Pastor Jeremiah C | Yakobus 2:14-26 |

Rangkuman

Di pesan yang lalu kita telah merangkum Yakobus 2.14-26. Saya menimbulkan 3 pokok untuk membantu memahami subyek iman dan perbuatan. Pokok yang pertama adalah bahwa Yakobus menekankan tiga kali bahwa ‘iman tanpa perbuatan itu mati’ (ayat 17, 20, 26). Yakobus menggunakan contoh iman iblis untuk membantu kita melihat bahwa tidak semua iman yang diakui oleh orang adalah iman yang menyelamatkan. Jika iman kita pada Allah berhenti hanya di tahap intelektual tanpa disertai oleh perbuatan, maka tidak ada bedanya di antara iman kita dengan imannya iblis. Pokok kedua yang kita lihat adalah bahwa iman dan perbuatan tidak dapat dipisahkan sebagaimana yang diingatkan oleh Yakobus di ayat 22. Keduanya dalah dua sisi dari satu uang logam yang sama. Lagi pula, iman disempurnakan oleh perbuatan. Kita akan mendiskusikan pokok ketiga ini dengan lebih mendetail hari ini.

Iman disempurnakan oleh perbuatan

Kita juga sudah melihat di pesan yang lalu bahwa Yakobus menggunakan 3 ilustrasi untuk membantukan menjelaskan kepada kita bahwa iman harus berkerja bersama-sama dengan perbautan, bahwa iman disempurnakan oleh perbuatan. Ilustrasi yang pertama di ayat 15-17 adalah ‘iman teokratik’. Jika kita sesungguhnya adalah orang yang beriman, tidaklah kita akan bertindak sesuai dengan kepedulian kita kepada sesama saat mereka membutuhkan? Bukankah iman kita sebenarnya tanpa substansi jika kita mengklaim bahwa kita memiliki iman tetapi kita tidak membantu sesama saat mereka membutuhkan?

Ilustrasi yang kedua adalah Abraham, ‘Bapa kepada semua yang beriman’. Bagaimana kita melihat imannya Abraham? Melalui tindakannya mempersembahkan Ishak. Allah menguji iman Abraham lewat peristiwa ini dan Abraham lewat tindakannya, memateraikan imannya pada Allah.

Ilustrasi yang ketiga adalah Rahab. Bagaimana kita melihat iman Rahab? Lewat penerimaannya akan pengintip-pengintip Israel. Mengapa Rahab menyembunyikan pengintip-pengintip Israel ini? Karena imanya pada apa yang telah Allah katakan. Karena imannya kepada Allah, Rahab meresikokan nyawanya untuk menyembunyikan pengintip-pengintip itu dan membantu mereka mengenapi kehendak Allah.

Lewat ketiga contoh itu, kita dapat melihat bahwa iman bukanlah suatu persoalan yang bersifat teori semata. Jika iman kita adalah iman yang sesungguhnya menyelamatkan, ia harus dimanifestasikan di dalam kehidupan seharian kita.

Yakobus 2:21-26

Di pesan hari ini, kita akan terus melihat hubungan di antara iman dan perbuatan. Saya harap kita akan lebih jelas memahami iman lewat pemahaman kita akan hubungan di antara iman dan perbuatan. Mari kita lihat Yakobus 2.21-26 bersama. Di dalam perikop ini, Yakobus sebanyak tiga kali berbicara mengenai bagaimana seorang itu dibenarkan (ayat 21, 24 & 25). ‘Dibenarkan’ brearti ‘dibenarkan oleh Allah. Banyak orang percaya bahwa perbedaan di antara soteriologi(doktrin keselamatan) antara ajaran Yakobus dan Paulus adalah pemahaman mereka tentang pembenaran. Seolah-olah terdapat satu perbedaan yang sangat menyolok dan bahkan pertentangan di dalam pemahaman mereka tentang hal pembenaran. Paulus menekankan bahwa orang Kristen dibenarkan oleh ‘iman’ dan bukan ‘perbuatan’ padahal Yakobus tiga kali menekankan bahwa orang-orang Kristen dibenarkan oleh ‘perbuatan’ di ayat-ayat 21, 24 dan 25.

Saya meminta Anda untuk memberikan perhatian khusus kepada setiap perkataan yang diucapkan oleh rasul Yakobus. Ia berkata di ayat 24, ‘Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.’ Perhatikan apa yang diaktakan oleh Yakobus, “bukan hanya karena iman’. Apakah Anda memerhatikan kata, ‘hanya’? Yakobus tidak berkata bahwa kita tidak atau kita tidak bergantung pada iman untuk pembenaran. Apa yang ia katakanya adalah bahwa kita dibenarkan bukan hanya karena iman. Mengapa ia menekankan hal ini? Di sini, Yakobus dengan jelas sedang membenarkan pemahaman yang keliru tentang ‘pembenaran’ dan ‘iman’ yang dimiliki oleh kebanyakan orang percaya pada hari ini.

Gereja hari ini memahami iman di dalam lingkup intelektual. Persoalan apakah ada tindakan nyata untuk memperlengkapi iman kita itu dianggap sebagai tidak penting. Ibrani 11.6 berkata,

‘Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia’,

kita perlu percaya bahwa Allah eksis di dalam pikiran kita, untuk percaya pada firman dan janji-jani-Nya. Bagaimanapun, ini hanyalah langkah pertama. Hal ini hanyalah sebagian dan bukannya seluruh dari iman.

Di sini, rasul Yakobus sedang mengkoreksi pemahaman gereja tentang iman dan di waktu yang bersamaan berusaha untuk menjelaskan arti iman. Mungkin Anda dapat melihat di Yakobus 2.14-16, bahwa Yakobus tidak memisahkan iman dan perbuatan. Ia melihat iman dalam keutuhannya sebagai percaya pada Allah dan ketaatan kepada firman Allah dalam bentuk tindakan. Kita harus percaya pada Allah dan juga mempunyai perbuatan yang seiring dengan iman kita -hanya dengan cara demikian iman ini dapat disebut sebagai iman yang sejati.

Contoh iman yang disertai perbuatan

Biarlah saya memberikan satu contoh: Lukas pasal 19 berbicara mengenai seorang pemungut cukai yang bernama Zakheus. Di saat Yesus melihat Zakheus di atas pohon ara, Ia berkata kepada orang banyak, ‘Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.’ Dalam kata lain, Zakheus adalah orang yang percaya yang kepercayaannya menuntun pada keselamatan. Tetapi bagaimana kita melihat iman Zakheus?

Yang jelas, Zakheus percaya pada Yesus. Jika tidak, ia tidak akan begitu bersusah payah untuk dapat melihat Yesus. Bagaimanapun, kita tidak dapat melihat iman yang terkandung di dalam hatinya. Apa yang dapat kita lihat adalah: di dalam tindakannya, ia menaati perintah Yesus sebagai suatu tindak lanjut dari kepercayaannya pada Yesus. Ia bertobat di hari ia bertemu dengan Yesus. Ia juga mengungkapakan pertobatannya di dalam perbuatan yang konkrit; ia membayar ganti rugi kepada orang-orang yang telah ia tipu, dan memberikan kekayaannya keapda orang miskin. Saya yakin, pertobatan itu tidak mudah bagi Zakheus. Hal itu membuatnya miskin. Jadi, apakah Anda melihat? Imannya disempurnakan oleh tindakannya, oleh perbuatannya. Anda berkata bahwa Anda telah bertobat dan percaya pada Yesus, tetapi sudahkah Anda membayar harga pertobatan itu? Apakah pertobatan Anda itu hanya di tingkat intelektual? Jika demikian, hal itu tidak ada pengaruhnya sama sekali pada tindakan praktis. Anda masih belum meminta maaf kepada orang yang telah Anda sakiti. Anda masih belum membayar kembali orang yang telah Anda tipu. “Iman” Anda itu hanyalah suatu kepercayaan intelektual pada Allah dan bukannya iman yang menyelamatkan yang disebut oleh Alkitab. “Iman” Anda itu masih kurang dalam hal tindakan dan masih belum dapat dipandang sebagai sempurna di mata Allah!

Teladan iman

Di perikop ini, rasul Yakobus mengutip dua pribadi sebagai teladan iman. Kedua yang dikutip ini adalah Bapa kepada iman kita, Abraham, dan Rahab, seorang pelacur. Mengapa ia mengutip kedua orang ini sebagai contoh? Lewat dua contoh ini, Yakobus mau membantu kita untuk memahami apa itu iman yang sejati.

Mari kita renungkan bagaimana kita dapat melihat iman Abraham pada Allah? Dapatkah Anda melihatnya? Tidak mungkin bagi kita untuk menjawab pertanyaan ini melainkan Abraham lewat tindakan nyata menunjukkan imannya. Kita bersyukur kepaa Allah bahwa iman Abraham bukanlah iman yang sia-sia – ia mempunyai tindakan nyata untuk membuktikan imannya pada Allah. Justru karena ini, ia menjadi Bapa semua yang beriman, suatu teladan untuk kita ikuti.

Iman Abraham dapat dilihat dalam tindakan ia mempersembahkan anaknya yang terkasih, Ishak di atas altar. Apa yang ditunjukkan oleh tindakan ini? Hal ini menunjukkan kepercayaan Abraham yang tak tergoyahkan pada Allah. Abraham mempunyai anak ini di usianya yang 100 tahun. Anak ini bagaikan nyawanya sendiri. Dapat kita katakan bahwa anaknya ini, Ishak bahkan lebih berharga dari nyawanya sendiri. Menurut saya pribadi, ia bahkan lebih merelakan dirinya dipersembahkan ketimbang kehilangan satu-satunya anaknya, Ishak. Ujian yang diberikan oleh Tuhan kepadanya sangatlah berat. Di saat semuanya sudah terjadi dan kita memandang ke belakang, terlihat sepertinya itu suatu peristiwa yang sederhana dan gampang. Sebenarnya, apa yang harus dihadapi oleh Abraham itu sama sekali tidak sederhana. Dia bahkan tidak mengetahui bahwa hal ini merupakan suatu pengujian dari  Tuhan. Ia benar-benar berpikir bahwa Allah menginginkan dia untuk mempersembahkan anaknya sebagai kurban yang hidup.

Apa yang mau rasul Yakobus beritahu kita lewat contoh Abraham? Rasul Yakobus mau memberitahu kita seperti apa iman yang menyelamatkan itu. Iman sejati yang menyelamat adalah satu kepercayaan yang total dan tergantungan penuh kepada Allah. Abarham di Ibr 11.19 memberitahu kita, di benaknya ia berpikir bahwa Allah akan membangkitkan anaknya dari maut. Ia benar-benar percaya bahwa Allah itu nyata dan akan menggenapi janji-janji-Nya. Abraham mempercayai dan bergantung kepada Allah tanpa sedikit keraguan pun, sehinggakan ia rela mempersembahkan apa yang paling berharga baginya. Bagaimana mungkin untuk kita tidak berbuat apa-apa padahal dengan mulut kita berkata bahwa kita telah mempercayakan hidup kita kepada Allah dan kita sepenuhnya bergantung kepada Dia? Jika ketergantungan dan kepercayaan kita hanyalah semata-mata ide teoretis tanpa ada tindakan praktis, maka kita tidak ada bedanya dari orang yang tidak percaya – iman kita pada hakekatnya adalah mati. Karena itu, selain dari percaya pada Allah, iman yang sejati menuntut kita untuk menunjukkan tindakan nyata dalam menaati perintah-perintah-Nya dan juga dalam ketergantungan pada Dia.

Rasul Yakobus menyebut satu karakter yang lain – Rahab yang adalah seorang pelacur. Ia menggunakan contoh Rahab untuk membantu kita untuk memahami apa itu iman yang sejati. Bagaimana kita dapat melihat imannya Rahab? Jawaban kepada pertanyaan ini dapat kita lihat di dalam tindakan nyatanya. Bagaimana Rahab menunjukkan imannya lewat tindakannya? Hal ini ditunjukkan lewat pertobatannya. Ia memilih untuk berhenti dari mengambil bahagian di dalam kejahatan orang-orang Yerikho. Pertobatan Rahab terlihat jelas di dalam tindakannya. Ia meresikokan nyawanya untuk menerima pengintai-pengintai Israel, membantu mereka dan bekerjasama dengan rencana mereka untuk menggenapi perintah Allah. Sekali lagi, kita melihat dari contoh Rahab bahwa iman harus disertai oleh tindakan nyata untuk dapat dipandang sebagai sempurna di mata Allah. Rahab memilih untuk membayar harga pertobatan yang mahal karena ia mau percaya pada Yahweh. Ia meresikokan nyawanya dengan menerima pengintai-pengintai Israel itu. Di sini kita melihat seorang wanita kafir, Rahab berpaling kepada Allah lewat pertobatan, meninggalkan dosa, dan meninggalkan orang di sekitarnya yang dalam dosa. Imannya sangat nyata. Imannya disempurnakan lewat perbuatan. Karena itu, ia dipandang benar di hadapan Allah.

Kesimpulan

Mari kita simpulkan diskusi hari ini dengan ayat di Yakobus 2.22. Dikatakan di ayat 22, ‘oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna’. Kata-kata ini adalah kata-kata yang sangat penting. Arti dari kata ‘sempurna’ adalah ‘lengkap, sempurna, tergenapi’. Contohnya, jika saya setuju untuk memberikan bantuan keuangan kepada seorang saudara yang dalam kebutuhan, janji saya hanya akan ‘sempurna/tergenapi’ di saat saya telah membantunya secara finansial.

Di saat kita memutuskan untuk percaya pada Yesus, iman kita pada Allah masih belum ‘sempurna’, belum lagi ‘lengkap’. Kepercayaan kita itu hanyalah suatu permulaan – ia masih belum menghasilkan buah. Apakah Anda masih ingat pembahasan kita di pasal 1 mengenai ujian iman. Yakobus menghimbau kita untuk bersukacita di saat kita menghadapi pengujian dan untuk bertahan sampai akhirnya. Mengapa? Karena hanya di saat kita telah diuji di dalam hidup kita maka kita mempunyai kesempatan untuk ‘menyempurnakan’ iman kita lewat perbuatan nyata. Sama seperti Abraham yang harus menghdapi ujian mempersembahkan Ishak, kita harus menerjemahkan iman kita pada Tuhan ke dalam tindakan-tindakan nyata.

Tidaklah mengherankan bahwa di ayat 24 rasul Yakobus berkata, ‘Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman(intelektul kita).’

Mungkin Anda akan bertanya, ‘jika apa yang dikatakan Yakobus adalah benar, lalu mengapa Paulus berkata bahwa kita dibenarkan oleh iman? Mengapa Paulus tidak pernah menyebut bahwa kita dibenarkan oleh perbuatan?’ Kita sebenarnya sudah membuat suatu pengandaian di sini: kita telah berbuat asumsi bahwa Paulus telah memisahkan kepercayaan pada Allah dan perbuatan – ini adalah satu kekeliruan yang dilakukan oleh gereja masa ini. Apabila Anda meneliti ajaran Paulus, apakah Anda sesungguhnya percaya bahwa inilah yang ia merupakan pemahamannya?

Di dalam surat-suratnya, Paulus seringkali menekankan tentang perbuatan-perbuatan baik yang harus kita miliki. Ia mengambil hampir satu pertiga hingga separuh dari setiap suratnya mengajar gereja untuk membuktikan diri mereka sebagai anak-anak terang lewat perbuatan mereka (silahkan membaca Efe 5.1-12). Paulus sedang membuat pengandaian bahwa setiap orang percaya yang memiliki iman akan secara natural memanifestasikan suatu perubahan nyata di dalam kehidupan mereka beserta dengan perbuatan-perbuatan nyata. Sebagai contoh, kita dapat melihat di Efesus 4.28-29. Kita melihat dari kedua ayat-ayat ini bahwa Paulus banyak memberi penekanan pada kelakuan orang-orang percaya. Ia memberitahu kita bahwa seorang yang memiliki iman yang sejati harus memiliki perubahan nyata di dalam kehidupannya. Jika kita mengandai bahwa iman yang dibicarakan oleh Paulus itu adalah iman intelektual – yang tidak melibatkan perubahan di dalam kelakuan, maka kita telah salah memahami apa yang dimaksudkan oleh Paulus sebagai pembenaran oleh iman.

Kita seringkali berbicara bahwa orang Kristen perlu bersaksi bagi Tuhan. Bagaimana kita dapat bersaksi bagi Tuhan? Apakah hanya dengan memberitahu orang lain bahwa kita percaya pada Yesus? Tentu saja bukan. Melainkan kita telah mengalamai kuasa Allah di dalam mengubah kita karena iman kita maka kita tidak mempunyai sesuatu yang berarti untuk dijadikan kesaksian bagi Tuhan.

Dalam kata yang lebih sederhana, bukanlah menjadi niat rasul Yakobus untuk memisahkan iman di dalam Allah dan perbuatan nyata yang lahir dari kepercayaan kita pada Allah. Ia mau memberitahu kita bahwa iman yang sejati melibatkan kepercayaan pada Allah (suatu tergantungan yang total, penyerahan, dan pertobatan yang terungkap lewat tindakan), dan juga melakukan firman Allah – ia merujuk kepada semua unsur-unsur ini di saat ia berbicara tentang ‘perbuatan’. Inilah iman sejati yang menyelamatkan. Usaha untuk memisahkan percaya kita pada Allah dan perbuatan kita adalah seperti usaha untuk memishakan tubuh dan roh (ayat 26) – dan ini akan berhujung dalam maut.

Di penguraian yang akan datang, kita akan lebih lanjut lagi membandingkan pandangan Paulus dan Yakobus tentang keselamatan. Kita akan mempelajari secara lebih mendetail untuk melihat apakah pandangan kedua rasul itu tentang keselamatan sesungguhnya bertolak belakang, atau sebenarnya pandangan mereka itu sama persis. Seperti yang telah saya sebutkan di kesempatan yang lalu, topik iman dan perbuatan sangatlah penting dan luas.

Berikan Komentar Anda: