Pastor Jeremiah C | Yakobus 3:13-18 |
Mari kita datang di hadapan Tuhan untuk merenungkan Firman-Nya. Memohon kiranya Tuhan akan menolong kita untuk mengerti hati-Nya lebih lagi melalui kitab Yakobus. Mengerti kehendak Allah sangatlah penting. Hanya dengan mengerti kehendak Allah dengan jelas, kita akan tahu bagaimana untuk berjalan dalam kehendak-Nya. Ketika kita mengerti kehendak Allah dan mentaatinya kita adalah orang-orang yang diberkati. Ini juga merupakan sasaran pembelajaran kita di kitab Yakobus. Untuk menjadi orang yang diberkati.
Hari ini, kita akan melihat pada Yak 3:13-18. Anda akan menyadari bahwa banyak terjemahan Alkitab yang memisahkan ayat-ayat di 13-18 dari ayat 1-12 dalam paragraf yang berbeda. Judul bagian ayat 1-12 ialah “Lidah” dan bagian ayat 13-18 ialah “Hikmat yang dari atas”.
Jadi apa hubungan antara kedua paragraf ini? Mengapa Yakobus beralih dari membahas tentang topik lidah ke topik tentang “hikmat dari atas”? Dari pembelajaran waktu lalu, saya harap kita sudah mengerti hubungan di antara keduanya.
Biarkan saya secara singkat mengulang apa yang sudah kita bicarakan waktu lalu.
Di studi kita yang lalu, kita telah melihat pada Yak 3:1-2. Kita sudah mendiskusikan mengenai satu pertanyaan: Mengapa Rasul Yakobus mendorong orang-orang untuk tidak menjadi guru? Dari Yak 3:1, Kita melihat bahwa gereja mempunyai masalah yang sangat kentara, yaitu, banyak yang berlomba-lomba untuk menjadi guru. Orang-orang ini adalah yang dikatakan dalam Yakobus pasal 2 sebagai orang Kristen yang hanya menjadi pendengar tetapi bukan pelaku Firman. Mereka berpikir bahwa mereka memiliki banyak pengetahuan tentang Alkitab dan adalah pembicara yang luar biasa sehingga mereka berpikir bahwa mereka layak untuk menjadi guru untuk orang lain. Bagaimanapun, mereka gagal untuk mengerti bahwa kualitas hidup merupakan pra-syarat untuk menjadi guru. Ini merupakan masalah yang dihadapi Yakobus, oleh sebab itu ia mendorong Jemaat untuk tidak berlomba-lomba untuk menjadi guru pada orang lain.
Ketika Anda menangkap poin ini, Anda akan dapat melihat dengan jelas hubungan antara Yakobus 3:1-12 dan ayat-ayat di 13-18. Mengapa Yakobus tiba-tiba berbicara mengenai hikmat dan pengetahuan langsung pada ayat 13-18? Hal itu karena pengetahuan yang dimaksudkan Alkitab sangat berbeda dengan pengertian dunia. Pengetahuan yang dimaksud oleh dunia adalah pengetahuan akademis, talenta-talenta, ijazah, kefasihan berbicara, dan lain-lain. Bagi orang dunia, semakin berpendidikan, semakin tinggi kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin.
Bagi Alkitab, hikmat yang nyata menunjuk kepada kualitas hidup rohani. Orang-orang yang hidup serupa dengan Kristus, mereka akan menjadi contoh bagi orang Kristen dan mereka akan secara natural menjadi teladan dan memimpin gereja. Oleh sebab itu, di Yakobus 1:5, Yakobus mendorong kita untuk mencari hikmat sejak awal. Hikmat yang dimaksud merujuk kepada kualitas hidup: pertumbuhan kehidupan rohani.
Bagaimana kualitas hidup muncul? Kualitas hidup muncul melalui mendengar dan melakukan apa yang kita dengar. Hikmat datang melalui Firman Allah, hikmat adalah berkat yang datang lewat ketaatan kita kepada Firman Allah. Oleh karena itu, seseorang dengan kualitas hidup rohani sudah pasti orang yang memiliki hikmat. Itu karena ketaatan kepada Firman Allah, Ia dapat mengerti hati Allah dan dapat menjelaskan prinsip-prinsip Alkitab kepada orang lain dan menyampaikan kehendak Allah. Dan lebih penting dari itu, hidupnya sendiri dapat menjadi contoh untuk semua orang.
Oleh karena itu, Yakobus secara spesifik mengingatkan kita dalam Yakobus 3:13-18 bahwa hikmat yang mau dilihat Allah bukanlah pengetahuan di kepala maupun pengetahuan akademis, tetapi kualitas hidup kita. Inilah hikmat yang dimaksud oleh Alkitab. Hanya mereka yang memiliki hikmat seperti ini yang memenuhi syarat untuk menjadi guru. Jika kita mau melayani Tuhan, dan menjadi guru rohani, pertama-tama kita harus mencari pertumbuhan hidup rohani kita dan harus secara terus menerus ditransformasi oleh Allah.
Mari kita baca 1 Pet 5:1-4. Rasul Petrus di sini mendorong mereka yang menjadi penatua untuk memimpin gereja Allah melalui contoh hidup mereka, memimpin saudara-saudari dengan sikap yang rela. Inilah pra-syarat menjadi guru rohani. Hidup kita harus menjadi contoh bagi mereka dan kita harus mengajari saudara-saudari kita lewat hidup kita sendiri untuk mengenal dan taat kepada kehendak Allah.
Ayat 4 juga memberitahukan kepada kita bahwa mereka yang berjalan dalam jalan ini sudah pasti berkenan kepada Allah. Pada kenyataannya, ini juga merupakan pengajaran Yesus sendiri. Ia juga menyatakan pada kita dalam Luk 22:26 (Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan memimpin sebagai pelayan). Kita tidak akan pernah bisa mengadopsi cara dunia untuk melayani di gereja. Yang ditekankan oleh dunia ialah pengetahuan akademis, talenta-talenta dan kefasihan berbicara, akan tetapi di gereja, hal utama yang dilihat Allah adalah kualitas hidup kita.
Anda akan menyadari bahwa saya sudah menekankan bahwa ‘Hikmat’ yang ditekankan oleh Yakobus merujuk pada kualitas hidup. Apa yang menjadi dasar saya? Kita dapat melihat dalam ayat 13-18. Jika Anda mau menjadi pelayan Allah, menjadi guru untuk banyak orang, atau pemimpin gereja, tujuan itu merupakan suatu hal yang baik. Bagaimanapun, Anda harus mencari hikmat yang dari atas terlebih dahulu. ‘Hikmat yang dari atas’ adalah persyaratan menjadi guru. Di ayat 13-18, kita melihat bahwa Yakobus membandingkan 2 macam hikmat, pertama adalah hikmat yang dari atas, kedua adalah hikmat dari dunia, yang bersifat daging (carnal) dan jahat.
Apa perbedaan antara kedua jenis hikmat ini? Ayat 13-14 memberitahukan kepada kita bahwa keduanya memiliki perbedaan internal dan eksternal. Ciri internal dari hikmat yang dari atas adalah kelemah-lembutan dan hikmat dari dunia ialah kepahitan. Karena keduanya bertolak belakang secara alamiah, akibat dan buah yang dihasilkan juga sangat jauh berbeda. Ayat 17-18, memberitahukan kepada kita bahwa buah yang dihasilkan oleh hikmat dari atas dicirikan oleh damai (kerukunan) dan buah dari hikmat duniawi adalah adalah kecemburuan dan kerja keras. Kita dapat melihat poin ini dari ayat 14 dan 16.
Mari kita lihat ciri hikmat yang dari atas. Di ayat 13, rasul Yakobus menggunakan kelemah-lembutan untuk menggambarkan hikmat dari atas. Mengapa ia melakukan itu? Apakah Anda menyukai kualitas dari kelemah-lembutan? Semua orang di dunia berusaha keras menjadi kuat, berani dan mampu, karena di dunia, yang paling kuatlah yang akan bertahan. Jika Anda ingin menjadi pemimpin, Anda harus kuat dan bisa lewat kekuatan itu mengatur orang lain. Inilah pedoman dunia dalam memilih pemimpin. Sayangnya, gereja juga mengadopsi cara kerja dunia dan kita juga memaksa pemimpin-pemimpin gereja untuk dilengkapi dengan kekuatan, kemampuan dan hikmat yang dikagumi oleh dunia.
Bagi orang dunia kualitas dari kelamah-lembutan adalah manifestasi dari kelemahan. Orang yang lemah lembut sudah pasti tidak dapat bertahan dalam kehidupan sosial hari ini, sudah pasti ia akan menghadapi penindasan dan penghinaan dari orang lain. Jadi mengapa Yakobus menekankan pada kelemah-lembutan? Yang dimaksudkan oleh Yakobus di sini bukanlah kelemah-lembutan yang dimaksudkan manusia. Ia sedang menunjuk kepada karakter Yesus. Mari kita membaca Mat 21:5. Disini dikatakan bahwa sekalipun Yesus adalah Raja di atas segala Raja, sifatnya lemah lembut. Mari kita baca Mat 11:29. Yesus berkata, Ia lemah-lembut dan rendah hati dan Ia juga secara khusus mendorong kita untuk belajar dan meniru kelemah-lembutan-Nya. Sebab itu kita dapat melihat di sini bahwa hikmat dari atas yang dimaksudkan oleh Yakobus adalah sifat atau karakter Allah. Jika kita benar-benar lahir dari Allah, kita juga harus memanifestasikan karakter Yesus, yaitu kelemah-lembutan.
Jadi, poin pertama menyangkut kelemah-lembutan adalah: kelemah-lembutan yang dibicarakan Yakobus adalah karakter Allah. Jika kita benar-benar lahir dari Allah, kita juga harus memanifestasikan karakter Yesus, yaitu kelemah-lembutan. Poin kedua, kita melihat dari Mat 11:29, Yesus secara khusus menghendaki agar kita mengejar kualitas seperti yang Ia miliki.
Mengapa penting untuk meneladani kelemah-lembutan Yesus? Mari kita baca 1 Pet 3:4. Di sini dikatakan bahwa istri yang kudus memilik hati yang lemah lembut dan tenteram. Konteks di sini adalah tentang seorang istri yang mempunyai suami yang bukan orang percaya, dan rasul Petrus harus menghimbau istri ini untuk mempengaruhi suaminya yang belum percaya dengan hatinya yang lemah lembut dan tenang. Rasul tidak meminta istri-istri ini untuk berkhotbah mengenai prinsip-prinsip Alkitab pada suami mereka. Malahan ia meminta mereka untuk mempengaruhi mereka dengan hati yang lemah lembut
Apa itu hati yang lemah-lembut?
Kita dapat membaca di 1 Pet 3:15. Ayat 15 berkata, jika seorang mengancam Anda karena Anda adalah seorang Kristen, rasul Petrus memberitahukan kepada kita bahwa kita harus untuk menjawab dengan lemah-lembut dan hormat. Apa itu lemah-lembut dan hormat? Pada kenyataannya, kelemah-lembutan dan penghormatan menunjuk pada sikap kita terhadap Allah. Ini adalah karena sikap kita kepada Allah akan mempengaruhi bagaimana kita memperlakukan orang lain secara langsung. Ketika kita bertemu dengan orang-orang yang menentang dan mempermasalahkan kita karena iman kita, kita akan secara natural merespon dengan hikmat manusia, kita akan berargumentasi dengan mereka menggunakan hikmat manusia. Kita akan berdebat dan bahkan membalas mereka atas nama Alkitab dan kebenaran. Bagaimanapun, Alkitab mengingatkan kita untuk memperlakukan mereka dengan hati yang lemah-lembut.
Mengapa kelemah-lembutan sangat penting? Ini adalah karena, pertama-tama hati yang lemah lembut adalah hati yang taat. Biarkanlah Allah bekerja dalam hati kita terlebih dahulu dan menggenapi kehendak-Nya melalui hidup kita.
Oleh karena itu, sewaktu Yesus berkata bahwa Ia lemah lembut dan murah hati, sebenarnya Ia sedang berkata bahwa Ia secara total taat kepada Bapa di surga. Ia meminta kita untuk sepenuhnya taat kepada Bapa surgawi. Justru karena mereka taat sepenuhnya kepada Bapa Surgawi, Bapa dapat menggenapi rencana keselamatan melalui mereka. Hal yang sama, dalam kitab 1 Petrus, Rasul Petrus menghendaki agar kita berelasi dengan keluarga kita yang belum percaya dan mereka yang menentang kita dengan hati yang lemah lembut: apa yang mau disampaikan di situ adalah kita perlu untuk taat di bawah kepemimpinan Allah dan membiarkan-Nya menggenapi karya keselamatan melalui kita.
Kita tidak pernah bisa menggenapi kehendak Allah dengan hikmat manusia. Mari kita baca 2 Tim 2:24-25. Di sini dikatakan bahwa jangan bertengkar dengan mereka yang suka melawan. Akan tetapi, perlakukan mereka dengan hati yang lemah lembut. Dalam cara itu, Allah mungkin dapat menyelamatkan orang-orang ini melalui kita. Nasehat yang di berikan oleh Rasul Paulus adalah sama dengan apa yang disampaikan oleh Rasul Petrus.
Saya teringat ketika pertama kali saya menjadi orang percaya, saya sangat bersemangat dalam mensharingkan injil dengan orang lain, dan saya juga sering mengambil inisiatif untuk membagi injil dengan mereka yang tidak saya kenali di sekolah. Pada waktu mengsharingkan injil, sering saya berargumen dengan orang lain. Bahkan waktu saya bertemu dengan orang percaya, saya juga suka berdebat dengan mereka mengenai cara pandang yang berbeda tentang Alkitab. Dalam aspek itu, saya sangat bersemangat dan berantusias. Saya berpikir bahwa saya sedang berjuang untuk injil Kristus. Bagaimanapun saya sadari bahwa argumen seperti itu tidak menghasilkan efek yang baik. Malahan, itu menyebabkan hubungan saya dengan teman-teman sekolah yang lain menjadi sangat buruk.
Belakangan, Tuhan membuka mata saya untuk melihat bahwa mensharingkan injil tidak seharusnya dilakukan melalui debat dengan orang lain, dengan menggunakan hikmat dan metode manusia. Itu harus dilakukan dengan hati yang tunduk kepada Tuhan dan membiarkan-Nya menggunakan hidup kita untuk memanifestasikan kenyataan-Nya. Saya menemukan bahwa pelajaran untuk memiliki hati yang lemah lembut ini sangat sulit untuk dipelajari. Anda harus meniadakan kehendak Anda, tunduk pada pimpinan Allah dan kehendak-Nya dan membiarkan Allah sepenuhnya mengontrol hati dan pikiran kita, agar kita dapat menggenapi kehendak-Nya melalui hidup kita.
Ada seorang saudara yang sangat bersemangat dan berprestasi dalam pelayanan di gereja. Setelah mengetahui semangatnya, pendeta gereja tersebut mempercayakan kepadanya untuk memimpin doa dan pujian penyembahan dalam kelompok kecil. Pendeta ini sangat memandang tinggi saudara ini dan sering berdiskusi dengannya mengenai pekerjaan di gereja. Saudara ini juga sangat setia dalam pelayanannya. Setiap kali sebelum memimpin kelompok kecil dalam pertemuan doa, Ia akan membagikan pemahaman rohani yang ia peroleh dari pembacaan Alkitabnya. Setelah pendeta ini pergi, datanglah seorang pendeta baru ke gereja tersebut. Pendeta baru ini tidak memperhatikan saudara ini secara khusus seperti yang dilakukan pendeta sebelumnya, dan ia tidak mendiskusikan apa-apa mengenai gereja dengan saudara ini. Saudara ini merasa tidak nyaman dalam hatinya dan ia merasa pekerjaannya tidak dihargai orang lain. Ia mulai tidak puas dengan pendeta ini dan hatinya penuh dengan banyak keluhan. Ia tahu bahwa ia tidak seharusnya memiliki sifat seperti itu, tetapi ia tidak dapat mengatasi ketidak-senangan dalam hatinya.
Suatu hari, sewaktu ia mempersiapkan lagu untuk ibadah hari minggu, Ia menemukan catatan yang pernah ditulisnya saat membaca ayat-ayat Alkitab. Pengertian tersebut berdasarkan 1 Tawarikh 25-29 di mana dicatat bagaimana Daud tidak dapat menggenapi hasrat hatinya untuk mendirikan bait Allah karena Allah mau Salomo yang mendirikan bait untuk-Nya. Saudara melihat catatan yang ditulisnya: saat Allah memberikan tugas yang mau kita lakukan kepada orang lain, berdoalah supaya Anda jangan menjadi sedih dalam hatimu. Ketika saudara ini membaca tulisannya sendiri, ia dengan segera menelepon pendeta yang baru itu dan mengakui dosanya dan meminta maaf kepadanya. Sejak itu, ia memutuskan untuk melayani Allah dengan hati yang lemah lembut sesuai dengan pengaturan Allah.
Melalui contoh dari saudara ini, kita dapat melihat bahwa semangat saja tidak cukup, kita harus memiliki hati yang lemah lembut dan membiarkan Allah memimpin kita, supaya Allah dapat menggenapi kehendak-Nya lewat kita. Jika kita memiliki semangat tanpa hati yang lemah lembut, kita akan berakhir dengan memuaskan kehendak kita sendiri dan efek akhirnya akan menyebabkan ketidak-harmonisan di dalam Jemaat. Kita temukan bahwa sangat sulit memiliki hati yang lemah lembut. Seringkali, kita mempunyai cara pandang kita, usulan-usulan kita, sehingga kita tidak membiarkan kehendak Allah digenapi lewat kita. Ketika kita tidak memilih untuk menangani hal-hal dengan hikmat yang dari atas, efek yang kita dapatkan adalah seperti yang dikatakan di Yakobus 3:14-16, iri hati, persaingan, kekacauan, dan semua hal-hal yang buruk.
Lain kali kita akan melihat Yakobus 3:13-18. Kita harus mengerti dengan lebih jelas perbedaan antara hikmat yang dari atas dan hikmat dunia. Bagaimana kita mendapatkan hikmat dari atas? Kita akan melanjutkan dengan mendiskusikan pertanyaan di khotbah berikut.