Pastor Jeremiah C | Yakobus 1:13-15 |

Hari ini, kita akan memusatkan perhatian pada Yak 1:13-15. Yakobus berbicara tentang ujian iman mulai dari ayat 2 dan seterusnya. Di dalam ayat 13 ini, rasul Yakobus masih membahas topik ‘ujian iman’. Mengapa saya berkata demikian? Karena kata ‘dicobai [tempted]’ di dalam ayat 13, di dalam bahasa Yunaninya adalah kata yang sama dengan kata ‘pencobaan [trials]’ di ayat 2. Makna kata Yunani yang dipakai itu adalah ‘test [ujian], trial [pencobaan, aniaya], temptation [pencobaan, godaan]’. Makna asli ketiga kata itu sama sekalipun ketiga kata itu tidak selalu diterjemahkan dengan kata yang sama di dalam Yakobus pasal satu. Harap diperhatikan bahwa makna dasarnya adalah ‘menguji’. Ini menunjukkan kepada kita bahwa rasul Yakobus masih membahas topik yang sama bahkan sampai ke ayat 13 – yaitu tentang ujian iman.

Mari kita pusatkan perhatian pada ayat 13. Apa yang sedang disampaikan oleh rasul Yakobus di sini? Mengapa dia menyuruh kita untuk bersukacita dalam berbagai pencobaan di dalam ayat 2, akan tetapi dia juga berkata bahwa Allah tidak mencobai siapapun? Apakah hubungan antara ayat 13-15 dengan ayat-ayat sebelumnya? Di alur pemikiran yang manakah ayat 13-15 ini berada?

Kita memiliki petunjuk dari kata ‘pencobaan [tempt]’ ini. Yakobus memandang ujian iman dari sudut positif di dalam ayat 2-12. Di sepanjang alur itu, rasul Yakobus menganggap kita semua bisa bergantung kepada kasih karunia Allah, untuk bertahan dan mengatasi ujian.

Namun di dalam kenyataannya, berapa banyak orang Kristen yang menang di dalam ujian iman ini? Banyak orang Kristen yang bukannya mengatasi ujian, tapi malah jatuh ke dalam dosa dan menjadi tidak setia kepada Allah karena pencobaan atau ujian ini. Bagaimana seharusnya kita memandang akibat dari kegagalan bertahan menghadapi ujian iman ini? Banyak orang Kristen yang meremehkan ujian iman ini. Tentu saja, mereka memandang bahwa mampu mengatasi adalah yang terbaik, namun jika gagal, tidak menjadi masalah – kerugiannya hanya sebatas tidak memperoleh hadiah, yaitu mahkota kehidupan. Bagi mereka, mahkota itu sama sekali tidak penting karena, dalam keadaan apapun, mereka sudah pasti akan masuk ke dalam kerajaan surga. Jadi, ujian iman bagi mereka tidak ada konsekuensinya sama sekali. Jika Anda juga memiliki mentalitas semacam ini, maka ayat-ayat di dalam Yak 1:13-15 ditujukan bagi Anda.

Apakah Allah mencobai setiap orang?

Pertama, mari kita bahas masalah apakah Allah mencobai setiap orang. Jawabannya sangat jelas – Allah tidak mencobai siapapun. Jika Allah memang tidak mencobai siapapun, maka pencobaan itu pasti berasal dari iblis. Jika pencobaan itu berasal dari iblis, lalu mengapa rasul Yakobus menyuruh kita untuk bersukacita di dalam penciobaan yang berlapis-lapis ini?

Kita harus memakai sudut pandang Alkitab, bukannya pemahaman kita sendiri di dalam menelaah persoalan ini. Kita harus ingat bahwa kata yang diterjemahkan dengan ‘trials [pencobaan, aniaya]’ dan ‘temp [pencobaan, godaan]’ adalah kata yang sama di dalam bahasa Yunani. Artinya, entah itu ‘trials’ ataupun ‘temptation’, keduanya adalah hal yang sama – yaitu jenis-jenis ujian.

Jadi, jika kita mengajukan pertanyaan, “Apakah Allah mencobai setiap orang?” sebenarnya itu sama dengan pertanyaan, “Apakah Allah akan menguji setiap orang?” – kedua pertanyaan itu ibarat dua biji kacang di dalam satu kulit. Hal yang menarik adalah bahwa jawaban atas kedua pertanyaan itu sangat berbeda. Kita semua berpikir bahwa Allah tidak akan ‘mencobai [tempt]’ setiap orang, tetapi Dia akan ‘menguji [test]’ setiap orang. Alasan kita dalam berpikir seperti ini adalah karena kita dibingungkan oleh terjemahan yang memakai kata ‘temptation [pencobaan, godaan]’ dan ‘trial [pencobaan, aniaya]’.

Mari kita lihat Kejadian 22:1. Di sini, kita melihat bahwa Allah menguji Abraham. Jika Allah tidak menguji setiap orang, lalu mengapa di sini dikatakan bahwa Allah menguji Abraham? Mari kita lihat Mat 4:1. Di sini kita baca bahwa Roh Kudus memimpin Yesus ke padang gurun untuk dicobai oleh iblis. Jika Roh Kudus tidak memimpin Yesus, maka Yesus tidak harus menghadapi pencobaan dari iblis. Poin lain yang perlu kita perhatikan adalah kata “mencoba” yang dipakai dalam bahasa sumbernya di Kej 22.1 dan Mat 4.1 adalah kata yang sama dengan yang terdapat di dalam Yak 1:13. Makna dari kata tersebut di dalam bahasa sumbernnya adalah ‘menguji’.

Saya yakin bahwa Anda semua sudah tahu tentang kisah Ayub. Hal apakah yang dialami oleh Ayub? Yak 5:11 menyebutkan tentang ketekunan [endurance = ketahanan, ketekunan] Ayub. Hal apakah yang harus ditanggung oleh Ayub? Tentu saja, kaitannya adalah dengan pencobaan yang sedang dia hadapi. Mungkin Anda akan berkata bahwa bukan Allah yang sedang mencobai dia melainkan iblis. Masalahnya adalah: iblis baru bisa mencobai Ayub setelah mendapat izin dari Allah untuk melakukannya. Dengan demikian, kita bisa katakan bahwa Allah mencobai Ayub lewat tangan iblis. Jadi, tampaknya tidak alkitabiah jika kita berkata bahwa Allah tidak pernah mencobai siapapun.

Mungkin Anda akan berkata, “Apakah Anda tidak sedang menyelewengkan firman di dalam Yak 1:13?” Lalu bagaimana ayat 13 ini akan dijelaskan? Mengapa di sini Yakobus berkata bahwa Allah tidak mencobai siapapun?

Sebenarnya, kita hanya perlu memperhatikan ayat-ayat berikutnya dan kita tidak akan kesulitan memahami Yakobus. Ada premis yang sangat jelas di dalam ayat 13: ‘dicobai oleh yang jahat‘ – artinya bahwa orang jatuh ke dalam dosa itu karena pencobaan. Kemudian, ayat 14-15 melanjutkan pembahasan tentang keinginan, dosa, dan maut. Sebagian orang Kristen akan berbuat dosa karena tidak mampu bertahan dalam ujian. Yakobus ingin membahas persoalan ini: jika kita jatuh di dalam proses ujian itu, dan kita berbuat dosa, apakah itu karena kesalahan Allah? Apakah semua ini tidak akan terjadi jika Dia tidak menguji saya? Itu sebabnya sebagian orang Kristen menolak mempertanggung-jawabkan kegagalan mereka – mereka mengalihkan tanggung jawab dan konsekuensi dosa mereka kepada Allah.

Di sini, Yakobus ingin agar kita mengerti bahwa Allah menghendaki kita menghadapi ujian iman demi kebaikan kita. Bukan merupakan niat-Nya untuk memakai ujian itu agar kita berbuat dosa. Namun itu tidak berarti bahwa setiap orang Kristen bisa meraih manfaat [dari ujian itu]. Banyak orang Kristen akan gagal dan jatuh di dalam ujian iman itu. Mengapa kita gagal? Apakah Allah dengan sengaja mencelakakan kita? Apakah Allah tidak memberi kita kasih karunia? Yakobus memberitahu kita bahwa alasannya adalah karena kita menyerah kepada keinginan kita. Itulah sebabnya hal tipu daya keinginan dibicarakan di dalam ayat 14-15. Di dalam kehidupan kita sehari-hari, kita harus melalui berbagai pencobaan, ada yang besar, ada pula yang kecil, ada yang terlihat nyata, ada pula yang tersamarkan. Alasan mengapa kita jatuh di saat menghadapi pencobaan adalah karena kita menuruti tarikan keinginan kita. Jadi, rasul Yakobus mengingatkan kita untuk tidak menyalahkan Allah. Seorang Kristen yang menolak untuk menyerah pada keinginannya tidak akan tergerak oleh pencobaan.

Belakangan ini, banyak orang di negara miskin yang berjuang dengan segala upaya untuk meninggalkan negeri mereka dan bekerja keras mengejar kekayaan. Untuk bisa bekerja di luar negeri, banyak orang yang tidak ragu-ragu membayar puluhan atau bahkan ratusan ribu agar bisa diselundupkan ke Eropa. Saat berada di luar negeri, mereka mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya. Bukannya mendapatkan pekerjaan serta hasil yang luar biasa, seperti yang dijanjikan oleh para penjahat [para penyelundup tenaga kerja] itu, mereka malah harus menghadapi diskriminasi, bahaya dan kemiskinan. Namun apa yang bisa mereka perbuat jika sudah berada di luar negeri itu? Sebagian orang bahkan kehilangan nyawanya sebelum mereka berhasil sampai di tujuan. Akan tetapi, masih banyak sekali orang yang ingin pergi ke luar negeri secara ilegal. Walaupun tahu bahwa mereka bisa kehilangan nyawa, ditipu, tertangkap, atau bahkan menjadi lebih sengsara dibandingkan dengan di negara asal (sebagaimana yang telah dialami sendiri oleh banyak orang yang telah berangkat), tetapi mereka selalu berharap bahwa mereka mungkin bisa lebih mujur ketimbang yang lainnya.

Mereka tidak bersedia menerima realitas yang mereka dengar atau lihat. Hasrat hati untuk menjadi kaya mendorong mereka untuk percaya pada dusta dan untuk ditipu oleh orang lain. Orang semacam ini sangat mudah ditipu karena mereka menyerah pada keinginan mereka. Di sisi lain, jika Anda tidak memiliki hasrat untuk pergi ke luar negeri untuk mengejar kekayaan, Anda tidak akan tertarik sekalipun ada orang yang menawarkan tarif yang paling rendah untuk menyelundupkan Anda ke luar negeri. Walaupun keinginan bekerja ke luar negeri bukanlah dosa, tetapi dari contoh ini, saya harap kita bisa melihat bahwa sering kali, kita berbuat dosa bukan karena dorongan dari luar melainkan karena kita ditarik oleh keinginan kita sendiri. Inilah masalah yang ingin disampaikan oleh Yakobus kepada kita.

Saya kenal seorang saudara yang telah pindah ke tempat lain untuk bekerja. Di tempat baru itu ia berkenalan dengan seorang saudari di gereja. Mereka lalu menjadi akrab dan saling menyukai satu sama lain. Seringkali, mereka terlibat bersama-sama di dalam berbagai pelayanan di gereja. Perlahan-lahan, saudara ini mulai jatuh cinta kepada si gadis, dan mereka sering mencari kesempatan untuk bisa berduaan. Ketika hubungan mereka semakin akrab, mereka mulai meluangkan lebih banyak waktu untuk berduaan. Kemudian, mereka merasa perlu untuk mencara tempat yang lebih sepi untuk mengobrol. Nah, tempat manakah yang paling sepi untuk mengobrol? Tentu saja di dalam kamar mereka sendiri. Hubungan mereka semakin akrab dan mereka mulai mengobrol di kamar si gadis. Akhirnya, pada suatu hari, mereka melakukan percabulan. Saat saudara ini mengaku di hadapan saya, dia berkata bahwa dia tidak pernah menyangka bahwa dia akan melakukan percabulan. Dalam sekejap saja, ketika dia menyerah pada keinginannya, dia jatuh ke dalam dosa.

Melalui contoh ini, saya ingin agar Anda mengerti bahwa kita ini menghadapi berbagai pencobaan setiap harinya: ada yang sangat nyata, ada yang tersamarkan. Setiap saat kita harus memilih untuk mengutamakan kehendak kita atau kehendak Allah. Setiap kali kita mengutamakan kehendak kita, maka kita akan gagal. Akan tetapi, setiap kali kita mengutamakan kehendak Allah, maka kita akan menang dan kehidupan rohani kita akan selangkah lebih maju.

Dari kesaksian saudara itu, kita melihat satu poin yang penting: jatuh ke dalam dosa itu bukanlah perkara yang terjadi dalam satu malam saja. Sebenarnya, sebelum melakukan dosa itu, dia dan saudari itu sudah bertindak ceroboh dalam hal membiarkan nafsu mereka bertumbuh. Saat sudah matang, nafsu atau keinginan itu berbuah dosa, sama seperti yang disebutkaan di dalam surat Yakobus. Jika kita masih tidak bertobat, maka kita akan berakhir dalam maut. Jadi, kita harus berhati-hati agar tidak berkompromi atau menyerah kepada dosa. Jika tidak, maka dosa akan membinasakan kita nantinya.

Melalui contoh dari saudara ini, kita melihat fakta bahwa kita harus menghadapi pencobaan setiap hari. Jika kita tidak menyerah pada keinginan kita setiap harinya, entah dalam perkara besar atau kecil, jika kita setia kepada Allah di dalam segala hal, maka kita akan bisa mengatasi segala pencobaan dengan bersandar kepada Tuhan.

Tidaklah penting siapa yang menguji kita

Pada dasarnya, persoalan apakah Allah atau setan yang menguji kita bukanlah persoalan utama. Yang terpenting adalah apakah kita bertahan di saat menghadapi pencobaan. Apakah kita dapat mempertahankan kesetiaan kita kepada Allah. Kita tidak perlu melangkah terlalu jauh dengan menganalisis apakah sekarang ini kita sedang menghadapi ujian dari Allah atau pencobaan dari setan. Sebenarnya, tidak ada perbedaan apakah itu ujian atau pencobaan menurut bahasa sumbernya. Semua peristiwa ini bertujuan untuk menguji iman kita, entah itu berasal dari Allah atau dari setan. Selama kita mengasihi Allah dengan segenap hati, segala hal yang menimpa kita itu bertujuan untuk membangun kita.

Saya akan akhiri dengan sebuah contoh untuk membantu Anda memahami poin ini. Mari kita pakai Ayub sebagai contohnya. Menurut Anda, siapakah yang sedang mencobai Ayub? Dilihat secara sekilas, tampaknya setanlah yang melakukannya. Namun pikirkanlah baik-baik: jika Allah tidak mengizinkan, maka Ayub tidak perlu menghadapi semua pencobaan itu. Dapatkah kita katakan bahwa Allahlah yang sedang menguji dia dari balik layar, karena Allahlah yang memberi izin untuk melakukan pencobaan itu? Bagaimana Anda bisa menjawab persoalan ini?

Apakah [itu merupakan peristiwa yang] baik jika kita simpulkan bahwa setanlah yang sedang mencobai Ayub? Kedengarannya tidak baik. Akan tetapi kita semua tahu bahwa Ayub telah mengatasi pencobaan setan dan pada akhirnya menerima berkat-berkat dari Allah. Jika demikian, bukankah dia telah mengubah malapetaka dari setan menjadi berkat? Apakah itu merupakan peristiwa yang baik jika kita simpulkan bahwa Allahlah yang sedang menguji Ayub? Karena ini berasal dari Allah, saya yakin bahwa kita semua akan berpikir bahwa ini adalah peristiwa yang baik.

Mari kita pikirkan lebih jauh lagi: anggaplah bahwa Ayub ternyata gagal di dalam proses ujian itu – dia mendengarkan saran istrinya dan meninggalkan Allah, bukankah dia telah mengubah berkat yang Allah sediakan buatnya menjadi kutuk?

Saya harap Anda bisa memahami analisis tersebut. Yang ingin saya sampaikan adalah: kita tidak perlu membuang waktu dengan menganslisis apakah ujian yang sedang kita hadapi itu berasal dari Allah atau dari setan. Secara sederhananya, setiap ujian yang Anda hadapi di dalam keseharian Anda adalah ujian iman. Allah ingin Anda menjadi orang yang berkemenangan dan diberkati di dalam setiap pencobaan dan ujian. Setan berharap agar Anda gagal dan binasa. Inilah perbedaan nyata antara ujian dan pencobaan. Kita harus berpegang sepenuhnya kepada janji Allah dengan iman di saat kita menghadapi ujian, supaya kita bisa bertahan menghadapi ujian itu, dan diberkati oleh Allah. Kita memilih untuk setia sampai mati kepada Allah, untuk tidak membiarkan rencana setan berhasil di dalam diri kita.

Pada kesempatan berikutnya nanti, kita akan mendalami tentang bagaimana menjadi orang yang berkemenangan di dalam ujian iman, dari Yakobus pasal 1.

Berikan Komentar Anda: