Pastor Jeremiah C | Yakobus 5:1-6 |
Dalam PA mengenai kitab Yakobus yang lalu, kita telah mempelajari Yakobus 5:1-6. Di bagian ini, Yakobus mengungkapkan tentang 4 macam dosa dari sebagian orang kaya. Pertama, ayat 3 menyebutkan bahwa mereka hanya sibuk mengumpulkan harta. Kedua, ayat 4 menyebutkan bahwa mereka berhutang atau menahan upah para pekerja mereka. Yang ketiga, ayat 5 menyebutkan bahwa mereka mengasyikkan diri pada kesenangan duniawi. Terakhir, ayat 6 menyebutkan bahwa mereka membunuh orang-orang benar. Walaupun Yakobus menyebut ada 4 dosa dari orang-orang kaya tersebut, tetapi sebenarnya keempat dosa itu muncul dari sumber yang sama, yakni keserakahan. Semua dosa yang berjumlah empat itu muncul dari keserakahan hati manusia.
Setiap kali Alkitab berbicara tentang hal menimbun harta, pokok ini selalu dikaitkan dengan keserakahan hati manusia. Sehubungan dengan hal ini, mari kita baca Lukas 12:15 bersama-sama. Lukas pasal 12 ini terutama membahas tentang sikap hati orang Kristen tentang kekayaan. Yesus ingin agar kita menyingkirkan keserakahan di ayat 15 ini. Lalu bagaimana melakukannya? Hal itu bisa dilihat di dalam Lukas 12:31-34. Yesus menyuruh kita untuk tidak mengumpulkan harta di dunia. Dia ingin agar kita berfokus pada urusan mencari Kerajaan Allah dan percaya kepada Allah dengan sepenuh hati. Allah tidak peduli dengan kekayaan duniawi kita, melainkan pada kekayaan iman kita.
Banyak orang mengira bahwa isi Yakobus 5:1-6 itu ditujukan kepada orang-orang non-Kristen. Dalam hal ini, kita tidak bisa menyalahkan anggapan tersebut sepenuhnya. Akan tetapi kita harus pahami juga bahwa firman di dalam Alkitab ditujukan terutama kepada umat Allah. Kalau kita masih serakah dengan kekayaan, maka kita juga akan melakukan dosa-dosa orang kaya. Para orang kaya ini bukanlah orang-orang non-Yahudi; mereka adalah orang-orang Israel, umat Allah. Bahkan di tengah lingkungan umat Allah, dosa keserakahan sering dijumpai. Justru karena itulah maka Yesus memperingatkan para muridnya untuk menjauhkan diri dari keserakahan dan jangan menjadi sama dengan orang-orang tidak percaya yang gemar menimbun harta duniawi.
Hari ini, saya ingin menyusun gambaran sekilas tentang isi Yakobus pasal 5. Jika Anda baca isi pasal 5 ini, bisakah Anda merasakan suasananya? Apakah Anda memperhatikan betapa rasul Yakobus menjadi semakin intens dan keras dari pasal ke pasal? Pasal 5 ini memberi suasana perasaan seperti apa kepada Anda? Pesan dari dalam pasal 5 ini adalah mengenai penghakiman. Harap diperhatikan beberapa ungkapan khusus yang dipakai oleh rasul Yakobus. Dalam ayat 1, Yakobus memperingatkan orang-orang kaya betapa ‘celaka’-nya mereka kalau tidak bertobat. Kata ‘celakalah’ yang dipakai di ayat ini, tentu saja, mengacu pada penghakiman dari Allah.
Dalam ayat 4, Yakobus menyebut Allah sebagai ‘Tuhan semesta alam’ yang merupakan gelar sebutan bagi Allah oleh nabi-nabi di dalam Perjanjian Lama, khususnya nabi Yesaya (lihat Yesaya 5:7,9,16,24-25). Selain menyebut Allah sebagai penghulu bala tentara surga, istilah ‘Tuhan semesta alam’ mengungkapkan satu makna yang lebih penting, yakni bahwa Allah adalah Allah yang akan menuntut balas demi membela anak yatim, janda-janda dan orang miskin. Berbicara tentang hal menuntut balas, maknanya tentu saja tentang bagaimana Allah akan menegakkan keadilan bagi orang-orang yang tertindas, dan itu berarti penghakiman. Allah akan membalas perbuatan setiap orang sesuai dengan kelakuannya.
Di ayat 5, Yakobus berbicara tentang hari penyembelihan, ini juga gambaran yang dipakai oleh Perjanjian Lama dalam hal menguraikan tentang penghakiman yang akan dilakukan oleh Tuhan semesta alam, YAHWEH. Di dalam ayat 8, Yakobus menyuruh kita untuk bersabar karena hari Tuhan sudah dekat. Ini jelas sebuah pengharapan, tetapi juga sekaligus suatu peringatan bahwa penghakiman Allah sudah dekat pula. Di dalam ayat 9, Yakobus menyebut Allah sebagai Hakim dan mengingatkan kita bahwa Sang Hakim sudah berdiri di ambang pintu. Hal ini menegaskan bahwa penghakiman Allah sudah di hadapan kita. Oleh karenanya, di dalam ayat 9 ini Yakobus juga mengingatkan kita untuk tidak bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, agar kita tidak menghadapi penghakiman Allah. Di ayat 12, dia juga mendorong kita untuk bersikap jujur satu sama lain, supaya kita tidak terkena hukuman.
Saya harap Anda semua bisa menangkap pesan yang disampaikan dalam pasal 5 ini. Sejak bagian awal sampai dengan bagian akhirnya, pasal 5 ini berbicara tentang penghakiman. Rasul Yakobus mengingatkan gereja lewat gambaran tentang penghakiman Allah betapa mereka harus siaga, sabar dan bagaimana mereka seharusnya saling berhubungan satu sama lain. Para rasul di zaman awal gereja sangat paham akan tuntutan Allah mengenai kekudusan terhadap gereja. Mereka tahu bahwa jika gereja tidak hidup dalam kekudusan maka Allah akan menghakimi gereja-Nya. Penghakiman Allah tidak selalu dikaitkan dengan hari kedatangan Yesus yang kedua kalinya. Allah bahkan bisa menghakimi kita melalui tindakan disiplin. Salah satu contohnya adalah pasangan Ananias dan istrinya, sebagaimana yang tercatat dalam Kisah Para Rasul pasal 5. Mereka dihakimi oleh Allah karena berbohong dan mencobai Roh Kudus. Peringatan yang sejenis juga banyak terdapat di dalam kitab Wahyu. Yesus tak henti-hentinya mendesak jemaat agar bertobat supaya penghakiman Allah tidak menimpa mereka.
Mari kita baca 1 Petrus 4:17. Di sini rasul Petrus memberitahu kita bahwa waktunya telah tiba bagi penghakiman Allah, yang dimulai dari jemaat Allah sendiri. Para rasul di zaman awal tidak memiliki konsep seperti kita di zaman sekarang ini, yakni bahwa gereja sama sekali tidak akan menghadapi penghakiman Allah. Ini jelas bukan ajaran para rasul. Mari kita baca Ibrani 10:30-31. Penulis kitab Ibrani juga memperingatkan bahwa Allah akan menghakimi umat-Nya. Siapakah umat Allah itu? Tentu saja mereka yang percaya kepada Allah, mereka yang membuat perjanjian dengan-Nya. Allah memang akan menghakimi orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya, tetapi Dia juga akan menghakimi umat-Nya. Seperti yang disampaikan oleh penulis Ibrani, kasih karunia yang telah kita terima sedemikian melimpahnya, dan kita harus menghargai limpahan kasih karunia yang telah dianugerahkan oleh Allah itu. Orang Kristen yang menginjak-injak kasih karunia Allah pasti akan dituntut oleh Allah, karena siapa yang banyak menerima harus mempertanggungjawabkan banyak hal juga.
Mengapa rasul Yakobus berbicara tentang penghakiman di pasal 5 ini? Alasannya jelas, Yakobus melihat jemaat dipenuhi oleh dosa. Jika jemaat tidak segera bertobat, dia tahu bahwa penghakiman Allah akan tiba. Dalam suratnya ini, Yakobus mengecam gereja, karena gereja memperlakukan manusia berdasarkan penampilan mereka. Gereja dipenuhi oleh jemat yang saling iri, saling dengki, bersahabat dengan dunia, menimbun kekayaan, mengejar kenikmatan duniawi dan menindas sesama manusia. Apakah Allah akan berkenan kepada kita jika gereja dipenuhi oleh dosa-dosa semacam itu? Allah bukan saja menolak kita, Dia akan membersihkan gereja-Nya secara pribadi. Sekalipun gereja dipenuhi oleh orang-orang Kristen yang tidak setia, namun masih ada juga orang-orang Kristen yang mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati. Itu sebabnya Yakobus juga mendorong mereka yang setia untuk bertahan sampai pada kesudahannya di dalam ayat 7-8. Kita akan membahas ayat 7-8 secara lebih terperinci dalam Pendalaman Alkitab yang berikutnya.
Di dalam Yakobus pasal 5, dia mengungkapkan tiga macam dosa di tengah jemaat. Yang pertama adalah hal menimbun kekayaan, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat 3, yang merupakan perwujudan dari keserakahan. Yang kedua adalah kebiasaan bersungut-sungut antara satu sama lain. Dan yang ketiga adalah kebiasaan berbohong yang disebutkan dalam ayat 12, berbohong dalam arti memperlakukan saudara seiman secara tidak jujur. Mari kita bahas ketiga macam dosa ini secara lebih terperinci.
Hari ini, kita akan membahas tentang celaka yang diakibatkan oleh kekayaan terhadap jemaat. Dalam Pendalaman Alkitab yang lalu, kita telah melihat bahwa hal menimbun kekayaan itu adalah wujud dari keserakahan. Orang hanya peduli pada urusan menimbun harta dan bukannya berbagi berkat dari Allah kepada sesama jemaat. Saya rasa, mereka yang mendengarkan khotbah ini sebagian besar bukanlah orang kaya Namun jangan mengira bahwa isi Yakobus 5:1-6 ini tidak berlaku atas diri kita hanya karena kita bukan orang kaya.
Saya sadar bahwa keserakahan adalah masalah yang lazim menimpa banyak orang Kristen. Mungkin kita tidak memiliki keserakahan yang menyolok terhadap uang dan kita juga tidak berminat untuk menjadi milyuner. Tetapi kita juga ingin menikmati kesenangan yang sama dengan orang dunia. Sebagai contoh, misalnya, kita memiliki TV 80 centi dan pemutar DVD yang bagus. Tentu saja, barang-barang tersebut perlu dilengkapi dengan peralatan audio yang bagus pula. Kita beranggapan bahwa keinginan kita itu tidaklah berlebihan, bukankah kita tidak ingin menjadi milyuner? Akan tetapi, agar bisa menikmati semua kesenangan itu, maka kita harus tetap berusaha untuk mendapatkan uang untuk bisa mencapainya.
Tentu saja, dalam rangka mencari uang, maka kita akan meluangkan usaha atau perencanaan untuk kepentingan pribadi. Lalu kita melakukan hal-hal yang tidak terlihat buruk dan juga tidak terlalu muluk dalam rangka mencari uang. Sebagai contoh, kita menerima hadiah atau imbalan dari orang lain yang tidak seharusnya kita terima, mengurangi waktu untuk Tuhan demi mencari uang, atau bahkan menahan uang yang seharusnya dipersembahkan buat Tuhan. Saya tegaskan bahwa ini adalah persoalan yang menimpa banyak orang Kristen. Malahan, persoalan ini juga kerap menghadang saya. Setiap kali berhadapan dengan masalah, saya harus mengatasi godaan untuk mengharapkan uang dari orang lain. Itulah awal dari keserakahan.
Kita hidup di akhir zaman dan kita harus lebih waspada. Di zaman sekarang ini, Injil yang umumnya kita dengar adalah ajaran sesat yang mendorong kita untuk mencintai uang. Khusus di negara-negara Barat, Anda akan mendengar banyak penginjil yang mendorong pengikut mereka untuk mencari kekayaan dari Allah. Allah, di mata orang-orang Kristen, telah menjadi semacam dewa kemakmuran. Anda disuruh untuk mengasihi Allah dan Mamon dalam waktu yang bersamaan. Saya ingat seorang pendeta Tionghoa di AS yang memberitahu saya bahwa dia paham kalau Alkitab jelas-jelas mengajar kita untuk tidak mengasihi uang atau menimbun kekayaan, akan tetapi dia tidak berani menyampaikan khotbah-khotbah semacam itu di gereja. Ini karena semua diaken dan tua-tua gerejanya adalah orang-orang kaya. Kalau dia menyinggung mereka dari atas mimbar, dia bisa kehilangan jabatannya.
Anda mungkin bertanya, “Bukankah akan lebih baik jika gereja berisi lebih banyak lagi orang-orang kaya?” Apakah uang itu sesuatu hal yang jahat? Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa uang adalah hal yang jahat. Alkitab memperingatkan kita untuk tidak menjadi serakah akan uang. Mari kita baca 1 Timotius 6:17-19. Paulus mengingatkan kita bahwa orang-orang kaya tidak boleh bermegah, melainkan harus bergantung sepenuh hati kepada Allah, dan mereka harus kaya dalam perbuatan baik serta rela memberi kepada mereka yang membutuhkan. Renungkanlah hal ini: Kalau orang-orang kaya menjalankan apa yang dikatakan oleh Paulus, memberi kepada yang membutuhkan, apakah mereka akan tetap kaya? Bisakah Anda berkata dengan setulus hati bahwa Anda benar-benar bergantung kepada Allah? Bisakah Anda pertanggungjawabkan cara bagaimana Anda menggunakan uang Anda? Memang benar, gereja berisi banyak sekali orang kaya. Terutama ketika perekonomian negeri menjadi baik, banyak orang yang menjadi kaya dan banyak dari antara mereka yang Kristen. Kita merasa tidak keberatan untuk percaya kepada Yesus selama kita diberkati dan menjadi makmur. Kita akan senang mempersembahkan sebagian dari kekayaan kita kepada Allah. Suatu hal yang terdengar sangat wajar. Kita bisa menikmati kekayaan sekarang dan hidup kekal nantinya. Benar-benar menikmati yang terbaik di dunia dan di akhirat.
Sikap kita mirip dengan isi perumpamaan berikut ini: Ada seorang kaya yang memiliki banyak sapi perah dan produksi susu yang melimpah. Dia sangat bahagia dan bersyukur kepada Allah. Dia mempersembahkan banyak susu kepada Allah. Suatu hari, dia berkata kepada Allah, “Tuhan, aku bersyukur atas berkatMu kepadaku. Aku ingin membeli lebih banyak lagi sapi perah agar dapat mempersembahkan lebih banyak susu kepadaMu.” Namu Allah menjawab, “Aku tidak berminat pada susu, bagaimana kalau kau persembahkan sapimu?” Akhirnya hubungan antara orang itu dengan Allah jadi berantakan. Bagi orang ini, apakah atau siapakah yang lebih penting? Sapi perahnya atau Allah? Bukankah sikap kita, terhadap Allah dan uang, sama dengan sikap orang ini?
Mengapa rasul Yakobus memakai kata-kata yang keras untuk memperingatkan orang-orang kaya di dalam ayat 1-6 itu? Karena Yakobus paham dengan baik akan ajaran yang alkitabiah. Dia tahu betapa beratnya masalah ini. Kalau orang-orang kaya itu tidak segera bertobat, mereka akan segera berhadapan dengan penghakiman Allah. Oleh karenanya, sejak ayat pertama, Yakobus mendesak mereka untuk segera bertobat. Mari kita baca Amos 5:10-13. Apakah Anda terkejut melihat betapa miripnya ucapan dari Amos dan Yakobus ini? Para orang kaya menginjak-injak orang miskin. Orang-orang kaya ini menikmati kemewahan dan – pada saat yang bersamaan – mereka memperlakukan orang-orang benar dengan tidak layak. Mari kita baca Amos 8:7-10. Di sini disebutkan tentang keberadaan orang-orang kaya di dalam kerajaan Israel. Dalam rangka memperkaya diri, mereka gunakan segala cara untuk menelan orang miskin. Dosa semacam ini, yang tidak disertai dengan pertobatan, membuat penghakiman Allah menimpa mereka. Kita bisa melihat pokok ini dalam Amos 8:7-10. Kerajaan Israel tertimpa hukuman Allah karena mereka mencintai uang, sampai ke taraf melecehkan keadilan. Rasul Yakobus sangat sadar bahwa jemaat sedang dilanda kasih akan uang, dan akibat dari dosa ini akan ditimpakan kepada mereka karena mereka menimbun kekayaan.
Dengan ungkapan yang serupa, 2 Timotius 3:1-2 juga memberitahu kita tentang karakteristik manusia di akhir zaman, yakni bahwa mereka hanya mengasihi diri sendiri serta serakah akan uang. Saya beritahu Anda bahwa ungkapan ini tidak ditujukan kepada orang-orang yang tidak percaya. Memang bukan hal yang aneh jika orang-orang yang tidak percaya itu melakukannya. Paulus membahas hal ini dalam kaitannya dengan kondisi kerohanian gereja di akhir zaman. Pada hari-hari terakhir, gereja akan berangsur-angsur bergeser dari kasih yang sepenuhnya kepada Allah menuju ke arah kepentingan pribadi dan akhirnya pada kasih akan uang. Anda perlu camkan isi 2 Timotius 3:5, karena akan tahu bahwa ayat itu berbicara tentang kondisi kerohanian orang-orang Kristen. Secara lahiriah, mereka akan tetap tampil sebagai orang Kristen, namun mereka telah kehilangan kesalehan. Itu sebabnya penghakiman Allah akan menimpa mereka. Penghakiman itu turun bukan karena dosa orang-orang dunia, melainkan karena gereja yang telah kehilangan kekudusannya.
Baik topik tentang problema gereja dan tentang penghakiman Allah, keduanya adalah topik yang menimbulkan rasa tidak enak. Akan tetapi kita harus menghadapi Firman Allah dengan setulus hati, dan membiarkan Firman itu membersihkan serta menerangi hati kita. Yakobus memperingatkan bahwa hari kedatangan Tuhan sudah dekat; penghakiman Allah akan turun dengan mendadak. Dia akan menghakimi kita sesuai dengan perbuatan kita masing-masing. Kita harus hidup dengan penuh kesiagaan dan tekun melangkah di jalan-Nya di muka bumi ini.