakan tadi, Paulus sedang merujuk kepada hukum Perjanjian Lama saat ia berkata bahwa orang Kristen tidak lagi berada di bawah hukum. “Di bawah hukum” dipertentangkan dengan “di bawah anugerah”. “Di bawah hukum” menunjuk kepada berada di bawah Perjanjian Lama. Tetapi orang Kristen telah menjalin satu perjanjian yang baru dengan Allah lewat Yesus Kristus dan ciri-ciri perjanjian baru ini adalah “di bawah Roh Kudus” (Gal.5.18). “Di bawah Roh Kudus” menunjuk kepada dipimpin oleh Roh Kudus.
Bagaimana Roh Kudus memimpin kita? Ia memimpin kita untuk menggenapi hukum Kristus tentang “mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri” (Gal. 5.13-16). “Anugerah” di Perjanjian Baru menunjuk kepada hadirat Roh Kudus and kuasa-Nya untuk mengubah kehidupan dalam membantu kita untuk menaati hukum Kristus. Di bawah perjanjian lama, orang-orang Israel diberikan hukum tanpa kuasa atau kasih karunia yang membantu mereka menaatinya.
Yang dimaksudkan oleh Paulus adalah kita tidak lagi di bawah perjanjian yang lama. Paulus tidak bermaksud untuk berkata bahwa orang-orang Kristen tidak lagi berada di bawah hukum apa pun. Contohnya di Roma 13.8-13, Paulus memberitahu kita bahwa kasih menggenapi hukum. Di sini hukum tidak menunjuk kepada hukum Perjanjian Lama tetapi hukum Kristus yang diberikan di Perjanjian Baru – “kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri”.
Rasul Paulus tahu dengan jelas bahwa Yesus mengharapkan mereka yang percaya pada dia untuk menaati hukum menasihi sesama seperti diri kita senidri. Perintah ini merupakan intisari dari semua perintah, dari semua kehendak Allah. Ini adalah hal yang harus ditaati oleh semua orang Kristen yang sejati.
Mari kita baca Yakobus 2.9 sekali lagi. Hukum yang dibicarakan oleh Yakobus sebenarnya adalah perintah yang Yesus berikan kepada kita, yaitu mengasihi sesama manusia seperti diri kita senidri. Jadi, tidak ada pertentangan di antara apa yang dikatakan oleh Yakobus dengan apa yang dikatakan oleh Paulus. Masalahnya terletak pada penafsiran kita yang salah.
Jadi, saya berharap Anda sekarang mengerti bahwa alasan mengapa rasul Paulus berkata bahwa kita tidak berada di bawah hukum karena perjanjian atau kovenan yang lama itu adalah di antara Allah dan orang Yahudi. Tetapi karena kita telah berada di bawah perjanjian yang baru, kita harus menaati hukum perjanjian baru, yaitu hukum Kristus atau seperti yang dikatakan oleh Yakobus di 2.8, “kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri.” Ini adalah perintah yang Yesus Kristus berikan kepada barangsiapa yang percaya pada dia (Yoh. 13.34-35). Yang pasti, rasul Paulus tidak berkata bahwa orang Kristen tidak lagi perlu menaati hukum apa pun (I Ko. 9.21-22). Posisi Paulus sangat jelas, ia tahu bahwa ia sendiri berada di bawah hukum Kristus.
Hal Memandang muka melawan Hukum Kristus
Dengan memahami poin ini, Anda akan memahami mengapa rasul Yakobus memulai dengan berkata di Yakobus 2.1 bahwa orang yang percaya pada Kristus tidak boleh memandang muka. Mengapa rasul Yakobus begitu prihatin dengan masalah memandang muka di dalam gereja? Hal ini adalah karena memandang muka, memilih kasih dan dengan menghakimi orang lain dengan niat jahat merupakan penentangan pada hukum Kristus dan orang Kristen tidak seharusnya melakukan hal-hal itu. Hal-hal begini jelas-jelas bertentangan dengan perintah Yesus dan percaya pada Yesus berarti kita harus juga taat kepada perintah yang Ia berikan kepada kita. Rasul Yakobus juga memperingati kita bahwa “mengasihi sesama manusia seperti dirimu sendiri” adalah hukum raja (royal law), hukum yang dapat memerdakakan orang. Di waktu yang sama, berdasarkan hukum itu jugalah orang-orang Kristen akan diadili (ayat 12). Allah akan menghakimi kita menurut hukum ini.
Mengapa Yakobus tiba-tiba berbicara mengenai menunjukkan belas kasihan di ayat 13? Tentunya, karena menunjukkan belas kasihan adalah manisfestasi yang nyata akan hal mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri. Menghargai yang kaya, meremehkan yang miskin, dan memandang muka adalah hal-hal yang bertentangan dengan mengasihi sesama seperti diri kita sendiri. Memilih kasih dan memandang muka juga menunjukkan kurangnya belas kasihan kita terhadap orang lain. Mengapa begitu penting untuk berbelas kasihan? Kata “menerima belas kasihan” di dalam Alkitab mempunyai arti yang sama dengan “diampuni” dan “diselamatkan”. Orang yang menerima belas kasihan dari Allah, juga merupakan orang yang diampuni dan diselamatkan oleh Allah.
Melalui perumpamaan pelayan yang tidak mengampuni di Matius 18.21-34, Yesus dengan jelas memberitahu kita bahwa kita harus berbelas kasihan terhadap orang lain setelah kita menerima belas kasihan dari Allah. Hanya dengan berbuat demikian kia akan tetap berada di bahwa belas kasihan Allah. Mereka yang tidak menunjukkan belas kasihan tidak akan ditunjukkan belas kasihan oleh Allah pada Hari Penghakiman nanti.
Yakobus memberitahu kita di sini bahwa apakah kita akan menerima belas kasihan Allah pada Hari Penghakiman nanti bergantung pada apakah kita telah menunjukkan belas kasihan kepada orang lain. Menaati perintah mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri secara langsung berkaitan dengan keselamatan kita di masa akan datang. Karena itu, dikatakan oleh Yakobus di ayat 12 bahwa orang Kristen akan dihakimi berdasarkan hukum ini. Beberapa orang menafsirkan penghakiman di sini sebagai waktu untuk menerima imbalan. Mereka percaya bahwa diberikan imbalan tidak ada kaitannya sama sekali dengan keselamatan. Bagaimanapun, ayat 13 memberitahu kita bahwa orang yang tidak menunjukkan belas kasihan tidak akan menerima belas kasihan. Karena itu, adalah jelas bahwa “penghakiman yang tidak berbelas kasihan” di sini, bukanlah persoalan tentang imbalan.
Kesimpulan
Dikarenakan oleh kurangnya waktu, marilah kita menyimpulkan di sini. Penghimbauan dari rasul Yakobus adalah: kita merupakan umat yang telah menerima belas kasihan dari Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah raja kita dan hukum dari kerajaan-Nya dirangkum di dalam perintah mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri. Ia juga mempersyaratkan kita untuk menunjukkan belas kasihan kepada orang lain. Ini adalah perintah yang harus ditaati oleh setiap orang yang telah menerima belas kasihan. Kita tidak dapat mencapai standard absolut di dalam mengasihi sesama seperti diri kita sendiri tetapi Yakobus memberitahu kita bahwa Allah adalah penuh belas kasihan dan jika kita belajar untuk menunjukkan belas kasihan kepada orang lain di dalam kehidupan seharian kita, kita pasti akan menerima belas kasihan-Nya di Hari Penghakiman nanti.
Memandang muka bertentangan dengan semangat mengasihi sesama seperti diri kita sendiri karena kita sedang tidak menunjukkan belas kasihan Kristus kepada orang lain. Denan memilih kasih dan memandang muka, kita sedang menyangkal identitas kita sebagai warga kerajaan Surga. Hal ini juga membuktikan bahwa kita tidak layak untuk menerima rahmat dari Allah (Mat. 18.21-24). Yesus Sendiri berkata kepada kita,
“berbahagialah orang yang berbelas kasihan karena mereka akan beroleh belas kasihan.” (Mat 5:7)
Setiap orang Kristen harus menghadapi penghakiman Allah (Yak. 5) dan standard atau asas penghakiman adalah “mengasihi sesama seperti diri kita sendiri”. Tidaklah mungkin bagi kita untuk mencapai standard yang mutlak tetapi jika kita sepenuhnya berserah untuk hidup di bawah pemerintahan Allah dan mengejar hal mengasihi sesama seperti diri kita sendiri, kita pasti akan ditunjukkan belas kasihan pada akhirnya. Kita tidak perlu takut akan penghakiman. Malah kita akan merindukannya, karena kita akan menerima belas kasihan Allah. Janganlah tertipu dengan pengajaran palsu bahwa orang Kristen tidak lagi perlu menghadap penghakiman Allah karena hal ini bertentangan dengan ajaran Tuhan (contohnya di perumpamaan domba dan kambing). Hanya mereka yang sesungguhnya mengasihi Allah yang tidak perlu takut pada penghakiman Allah karena mereka melakukan segala sesuatu di dalam kehendak Allah. Mereka merdeka karena mereka hidup sesuai dengan hukum yang memerdekakan mereka.